• Tidak ada hasil yang ditemukan

INDONESIA PERNAH MENJADI PRIMADONA BAGI PARA ILMUWAN RUSIA TENGGELAM SEIRING DENGAN RUNTUHNYA UNI SOVIET.

Dalam dokumen JEJAK HITAM HAKIM TIPIKOR DAERAH (Halaman 56-58)

20 NOVEMBER 2011 TEMPO| 119

menjadikan studi tentang Indonesia oleh generasi muda Rusia meredup. ”Ada memang regenerasi yang hen- dak saya siapkan. Dia adalah murid saya. Anak muda itu bernama Chu- kov,” kata Drugov.

Tentu saja Chukov tidak benar- benar sendiri. Masih ada bebera- pa anak muda Rusia yang belajar tentang Indonesia. Namun sebagi- an besar karena terpaksa atau kare- na tidak sengaja. Ini pulalah alasan Roman belajar tentang Indonesia. ”Waktu itu sebenarnya saya ingin mempelajari Korea Selatan. Akan tetapi oleh pihak universitas diarah- kan untuk mengambil Indonesia. Ya, sudah,” kata alumnus Asian-African Studies of the Moscow State Univer- sity yang menulis tesis tentang peran etnis Tionghoa di Indonesia dan Ma- laysia ini.

Roman, yang sangat fasih berba- hasa Indonesia dan mengerti budaya Indonesia, sekarang bekerja sebagai salah satu manajer perusahaan Ru-

sia yang beroperasi di Bali.

Lain lagi dengan Bleznova Eliza- veta Alekseyevna. Perempuan yang juga lulusan Institute of Asian-Afri- can Studies of the Moscow State Uni- versity itu sebenarnya diminta sang ayah yang ahli Cina untuk mempe- lajari ilmu serupa. ”Tapi, karena ba- hasa Cina susah, saya tidak mau,” kata Liza, panggilan akrab Blezno- va Elizaveta Alekseyevna. ”Akhir- nya saya pun disarankan mengambil bahasa Indonesia. Saya bersedia ka- rena Indonesia adalah negara yang besar dan menarik,” kata perempu- an yang kini bekerja sebagai pener- jemah di lingkungan Kedutaan Be- sar Republik Indonesia (KBRI) un- tuk Rusia itu.

Awalnya Liza belajar tentang fi - lologi Indonesia. Namun, di tengah perjalanan, ia berubah pikiran dan lebih memilih jurusan ekonomi (In- donesia) dengan pertimbangan lebih menjanjikan lapangan pekerjaan. ”Saya tidak melanjutkan ke jenjang S-3 dan menjadi pengajar dan ahli Indonesia di universitas karena bagi saya itu pekerjaan yang melelahkan,” alasan Liza tentang ketidaktertarik- annya untuk menjadi Indonesia- nis. Perempuan yang menulis skrip- si tentang perkembangan sektor per- tanian di Indonesia itu juga enggan melanjutkan studi karena merasa ti- dak berbakat.

Sepinya peminat kajian tentang Indonesia membuat Sumsky sedih dan kecewa. ”Tidak ada cukup rege- nerasi yang berminat menjadi ahli Indonesia yang sepenuh hati. Ahli Indonesia baru saat ini hampir tidak ada,” ujarnya.

Kondisi memprihatinkan itu di- sadari pula oleh KBRI Rusia. Sejak tiga tahun lalu, KBRI Rusia menco- ba menjembatani persoalan itu de- ngan mengundang sejumlah profe- sor ternama di Rusia berkunjung ke universitas-universitas di Indonesia. ”Harapannya, tentu saja, terjadi per- kawinan banyak universitas di Ru- sia dengan universitas di Indonesia yang pada akhirnya melahirkan In- donesianis baru di Rusia, yang akan memberikan kontribusi bagi hu- bungan RI-Rusia,” kata M. Aji Sur- ya, penanggung jawab pendidikan sosial budaya KBRI Rusia.

KBRI juga mengirim mahasiswa Rusia ke Indonesia untuk belajar bu- daya dan bahasa Indonesia di uni- versitas-universitas yang ada di In- donesia. ”Setiap tahun kami mengi- rim sekitar 20 mahasiswa Rusia ke Indonesia. Mereka rata-rata belajar budaya dan bahasa Indonesia di ber- bagai universitas Nusantara selama setahun,” katanya.

Mereka juga mencoba mengem- bangkan dan membangun jaringan mahasiswa Rusia pencinta Indone- sia di Moskow dan beberapa kota di Rusia. Awalnya hanya ada 15 orang anggota kelompok pencinta Indone- sia di Moskow. Kini jumlahnya su- dah lebih dari 200 orang. Mereka mengenal Indonesia, bukan hanya bahasa, tapi juga budayanya. ”Lima orang dari mereka bahkan sudah kita kirim keliling ke beberapa wi- layah Indonesia untuk familiariza- tion trip atas budaya kita, lalu kita jadikan mereka duta budaya dan pa- riwisata,” Aji menjelaskan.

Penyebaran virus cinta Indonesia pada generasi Rusia sekarang juga dilakukan lewat pengiriman dosen dari Indonesia untuk mengajar di kampus-kampus di Rusia yang me- miliki jurusan bahasa Indonesia. ”Harapannya, dosen kita bisa mene- barkan virus cinta Indonesia ke ma- hasiswa Rusia,” kata Aji berharap.

Pemerintah Indonesia melalui KBRI pun berupaya merangkul pe- muda-pemudi Islam Rusia. Tahun lalu, untuk pertama kali dalam seja- rah Indonesia, KBRI mengirim se- puluh mahasiswa pascasarjana ke Universitas Islam Negeri Malang, Jawa Timur. ”Tahun ini ada 27 ma- hasiswa S-1 sampai S-3 yang kami kirim ke Universitas Islam Negeri Malang, Yogyakarta, dan Jakarta. Bahkan di antara mereka akan bela- jar tilawah,” kata diplomat yang juga mantan wartawan Tempo itu.

Langkah KBRI mengirim pemu- da-pemudi Rusia ke Indonesia un- tuk belajar Islam tentu sangat me- narik. Itu sekaligus membuka mata dunia bahwa Indonesia merupakan negara yang tidak hanya indah, tapi juga negeri tempat tumbuh subur- nya Islam yang lebih mengedepan- kan pluralitas. ■ Dr Sumski (paling kanan), Indonesianis dari Moscow State University of International Relations. RUSIA

LIPUTAN KHUSUS

Indonesianis

L

ELAKI itu begitu fasih ber- silat lidah dalam bahasa In- donesia. Meskipun asli Ru- sia, lelaki bernama leng- kap Alexey Drugov itu sela- lu rindu Indonesia. Lahir di Moskow, 12 April 1937, Drugov adalah satu dari segelintir Indonesianis asal Ru- sia yang setia mendalami Indonesia sejak 1960.

Ketertarikannya pada studi Indo- nesia sesungguhnya tanpa disengaja. Selepas sekolah menengah atas pada 1954, Drugov melanjutkan studi di Moscow Institute of Foreign Rela- tions yang berada di bawah Depar- temen Luar Negeri Uni Soviet. Stu- di jurusan bahasa Indonesia adalah pilihan yang ditentukan kampus- nya. Sistem komunisme yang kaku membuatnya tak bisa memilih ju- rusan menurut keinginannya sendi- ri. ”Waktu itu tidak ada alasan untuk memilih,” tutur Drugov.

Menamatkan kuliah pada 1960, ketertarikan Drugov pada Indone- sia kian besar. Drugov sempat men- jadi tentara dengan pangkat letnan muda dan dikirim ke Vladivostok selama satu tahun untuk mendidik anggota kapal selam, torpedo, dan roket untuk angkatan laut. Sempat bertugas di Moskow, Drugov yang fasih berbahasa Indonesia kemudi-

an dikirim ke Indonesia pada 1962. ”Saya menjadi juru bahasa Indonesia kepala militer Rusia (saat itu Uni So- viet) yang diperbantukan untuk In- donesia di Jakarta,” kata Drugov.

Setiap kali pejabat Uni Soviet ber- temu dengan petinggi Indonesia, dialah yang menjadi penerjemah. Tugasnya sebagai penerjemah mem- buatnya kerap bergaul dengan se- jumlah tokoh penting Indonesia saat itu, seperti Presiden Sukarno, Jende- ral A.H. Nasution, Jenderal Ahmad Yani, Laksamana R.E. Martadinata, dan Marsekal Omar Dhani.

Sebelum pecah peristiwa Gerakan 30 September pada 1965, hubung- an Rusia dan Indonesia memang mesra. Terutama dalam kurun wak- tu 1950 hingga awal 1960-an. Ham- pir semua menteri Indonesia pernah berkunjung ke Rusia. ”Bahkan Jen- deral A.H. Nasution ke Rusia sampai lima kali,” kata Victor Sumsky, In- donesianis terkemuka dari Moscow

State University of International Re- lations.

Puncak kemesraan hubungan In- donesia-Rusia terjadi pada 1950-an, ketika Indonesia memasuki periode demokrasi terpimpin. ”Momen yang paling menghubungkan kedekatan Jakarta-Moskow saat itu adalah saat Uni Soviet membantu Indonesia da- lam pembebasan Irian Barat,” kata Sumsky.

Bantuan yang paling nyata dari Uni Soviet untuk Indonesia waktu itu adalah senjata. ”Bantuan ini ter- jadi karena komitmen kedua nega- ra saat itu untuk melawan imperia- lisme Barat,” Drugov menjelaskan. Mulai saat itulah peran para Indone- sianis Rusia begitu luar biasa.

Menurut Drugov, pemikiran para Indonesianis Rusia memiliki signifi - kansi terhadap hubungan antara Uni Soviet dan Indonesia saat itu. ”Hasil penelitian mereka semua tentu saja menjadi pertimbangan negara un- tuk menentukan sikap dalam berhu- bungan dengan Indonesia,” katanya. Keputusan Uni Soviet untuk mem- bantu Bung Karno dalam pembe- basan Irian Barat bisa dipahami se- bagai keputusan politik yang berasal dari pertimbangan riset para Indo- nesianis Rusia saat itu.

Perjalanan intelektual para Indo- nesianis dari Rusia terus berlanjut. Sejumlah nama muncul. Sebut saja Tsyganov, yang meneliti sejarah pe- rang kemerdekaan Indonesia. ”Kar- ya para Indonesianis dari Rusia ter- sebut sampai sekarang masih ter- simpan di Perpustakaan Lenin,” kata Drugov. Drugov sendiri telah menghasilkan karya buku, di anta- ranya Indonesia Setelah Tahun 1965, Demokrasi Terpimpin, Sistem Poli- tik Indonesia, Budaya Politik di In- donesia.

Kajian Indonesia menjadi sepi se- iring dengan memburuknya hu- bungan diplomatik Indonesia-Ru- sia. Beberapa ilmuwan bahkan ber- paling ke kajian Malaysia dan nega- ra-negara Asia Tenggara lain. Ironis- nya, ketika kini hubungan diploma- tik membaik, justru dukungan ter- hadap dunia akademis secara kese- luruhan pupus.

Tapi Drugov terus bertahan.

Dalam dokumen JEJAK HITAM HAKIM TIPIKOR DAERAH (Halaman 56-58)