• Tidak ada hasil yang ditemukan

AHLI PERANG JAWA, PETER CAREY, MEMILIKI SEKOLAH PEMBUATAN KAKI PALSU DI CILANDAK, JAKARTA SELATAN BAGIAN DARI MINATNYA

Dalam dokumen JEJAK HITAM HAKIM TIPIKOR DAERAH (Halaman 53-55)

Dalam beberapa tahun terakhir, ia memang terlibat dalam kerja so- sial. Ia mulanya bergabung di Ya- yasan Oxfam untuk mengurus per- damaian di wilayah Kamboja-Thai- land. Ia melihat betapa di Kamboja, karena perang saudara pada 1970-

an, sampai kini banyak orang bun- tung yang membutuhkan kaki pal- su. Ia kemudian ikut mendirikan lembaga The Cambodia Trust.

Peter lalu menemui pemimpin Kamboja, Hun Sen. Hun Sen me- minta lembaga Peter ikut member- sihkan Kamboja dari ranjau dan melakukan rehabilitasi. ”Hun Sen bilang, jika ada hadiah dari dewa, dua itulah yang diminta,” ujar pe- nyuka soto Kudus ini. Peter pun mendirikan klinik Calmette Hospi- tal di Monivong Boulevard, Phnom Penh, pada 1992. Di klinik inilah pembuatan kaki palsu bagi para korban ranjau darat dilakukan. Hingga 1997 mereka menerima murid dari berbagai negara, terma- suk dari Indonesia.

Produk kaki palsu buatan The Cambodian Trust juga dikirim un- tuk penderita cacat di Sri Lanka, Fi- lipina, dan Indonesia. ”Di Indone- sia ternyata juga banyak orang bun- tung, makanya saya juga mendiri- kan sekolah ini di sini,” kata Peter.

❖ ❖ ❖

Peter Carey, kita ketahui, ada- lah sejarawan yang tertarik mene- liti sejarah perang Jawa, teruta- ma sejarah perlawanan Diponego-

Peter Carey

Dari Diponegoro

sampai Kaki Palsu

AHLI PERANG JAWA, PETER CAREY, MEMILIKI SEKOLAH PEMBUATAN

KAKI PALSU DI CILANDAK, JAKARTA SELATAN. BAGIAN DARI MINATNYA

MENGKAJI SEJARAH ASIA TENGGARA.

F O T O -F O T O : D W IA N T O W IB O W O Peter Carey di ruang bengkel Jakarta School of Prosthetics and Orthotics, Cilandak Barat, Jakarta Selatan.

EROPA

ro. Dari buah pikirannya telah la- hir buku The British in Java, 1811- 1866: A Javanese Account. Juga be- berapa buku yang telah diterjemah- kan ke bahasa Indonesia, Asal-Usul Perang Jawa, Pemberontakan Se- poy, dan Lukisan Raden Saleh. Juga buku tentang Timor Leste, East Ti- mor at The Crossroad: The Forging of Nation.

Bagaimana dia bisa tertarik mem- pelajari Diponegoro? Peter ingat, saat membolak-balik bahan tentang Indonesia di perpustakaan Univer- sitas Oxford, tiba-tiba matanya ter- tumbuk pada sebuah gambar. ”Ada ilustrasi Pangeran Diponegoro ma- suk kawasan Meteseh, Semarang. Saya seperti langsung ada kontak. Saya lihat sosok berkuda dengan ju- bah ini begitu misterius dan mena- rik perhatian,” ujarnya.

Diponegoro begitu memikat Pe- ter, sampai pria kelahiran 30 Ap- ril 1948 ini pun pergi ke Indonesia. Ia naik kapal dagang menuju Jawa. Sayangnya, rencana ini gagal kare- na Peter terkena radang usus bun- tu, yang menyebabkan dia dirawat di Singapura, dan lalu harus pulang ke Inggris. Baru pada 1971 dia me- napakkan kaki ke Jawa.

Ketika baru tiba di Yogyakarta, dia bertemu dengan temannya, yang mengajak pergi melihat pertunjukan wayang orang. Kebetulan pertunjuk- an itu berlangsung di daerah Tegal- rejo, bekas rumah Diponegoro. ”Ini tanda yang kedua, pertama melihat buku. Begitu tiba di Yogyakarta, be- lum satu jam sudah ada ‘panggilan’. Seperti mengkonfi rmasi bahwa ilmu ini harus didalami,” ujar Peter.

Peter lalu tinggal selama dua ta- hun di Yogya, mendalami berbagai budaya Jawa. Ia menapak tilas kehi- dupan Diponegoro. ”Panggilan” Di- ponegoro masih terjadi tatkala dia mengunjungi bekas rumah pange- ran Tegalrejo itu. Dia mendapatkan buku harian yang ditulis Dipone- goro saat di penjara. Buku itu berisi pandangan sang pangeran tentang sejarah, mistik, kecintaan pada ta- rekat, dan lainnya. Ia lalu menerje- mahkan babad Diponegoro itu.

Peter kemudian menghasilkan disertasi tebal mengenai Pangeran Diponegoro, The Power of Prophe-

cy: Prince Dipanagara and End of an Old Older in Java 1785-1855. Di- sertasi ini pada bulan-bulan ini di- terjemahkan dan diterbitkan da- lam bahasa Indonesia. Dari peneli- tiannya diketahui sosok pribadi pa- ngeran Tegalrejo ini pemimpin saleh dan ahli strategi.

Ada banyak hal menarik dari Pa- ngeran Diponegoro yang diungkap dalam bukunya yang tak pernah kita ketahui sebelumnya. Misalnya meng- apa Diponegoro suka mengenakan surban dan kostum putih-putih. Apa- kah dia seperti Imam Bonjol, yang terpengaruh gerakan Wahabi? ”Bu- kan, Pangeran Diponegoro memakai pakaian begitu karena kagum pada Kesultanan Turki,” kata Peter.

Buku Peter juga menjelaskan ba- gaimana saat Gunung Merapi mele-

Peter juga dengan senang hati membantu koreografer Sardono W. Kusumo mementaskan Opera Di- ponegoro. Ia merasa gembira tatka- la syair-syair yang ditulis Dipone- goro, yang dibahas di disertasinya, dalam opera itu dinyanyikan Iwan Fals.

❖ ❖ ❖

Siang itu, di Jakarta School of Prosthetics and Orthotics, tiga pasi- en cacat kaki tengah menjalani pe- rawatan. Mereka belajar berjalan dengan kerangka kaki palsu buatan para siswa.

Sekolah yang didirikan Peter me- mang sampai kini masih belum bisa berdiri sendiri. Sekolah itu masih menginduk pada Politeknik Kese- hatan Departemen Kesehatan Ja- karta I. Sekolah ini menempati ge-

tus, manakala semua orang lari me- nyelamatkan diri, Pangeran Dipone- goro justru tenang di rumahnya dan kemudian mengajak senggama istri- nya.

Peter kagum dengan perlawanan dan keteguhan hati Diponegoro. Pe- ter menganggap lukisan Penangkap- an Pangeran Diponegoro karya Ra- den Saleh sesungguhnya bisa menja- di ikon negara yang heroik. Maka dia merasa sedih ketika suatu kali meli- hat lukisan asli Penangkapan Pange- ran Diponegoro yang disimpan di Is- tana Bogor kondisinya sangat me- ngenaskan. Catnya buram dan bagi- an pinggirnya terlalu banyak dilipat ke belakang pigura. ”Saya kira harus segera direstorasi,” kata Peter.

dung bekas tempat pelatihan kepe- rawatan. Bangunan dua lantainya terdiri atas ruang kelas, perpusta- kaan, ruang bengkel, klinik, dan ru- ang administratif. Sekolah ini kini mempunyai 60 siswa dan 14 peng- ajar yang sebagian besar ekspatriat dari Australia dan Amerika.

Sore itu Tempo menyaksikan ba- gaimana dedikasi Peter Carey me- nolong orang-orang buntung begi- tu tinggi. Bersama ibu-ibu penggi- at pos yandu di Kelurahan Cilandak Barat, ia keluar-masuk kampung untuk mencari orang-orang yang ca- cat kaki. ”Ibu-ibu ini yang akan jadi ujung tombak mencari penyandang cacat di daerah ini,” ujar pria kelahir- an Burma itu. ■ DW IA N T O W IB O WO Adegan Opera Diponegoro di Teater Salihara, Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Peter Carey sebagai konsultan.

20 NOVEMBER 2011 TEMPO| 117

LIPUTAN KHUSUS

Indonesianis

Setelah Sukarno Jatuh

Dalam dokumen JEJAK HITAM HAKIM TIPIKOR DAERAH (Halaman 53-55)