Dalam beberapa tahun terakhir, ia memang terlibat dalam kerja so- sial. Ia mulanya bergabung di Ya- yasan Oxfam untuk mengurus per- damaian di wilayah Kamboja-Thai- land. Ia melihat betapa di Kamboja, karena perang saudara pada 1970-
an, sampai kini banyak orang bun- tung yang membutuhkan kaki pal- su. Ia kemudian ikut mendirikan lembaga The Cambodia Trust.
Peter lalu menemui pemimpin Kamboja, Hun Sen. Hun Sen me- minta lembaga Peter ikut member- sihkan Kamboja dari ranjau dan melakukan rehabilitasi. ”Hun Sen bilang, jika ada hadiah dari dewa, dua itulah yang diminta,” ujar pe- nyuka soto Kudus ini. Peter pun mendirikan klinik Calmette Hospi- tal di Monivong Boulevard, Phnom Penh, pada 1992. Di klinik inilah pembuatan kaki palsu bagi para korban ranjau darat dilakukan. Hingga 1997 mereka menerima murid dari berbagai negara, terma- suk dari Indonesia.
Produk kaki palsu buatan The Cambodian Trust juga dikirim un- tuk penderita cacat di Sri Lanka, Fi- lipina, dan Indonesia. ”Di Indone- sia ternyata juga banyak orang bun- tung, makanya saya juga mendiri- kan sekolah ini di sini,” kata Peter.
❖ ❖ ❖
Peter Carey, kita ketahui, ada- lah sejarawan yang tertarik mene- liti sejarah perang Jawa, teruta- ma sejarah perlawanan Diponego-
Peter Carey
Dari Diponegoro
sampai Kaki Palsu
AHLI PERANG JAWA, PETER CAREY, MEMILIKI SEKOLAH PEMBUATAN
KAKI PALSU DI CILANDAK, JAKARTA SELATAN. BAGIAN DARI MINATNYA
MENGKAJI SEJARAH ASIA TENGGARA.
F O T O -F O T O : D W IA N T O W IB O W O Peter Carey di ruang bengkel Jakarta School of Prosthetics and Orthotics, Cilandak Barat, Jakarta Selatan.
EROPA
ro. Dari buah pikirannya telah la- hir buku The British in Java, 1811- 1866: A Javanese Account. Juga be- berapa buku yang telah diterjemah- kan ke bahasa Indonesia, Asal-Usul Perang Jawa, Pemberontakan Se- poy, dan Lukisan Raden Saleh. Juga buku tentang Timor Leste, East Ti- mor at The Crossroad: The Forging of Nation.
Bagaimana dia bisa tertarik mem- pelajari Diponegoro? Peter ingat, saat membolak-balik bahan tentang Indonesia di perpustakaan Univer- sitas Oxford, tiba-tiba matanya ter- tumbuk pada sebuah gambar. ”Ada ilustrasi Pangeran Diponegoro ma- suk kawasan Meteseh, Semarang. Saya seperti langsung ada kontak. Saya lihat sosok berkuda dengan ju- bah ini begitu misterius dan mena- rik perhatian,” ujarnya.
Diponegoro begitu memikat Pe- ter, sampai pria kelahiran 30 Ap- ril 1948 ini pun pergi ke Indonesia. Ia naik kapal dagang menuju Jawa. Sayangnya, rencana ini gagal kare- na Peter terkena radang usus bun- tu, yang menyebabkan dia dirawat di Singapura, dan lalu harus pulang ke Inggris. Baru pada 1971 dia me- napakkan kaki ke Jawa.
Ketika baru tiba di Yogyakarta, dia bertemu dengan temannya, yang mengajak pergi melihat pertunjukan wayang orang. Kebetulan pertunjuk- an itu berlangsung di daerah Tegal- rejo, bekas rumah Diponegoro. ”Ini tanda yang kedua, pertama melihat buku. Begitu tiba di Yogyakarta, be- lum satu jam sudah ada ‘panggilan’. Seperti mengkonfi rmasi bahwa ilmu ini harus didalami,” ujar Peter.
Peter lalu tinggal selama dua ta- hun di Yogya, mendalami berbagai budaya Jawa. Ia menapak tilas kehi- dupan Diponegoro. ”Panggilan” Di- ponegoro masih terjadi tatkala dia mengunjungi bekas rumah pange- ran Tegalrejo itu. Dia mendapatkan buku harian yang ditulis Dipone- goro saat di penjara. Buku itu berisi pandangan sang pangeran tentang sejarah, mistik, kecintaan pada ta- rekat, dan lainnya. Ia lalu menerje- mahkan babad Diponegoro itu.
Peter kemudian menghasilkan disertasi tebal mengenai Pangeran Diponegoro, The Power of Prophe-
cy: Prince Dipanagara and End of an Old Older in Java 1785-1855. Di- sertasi ini pada bulan-bulan ini di- terjemahkan dan diterbitkan da- lam bahasa Indonesia. Dari peneli- tiannya diketahui sosok pribadi pa- ngeran Tegalrejo ini pemimpin saleh dan ahli strategi.
Ada banyak hal menarik dari Pa- ngeran Diponegoro yang diungkap dalam bukunya yang tak pernah kita ketahui sebelumnya. Misalnya meng- apa Diponegoro suka mengenakan surban dan kostum putih-putih. Apa- kah dia seperti Imam Bonjol, yang terpengaruh gerakan Wahabi? ”Bu- kan, Pangeran Diponegoro memakai pakaian begitu karena kagum pada Kesultanan Turki,” kata Peter.
Buku Peter juga menjelaskan ba- gaimana saat Gunung Merapi mele-
Peter juga dengan senang hati membantu koreografer Sardono W. Kusumo mementaskan Opera Di- ponegoro. Ia merasa gembira tatka- la syair-syair yang ditulis Dipone- goro, yang dibahas di disertasinya, dalam opera itu dinyanyikan Iwan Fals.
❖ ❖ ❖
Siang itu, di Jakarta School of Prosthetics and Orthotics, tiga pasi- en cacat kaki tengah menjalani pe- rawatan. Mereka belajar berjalan dengan kerangka kaki palsu buatan para siswa.
Sekolah yang didirikan Peter me- mang sampai kini masih belum bisa berdiri sendiri. Sekolah itu masih menginduk pada Politeknik Kese- hatan Departemen Kesehatan Ja- karta I. Sekolah ini menempati ge-
tus, manakala semua orang lari me- nyelamatkan diri, Pangeran Dipone- goro justru tenang di rumahnya dan kemudian mengajak senggama istri- nya.
Peter kagum dengan perlawanan dan keteguhan hati Diponegoro. Pe- ter menganggap lukisan Penangkap- an Pangeran Diponegoro karya Ra- den Saleh sesungguhnya bisa menja- di ikon negara yang heroik. Maka dia merasa sedih ketika suatu kali meli- hat lukisan asli Penangkapan Pange- ran Diponegoro yang disimpan di Is- tana Bogor kondisinya sangat me- ngenaskan. Catnya buram dan bagi- an pinggirnya terlalu banyak dilipat ke belakang pigura. ”Saya kira harus segera direstorasi,” kata Peter.
dung bekas tempat pelatihan kepe- rawatan. Bangunan dua lantainya terdiri atas ruang kelas, perpusta- kaan, ruang bengkel, klinik, dan ru- ang administratif. Sekolah ini kini mempunyai 60 siswa dan 14 peng- ajar yang sebagian besar ekspatriat dari Australia dan Amerika.
Sore itu Tempo menyaksikan ba- gaimana dedikasi Peter Carey me- nolong orang-orang buntung begi- tu tinggi. Bersama ibu-ibu penggi- at pos yandu di Kelurahan Cilandak Barat, ia keluar-masuk kampung untuk mencari orang-orang yang ca- cat kaki. ”Ibu-ibu ini yang akan jadi ujung tombak mencari penyandang cacat di daerah ini,” ujar pria kelahir- an Burma itu. ■ DW IA N T O W IB O WO Adegan Opera Diponegoro di Teater Salihara, Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Peter Carey sebagai konsultan.
20 NOVEMBER 2011 TEMPO| 117
LIPUTAN KHUSUS