• Tidak ada hasil yang ditemukan

Indonesia’s Coal Production, Export and Domestic Sales, and Average Selling Price

Dalam dokumen ABM Investama Tbk 2014 (Halaman 128-130)

Jumlah produksi dan harga batubara Indonesia yang turun di 2014 berdampak terhadap Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP). Di tahun 2014, sektor mineral dan batubara menyumbangkan Rp34,3 triliun, di bawah target yang dipatok pada Rp39 triliun. Volume ekspor di 2014 diperkirakan mencapai 382 juta ton, turun 5% dari 402 juta ton pada tahun 2013. Sisanya sebanyak 76 juta ton dipasok untuk konsumsi domestik, naik 2,5% dari 72 juta ton pada tahun sebelumnya. Dari hasil pendapatan tahun 2014, PNBP yang disetorkan ke negara oleh bisnis batubara tercatat Rp34.250 triliun, naik Rp5.762 triliun dibanding tahun 2013 sebesar

Rp28.488 triliun.

Sepanjang tahun 2014, India dan Tiongkok

merupakan dua negara importir batubara Indonesia

Indonesian coal production volume and price were down in 2014 and consequently created an adverse efect on the Non-Tax State Revenue. In 2014, minerals and coal sector contributed Rp34.3 trillion to the state, below the target for the year set at Rp39 trillion. Export volume in 2014 is estimated to be around 382 million tons, down 5% from 402 million tons in 2013. The remaining 76 million tons were supplied for domestic consumption, up 2.5% from 72 million tons in the previous year. From the proceeds of coal sales in 2014, non-tax revenues from coal companies reached Rp34,250 trillion, up Rp5,762 trillion from Rp28,488 trillion recorded in 2013.

Throughout 2014, India and China remained the top two importers of Indonesian coal, with their

Sumber/Source: http://apbi-icma.org/global-chart/ Juta Ton/Million Tons

500 450 400 350 300 250 200 150 100 50 0 2014 2009 254 198 56 210 65 275 287 66 353 67 345 412 72 402 474 76 382 458 2010 2011 2012 2013 140.00 120.00 100.00 80.00 60.00 40.00 20.00 0.00

Produksi (Juta Ton) Ekspor (Juta Ton)

Penjualan Domestik (Juta Ton)

Harga Rata-Rata Batubara Menurut HBA

Production (Million Ton) Export (Million Ton) Domestic Sales (Million Ton)

Average Coal Selling Price according to HBA

yang terbesar, dengan jumlah impor masing-masing 79,5 juta ton dan 58,6 juta ton. Ini berbeda dengan kondisi di tahun 2013, di mana Tiongkok menjadi negara importir batubara Indonesia yang terbesar. Hal ini seperti dijelaskan di atas disebabkan oleh kondisi ekonomi Tiongkok yang melambat dan kebijakan pemerintahnya yang ingin menurunkan polusi dari batubara, serta dikenakannya pajak impor demi melindungi produsen batubara dalam negeri. Kebutuhan dari India, sementara itu, terus naik dari waktu ke waktu.

Dari total kebutuhan batubara domestik, sebesar 85% dialokasikan untuk kebutuhan pembangkit listrik milik PT PLN (Persero) dan anak-anak perusahaannya (Grup PLN) dan sisanya sebesar 15% dialokasikan untuk kebutuhan sektor industri lainnya. Dari data Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara, Kementerian ESDM, disebutkan bahwa terdapat selisih sekitar 19,55 juta ton dari target serapan domestik, yang dipicu adanya perkiraan berlebih saat penyusunan alokasi domestik. Agar pada tahun 2015 tidak terjadi lagi perkiraan berlebih, pemerintah telah menurunkan angka kewajiban pasar domestik (domestic market obligation—DMO) dari seharusnya 110 juta ton menjadi hanya 92 juta ton, dan juga mengubah cara menghitung kebutuhan yakni dengan pemberian alokasi berdasarkan nilai kalorinya.

Diprediksi di tahun 2015 kebutuhan domestik batubara Indonesia akan semakin meningkat, mencapai 103 juta ton. Hal ini sejalan dengan meningkatnya target produksi batubara Indonesia di tahun 2015 yang telah ditetapkan oleh pemerintah sebesar 460 juta ton. Target ini dibuat agar PNBP sektor mineral dan batubara dapat bertambah Rp10 triliun di 2015, dari semula sebesar Rp40,6 triliun menjadi Rp50,6 triliun. Konsumsi domestik batubara diprediksi akan terus tumbuh, salah satunya didasarkan pada program pemerintah untuk mengupayakan penambahan kapasitas pembangkitan listrik Indonesia hingga 35 gigawatt (GW) hingga tahun 2019, yang sebagian besar akan menggunakan bahan bakar batubara.

import of 79.5 million tons and 58.6 million tons, respectively. This was a diferent picture from the situation in 2013, in which China was the largest importer of Indonesian coal. As has been described above, this was due to China’s slowing economy and its government’s policies that were recently enacted to control pollution from coal, as well as new import taxes that were aimed at protecting its domestic coal producers. Demand from India, meanwhile, continued to soar over time.

Of the total domestic coal demand, 85% was allocated for supplying power plants owned by PT PLN (Persero) and its subsidiaries (the PLN Group), and the remaining 15% was allocated to supply other industrial sectors. Data from the Directorate General of Minerals and Coal, Ministry of Energy and Mineral Resources, stated that there was a discrepancy of about 19.55 million tons from the target of domestic consumption, triggered by excessively high approximation at the time of allocation of domestic coal supply. In order that this excess in estimation does not happen again in 2015, the government has reduced the domestic market obligation (DMO) from originally 110 million tons to 92 million tons, and also changed its method of calculation for domestic demand, i.e. by making the allocation based on coal caloriic value.

In 2015 domestic demand for coal is predicted to increase, reaching 103 million tons. This is in line with the increase in Indonesia’s coal production target in 2015, which has been set by the government to be around 460 million tons. The target was established at that level, so that non-tax revenues from the minerals and coal sector can be increased by Rp10 trillion in 2015 from Rp40.6 trillion to Rp50.6 trillion. Domestic consumption coal is expected to continue to grow, owing to among others the government’s programs to provide additional power generation capacity by 35 gigawatts (GW) by 2019 in Indonesia. A large proportion of this new power will be fueled by coal.

127

Sebagai negara eksportir batubara terbesar di dunia, Indonesia pun masih memiliki peluang yang sangat besar untuk terus mempertahankan posisinya di pasar batubara global, mengingat proil biaya produksi yang rendah dan lokasinya yang strategis untuk melayani pasar dunia yang didominasi oleh India dan Tiongkok.

Permintaan energi dunia hingga tahun 2030 telah diproyeksikan oleh Badan Energi Dunia (International Energy Agency—IEA) akan meningkat sebesar 45%, atau rata-rata naik 1,6% per tahun. Sekitar 95% dari pertumbuhan permintaan tersebut diperkirakan berasal dari negara-negara berkembang, sementara penggunaan energi di negara-negara maju di Amerika Utara, Eropa, dan Asia diperkirakan akan tumbuh sangat lambat. Berdasarkan Annual Medium- Term Coal Market Report yang dirilis IEA bulan Desember 2014, permintaan batubara dunia selama lima tahun ke depan akan terus meningkat, hingga mencapai 9 miliar ton di 2019.

Dalam dokumen ABM Investama Tbk 2014 (Halaman 128-130)

Dokumen terkait