Materi VI – Peran Hakim Pengawas dalam Pengurusan dan Pemberesan Harta Pailit
F. Insolvensi
Jika setelah verifikasi dilakukan ternyata debitor pailit tidak menawarkan perdamaian, atau debitor pailit telah menawarkan perdamaian akan tetapi ternyata ditolak oleh para kreditornya, atau tawaran perdamaian yang dikemukakan oleh debitor pailit disetujui oleh para kreditornya, namun ternyata Pengadilan Niaga tidak mengesahkannya (homologasi), maka saat itu telah terjadi insolvensi.
Apakah yang dimaksudkan dengan insolvensi tersebut? Yang dimaksudkan dengan insolvensi dalam kepailitan ini adalah suatu tahap dimana akan terjadi jika ternyata tidak dapat diwujudkannya suatu perdamaian sampai dihomologasi, dan dalam tahapan ini akan dilakukan suatu pemberesan terhadap harta pailit.
Adapun konsekwensi yuridis atas insolvensi tersebut ialah terhadap harta pailit akan dilakukan pemberesan. Dalam hubungannya dengan hal ini, kurator akan mengadakan pemberesan dengan jalan menjual harta pailit di muka umum ataupun di bawah tangan serta menyusun daftar pembagian dengan izin hakim pengawas, pada sisi yang lain hakim pengawas menyelenggarakan rapat kreditor dengan agenda menentukan cara pemberesan.
Dari hasil penjualan harta pailit ditambah dengan hasil penagihan piutang, setelah dikurangi biaya kepailitan dan utang, harta pailit merupakan harta yang dapat dibagikan kepada para kreditor dengan urutan sebagai berikut:
a. Kreditor dengan hak istimewa (preferen);
b. Sisa tagihan kreditor dengan hak gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, atau hipotik yang belum dilunasi dan untuk sisa tersebut para kreditor tersebut didaftar sebagai kreditor konkuren; dan
c. Kreditor konkuren.
Bagi kreditor separatis, hak atas perluasan piutangnya telah terjamin pembayarannya atas dasar hak kebendaan yang dipegangnya, seperti gadai, hak tanggungan fidusia, maupun hipotik. Jika ternyata jaminan atas hak kebendaan yang dipegangnya tidak mencukupi untuk pelunasan piutangnya, maka sisa piutang yang belum dibayarkan akan menjadi tagihan dalam kapasitanya sebagai kreditor konkuren. Sebaliknya, jika ternyata jaminan atas hak kebendaan yang dipegangnya hasil penjualan lelang terlebih untuk pelunasan piutangnya, maka kelebihannya tersebut dikembalikan sebagai harta pailit. Oleh karena mekanisme yang demikian ini, maka diatur ketentuan Pasal 56 ayat (1) UUK dan PKPU bahwa kreditor separatis dikenai masa tunggu (stay) selama 90 (Sembilan puluh) hari. Makna filosofis yang dapat ditangkap dalam masa syat ini adalah bahwa para pemegang hak jaminan dalam prakteknya senantiasa akan menjual benda jaminannya tersebut dengan harga yang sangat rendah, ia hanya mengedepankan tagihannya saja. Namun dengan adanya masa stay selama 90 (sembilan puluh) hari tersebut diharapkan memberi kesempatan pada kurator untuk memperoleh harga yang layak bahkan kemungkinan harga yang terbaik.
Sedangkan yang dimaksud dengan kreditor istimewa (kreditor preferen) adalah kreditor yang mempunyai preferensi karena perintah undang-undang. Kreditor preferen diwajibkan untuk mengajukan tagihan mereka kepada kurator untuk dicocokkan sehingga kreditor istimewa dibebani sebagian biaya kepailitan secara prorate parte.
Kreditor istimewa yang mempunyai prioritas berdasarkan perundang-undangan terdiri dari yang mempunyai prioritas khusus sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 1139 KUH Perdata, sementara kreditor istimewa yang mempunyai prioritas umum diatur dalam ketentuan Pasal 1149 KUH Perdata. Perihal kreditor istimewa yang bukan berdasarkan undang-undang terdiri dari hak untuk menahan barang, penahanan atas titel (retention of title), perjumpaan utang (kompensasi, set off), hak penjual untuk menuntut kembali barangnya dan untuk mengakhiri suatu perjanjian. Sedangkan estate creditor adalah kreditor yang mempunyai piutang atas harta pailit seperti upah kurator, biaya pemberesan harta pailit, upah karyawan sejak tanggal pailit.
Setelah dilakukan pemberesan ternyata harta pailit mencukupi untuk membayar keseluruhan utang debitor pailit, maka langkah berikutnya yang ditempuh adalah rehabilitasi sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 215 UUK dan PKPU. Dalam fase ini, status debitor pailit dipulihkan, ia menjadi subyek hukum penuh atas harta kekayaannya. Untuk mengajukan permohonan rehabilitasi, syarat yang harus dipenuhi adalah si pailit telah membayar semua utangnya kepada para kreditor yang dibuktikan dengan surat tanda bukti pelunasan dari para kreditor bahwa utang debitor pailit telah dibayar lunas semuanya. Selain hal itu, syarat lain yang harus dipenuhi adalah permohonan rehabilitasi tersebut diumumkan dalam 2 (dua) surat kabar harian yang ditunjuk oleh Pengadilan Niaga. Setelah selang 2 (dua) dua bulan kemudian dari masa pengumuman tersebut, Pengadilan Niaga harus memutus permohonan rehabilitasi tersebut. Putusan menerima atau menolak permohonan rehabilitasi dari Pengadilan Niaga tersebut bersifat final, dalam arti kata tidak ada upaya hukum apapun atas putusan Pengadilan Niaga yang menyatakan mengabulkan ataupun menolak permohonan rehabilitasi tersebut.
Sebaliknya, jika ternyata harta pailit tidak mencukupi untuk melunasi utang-utangnya kepada para kreditor, maka:
1. jika debitor pailit merupakan suatu badan hukum, maka demi hukum badan hukum tersebut menjadi bubar. Seiring dengan bubarnya badan hukum tersebut, maka utang-utang badan hukum yang belum terbayarkan menjadi utang di atas kertas
saja. Berarti atas utang tersebut tidak dapat dimintakan pembayarannya, mengingat badan hukum yang mempunyai utang tersebut telah bubar;
2. badan hukum (pailit) juga tidak dapat mengajukan permohonan pencabutan kepailitan, mengingat badan hukum tersebut telah bubar;
3. jika debitor pailit tersebut adalah perseorangan, maka kepailitan akan dicabut oleh pengadilan. Setelah kepailitan dicabut, debitor pailit menjelma menjadi subyek hukum yang sempurna, tanpa status pailit. Mengenai sisa utang yang belum dibayar tetap mengikuti yang bersangkutan, yang konsekwensi hukumnya debitor dapat dimohonkan pailit lagi, mengingat menurut sistem hukum kepailitan di Indonesia ternyata tidak mengenal lembaga pengampunan utang terhadap debitor pailit.
G. Penutup
Dari sajian makalah tersebut kiranya diperoleh pemahaman yang mendasar bahwa Hakim Pengawas mempunyai peranan dalam pengurusan dan pemberesan harta pailit. Hakim Pengawas mempunyai tugas dan wewenang untuk mengawasi pengurusan dan pemberesan harta pailit yang dilakukan oleh kurator.
Keberadaan Hakim Pengawas sangat penting dalam hubungannya dengan tugas dan tanggung jawab kurator yang sedemikian berat, terlebih-lebih bila debitor pailit berbentuk perseroan. Hakim pengawas berfungsi sebagai pengawas tugas-tugas kurator. Karena itulah, kurator dan hakim pengawas merupakan dua variabel penting dalam pengurusan dan pemberesan harga pailit. Kedua lembaga tersebut masing-masing berdiri sendiri-sendiri, akan tetapi sulit sekali untuk memisahkannya. Yang patut dicatat disini bahwa bukanlah superordinasi bagi kurator; dan kurator bukan pula sebagai subordinasi dari hakim pengawas. Keduanya mempunyai tugas, wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam proses pengurusan dan pemberesan harta pailit.
Lampiran Slide Presentasi
PERAN HAKIM PENGAWAS
DALAM PENGURUSAN DAN PEMBERESAN
HARTA PAILIT
Oleh:
AGUS SUBROTO
Perbandingan Peraturan Mengenai Kepailitan dan PKPU
(Fv, PERPU/UUK No. 4 Tahun 1998 dan UUK No. 37 Tahun 2004)
Materi yang diatur Fv. PERPU No. 1/1998 atau UUK
No. 4/1998
UUK No. 37/2004
I. Kepailitan
Pengertian Setiap berutang yang berada dalam keadaan telah berhenti membayar utang-utangnya, dengan putusan hakim, baik atas pelaporan sendiri, baik atas permintaan seseorang atau lebih para berpiutangnya, dinyatakan dalam keadaan pailit (Pasal 1 ayat 1).
Debitur yang mempunyai dua atau lebih kreditur dan tidak membayar sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan Pengadilan yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, baik atas permohonannya sendiri, maupun atas permintaan seorang atau lebih krediturnya (Pasal 1 ayat 1).
Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan Debitor pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini (Pasal 1 ayat 1)
Syarat Pengajuan Pailit a) Setiap berutang yang
berada dalam keadaan telah “telah berhenti
membayar utang-utangnya”
b) Atas pelaporan sendiri, baik atas permintaan seseorang atau lebih para berpiutangnya
(Pasal 1 ayat 1)
a) Debitur punya dua atau lebih kreditur
b) Tidak membayar sedikitnya satu utang jatuh waktu dan
c) Atas permohonannya sendiri atau permintaan seorang atau lebih krediturnya
(Pasal 1 ayat (1))
a. Debitur punya dua atau lebih kreditur
b. Tidak membayar lunas sedikitnya satu utang telah jatuh waktu dan dapat ditagih
c. Atas permohonannya sendiri atau ermohonan satu atau lebih krediturnya
p (Pasal 2 ayat 1)
…….Lanjutan
Materi yang diatur Fv. PERPU No. 1/1998 atau UUK No. 4/1998
UUK No. 37/2004 Yang dapat
Mengajukan Pailit 1. Debitur sendiri 2. Seorang atau lebih
kreditur
3. Jaksa Penuntut Umum
1. Debitur sendiri
2. Seorang atau lebih krediturnya
3. Kejaksaan untuk kepentingan umum
4. Bank Indonesia, dalam hal debitor adalah bank
5. Badan Pengawas Pasar Modal dalam hal d a Perusahaan Efek
ebitorny (Pasal 1 ayat (1) – (4))
1. Debitur sendiri
2. Satu atau lebih krediturnya
3. Kejaksaan untuk kepentingan umum
4. Bank Indonesia dalam hal debitor adalah bank
5. Badan Pengawas Pasar Modal dalam hal debitornya Perusahaan Efek, Lembaga Kliiring, dan Penajaminan, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian
6. Menteri Keuangan dalam hal debitornya Perusahaan Asuransi, Reasuransi, dana Pensiun atau BUMN yang bergerak dalam bidang publik. (Pasal 2 ayat (1) – (5))
Yang Dinyatakan Pailit a) Orang atau badan
pribadi (pasal 1)
b) Debitur yang telah menikah
c) Badan-badan Hukum
d) Harta Warisan
a) Orang atau badan pribadi (pasal 1)
b) Debitur yang telah menikah (pasal 3)
c) Badan-badan Hukum (pasal
113)
d) Harta Warisan (pasal 97)
a) Orang atau badan pribadi (pasal 2)
b) Debitur yang telah menikah (pasal 4)
c) Badan-badan Hukum
d) Harta Warisan (pasal 207-211)
…….Lanjutan
Materi yang diatur Fv. PERPU No. 1/1998 atau UUK
No. 4/1998
UUK No. 37/2004 Syarat Permohonan
bagi debitur menikah
Setiap perempuan bersuami, yang dengan tenaga sendiri melakukan suatu pekerjaan tetap atau suatu perusahaan, ataupun mempunyai suatu kekayaan sendiri, iapun dapat dinyatakan Pailit, oleh Pengadilan Negeri tempat ia melakukan pekerjaan atau perusahaan tersebut, atau oleh Pengadilan Negeri tempat kediamannya (Pasal 3)
a) Dalam hal permohonan pernyataan pailit diajukan oleh debitur yang menikah, permohonan hanya dapat diajukan atau persetujuan suami atas isterinya.
b) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 tidak berlaku pabila tidak ada percampuran harta
a (Pasal 3).
a) Dalam hal permohonan pernyataan pailit diajukan oleh debitur yang masih terikat dalam pernikahan yang sah, permohonan hanya dapat diajukan atas persetujuan suami atau isterinya.
b) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 tidak berlaku abila tidak ada persatu harta
ap an (Pasal 4).
Akibat-akibat Kepailitan 1. Terhadap Debitur pailit dan
hartanya (pasal 19)
2. Terhadap eksekusi atas harta kekayaan Debitur pailit (pasal 32)
3. Terhadap perjanjian timbal balik yang dilakukan sebelum kepailitan (pasal 36
berubah)
1. Terhadap Debitur Pailit dan hartanya (pasal 19)
2. Terhadap eksekusi atas harta kekayaan Debitur pailit (pasal 32)
3. Terhadap perjanjian timbal balik yang dilakukan sebelum kepailitan (pasal 36 ayat (1))
4. Terhadap Kewenangan berbuat Debitur pailit dalam bidang hk harta kekayaan (pasal 41)
5. Terhadap Barang jaminan (pasal
56, 56 A, 57, 58)
1. Terhadap Debitur Pailit dan hartanya (pasal 21-22)
2. Terhadap eksekusi atas harta kekayaan Debitur pailit (pasal 31 ayat (1))
3. Terhadap perjanjian timbal balik yang dilakukan sebelum kepailitan (pasal 36
ayat (1) – (5))
4. Terhadap Kewenangan berbuat Debitur pailit dalam bidang hk harta kekayaan (pasal 41)
…….Lanjutan
Materi yang diatur
Fv. PERPU No. 1/1998 atau
UUK No. 4/1998
UUK No. 37/2004 Akibat-akibat
Kepailitan (…lanjutan)
1. Terhadap Kewenangan berbuat Debitur pailit dalam bidang hk harta (pasal 41, berubah)
2. Terhadap Barang Jaminan (pasal
36 berubah)
Terhadap Barang jaminan (pasal
55-56)
Pengurusan Harta Pailit
1. Hakim Pengawas
2. Balai Harta Peninggalan (BHP) 1. Hakim Pengawas (pasal 13) 2. Kurator (pasal 12)
3. Balai Harta Peninggalan (BHP) (pasal 67 A)
1. Hakim Pengawas (pasal 65–68)
2. Kurator (pasal 16, 69-78)
3. Balai Harta Peninggalan (BHP) (pasal 70 ayat (2))
Berakhirnya
Pailit a) Akur/Perdamaian (Pasal 143-167) b) Insolvensi/ Pemberesan Harta Pailit
(Pasal 168) c) Rehabilitasi (pasal 205) a) Akur/Perdamaian (Pasal 143-167) b) Insolvensi/Pemberesan Harta Pailit (Pasal 168) c) Rehabilitasi (pasal 205) a) Akur/Perdamaian (Bagian Keenam: Pasal 144-177) b) Insolvensi/Pemberesan Harta Pailit (Bagian Ketujuh: 178-203)
c) Rehabilitasi (Bagian Kesebelas:
pasal 215-221)
Pengadilan yang berwenang
Pengadilan Negeri Pengadilan Niaga (Bab III, pasal 280-289)
Pengadilan Niaga (Pasal 1 ayat (7), pasal 300-303
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
Diatur dalam Bab II: Pengunduran
pembayaran (pasal 212-279) Diatur dalam Bab II, Pasal 212-279
Diatur dalam Bab III, Pasal 222-294
…….Lanjutan
Materi yang diatur Fv. PERPU No. 1/1998 atau
UUK No. 4/1998
UUK No. 37/2004 Yang Berhak Minta
PKPU Debitur sendiri (pasal 212) Debitur sendiri (pasal 212) 1. Debitur sendiri 2. Krediturnya
3. Bank Indonesia dalam hal debitor adalah bank
4. Badan Pengawas Pasar Modal dalam hal debitornya Perusahaan Efek, Bursa Efek, Lembaga Kliiring dan Penjaminan, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian
5. Menteri Keuangan dalam hal debitornya Perusahaan Asuransi, Reasuransi, Dana Pensiun atau BUMN yang bergerak di bidang publik. (Pasal 222-223)
Syarat untuk Bisa
PKPU Setiap berutang yang menduga, bahwa ia takkan
dapat melanjutkan membayar utang-utangnya yang dapat ditagih, diperbolehkan meminta akan pengunduran
pembayaran (Pasal 212)
Debitur yang tidak dapat atau
memperkirakan bahwa ia tidak akan dapat melanjutkan membayar utang-utangnya yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih, dapat mohon PKPU,
dengan maksud pada umumnya untuk mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran seluruh atau sebagian utangnya kepada
kreditur konkuren (Pasal 212)
Debitur yang tidak dapat atau memperkirakan bahwa ia tidak akan dapat melanjutkan membayar utang-utangnya yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih, dapat mohon PKPU, dengan maksud pada umumnya untuk mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran seluruh atau sebagian utangnya kepada kreditur (Pasal 222 ayat (2))
…….Lanjutan
Materi yangdiatur
Fv. UUK No. 4/1998 UUK No. 37/2004 Akibat PKPU Diatur dalam Bab II,
Bagian kesatu, pasal 212-248
Diatur dalam Bab II, pasal 212-279 1. Terhadap Tindakan Hukum Debitur(pasal 226) 2. Terhadap utang-utang Debitur (pasal 228 jo pasal 231) 3. Terhadap perjanjian timbal balik (pasal 234) 4. Terhadap perjanjian
untuk menyerahkan Barang
5. Terhadap Debitur Penyewa
Diatur dalam Bab III, Bagian kesatu, pasal 222-264
1. Terhadap Tindakan Hukum Debitur (pasal 240)
2. Terhadap utang-utang Debitur (pasal 228 jo pasal 231) 3. Terhadap perjanjian timbal
balik (pasal 249)
4. Terhadap Perjanjian untuk menyerahkan Barang (pasal 250)
5. Terhadap Debitur Penyewa (pasal 251)
Pengadilan Yang Berwenang
Pengadilan Negeri Pengadilan Niaga Pengadilan Niaga
…….Lanjutan
Materi yang diatur UUK No. 4/1998 UUK No. 37/2004
II. PENGADILAN NIAGA
Tugas dan
Wewenang 1. Memeriksa dan memutuskan permohonan pernyataan pailit. 2. Penundaan kewajiban pembayaran
utang.
3. Memeriksa perkara lain di bidang perniagaan yang penetapannya dengan peraturan pemerintah. (Pasal 280)
1. Memeriksa dan memutuskan permohonan pernyataan pailit.
2. Penundaan kewajiban pembayaran utang.
3. Memeriksa perkara lain di bidang perniagaan yang penetapannya dengan peraturan pemerintah. (Pasal 300 ayat (1))
Pembentukan Pengadilan Niaga
1. Untuk pertama kali pengadilan niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
2. Pembentukan pengadilan niaga dilakukan secara bertahap dengan Keputusan Presiden, dengan memperhatikan kebutuhan dan kesiapan sumber daya yang diperlukan.
3. Sebelum pengadilan niaga terbentuk, semua perkara yang menjadi lingkup kewenangan pengadilan niaga diperiksa dan diputuskan oleh pengadilan niaga Jakarta Pusat. 4. Pembentukan pengadilan niaga
dilakukan paling lambat dalam jangka waktu 120 (seratus dua puluh) hari terhitung sejak berlakunya peraturan pemerintah pengganti undang-undang No. 1 Th 1998 (yakni tanggal 22 April 1998). (Pasal 281)
Pembentukan pengadilan niaga dilakukan secara bertahap dengan Keputusan Presiden, dengan memperhatikan kebutuhan dan kesiapan sumber da yang diperlukan.
ya (Pasal 300 ayat (2))
…….Lanjutan
Materi yang diatur
UUK No. 4/1998 UUK No. 37/2004
II. PENGADILAN NIAGA
Pemeriksaan Perkara oleh Hakim
1. Pengadilan niaga memeriksa dan memutuskan perkara pada tingkat pertama dan hakim majelis.
2. Dalam hal menyangkut perkara lain di bidang perkara lain di bidang perniagaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 280 ayat (2), ketua Mahkamah Agung dapat menetapkan jenis dan nilai perkara yang pada tingkat pertama diperiksa dan diputuskan oleh hakim tunggal.
3. Dalam menjalankan tugasnya, hakim pengadilan niaga dibantu oleh seseorang panitera atau seseorang pengganti dan juru sita. (Pasal 282)
1. Pengadilan niaga memeriksa dan memutuskan perkara pada tingkat pertama dan hakim majelis.
2. Dalam hal menyangkut perkara lain di bidang perniagaan sebagaiman dimaksud dalam pasal 280 ayat (2), ketua Mahkamah Agung dapat menetapkan jenis dan nilai perkara yang pada tingkat pertama diperiksa dan diputuskan oleh hakim tunggal.
3. Dalam menjalankan tugasnya, hakim pengadilan niaga dibantu oleh seseorang panitera atau seseorang pengganti dan juru sita. (Pasal 301)
Syarat Pengangkatan
Hakim
1. Hakim pengadilan niaga diangkat berdasarkan surat keputusan ketua Mahkamah Agung.
2. Syarat-syarat untuk dapat diangkat sebagai hakim adalah:
a) Telah berpengalaman sebagai hakim dalam lingkungan pengadilan umum.
b) Mempunyai dedikasi dan menguasai pengetahuan di bidang masalah-masalah yang menjadi lingkup kewenangan pengadilan niaga.
c) Berwibawa, jujur, adil dan berkelakuan tidak tercela.
1. Hakim pengadilan niaga diangkat berdasarkan surat keputusan ketua Mahkamah Agung.
2. Syarat-syarat untuk dapat diangkat sebagai hakim adalah:
a) Telah berpengalaman sebagai hakim dalam lingkungan pengadilan umum.
b) Mempunyai dedikasi dan menguasai pengetahuan di bidang masalah-masalah yang menjadi lingkup kewenangan pengadilan niaga.
c) Berwibawa, jujur, adil dan berkelakuan tidak tercela.
…….Lanjutan
Materi yang diatur
UUK No. 4/1998 UUK No. 37/2004
II. PENGADILAN NIAGA Syarat Pengangkatan Hakim (…lanjutan)
Telah berhasil menyelesaikan program pelatihan khusus hakim pada pengadilan niaga.
(Pasal 283)
Telah berhasil menyelesaikan program pelatihan khusus hakim pada pengadilan niaga.
(Pasal 283)
Upaya Hukum Kasasi (Pasal 8-10, 284 (2)-285)
Terhadap putusan pengadilan niaga di tingkat pertama yang menyangkut permohonan pernyataan pailit dan penundaan kewajiban pembayaran utang, hanya dapat diajukan kasasi kepada Mahkamah Agung
Pemeriksaan atas permohonan kasasi dilakukan oleh sebuah majelis hakim pada Mahkamah Agung yang khusus dibentuk untuk memeriksa dan memutuskan perkara yang menjadi lingkup kewenangan pengadilan niaga Peninjauan Kembali (PK) (Pasal 286-289)
Terhadap putusan pengadilan niaga yang telah memperoleh kekuasaan
hukum yang tetap, dapat diajukan
peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung.
Kasasi (Pasal 11-14, 256, 293)
Terhadap putusan pengadilan niaga di tingkat pertama yang menyangkut permohonan pernyataan pTailit dan penundaan kewajiban pembayaran utang, hanya dapat diajukan kasasi kepada Mahkamah Agung
Pemeriksaan atas permohonan kasasi dilakukan oleh sebuah majelis hakim pada Mahkamah Agung yang khusus dibentuk untuk memeriksa dan memutuskan perkara yang menjadi lingkup kewenangan pengadilan niaga Peninjauan Kembali (PK) (Pasal 286-289)
Terhadap putusan pengadilan niaga yang telah memperoleh kekuasaan
hukum yang tetap, dapat diajukan
peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung.
…….Lanjutan
Materi yang diatur
UUK No. 4/1998 UUK No. 37/2004
II. PENGADILAN
NIAGA Permohonan peninjauan kembali dapat dilakukan apabila: a) Terdapat bukti tertulis baru yang
penting, yang apabila diketahui pada tahap persidangan, sebelumnya akan menghasilkan putusan yang berbeda, atau
b) Pengadilan niaga yang bersangkutan telah melakukan kesalahan berat dalam penerapan hukum.
Permohonan peninjauan kembali dapat dilakukan apabila:
a) Setelah perkara diputus ditemukan bukti baru yang bersifat menentukan pada waktu perkara diperiksa di pengadilan sudah ada tetapi belum ditemukan, atau
b) Pengadilan niaga yang bersangkutan telah melakukan kesalahan berat dalam penerapan hukum.