• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kompleksitas rantai pasokan bahan baku agroindustri farmasi dengan kerumitan interaksi antar elemen dan dinamika masing-masing aktor dipandang strategis didekati dengan pendekatan kesisteman. Pertanyaan dan pemikiran kritis digali guna memahami harapan berbagai pihak dan konflik kepentingan yang timbul. Teknik ISM digunakan sebagai proses pengkajian kelompok di mana model struktural dihasilkan untuk memotret sistem yang kompleks melalui pola yang dirancang secara seksama dengan grafis dan kalimat (Eriyatno,1999).

Struktur diperlukan untuk menjelaskan pemahaman pokok kajian dari sistem yang berjenjang. Penentuan tingkat jenjang didasarkan atas lima kriteria, yakni (1) kekuatan pengikat, (2) frekuensi relatif terhadap guncangan, (3) konteks, (4) liputan tingkat dan (5) hubungan fungsional. Kemudian program yang telah disusun secara berjenjang itu, dibagi menjadi elemen-elemen. Menurut Saxena (1992), dalam Eriyatno (1999), program dapat dibagi menjadi sembilan elemen yakni :

a) Sektor masyarakat yang terpenuhi b) Kebutuhan program

c) Kendala

d) Perubahan yang dimungkinkan e) Tujuan program

f) Tolok ukur penilaian tujuan g) Aktivitas yang akan dilaksanakan h) Ukuran aktivitas

Elemen-elemen tersebut dijabarkan dalam sub-elemen yang berasal dari masukan pakar. Selanjutnya ditetapkan hubungan kontekstual antar sub elemen tersebut, kemudian disusun SSIM atau Structural Self Interaction Matrix.

Penyusunan SSIM menggunakan simbol V,A, X dan O yaitu : V adalah eij = 1 dan eji = 0

A adalah eij = 0 dan eji = 1

X adalah eij = 1 dan eji = 1

O adalah eij = 0 dan eji = 0

Simbol 1 mengandung pengertian terdapat hubungan kontekstual antar elemen i dan j yang diperbandingkan, sedangkan simbol 0 tidak terdapat hubungan kontestual di antara elemen i dan j. Hubungan kontekstual dapat berupa :

(a) pembandingan komperatif, (b) pernyataan,

(c) pengaruh, (d) keruangan, (e) waktu.

Perhitungan aturan Transivity dilakukan untuk mengoreksi SSIM sampai matriks menjadi tepat dan tertutup, bilamana :

A mempengaruhi B B mempengaruhi C

Sehingga seharusnya A mempengaruhi C

Tabel Reachability Matrix dibuat untuk menggambarkan ada tidaknya hubungan satu arah antar sub-elemen yang satu dengan lainnya, setelah dilakukan pengecekan menggunakan Transivity. Hasil revisi SSIM dan matriks yang memenuhi aturan Transivity ini diolah untuk menetapkan pilihan jenjang. Hasil pengolahan diklasifikasikan dalam empat sektor :

Sektor 1 Weak Driver – Weak Dependent Variable ( Autonomous ).

Variabel sektor ini umumnya tidak berkaitan dengan sistem atau mungkin mempunyai hubungan sedikit, meskipun hubungan tersebut bisa saja kuat.

Sektor 2 Weak Driver –Strongly Dependent Variable (Dependent). Umumnya variabel bersifat tidak bebas.

Sektor 3 Strong Driver – Strongly Dependent Variable (Linkage).

Variabel sektor ini harus dikaji secara hati–hati, sebab hubungan antar variabel tidak stabil. Setiap tindakan pada variabel tersebut akan memberikan dampak terhadap lainnya.

Sektor 4 Strong Driver – Weak Dependent Variable ( Independent ).

Merupakan variabel bebas, sebagai sisa dari sistem.

Pengolahan pendapat responden dilakukan menggunakan alat bantu program ISM terbagai atas daftar pakar, analisis pakar, survei, hasil survei, dan resume survei dengan penjelasan sebagai berikut :

1) menu daftar pakar, berisi identifikasi responden yang akan memberikan pendapat,

2) menu analisis pakar, untuk menjabarkan sub elemen dari setiap elemen yang akan dikaji,

3) menu survei, menampung pendapat pakar

4) hasil survei, menampilkan struktur hirarki pendapat dan dependence – driver power.

Analisis elemen ISM meliputi : tujuan, perubahan yang diinginkan, kendala program, dan aktivitas program.

3.3. Analytical Hierarchy Process (AHP)

Kehidupan yang semakin kompleks dengan berbagai interaksi dan saling ketergantungan di antara berbagai faktor memerlukan pendekatan yang dapat mewakili situasi tersebut. Cara memandang masalah dalam suatu kerangka teroganisir tetapi kompleks, memungkinkan adanya interaksi dan saling ketergantungan antar faktor.

AHP yang dikembangkan oleh Saaty (1993), merupakan metode untuk memecahkan situasi kompleks dan tidak berstruktur tersebut ke dalam komponen-komponen yang tersusun secara hirarki, baik struktural maupun fungsional.

AHP memberikan satu model tunggal yang mudah dimengerti, untuk aneka ragam persoalan tak berstuktur, memadukan ancangan deduktif dan ancangan berdasarkan sistem dalam memecahkan persoalan kompleks. Proses sistemik AHP memungkinkan pengambil keputusan mempelajari interaksi dari komponen-komponen yang telah disusun dalam hirarki secara simultan. Keharusan untuk memberikan nilai numerik pada setiap variabel masalah akan membantu pengambil keputusan mempertahankan pola pikir yang kohesif dan mencapai suatu kesimpulan.

Sistem yang kompleks dapat mudah dipahami bilamana dipecah menjadi berbagai elemen dan elemen tersebut disusun secara hirakis. Hirarki melibatkan pengindentifikasian elemen suatu persoalan, pengelompokan elemen-elemen ke dalam kumpulan yang homogen dan menata kumpulan pada tingkat yang berbeda.

Terdapat dua macam hirarki, struktural dan fungsional. Pada hirarki struktural, sistem yang kompleks disusun ke dalam komponen pokoknya dengan urutan menurun menurut sifat struktural. Sedangkan hirarki fungsional menguraikan sistem yang kompleks menjadi elemen – elemen pokok menurut hubungan esensial.

Penyusunan secara hirarkis AHP mencerminkan pemilahan elemen sistem dalam beberapa tingkat yang berlainan dan pengelompokan unsur serupa pada setiap tingkat. Setiap perangkat elemen dalam hirarki fungsional menduduki satu tingkat hirarki. Tingkat puncak yang disebut fokus, hanya terdiri atas satu elemen yaitu sasaran keseluruhan yang sifatnya luas. Pada tingkat berikutnya masing – masing dapat memiliki beberapa elemen, meskipun jumlahnya biasanya kecil antara lima dan sembilan.

Elemen-elemen dari suatu tingkat akan dibandingkan satu dengan lainnya terhadap kriteria yang berada di tingkat atas, sehingga elemen- elemen pada setiap tingkat harus dari derajat besaran yang sama. Selain

identifikasi faktor penting dalam struktur hirarki, juga diperlukan cara untuk memutuskan apakah faktor mempunyai pengaruh yang sama terhadap hasil atau apakah sebagian boleh diabaikan. Unit dasar analisis adalah perbandingan berpasangan dengan hubungan aji =1/aij. Bilamana matriks

menunjukkan aij = 5 berarti aktivitas i penting dan sangat penting

dibandingkan dengan aktivitas j.

Ancangan dalam menyusun hirarki tergantung pada jenis keputusan yang perlu diambil. Jika persoalannya memilih alternatif, dapat dimulai dari tingkat dasar dengan menderetkan semua alternatif. Tingkat berikutnya harus terdiri atas kriteria untuk mempertimbangkan alternatif tersebut dan tingkat puncak terdiri atas satu elemen saja yakni fokus tujuan menyeluruh. Selain itu, AHP juga memberi peluang menguji konsistensi penilai. Bilamana terjadi penyimpangan terlalu jauh, maka penilaian perlu diperbaiki atau hirarki distruktur ulang (Marimin, 2004). Skala banding berpasangan menurut Saaty dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 7. Skala Banding Berpasangan pada AHP

Intensitas Definisi Keterangan

1 Kedua elemen sama penting Dua elemen menyumbang sama besar pada sifat tersebut 3 Elemen yang satu sedikit

lebih penting dibanding lainnya

Pengalaman dan pertimbangan sedikit mendukung satu elemen atas lainnya

5 Elemen yang satu penting atau sangat penting dibanding elemen lain

Pengalaman dan pertimbangan dengan kuat mendukung satu elemen atas elemen lainnya. 7 Satu elemen jelas lebih

penting dari elemen lainnya

Satu elemen dengan kuat didukung, dan terlihat dominan pada praktek.

9 Satu elemen mutlak lebih penting dibanding elemen lainnya

Bukti yang mendukung elemen yang satu atas lainnya memiliki tingkat penegasan atau yang mungkin menguatkan.

2,4,6,8 Nilai-nilai di antara dua pertimbangan yang berdekatan.

Kompromi diperlukan antara dua pertimbangan.

Kebalikan : Jika aktivitas i mendapat satu angka bila dibandingkan dengan aktivitas j, maka j mempunyai nilai kebalikannya bila dibandingkan dengan i.

AHP juga dapat dipergunakan bagi penyelesaian masalah konflik. Menurut Saaty (1993), terlebih dahulu dilakukan identifikasi dari pihak – pihak yang berkonflik, sasaran dan keingingan masing-masing pihak, solusi yang diharapkan, asumsi cara yang diinginkan oleh masing-masing pihak terutma dalam pandangannya terhadap pentingnya sasaran dan hasil. Namun, pemecahan masalah konflik dan pencarian informasi dari berbagai pihak yang terlibat resiko memungkinkan terjadinya bias dalam memahami situasi. Tabtabai dan Thomas (2004), menyatakan perlunya terlebih dahulu memformulasikan masalah keputusan pada struktur hirarki. Setelah hirarki dibangun, maka mulai memprioritaskan prosedur untuk menetapkan kepentingan relatif dari elemen dalam masing-masing tingkat hirarki. Contoh tingkat hirarki AHP dapat dilihat sebagaimana gambar 5.

Tingkat I

FOKUS FOKUS

Tingkat 2

SKENARIO SKENARIO 1 SKENARIO 2 SKENARIO 3

Tingkat 3

FAKTOR FAKTOR 1 FAKTOR 2 FAKTOR 3 FAKTOR 4 FAKTOR 5

Tingkat 4

ALTERNATIF ALTERNATIF 1 ALTERNATIF 2 ALTERNATIF 3 ALTERNATIF 4

Elemen setiap tingkat diatur dalam kelompok yang homogen dan dibandingkan dengan perhatian terhadap kepentingan dalam membuat keputusan yang penuh pertimbangan. Perbandingan dari dua elemen mana yang lebih penting dengan memperhatikan (with respect to) kriteria pada

tingkat yang lebih atas menggunakan skala 1 – 9. Pengalihan bentuk verbal diterjemahkan dalam angka absolut 1, 3, 5, 7 dan 9 dengan 2, 4, 6 dan 8 sebagai nilai tengah/ antara di antara dua pertimbangan yang berdekatan. Perbandingan rating untuk masing-masing tingkat dimulai dari atas hirarki ke bawah. Ketika membandingkan elemen A dengan B, apabila A lebih penting maka angkat tertinggi diterakan, kemudian B menjadi angka sebaliknya.

Menurut Saaty, menjadi penting untuk mengetahui konsistensi penetapan keputusan para pengambil keputusan. Mencapai tingkat konsistensi sempurna memang sulit, tetapi sebaliknya konsistensi yang rendah juga akan merefleksikan pertimbangan yang tidak fokus. Konsistensi ini menjadi penting guna memperoleh hasil yang sahih pada dunia nyata. Rasio konsistensi menjadi parameter yang digunakan untuk memeriksa perbandingan berpasangan telah dilakukan konsekuen. Rasio konsistensi (CR) diperoleh dengan pembagian indeks konsistensi dibagi indeks random atau CR = CI/ RI. Nilai CR seharusnya tidak lebih dari 0,10.