I o = Nilai Investas
5.5. Pedagang Pengumpul
Pedagang pengumpul tanaman obat terdiri dari : (1) petani yang bertindak sebagai pengumpul, dan (2) pedagang bukan petani, yang semata berdagang tanaman obat. Pedagang pengumpul desa adalah orang yang melakukan pengumpulan tanaman obat langsung dari petani. Kemampuan pengumpulan rata-rata kurang dari lima ton per bulan. Pedagang pengumpul desa aktif mencari pasokan hingga sumber-sumber yang jauh di pelosok dengan mendatangi rumah-rumah petani atau petani mengirimkan bahan baku ke gudang yang ditunjuk.
Petani yang menanam jahe di sekitar lereng gunung misalnya sangat memerlukan kehadiran pedagang pengumpul mengingat lokasi yang sulit dicapai. Pedagang pengumpul desa yang berasal dari komunitas sama dengan petani tanaman obat lebih memahami persoalan di lapangan atau kebutuhan petani sehingga pola hubungan cenderung informal.
Kemampuan membeli tanaman obat berkisar 25 hingga 50 ton per bulan. Sedangkan pedagang menengah-besar mampu membeli di atas 50 ton per bulan. Pedagang menengah-besar mampu menyediakan gudang penyimpanan dan fasilitas pendukung lainnya seperti areal penjemuran maupun truk pengangkut. Besar kecilnya pedagang pengumpul juga tergantung pada kesanggupan mengumpulkan jumlah maupun jenis komoditasnya.
Berdasarkan wawancara nara sumber, pasar tanaman obat mengenal spesialisasi pengumpulan seperti spesialis tanaman obat dasar, daun-daunan, batang atau tanaman obat yang spesifik sesuai kebutuhan. Tanaman obat keluarga Zingiberaceae disebut sebagai bahan baku dasar yang relatif dapat dilakukan oleh setiap pedagang pengumpul.
Pedagang pengumpul biasa mengenakan pemotongan berat tanaman obat yang dipasok petani sebesar 5 % hingga 10 %, yang dianggap sebagai faktor cemaran. Bilamana diketemukan cemaran seperti ranting, tanah dan faktor pemberat lain dilakukan pengecekan total atas seluruh kemasan. Standar pemeriksaan kualitas tanaman obat yang dipasok petani ditinjau dari kenampakan visual, faktor kebersihan, ukuran, dan kebenaran jenis. Pembelian tanaman obat dari petani umumnya dibayar secara tunai. Pendekatan ini disukai oleh petani karena tidak terdapat penundaan dan sederhana.
Pedagang pengumpul dengan kemampuan lebih tinggi akan mengolah kembali bahan baku sehingga memiliki nilai tambah. Pada musim penghujan dimana bahan baku sulit diperoleh, harga akan meningkat dan kadang disertai kelangkaan. Sebagai contoh, harga pembelian jahe segar pada bulan Desember 2004, berkisar Rp 3.500,- per kilogran harga irisan kering Rp 25.000,- per kilogram. Penetapan harga jual di tingkat pedagang pengumpul umumnya naik 15 % hingga 20 % dibanding harga pembelian dari petani.
Kerjasama pedagang dan petani tidak menggunakan ikatan kontrak formal. Pedagang dan petani bebas menjalin dan memutuskan hubungan. Hubungan yang terjalin antar dua pihak terbentuk atas nilai-nilai :
3. kemudahan
4. kedekatan jarak / hidup di desa yang sama 5. rekomendasi petani sebelumnya
Pedagang pengumpul yang ditemui di daerah penelitian tidak terbiasa bergabung pada suatu organisasi satu profesi dengan alasan tidak perlu, membuang waktu, tidak bermanfaat, dan karena persaingan. Kondisi ini oleh Choi et al. (2002) dikatakan sebagai model pemasok-pemasok yang kompetitif. Pengertiannya adalah pemasok diibaratkan memasang dinding pembatas dengan interaksi yang minimum atau tidak terdapat hubungan sama sekali.
Pembeli secara independen berinteraksi dengan masing-masing pedagang pengumpul. Aktivitas mencari pasokan tanaman obat biasa menggunakan petani yang telah terlebih dahulu menjalin hubungan usaha dan kemudian secara berantai menginformasikan pada petani lain akan adanya pengumpul yang membutuhkan tanaman obat atau mendatangi petani di pusat sumber pasokan.
Pedagang tingkat kabupaten umumnya didatangi oleh pengumpul desa dibanding melakukan pencarian ke sumber pasok, terkecuali apabila terdapat kesulitan bahan baku. Hubungan usaha dengan pengumpul memberikan manfaat bagi petani, dari segi informasi walau sifatnya terbatas pada kebutuhan tanaman obat dan tidak mendalam seperti bagaimana meningkatkan kualitas dan bentuk pembinaan lainnya.
Pengumpul desa mengumpulkan tanaman obat dari berbagai desa sumber pasok sejumlah yang dibutuhkan kemudian dilakukan proses sortasi sederhana, dan disalurkan kepada pedagang pengumpul berikutnya. Pedagang pengumpul dimaksud akan melakukan proses lanjutan berupa pembersihan, pencucian, pengeringan, dan pemisahan kelas/grade atau diubah bentuk menjadi irisan kering, bubuk atau sediaan galenik.
Jenis komoditas yang diperdagangkan tidak terbatas tergantung dari permintaan, tetapi umumnya berupa tanaman obat dasar seperti kunyit,
1. Petani menghasilkan bahan baku basah/segardalam kondisi bersih tanah. 2. Pengumpul desa menghasilkan bahan baku basah/segartersortasi dan
bersih lanjut.
3. Pedagang pengumpul kabupaten menghasilkan bahan baku basah/segartersortasi menurut ukuran, bersih, terkemas rapih dan bahan baku irisan kering cerah dan terkemas.
Peran petani, pedagang, industri dan proses yang ditangani dapat dilihat pada Gambar 13.
Gambar 13 Aktor pada rantai pasokan tanaman obat.
Petani berperan sebagai produsen yang menghasilkan tanaman obat segar dengan kondisi tanaman obat bersih dari tanah. Pedagang pengumpul
Harga Jual produk ++ Petani Proses : budidaya, panen, pascapanen Rimpang segar. Bersih tanah tidak merata. Proses : pengumpulan, pemisahan, Rimpang basah/segarbersi h atau kering Pedagang pengumpul desa Uang, info Harga Jual produk Pedagang pengumpul
kabuputen lanjut – kering/ Proses : olah bubuk, grading, kemasan, label Harga Jual produk+ Uang, info Rimpang basah/segar bersih/ kering iris/ bubuk. Industri Uang Info
Pembeli berusaha mencari maksimasi utilitas dalam situasi pasar tidak menentu dan berusaha melakukan perhitungan bersifat protektif dalam rangka mengurangi resiko kerugian transaksi. Terdapat dimensi kritis yang mempengaruhi biaya transaksi yakni ketidakpastian kuantitas, kualitas, harga, frekuensi transaksi dan penggunaan aset. Tingkat kehilangan saat bertransaksi menjadi tinggi bilamana penyediaan aset tidak dipertimbangkan secara seksama. Kehilangan dimaksud terjadi ketika fasilitas yang disediakan tidak dimanfaatkan, pemborosan tenaga kerja akibat bahan baku tidak mengalir sebagaimana waktu ditetapkan. Kondisi ini membentuk perilaku tertentu, seperti penetapan pemotongan kualitas 5 – 10 %, sebagaimana pada tanaman obat.
Terdapat keterkaitan antara harga beli komoditas pada kondisi pasar dan perilaku pembeli tertentu, sehingga terjadi pemberlakuan kesepakatan kontrak yang berbeda antara pembeli dan penjual. Penetapan harga pada kondisi pasokan tanaman obat melimpah, mendorong harga beli turun. Sedangkan pemeriksaan kualitas lebih ketat terhadap pemasok tertentu dibanding lainnya sebagaimana teori biaya transaksi yang diaplikasikan untuk menghindari akikbat kerugian.
Hubungan penjual dan pembeli akan mempengaruhi negosiasi keduabelah pihak pada saat transaksi. Peraturan lebih tegas ditetapkan oleh agroindustri farmasi yang melakukan ttransaksi dengan pedagang dimana waktu pengiriman, jumlah, jenis tanaman obat, harga, kemasan dan jenis angkutan ditetapkan secara jelas. Ketidakpatuhan atas aturan yang ditetapkan oleh satu pihak berakibat kerugian pihak lainnya.
Secara umum, aktivitas perdagangan tanaman obat dapat dikelompokkan tiga bagian yakni : mencari dan mengumpulkan aneka tanaman obat, proses pengolahan lanjutan dan pemasaran/pendistribusian. Berdasarkan masukan responden, terdapat beberapa jenis jalur pendistribusian tanaman obat yakni :
2. pendistribusian kepada pedagang antar pulau. 3. distribusi pasokan bagi pemenuhan ekspor.
4. distribusi pasokan untuk keperluan pedagang antara yang memiliki pesanan pabrik.
5. pasokan langsung menuju pabrik.
6. distribusi sedia galenik atas dasar pesanan.
Pertimbangan pedagang dalam menentukan harga jual kepada pembeli berikutnya akan ditinjau dari pegerakkan harga tanaman obat. Resiko yang ditanggung pedagang yang menempati urutan pertama adalah harga diikuti kerusakan dalam penyimpanan. Apabila pedagang pengumpul berkeinginan menarik petani sebagai sumber pemasok berjangka panjang maka nilai utama adalah :
1. kemampuan pasokan, 2. kestabilan kualitas, 3. pemenuhan jadwal kirim.
Berdasarkan pengamatan di lokasi penelitian, kaum perempuan lebih mengambil peran sebagai negosiator dalam melakukan transaksi, pengecekan kualitas dan menentukan keputusan membeli atau menjual. Adapun tenaga lelaki berperan besar dalam hal pencarian sumber pasokan, pengelolaan bahan baku dan pendistribusian ke lokasi penyimpanan pembeli.