• Tidak ada hasil yang ditemukan

Inventor of Multisystem Rifle

Dalam dokumen Mitra Binaan | Semen Indonesia (Halaman 136-140)

yang merugi.

Padahal, menurut perajin yang membuka showroom di Jalan Letjend Sutoyo 28-30 Pare ini, senapan buatannya dikerjakan penuh keteli- tian. Bahan-bahannya berbeda dengan senapan kebanyakan, entah itu buatan tangan maupun produk pabrik. Kerangkanya dari logam kuni- ngan sehingga tahan karat. “Kalau yang lain kan pakai besi, itu bisa memengaruhi akurasi tembakan jika larasnya berkarat,” imbuhnya.

Untuk gagang atau popor, Ridwan memilih kayu mahoni atau sonokeling sebagai bahan. Namun kalau konsumen menginginkan bahan lain, misalnya kayu jati, tentu dia tidak meno- lak. Popor inilah yang jadi salah keunggulan senapan buatannya, karena desain dan war- nanya beragam. Ada yang polos, namun tak sedikit yang dihias ukiran cantik. Hingga kini Ridwan masih mengimpor beberapa onderdil, sebut saja teleskop dari China dan AS, serta laras yang dibeli dari Korea.

Ridwan menjamin senapan produksinya, baik jenis klasik, militer maupun sport, ber- beda dengan karya perajin lainnya. Pasalnya, sebagian besar perajin biasanya adalah proto- lan pekerja pabrik senapan yang banyak ter- dapat di Pare, misalnya Bramasta dan Canon. “Karena pernah bekerja di pabrik, otomatis rujukan mereka senapan buatan pabrik. Beda dengan saya yang tidak pernah kerja di pabrik, saya lebih berkiblat pada senapan luar negeri, terutama AS,” beber pria kelahiran Pare, 10 Juli 1970, ini.

Dibantu enam pekerja yang mengurus pembuatan rangka senapan serta popor kayu, dalam sebulan rata-rata Ridwan mampu memproduksi 30 pucuk senapan. Harganya bervariasi, mulai Rp 900 ribu sampai yang

termahal Rp 4 juta. “Untuk inishing dan

lose my proit.”

According to the owner of a showroom in Jalan Letjend Sutoyo 28-30 Pare, his home- made air rifle is crafted with full accuracy. His materials are different from most of com- mon handmade or manufactured air rifles. His air rile’s frame is made of brass so it will be stainless. “Others air rile use iron frame, so the shot accuracy will be affected if the barrel is rusted,” he said.

For the butt, Ridwan choose mahogany or rosewood. However, if the consumers want other materials, such as teakwood, of course he will just say okay. The butt is one of the advantages of air riles made by Ridwan. The butt has a variety of designs and colors. Some are plain; others are decorated with beautiful carvings. For some other parts, Ridwan still imports them from other countries. Such as, the telescope is imported from China and the US, the barrel is from South Korea.

Ridwan guarantee his riles, either in classical type, military or sport, are different with other crafters’ work. Majority of the crafters are former air rile factory workers in Pare, for example from Bramasta and Canon. “Due to work in a factory, auto- matically the riles they made are referred to manufactured riles. I never work in air rile factory. My handmade work is more oriented to foreign riles, especially from the US,” said Ridwan who was born in Pare, July 10, 1970.

Assisted by six workers who take care of brass frame and wooden butt manufacturing, Ridwan for average is capable to produce 30 riles in a month. The price are varies, from Rp 900 thousand to Rp 4 million. “For inishing and shot accuracy testing, I handle them by

pengujian akurasi tembakan, tetap saya tangani sendiri. Sebab itu yang paling menentukan kualitas,” tutur perajin yang mengguna- kan merek Ebony ini.

Bapak tiga anak ini mengaku, untuk menyelesaikan sebuah sen- apan dia butuh waktu 10 hari. Waktunya sama saja ketika menger- jakan empat atau lima pesanan. Soalnya, terang Ridwan, “Antara satu proses dengan proses yang lain harus saling tunggu. Contohnya popor, setelah dicat kan harus ditunggu sampai kering. Makanya daripada membikin satu lebih baik bikin banyak sekalian.”

Senapan Ebony yang meng- gunakan tenaga angin atau gas terbilang aman karena dibatasi pada kaliber 4,5 mm. Pompa angin ada yang ditempatkan di bagian bawah senapan, samping, atau di ujung laras (gejluk bumi). Semua tergantung permintaan konsumen. Bagi yang ma- las memompa, Ridwan siap melengkapi senapannya dengan tabung yang bisa diisi gas oksigen murni (O2) sebagai sumber tenaga.

Dari sekian senjata angin buatannya, yang paling istimewa adalah senapan

multisistem. Disebut ‘multi’ karena sumber tenaganya tidak hanya satu. “Bisa dibilang senapan kombinasi, pakai pompa bisa, gas O2 bisa, PCP (Pre-Charged Pneumatic) juga bisa. Ini tidak ada di pabrik, di luar negeri juga belum ada,” terangnya, merujuk senapan khusus yang dihargai Rp 2,5 juta itu.

Walau hanya mengandalkan pemasaran getok tular dan promo- si lewat pameran, dalam sebulan Ridwan mampu mengukir omzet

myself. They’re the most decisive factor of quality,” said Ridwan who uses Ebony brand.

Ridwan, the father of three kids, admits he needs 10 days to complete a rile. The time is the same whether he makes one or ive riles. The reason is, according Ridwan, “Between one processes to another process should wait mutually. For examples, after a butt

is painted, I must wait until it is dried up. So, it is better to make some butts than only make a butt in the same

waiting time.”

Ebony-branded riles, that use air power, are relatively safe because they’re limited to 4.5 mm caliber.

The air pump is placed at the bottom of a rile, at the side,

or at the end of the barrel. All depends on consumer’s

demand. For consumers who reluctant to pump, Ridwan is ready to equip

the rile with a tube that can be illed with pure oxygen as a power source.

Of the homemade air riles, the most special is his multisystem rile. It is called ‘multi’ due to the source of power is not only one. “You could say it a combination rile. It can be used with pump, with gas, and with PCP (Pre-Charged Pneumatic). This kind of air riles does not exist in manufacturing plants, and does not exist at abroad either,” he said, referring to a special rile with Rp 2.5 million tags.

Although only rely on word of mouth marketing and promo- tion through exhibitions, Ridwan within a month can make sales of Rp 25 million to Rp 30 million. He avoids Internet for buying

melalui internet karena takut ditipu. Ridwan bersyukur bisa men- jadi mitra binaan Semen Indonesia, sehingga punya kesempatan mengikuti pameran ke berbagai daerah.

Di samping itu, dua kali dia mendapat pinjaman modal masing- masing senilai Rp 20 juta dan Rp 40 juta. Ridwan memanfaatkan pinjaman lunak dari Semen Indonesia itu untuk membeli onderdil serta peralatan pembuatan senapan dari luar negeri. “Peralatan sekalian saya beli yang bagus dari luar negeri, biar nggak gam- pang rusak,” katanya menyodorkan alasan.

Beberapa kali mengikuti pameran Inacraft (Jakarta International Handicraft Trade Fair) serta PRJ (Pekan Raya Jakarta), Ridwan pun sukses menggaet pelanggan asing dari Jerman, Rusia, Jepang dan AS. Di mata suami Siti Mahmudah ini, konsumen asing sangat menghargai barang-barang handmade. “Kalau orang kita biasan- ya malah tanya, ‘ini produk lokal ya?’ Kalimat produk lokal itu kan kurang enak didengar. Sebaliknya, orang asing malah terkagum- kagum begitu tahu kalau senapan saya ini handmade,” cerita perajin yang hobi ngeband ini.

Ridwan mengenang, tahun 2012 dia pernah diajak ‘taruhan’ seorang warga AS yang mengunjungi pamerannya. “Kalau saya bisa menembak sasaran jarak 25 meter dengan tepat, maka dia akan menyerahkan senapannya untuk saya. Ternyata senapan saya bisa, termasuk ketika diuji untuk menembus dua lembar tripleks,” ujarnya.

Ahasil Ridwan mendapatkan senapan merek Rosman dengan gratis, sementara bule asal AS itu juga membeli senapan buatan- nya. Itu bukan kali pertama dia diajak taruhan oleh orang asing. Lima tahun sebelumnya seorang warga Jerman menantang Rid- wan beradu akurasi senapan. “Saya yakin bisa kalahkan dia karena senapan buatan Jerman menggunakan per, jadi pasti ada getaran- nya. Ternyata benar. Tembakan saya lebih tepat sehingga orang Jerman itu menghadiahkan senapannya untuk saya,” cerita lulusan SMA PGRI Pare ini.

Ada cerita unik di balik ketertarikan Ridwan terhadap dunia senapan. Kata dia, semua berasal dari rasa sakit hatinya pada sang ayah. Semasa SMA Ridwan dilarang main senapan, padahal ayahnya hobi menggunakan senjata angin tersebut. “Sekali-kali tetap boleh, tapi ditunggui. Kan nggak asyik,” ungkapnya sambil tersenyum.

Ridwan is grateful to be Semen Indonesia’s partner. He has the opportunity to attend some exhibitions in various regions. In ad- dition, he also got capital loans twice of Rp 20 million and Rp 40 million. Ridwan used the soft loans from Semen Indonesia to buy parts and equipment to manufacture air riles. “I bought the best equipment from abroad for not easily damaged or broken,” he handed a reason.

Taking part several times at exhibition of Inacraft (Jakarta In- ternational Handicraft Trade Fair) and PRJ (Jakarta Fair), Ridwan is successful to get foreign customers from Germany, Russia, Japan and the US. In his eyes, foreign consumers greatly appreciate handmade items. “Indonesian usually asks me, ‘Is it local product, huh?’ The accent of ‘local product’ is less pleasant to hear in my ears. On the other hand, a foreigner always even been amazed to know that the rile is handmade,” said Ridwan, who married Siti Mahmudah.

Ridwan recalled that in 2012 he was challenged to bet by an American who visited the exhibition. “If I can shoot at targets 25 meters away, he will hand over his gun to me. It turns out that my rile can shoot the targets, even the bullets penetrate two sheets of plywood,” he said.

So, Ridwan got a free Rosman shotgun while the American also bought his homemade air rile. It was not the irst time he was challenged to bet by foreigners. Five years earlier, a German challenged Ridwan for accuracy test. “I had a strong belief that I can beat him for his Germany-made gun is using a spring so there must be a vibration. It was true, I shot more precisely. So the Ger- man gave his rile to me,” said Ridwan, the high school graduates of SMA PGRI Pare.

There is a special story behind Ridwan’s interest on air riles. All come from his ‘resentment’ on his father. When in high school, Ridwan was not allowed to use air rile even though his father likes to use it everytime. “Once at time I was allowed to use, but in my father’s watching eyes. Well, it was not fun for me, was it?” he said, smiling.

Berawal dari sana, ketika sudah bekerja menjadi programer komputer di Jakarta, Ridwan bertekad menggunakan gaji per- tamanya untuk membeli senapan. Akhirnya dia mampu membeli senapan buatan AS, merek Benjamin Franklin. “Senapan itu saya preteli onderdilnya, lalu saya rakit kembali. Berkali-kali saya laku- kan sampai akhirnya paham cara membuatnya,” papar Ridwan, mengenang kejadian tahun 1991 tersebut.

Setelah mahir, tahun 2000 dia memutuskan untuk memproduksi senapan untuk dijual. Kala itu, Ridwan yang sudah pulang kam- pung ke Pare berkongsi dengan seorang temannya. Modal awal usahanya cuma Rp 5 juta, plus dua karyawan. “Nggak tahunya laku. Dua tahun kemudian saya ngurus izin ke Dinas Perindustrian dan kepolisian,” kata pria yang pernah menjadi pengajar di sejum- lah lembaga kursus bahasa Inggris di Pare ini.

Ke depan, kendati persaingan bisnis senapan makin keras, Ridwan tetap optimistis. Berlakunya MEA (Masyarakat Ekonomi Asean) pun tidak membuatnya gentar. “Nggak masalah produk luar masuk ke sini, kita adu kualitas saja. Saya tetap yakin dengan senapan buatan saya sendiri,” tandasnya. (*)

Owner : Ridwan Kamaludin

Showroom : Jl Letjend Sutoyo 28-30 Pare, Kediri Mobile Phone : 081 335 906 448/0816 567 448 Home : Perumnas Jombangan Asri Blok B/6 Jombangan, Pare, Kediri

Turnover : Rp 25-30 million per month Join in Semen Indonesia partnership : 2012 Email : ebonyguns90@yahoo.com

Website : www.senapan.net

grammer in Jakarta, Ridwan determined to use his irst paycheck to buy a rile. Then, he was able to buy US-made Benjamin Frank- lin brand rile. “I disassembled the air rile parts by parts then I reassembled them. I did it many times until I inally understood how to make it,” said Ridwan, recalling the events of 1991.

Sure to be proicient, in 2000 he decided to produce air riles for sale. At that time, Ridwan returned home to Pare and make collaboration with a friend. Their initial business capital was only Rp 5 million plus two employees. “Unexpectedly, the air riles were sold out. So, two years later I asked permission to the De- partment of Industry and to Indonesian Police,” said the man who had been a teacher in a number of English language colleges in Pare.

Looking ahead, despite of increasingly harsh business competi- tion, Ridwan remains optimistic with his air riles. ASEAN Eco- nomic Community does not make him to linch. “I see no problem with the imported product to get here. Just bet with quality. I still conident in my own home-made riles,” he said. (*)

Pemilik : Ridwan Kamaludin Showroom : Jl Letjend Sutoyo 28-30 Pare, Kediri Telepon : 081 335 906 448/0816 567 448 Rumah : Perumnas Jombangan Asri Blok B/6

Jombangan, Pare, Kediri Omzet : Rp 25-30 juta per bulan Gabung Semen Indoesia: 2012 Email : ebonyguns90@yahoo.com Website : www.senapan.net

Dalam dokumen Mitra Binaan | Semen Indonesia (Halaman 136-140)