• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II : ISLAM RADIKAL DAN ISLAMISME

B. Islamisme: Upaya Memperjuangkan Islam Sebagai Sistem

Islamisme berangkat dari dasar yang meyakini bahwa Islam merupakan

agama yang di dalamnya terkandung norma-norma beserta ajaran yang bersifat

komperehensif dan unggul. Oleh karena itu, Islam patut untuk dijadikan sebagai

pedoman utama bagi manusia guna mawujudkan kehidupan yang tertib dan

teratur.

Islamisme merupakan sebuah proyek yang kegiatanya terfokus pada

negara. Islamisme berusaha untuk mencari tatanan politik yang lebih sempurna

dengan cara mendirikan lembaga-lembaga negara, atau berusaha untuk

mengendalikan yang sudah ada sehingga Islam dapat mendominasi segala aspek

kehidupan untuk dapat mencapai keadilan dan menjaga integritas umat Muslim.33

Islam Radikal memiliki kaitan dengan Islamisme yang bertujuan menuntut

reposisi umat Islam. Islamisme bagaikan titik patahan dalam rentang panjang

sejarah, yang terkait erat dengan gejala perubahan sosial, politik dan ekonomi

yang diakibatkan oleh persentuhan dunia Islam dengan modernisasi dan

globalisasi.34

Pergerakan Islamisme terbagi dalam tiga arus utama di antaranya dakwah,

politik, dan jihad. Ketiga arus tersebut bersifat dinamis, maksudnya bersifat

32Turmudi dan Sihbudi, ed., Islam dan Radikalisme di Indonesia, 5.

33 Ricklefs, M.C, Islamisation and its opponents in Java: a political, social, cultural, and

religious history, (Singapore: NUS Press,2012), 515.

34 Noorhaidi Hasan. dkk, Masjid dan Pembangunan Perdamaian: Studi Kasus Poso,

19 dinamis karena asal mula dari Islamisme politik bisa saja adalah gerakan dakwah,

dan pada perkembanganya gerakan dakwah dapat pula berubah menjadi suatu

gerakan yang bersifat politis, dan pelebaran pola perjuangan pada giliranya dapat

melahirkan sebuah transformasi gerakan politis menuju gerakan jihadis.

Transformasi yang berlangsung tergantung dari kondisi yang terjadi saat itu.

Gerakan Islamis sendiri tidak serupa satu dengan lainya, semua tergantung dari

strategi perjuangan masing-masing kelompok.35

Arus Islamisme yang pertama ialah Islamisme politik kontemporer yang dapat dibagi dalam dua kelompok. Kelompok pertama adalah kelompok yang menerima demokrasi dan mendukung konstitusi. Umumnya kelompok ini

cenderung terbebas dari stigma radikal, karena Islamisme politik ini bergerak

dengan pendekatan damai dan akomodatif. Kelompok Islamis tipe ini senantiasa

mendukung konstitusi yang berlaku, mereka cenderung untuk menjauhi jalan

revolusioner dalam mencapai tujuanya. Misi Islamis yang diembanya biasanya

disampaikan dalam bentuk pengajuan perubahan konstitusi melalui partai Islam

yang terlibat dalam proses pemerintahan.36

Arus Islamisme yang kedua ialah dakwah salafi, merupakan kelompok

Islamisme politik yang biasanya secara terang-terangan menolak sistem

pemerintahan demokratis dan konstitusional, dan dalam aksinya mereka kerap

mempropagandakan Islam sebagai sistem pemerintahan alternatif yang ideal dan

jauh lebih baik. Salafi atau salaf yang berarti para pendahulu. Secara terminologis

35 al-Makassary dan Gaus AF, ed., Benih-Benih Islam Radikal di Masjid: Studi Kasus

Jakarta dan Solo, 12

36 al-Makassary dan Gaus AF, ed., Benih-Benih Islam Radikal di Masjid: Studi Kasus

20 berarti mereka adalah para pengikut generasi Islam terdahulu, seperti para sahabat

nabi, Tabi’in (pengikut sahabat nabi), dan Tabi’un (para pengikut Tabi’in).37 Di Indonesia pengaruh dakwah salafi cukup kuat. Kelompok ini cenderung

mananggapi dengan sikap positif suatu rezim yang tegak dibawah pemimpin

Muslim. Para pengiikut salafi tidak menggunakan kekerasan dalam aksi

perrjuangan mereka. Kekerasan hanya boleh dilakukan semata-mata sebagai

perang melawan musuh-musuh Islam demi tujuan dakwah.

Dan arus Islamisme yang ketiga adalah kelompok Islamisme jihadis, yaitu kelompok Islamisme yang seringkali diidentikan dengan aksi kekerasan, teror,

dan tindak anarki yang berbahaya, oleh karena itu stigma radikal sangat melekat

kuat pada kelompok ini. Islamisme jihadis-radikal (menolak sama sekali untuk

berpartisipasi didalam kerangka sistem demokrasi) yang sering didefinisikan

sebagai kelompok perjuangan bersenjata Islam yang muncul dalam tiga bentuk,

pertama, internal ( memerangi rezim Muslim yang dianggap sesat atau thoghut).

Kedua, iredentist (berperang untuk merebut wilayah yang diperintah oleh kaum non-Muslim). Ketiga, global (memerangi dominasi barat).38

Dari ketiga arus Islamisme di atas, dapat ditarik satu kesimpulan bahwa

kelompok-kelompok Islamis dimanapun keberadaanya selalu berusaha untuk

mengganti sistem dan aturan sosial politik yang ada dengan aturan sosial dan

norma yang didasarkan pada Islam. Karena memang tujuan perjuangan mereka

adalah pendirian negara Islam atau pemberlakuan sistem Islam sebagai aturan

37 al-Makassary dan Gaus AF, ed., Benih-Benih Islam Radikal di Masjid: Studi Kasus

Jakarta dan Solo, 15.

38 International Crisis Group (ICG), “Understanding Islamism”. Lihat,Burhanuddin

21 sosial utama dalam kehidupan masyarakat. Perjuangan dengan jalan damai

ataupun kekerasan yang dipilih semua dikembalikan lagi pada nilai yang diyakini

para aktor Islamis dalam kegiatan aktifisme Islam yang dijalani kelompoknya.

Perjuangan para Islamis umumnya dipengaruhi teologi salafi yang

ajaranya menganjurkan untuk kembali kepada al-qur’an, sunnah, dan hukum syariat. Hal ini karena dalam pandangan Islamisme, Islam diyakini sebagai suatu

sistem kehidupan yang lengkap dan bersifat universal. Maka dari itu, penerapan

syariat dianggap sebagai hal penting yang harus segera terlaksana. Gerakan

Islamis memandang bahwa masyarakat yang terdiri dari orang-orang Islam saja

tidak cukup, tapi harus Islami dalam landasan maupun strukturnya.39

Argumentasi-argumentasi Islamisme semacam itu secara bertahap telah

mampu melahirkan transformasi pergerakan kaum Islamis menuju ranah politik.

Perubahan iklim politik tersebut dinilai akan mempermudah gerakan-gerakan

Islamis dalam memperjuangkan visi misi Islam yang diembanya. Perubahan

politik dan terbukanya kesempatan telah menumbuh suburkan berbagai gerakan

Islamis yang dahulu kala pergerakanya hanya sampai di bawah tanah kini berani

tampil terbuka untuk mempromosikan Islam sebagai sistem pemerintahan

alternatif paling ideal.

Lahirnya gerakan sosial sebenarnya merupakan suatu aksi kolektivitas

yang bertindak untuk mendorong atau mencegah terjadinya perubahan dalam

masyarakat atau kelompok dimana mereka menjadi bagian didalamnya. Sebagai

suatu bentuk aksi kolektif, gerakan sosial merupakan suatu tindakan yang telah

39 M Imdadun Rahmat, Arus Baru Islam Radikal : Transmisi Revivalisme Islam Timur

22 membentuk pola tingkah laku, identitas, kepentingan yang khas sebelum

mengorganisasikan diri dan memobilisasi sumber daya untuk mencapai

tujuanya.40

Eksistensi gerakan sosial membutuhkan proses mobilisasi politik yang

bertujuan menguatkan basis organisasi gerakan dengan memobilisasi masa

melalui bentuk pengkaderan. Mobilisasi umumnya disertai dengan pengerahan

golongan masyarakat awam dalam upaya mencoba menggunakan kekuatan

melawan golongan elit, penguasa dan kelompok lawan. Mobilisasi sumber daya

merupakan gerakan kolektif sebagai aksi-aksi rasional, bertujuan, dan

terorganisasi.41

Keberhasilan mobilisasi sumber daya yang dipengaruhi beberapa faktor

internal dan eksternal. Faktor internal biasanya berasal dari organisasi dan

kepemimpinan. Sedangkan faktor eksternal biasanya dipengaruhi oleh peluang

politik yang ada serta lembaga politik yang menunjangnya.42

Kepemimpinan memegang peranan inti dalam gerakan sosial. Dalam

membentuk karakter seorang individu untuk dimobilisasi kedalam aktifitas

gerakan sosial, biasanya para pemimpin mengidentifikasi perasaan ketidakadilan

yang dialami individu yang terangkum dalam kelompok, membangun identitas

kolektif, serta memfasilitasi pengembangan strategi dan pelaksanaan aksi kolektif

40 Darmawan Triwibowo dan Moh. Syafi’ Alielha, “Mengangankan Perubahan Sosial: Analisis Perkembangan Bantuan Hukum Struktural di Indonesia” dalam Darmawan Triwibowo,

ed., Gerakan Sosial: Wahana Civil Society Bagi Demokratisasi (Jakarta: LP3ES, 2006), 157.

41 Darmawan Triwibowo dan Moh. Syafi’ Alielha, “Mengangankan Perubahan Sosial:

Analisis Perkembangan Bantuan Hukum Struktural di Indonesia” dalam Triwibowo, ed., Gerakan

Sosial: Wahana Civil Society Bagi Demokratisasi , 157.

42 Darmawan Triwibowo dan Moh. Syafi’ Alielha, “Mengangankan Perubahan Sosial:

Analisis Perkembangan Bantuan Hukum Struktural di Indonesia” dalam Triwibowo, ed., Gerakan

23 dengan memanfaatkan peluang politik yang tersedia. Peranan pemimpin

menduduki posisi penting dalam membangkitkan ketidakpuasan menjadi sebuah

gerakan protes.43

Dalam memobilisasi sumber daya, faktor lain yang mempengaruhi adalah

struktur peluang politik yang tersedia. Faktor ini merujuk pada kondisi sistem

politik yang bisa memfasilitasi namun bisa juga menghambat pertumbuhan

gerakan sosial. Namun, struktur peluang politik yang ada tidaklah bersifat tetap

dan tantangan bagi gerakan sosial adalah mengidentifikasikan serta

mendayagunakanya secara optimal. Karakter kelembagaan politik yang ada juga

menentukan keberhasilan proses mobilisasi.44

Dalam hal ini, tiga konsep gerakan sosial yang penting diantaranya,

struktur peluang politis (political opportunity), siklus penentangan (cycles of contention), dan pembikaian (framing).45

Konsep struktur peluang politis menjelaskan bahwa kebangkitan gerakan

sosial seringkali dipicu oleh perubahan besar yang terjadi dalam struktur politik.

Perubahan drastis semacam ini membuka banyak peluang yang menyediakan

keuntungan-keuntungan bagi aktor sosial untuk memprakarsai fase-fase baru

politik penentangan dan mendorong masyarakat untuk ikut mengambil peluang.

Seiring dengan terbukanya peluang politik, gerakan sosial menjadi suatu siklus

43 Mubarak, Genealogi Islam Radikal di Indonesia: Gerakan, Pemikiran dan Prospek

Demokrasi, 27.

44 Darmawan Triwibowo dan Moh. Syafi’ Alielha, “Mengangankan Perubahan Sosial: Analisis Perkembangan Bantuan Hukum Struktural di Indonesia” dalam Triwibowo, ed., Gerakan

Sosial: Wahana Civil Society Bagi Demokratisasi, 158.

45 Hasan, Laskar Jihad: Islam, Militansi, dan Pencarian Identitas di Indonesia

24 kehidupan, dari tahap perencanaan, ke tahap pembentukan, dan konsolidasi.46

Dari tahapan-tahapan inilah seorang awam bertransformasi menjadi aktifis

gerakan sosial, yang mana siklus kehidupan membawa seorang aktifis pergerakan

berubah menjadi ideolog sesuai dengan peluang politis yang ada.

Keberlangsungan suatu gerakan sosial banyak ditentukan oleh seberapa lama

peluang politik tersedia.

Kemunculan para aktifis Islam Radikal sebetulnya dipengaruhi oleh

kejatuhan rezim Orde Baru yang secara dramatis telah mengakibatkan perubahan

politik besar-besaran di Indonesia. Perubahan politik tersebut ditandai dengan

adanya kebebasan politik yang menimbulkan efek bagi seluruh anggota

masyarakat untuk dapat berpartisipasi dalam segala bentuk aksi-aksi politik.

Kondisi semacam ini telah melahirkan berbagai kelompok identitas dan

kelompok-kelompok kepentingan yang beramai-ramai mengisi ruang-ruang

publik yang tersedia.

Bagian penting lainya dari kelahiran gerakan sosial adalah siklus

penentangan. Siklus penentangan lahir dari sekelompok orang yang tidak

memiliki kuasa apapun namun berusaha melakukan aksi penentangan melawan

pemerintahan yang ada. Aksi penentangan terjadi dikarenakan adanya

tuntutan-tuntutan baru yang memaksa untuk segera direalisasikan. Siklus penentangan

tumbuh demi untuk mewujudkan tujuan-tujuan kolektif yang dilatarbelakangi oleh

rasa solidaritas para anggota kelompok.47

46 Hasan, Laskar Jihad: Islam, Militansi, dan Pencarian Identitas di Indonesia

Pasca-Orde Baru, 132.

47 Hasan, Laskar Jihad: Islam, Militansi, dan Pencarian Identitas di Indonesia

25 Kondisi penting lainya yang melatarbelakangi kemunculan gerakan sosial

adalah pembingkaian. Proses pembingkaian terjadi ketika aktor gerakan sosial

mengemukakan wacana-wacana di tengah masyarakat yang akan dijadikan target

mobilisasi.48 Pembingkaian sebenarnya merupakan suatu proses yang dilakukan

dengan cara menampung berbagai aspirasi, keluhan dan permasalahan

berdasarkan arah pembingkaian yang telah ditentukan.

Para pelaku gerakan sosial merupakan individu-individu atau kelompok

yang tengah mengembangkan strategi untuk dapat mencapai tujuan dasar mereka.

Perasaan diskriminasi dan ketidakadilan yang dirasakan sebetulnya hanyalah

perasaan yang sifatnya tidak langsung dalam suatu gerakan sosial, tapi hal

tersebut suatu waktu bisa berubah wujud menjadi gerakan sosial bila terdapat

sumber daya yang memadai untuk dimobilisasi serta adanya peluang besar untuk

menggerakan aksi-aksi kolektif.

Dokumen terkait