• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III : ABU JIBRIL DAN AKTIFITAS GERAKAN ISLAM

B. Latar Belakang Pendidikan

Abu Jibril menamatkan pendidikan dasarnya di Lombok Timur tempat

kelahiranya. Dan melanjutkan pendidikan sekolah menengah atas di Mataram.

Usai menyelesaikan pendidikan pada sekolah menengah atas, SPMA Mataram,

tahun 1977 ia melanjutkan kuliah pada Sekolah Tinggi Perkebunan (STIPER)

Jogjakarta.

Sejak mahasiswa, Abu Jibril mulai aktif dalam kegiatan dakwah Islam.

Tahun 1980, Abu Jibril memimpin organisasi pemuda Islam, Himpunan Angkatan

Muda Masjid (HIMAMUMAS) yang memiliki agenda dasar untuk mengarahkan

aktifitas kepada peningkatan dan pembangunan moral generasi muda, dengan cara

mengajak pemuda-pemudi Islam untuk kembali ke Masjid. Namun oleh rezim

Soeharto, organisasi ini tidak dibiarkan berkembang, karena kala itu kekuasaan

Orde baru mengharuskan menjadikan asas tunggal (Pancasila) sebagai

satu-satunya asas semua organisasi massa dan politik, dan siapa saja yang

berseberangan dengan keputusan itu dituduh subversive.75

75 Wawancara dengan Abu Jibril, Masjid Al-munawarah, Pamulang Tanggerang Selatan,

40 Ketidakpatuhan Abu Jibril dan organisasinya terhadap pemberlakuan asas

tunggal, membuat kegiatan dakwah Abu Jibril dan teman-temannya kala itu

banyak sekali mendapat tentangan bahkan tidak sedikit kecaman yang datang

pada organisasi mahasiswa yang dipimpinya itu. Bahkan oleh rezim Orde Baru,

organisasi ini dianggap radikal dengan tuduhan membentuk pemuda Islam yang

militan.

Menurut Abu Jibril, HIMAMUMAS sendiri dikenal sebagai organisasi

yang menghimpun para mujahid muda yang misinya menjadikan jihad fisabililah

sebagai jalan hidup utama dan syariat Islam sebagai tujuan. Organisasi

kepemudaan ini menjadi salah satu organisasi yang diwaspadai rezim penguasa

saat itu karena dianggap cukup keras bersuara menentang pemerintah dan

mengkrtik demokrasi yang dianggap tidak sesuai dengan kehidupan umat Islam.

Berbagai tuduhan yang dilancarkan rezim Orde Baru kepadanya dan

organisasi kemahasiswaanya itu, menyebabkan Abu Jibril menjadi salah seorang

pemuda yang diburu rezim penguasa. Antara tahun 1979-1981, kurang lebih 2,5

tahun ia dipenjarakan oleh rezim Soeharto dengan alasan subversif. Hukuman

yang dibebankan padanya ditanggung tanpa proses pengadilan.76 Sejak 1985

bersama teman-temanya Abu Jibril mulai hidup berpindah-pindah tempat. Namun,

Abu Jibril tetap konsisten dalam menjalani aktifitasnya sebagai pendakwah,

walaupun harus dilakukan secara tertutup dan sembunyi-sembunyi.

Ketidakadilan yang sempat Abu Jibril dan teman-teman sesama aktifisnya

rasakan telah membangkitkan semangat perjuangan jihad fie sabilillah dalam

76 Wawancara dengan Abu Jibril, Masjid Al-munawarah, Pamulang Tanggerang Selatan,

41 benaknya. Bahwa dalam pandanganya, Indonesia yang ada ketika itu berada

dalam situasi miris yang minim keadilan sosial dan jauh dari jalan tegaknya Islam.

Pada tahun 1986, Abu Jibril memutuskan untuk berangkat ke Afghanistan.

Abu Jibril bahkan pernah terjun langsung ke medan perang Afganistan. Alasan

keberangkatan Abu Jibril ke Afganistan karena menurutnya satu-satunya kekuatan

yang dapat mengusir penderitaan dan ketidakadilan ialah amalan jihad. Maka,

ketika itu menurut Abu Jibril, pemerintahan Afghanistan yang dipimpin

Najibullah77 berhasil dijatuhkan oleh kekuatan mujahidin.78

Para pemuda dan mahasiswa yang telah mengikuti pengkaderan saat itu

sangat bersemangat untuk pergi berjihad ke Afganistan, masing-masing berusaha

mencari dana dengan cara mereka sendiri, yaitu mencari donatur yang sanggup

membiayai. Proses keberangkatan dilakukan dengan cara membuat pasport dan

membeli tiket tujuan Malaysia. Abu Jibril berangkat dari Malaysia dengan

menggunakan pasport Malaysia (Surat Perjalanan Laksana Pulang Pergi).79

77 Mohammad Najibullah adalah presiden keempat dan terakhir dari Republik

Demokratik Afganistan pada masa komunis. Ia juga merupakan presiden kedua dari Republik Afganistan. Ia memimpin pada tanggal 30 September 1987 dan berakhir pada tanggal 16 April 1992. Kelompok Mujahidin memerangi pasukan pemerintah Najibullah karena para pemimpin agama mengeluarkan fatwa rezim itu adalah kafir. Mati dalam peperangan melawan rezim itu berarti mati syahid. Pertempuran hebat pada 12 April 1989 yang melibatkan puluhan ribu pasukan dan mesin perang mengakibatkan lima juta penduduk sipil mengungsi ke Pakistan dan Iran. Pasca kepergian pasukan Soviet, para Mujahidin masih terus melakukan perlawanan untuk menumbangkan pemerintahan komunis. Pemerintahan Najibullah semakin melemah akibat krisis ekonomi, karena partner utama ekonomi Afghanistan adalah Soviet. Hal ini diperparah lagi dengan kudeta militer pada bulan Maret 1990 yang dilakukan oleh Mentri Pertahanan, Shahnawaz Tanai (akibat perbedaan pandangan) Najibullah mengganti nama negara menjadi Republic of Afghanistan, dan dia dianggap sebagai presiden kedua Afghanistan setelah Muhammad Daud Khan. Kejatuhan rezimnya ditandai dengan pendudukan ibu kota Kabul oleh pasukan Mujahidin pada tahun 1992. Ia dibunuh di Kabul, Afganistan pada tanggal 28 September 1996. Tersedia di

http://news.liputan6.com/read/20952/persengketaan-panjang-di-bumi-afghan.Internet; diunduh 20 Juni 2013.

78 Wawancara dengan Abu Jibril, Masjid Al-munawarah, Pamulang Tanggerang Selatan,

18 Desember 2012.

79 Wawancara dengan Abu Jibril, Masjid Al-munawarah, Pamulang Tanggerang Selatan,

42 Di Afghanistan Abu Jibril mengikuti pendidikan Tarbiyyah Jihadiyyah, di

Al Jamiah Al Harbiyyah Al Ittihad Al Islamiyah,80 atau dikenal juga dengan

Akademi Jihad Perbatasan Pakistan dan Afghanistan. Di akademi inilah Abu Jibril

mendalami Islam dari para guru yang disebutnya mujahidin yang berkhidmat

dalam jihad Afghanistan. Selama berada di Afghanistan, semua biaya hidup Abu

Jibril dan teman-temanya didapatkanya dari donator.81

Dalam mendalami ilmu agamanya, Abu Jibril banyak mendapatkan

pelajaran dan bimbingan dari Dr. Abdullah Azzam, Syaikh’ Abdu Rabbi Rasul Sayyaf, Syaikh Mustafa Mansyur, dan Syaikh Umar Saif. Abu Jibril juga sempat

berguru dengan seorang alim di India, yaitu Syaikh Ali an Nadwi.

Setelah beberapa lama di Afghanistan, Abu Jibril melanjutkan

perjalananya ke Arab Saudi dan India. Abu Jibril bahkan sempat kuliah di

Mulazamah di Ummul Qura,82 Makkah al Mukarramah, Arab Saudi, dibawah

bimbingan antara lain Syaikh Muhammad Quthb dan Sayyid Sabiq. Dan diantara

guru-gurunya tersebut, Abu Jibril sangat mengagumi Dr. Abdullah Azzam dan Dr.

Muhammad Quthb83 yang merupakan adik kandung Syaikh Quthb.

80 Pendidikan atau kuliah Harbiyah berarti akademi militer, istlah yang dipakai oleh orang

Arab ketika menyebutkan nama Akademi Militer Mujahidin Afganistan di Sadda, Pakistan. Sering disebut KHD-1 yang berarti kuliah Harbiyah Dauroh-1 (akademi militer angkatan pertama). Lihat, A.M Hendropriyono, Terorisme Fndamentalis, Yahudi, Islam (Jakarta: Kompas, 2009).

81 Wawancara dengan Abu Jibril, Masjid Al-munawarah, Pamulang Tanggerang Selatan,

18 Desember 2012.

82 Pada tahun 1369 H Raja Abdul Aziz memerintahkan untuk mendirikan sekolah tinggi

Syari’ah di Mekkah sebagai lembaga pendidikan tingkat tinggi pertama di Arab Saudi, yang pada akhirnya menjadi cikal bakal Universitas Ummul Qura. Tersedia di

https://info@uqu.edu.sa/page/en/655. Internet; diunduh 20 Juni 2013.

83 Muhammad Quthb merupakan adik kandung Sayyid Quthb yang merupakan salah

seorang pemikir besar Islam kontemporer. Dia juga seorang penulis, karya-karyanya yang terkenal antara lain: al-Salaamu al-Alamy wa al Islam, Ma’alim Fith-Thariq, dan Tafsir Fi Zhilalil Qur’an.

Sebagai seorang pemikir Muslim modern, beliau juga terlibat dalam berbagai kancah keilmuan, seperti pernah menjabat sebagai direktur Biro Proyek Terjemahan Seribu Buku di Mesir,dan juga beliau terlibat dalam Konferensi Dunia Pertama tentangPendidikan Islam di Mekkah pada tanggal

43

Dokumen terkait