• Tidak ada hasil yang ditemukan

ISU STRATEGIS

Dalam dokumen d. Urusan Perindustrian (Halaman 36-46)

dalam rangka penyelesaian permasalahan pembangunan dan isu-isu strategis yang menjadi fokus dan prioritas pembangunan, dengan memperhatikan perkembangan isu nasional dan global yaitu terjadinya pandemi Corona Virus 2019 (Covid-19) yang menimbulkan dampak sosial ekonomi masyarakat secara luas. Adapun isu strategis Kabupaten Wonosobo sebagai berikut:

1. Kemiskinan

Percepatan Penanggulangan Kemiskinan masih menjadi prioritas pembangunan di Kabupaten Wonosobo sebagaimana visi pembangunan 5 tahun dalm RPJMD 2016-2021 yaitu Wonoosbo yang bersatu untuk maju mandiri dan sejahtera untuk semua. Dalam kurun waktu periode RPJMD ini, upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui program- program baik yang bersifat spesifik menyasar pada kelompok masyarakat miskin maupun program secara umum yang akan membawa multiplier effect pada peningkatan kesejahteraan masyarakat miskin memberikan dampak pada penurunan angka kemiskinan. Meskipun menjadi kabupaten dengan angka kemiskinan tertinggi di Jawa Tengah, namun kinerja penurunannya cukup tinggi dibandingkan kabupaten/kota di Provinsi Jawa tengah sehingga pada tahun 2019 angka kemiskinan berhasil turun menjadi 16.65% dan berubah posisi menjadi peringkat 34, dengan demikian selama periode RPJMD 2016-2021 angka kemiskinan berhasil turun sebesar 3,9%. Kinerja program percepatan penanggulangan kemiskin tidak hanya dilihat dari tingkat kemiskinan, indikator lainnya adalah indeks kedalaman kemsikinan dan keparahan kemiskinan. Indek kedalaman kemiskinan pada tahun 2019 sebesar 2,44 dan indek keparahan kemiskinan sebesar 0,46%. Dengan melihat indeks keparahan kemiskinan yang semakin turun diartikan gap antar penduduk miskin semakin menurun yang diartikan kondisi kemiskinan antar penduduk miskin relatif sama. Secara umum penduduk miskin di Kabupaten Wonosobo bekerja sebagai pekerja bebas pertanian, pekerja bebas non pertanian dan petani dengan kepemilikan lahan terbatas dengan rata-rata jam bekerja hanya 6 jam yang tentunya berpengaruh pada tingkat upah yang rendah. Rendahnya penghasilan mempengaruhi kemampuan keluarga mskin untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti pola konsumsi pangan, akses pendidikan anak, kesehatan dan sanitasi serta kondisi fisik bangunan rumah. Pada akses pangan rata-rata konsumsi kalori penduduk 40% pendapatan terendah sebesar 1.749.90 Kkal per kapita per hari di bawah rata-rata konsumsi kalori penduduk Kabupaten Wonosobo. Selain karena rendahnya akses terhadap konsumsi pangan bernilai kalori tinggi, konsumsi rokok juga menjadi penyebab rendahnya rata-rata konsumsi kalori perkapita. Rendanya akses terhadap pangan yang bergizi dan sesuai

standar kesehatan menyebabkan permasalahan kesehatan seperti kekurangan energi kronis pada ibu hami, bayi dengan berat badan rendah, gizi buruk dan stunting serta tingginya angka kesakitan penduduk. Pada akses pendidikan, permasalahan biaya transportasi dan kebutuhan pendukung sekolah lainnya menjadi penyebab rendahnya akses pendidikan terutama pada jenjang SMP dan SMA pada penduduk dengan penghasilan rendah. Rendahnya penghasilan juga berpengaruh terhadap rendahnya sarana sanitasi seperti jamban dan air bersih serta kondisi fisik rumah.

2. Kemandirian Daerah

Kemandirian daerah, utamanya kemandirian ekonomi masih menjadi isu pembangunan Kabupaten Wonosobo tahun 2021. Rata-rata pertumbuhan ekonomi Kabupaten Wonosobo dalam lima tahun terakhir masih berada di bawah rata-rata Jawa Tengah dan Nasional serta terendah di eks Karesidenan Kedu yaitu sebesar 4,97%. Apabila dilihat capaian per tahun, pada tahun 2019 capaian pertumbuhan ekonomi Kabupaten Wonosobo sebesar 5,61% meningkat dibandingkan tahun 2018 yang mencapai 5,06%. Struktur ekonomi Kabupaten Wonosobo masih bertumpu pada sektor pertanian dengan kontribusi sebesar 28,97%, akan tetapi kontribusi ini setiap tahun semakin menurun dan pertumbuhannya terendah diantara sektor lainnya dengan laju pertumbuhan sebesar 1,16%.

Sesuai dengan kondisi Kabupaten Wonosobo yang agraris, sektor pertanian perlu mendapat perhatian karena bisa menunjang perekonomian secara signifikan. Sektor pertanian bisa menunjang semua sektor baik di industri pengolahan maupun jasa. Apalagi dengan adanya pandemi Covid-19 perlu diwaspadai adanya krisis pangan global. Peningkatan ketahanan pangan yang merupakan bagian dari sektor pertanian perlu dibangkitkan dan ditingkatkan. Setidaknya sektor pertanian bisa memenuhi kebutuhan bahan pokok sehingga pasokan masyarakat tercukupi dan meningkatkan kemampuan ekonomi masyarakat.

Tantangan lain dalam mendorong pertumbuhan ekonomi menuju kemandirian daerah Kabupaten Wonosobo pada tahun 2021 adalah adanya ketidakpastian ekonomi global yang berimbas pada kurang kondusifnya sektor perdagangan, belum kompetitifnya daya saing produk UKM/IKM, belum optimalnya pengembangan sektor pariwisata serta belum berkembangnya investasi.

3. Peningkatan Tata kelola pemerintahan yang bersih (clean government) dan baik (good governance)

Tata kelola pemerintahan sampai saat ini masih menjadi isu strategis dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah di kabupaten Wonosobo, terlebih dengan pesatnya keterbukaan informasi publik dan tuntutan masyarakat terhadap penyelenggaraan pemerintahan yang baik (good governance) dan bersih (clean government). Penyelenggaraan Pemerintah yang baik (good governance) dan bersih (clean government) didasarkan pada prinsip-prinsip transparansi, partisipatif, akuntabel dan koordinasi.

Beberapa capaian indikator tata kelola pemerintahan kabupaten Wonosobo, diantaranya dari kinerja pelaksanaan reformasi birokrasi (Indeks Reformasi Birokrasi). Pada tahun 2019, nilai Indeks Reformasi Birokrasi (IRB) sebesar 59,04 dengan kategori CC. Dibandingkan dengan kabupaten/Kota se Jawa Tengah, kabupaten Wonosobo berada pada urutan ke- 25 se Jawa Tengah. Hal ini menandakan masih adanya kekurangan dalam pelaksanaan 8 area perubahan.

Keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan juga dilihat dari proses masyarakat untuk memperoleh pelayanan publik yang mudah, cepat, murah dan transparan. Salah satu indikator keberhasilan adalah Indeks Kepuasan Masyarakat. Berdasarkan survei terhadap layanan publik yang dilaksanakan di Kabupaten Wonosobo, Indeks Kepuasan Masyarakat sebesar 81,81. Capaian ini harus tetap dipertahankan dan ditingkatkan. Penilaian penyelenggaraan pelayanan menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, adalah Indeks Penilaian Ombudsman. Indeks ini merupakan hasil Penilaian Kepatuhan terhadap Standar Pelayanan yang dilakukan oleh Ombudsman. Pada tahun 2019 capaian Indeks Penilaian Ombudsman sebesar 49,36 masih berada pada zona merah atau tingkat kepatuhan rendah. Rendahnya capaian dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya masih adanya layanan bagi masyarakat yang belum satu pintu (masih tersebar di beberapa perangkat daerah).

Penilaian tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih, salah satunya juga diukur dari nilai SAKIP. SAKIP merupakan ukuran akuntabilitas kinerja instansi pemerintah. Pada tahun 2019 nilai SAKIP kabupaten Wonosobo masih memperoleh predikat B dengan nilai 64,03, meskipun Angka ini meningkat sebesar 1,33 dibandingkan nilai SAKIP tahun 2018 sebesar 62,70.

Untuk mencapai birokrasi dan pelayanan publik yang berkinerja tinggi diperlukan tool sistem pemerintahan berbasis elektronik yang terpadu dan

menyeluruh, mulai dari perencanaan, pelaksanaan sampai tahap monitoring dan evaluasi. Pada tahun 2019, Indeks SPBE Pemerintah Kabupaten Wonosobo masih sangat rendah yaitu sebesar 2,94 (kategori baik), tidak mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2018. Dalam hal ini kabupaten Wonosobo dianggap berhasil dengan baik melaksanakan tiga domain yang menjadi aspek penilaian SPBE, yakni domain kebijakan, domain tata kelola, dan domain layanan, namun masih ada sistem yang belum diintegrasikan, diantaranya e-planning dan e-budgetting, Tata Naskah Dinas Berbasis Elektronik (TNDE), Sistem Informasi Kepegawaian (Simpeg) dengan BKN dan TIK belum masuk dalam dokumen perencanaan di RPJMD Kabupaten Wonosobo Tahun 2016-2021.

4. Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia yang Berkompeten dan Memiliki Daya Saing

Kualitas Sumberdaya manusia yang dipengaruhi kualitas pendidikan, kesehatan, tingkat kesejahteraan hidup dan ketersediaan lapangan kerja masih menjadi isu pembangunan Kabupaten Wonosobo tahun 2021. Indeks Pembangunan Manusia dalam 5 tahun terakhir masih di bawah provinsi dan nasional. Apabila dilihat capaian per tahun, pada tahun 2019 capaian IPM Pada tahun 2019, angka harapan hidup naik 0,14 point dengan asumsi anak yang lahir pada tahun 2019 diperkirakan akan bertahan hidup sampai usia 71-72 tahun, sedangkan pengeluaran per kapita mengalami kenaikan 0,37 point dibandingkan pada tahun 2018. Harapan lama sekolah hanya naik menjadi 11,74 tahun yang artinya secara rata-rata anak usia 7 tahun yang masuk jenjang pendidikan formal pada tahun 2019 memiliki peluang untuk bersekolah selama 11,74 tahun atau setara dengan pendidikan SMA. Rata- rata lama sekolah penduduk usia 15 tahun keatas di Kabupaten Wonosobo yang rendah yaitu 6,76 tahun menjadi isu prioritas yang harus segera ditangani meskipun upaya untuk meningkatkan rata-rata usia sekolah tidak bisa secara instan dilakukan tapi merupakan upaya bertahap jangka panjang. Rendahnya rata-rata lama sekolah ini juga signifikan dengan angka rata-rata melek huruf penduduk usia 15 tahun ke atas yang belum bisa mencapai 100%. Isu utama dalam bidang pendidikan di Kabupaten Wonosobo adalah akses layanan Pendidikan untuk semua, mutu pendidikan, sarana dan prasarana serta pemerataan dan kualitas pendidik. Dalam kurun waktu 4 tahun partisipasi sekolah penduduk kelompok usia 7-12 tahun dan 13-15 terus meningkat, namun jika dibandingkan dengan partisipasi sekolah kabupaten/kota eks Karesidenan Kedu dan Jawa Tengah masih tergolong rendah. Ini artinya masih ada sebagian anak- anak usia sekolah yang belum memperoleh hak atas pendidikan dasar. Masih adanya anak- anak

usia sekolah yang tidak atau belum pernah sekolah menjadi salah satu isu prioritas agar anak- anak usia sekolah dapat kembali ke sekolah. Selain faktor ekonomi, tidak maksimalnya partisipasi sekolah pada jenjang pendidkan dasar karena masih ada anak anak berkebutuhan khusus yang tidak bersekolah karena hambatan fisik, serta rendahnya informasi terhadap penyelenggaraan sekolah inklusi pada sekolah formal. Dari sisi penyelenggara pendidikan, tidak semua sekolah menerapkan atau menerima anak berkebutuhan khusus karena tidak memiliki guru/ pendidik terlatih untuk menyelenggarakan sekolah inklusi. Sarana dan prasarana pendukung pada sekolah yang telah ditetapkan sebagai sekolah inklusi juga masih terbatas sehingga tidak memungkinkan untuk menerima anak berkebutuhan khusus.

Sebagai salah satu komponen IPM, indikator kesehatan yang diwakili dengan usia harapan hidup mencerminkan status kesehatan masyarakat dimana semakin tinggi usia harapan hidup maka status kesehatan masyarakat semakin tinggi yang secara umum dapat dilihat pada angka kesakitan, angka kematian ibu dan angka kematian bayi dan status gizi masyarakat. Pada tahun 2019, angka kesakitan di Kabupaten Wonosobo masih tinggi yang disebabkan oleh penyakit menular dan tidak menular. Meningkatnya angka kematian ibu yang mencapai 126,83 per 100.00 kelahiran hidup, serta angka kematian bayi juga menjadi isu prioritas bidang kesehatan. Sebagai salah satu kabupaten prioritas penanganan stunting, percepatan penurunan stunting juga menjadi isu di bidang kesehatan. Salah satu faktor utama dalam meningkatakn kualitas kesehatan masyarakat adalah perubahan pola pikir untuk berperilaku hidup bersih dan sehat dimana masyarakat di beberapa wilayah masih berperilaku buang air besar sembarangan, pola konsumsi pangan yang kurang sehat dengan tingginya konsumsi rokok, rendahnya asupan gizi yang mengakibatkan kasus stunting, ibu hamil dengan kekuarangan energi kronis (KEK), gizi buruk dan kurang serta meningkatkan kasus penderita penyakit degeneratif maupun penyakit menular. yang akan ditangani dan Perilaku hidup bersih dan sehat ini juga menjadi salah satu isu dalam pemulihan kesehatan pasca pandemi Covid-19 di tahun 2020 dimana masyarakat perlu tetap meningkatkan kewaspadaan dan melakukan upaya upaya pencegahan melalui kebiasaan dan perilaku sehat.

Kualitas sumber daya manusia juga dapat dilihat pada kondisi ketenagakerjaan baik secara kemampuan ketrampilan hard skill dan soft skill, tingkat pendidikan maupun jumlah penduduk yang berwirausaha. Suplay tenaga kerja di Kabupaten Wonosbo didominasi tenaga kerja dengan tingkat pendidikan rendah, kemampuan ketrampilan terbatas dan tidak memiliki kompetensi yang dibutuhkan pasar tenaga kerja. Dari 409.984 penduduk yang bekerja, 66,7 % merupakan penduduk bekerja

dengan tingkat pendidikan SD atau sederajat, tidak tamat SD, dan bahkan tidak pernah sekolah Dengan rendahnya tingkat pendidikan dan ketrampilan semakin rendah pula upah yang diterima, semakin rendah akses terhadap pasar kerja dan akan berpengaruh pada rendahnya pendapatan masyarakat. Dengan demikian isu peningkatan kapasitas tenaga kerja pengangguajuga menjadi prioritas pembangunan di tahun 2021.

Meningkatkan kualitas keluarga dan kesetaraan juga merupakan isu prioritas yang berpengaruh terhadap tingkat kesehatan, pendidikan dan kesejahteraan dalam sebuah keluarga dan masyarakat pada umumnya. slaaoleh Adapun dari sisi pendapatan dihadapkan pada permasalahan terkait rendahnya kualitas dan produktivitas tenaga kerja, belum adanya instruktur bersertifikasi profesi dengan kompetensi sesuai potensi lokal (pertanian, pariwisata) dan masih kurangnya akses kesempatan kerja bagi rumah tangga miskin. Kemampuan daya beli masyarakat terhadap sejumlah kebutuhan pokok yang dilihat dari rata-rata besarnya konsumsi per kapita sebagai pendekatan pendapatan yang mewakili pencapaian pembangunan untuk hidup layak. Tingkat kesejahteraan dikatakan meningkat jika terjadi peningkatan konsumsi riil per kapita, yaitu peningkatan nominal pengeluaran rumah tangga lebih tinggi dari tingkat inflasi pada periode yang sama.

5. Lingkungan Hidup

Secara biogeofisik, wilayah Kabupaten Wonosobo memiliki fungsi strategis dalam konservasi lingkungan. Berdasarkan data arahan pengembangan wilayah Provinsi Jawa Tengah, hampir sebagian besar wilayah kabupaten Wonosobo memegang peranan sangat penting sebagai kawasan konservasi air. Dalam hal ini konservasi air terkait dengan penyediaan suplai air dan pengendalian banjir bagi wilayah di bagian hilir yang juga mencakup beberapa wilayah kabupaten tetangga. Wilayah Kabupaten Wonosoobo memiliki banyak mata air yang dipergunakan sebagai sumber air minum bagi penduduk. Sebagian besar penduduk memanfaatkan mata air sebagai sumber air utama. Bahkan PDAM Tirta Aji Kabupaten Wonosobo memanfaatkan sekitar 29 titik mata air sebagai sumber air baku penyediaan air minum. Berdasarkan data inventarisasi mata air oleh Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Wonosobo tahun 2018-2019, ditemukan sekitar 900-an mata air, dengan kondisi kurang lebih 30% mengalami penurunan kuantitas dan kualitas. Hal ini juga terkait dengan posisi sebagai hulu beberapa daerah aliran sungai (DAS) diantaranya DAS Serayu, DAS Bogowonto, DAS Jalicokroyasan, DAS Lukulo. Sungai serayu sebagai sungai utama pada DAS Serayu merupakan salah satu DAS strategis nasional yang harus diprioritaskan pemulihannya. Kondisi kinerja

DAS Serayu dan Bogowonto yang ada di Kabupaten Wonosobo menunjukkan penurunan. Secara kualitatif, hal tersebut dapat terlihat dari perbedaan debit saat musim kemarau dan penghujan. Saat musim penghujan, dapat dipastikan terjadi peningkatan limpasan air sungai yang sangat besar, yang menyebabkan limpasan banjir pada aliran sungai dan juga di beberapa kawasan permukiman serta hanyutnya beberapa jembatan. Tingkat fluktuasi aliran debit air tentunya juga diindikasikan karena adanya pola penggunaan lahan yang kurang baik. Selain itu, secara kualitas air sungai pun mengalami pencemaran. Berdasarkan data daya dukung daya tampung Sungai Serayu oleh Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Tengah tahun 2019, segmen Sungai Serayu di wilayah Kabupaten Wonosobo memiliki beban pencemaran yang tinggi. Parameter pencemar yang dominan yaitu adanya kandungan coliform. Sumber pencemar ini diindikasikan berasal dari penggunaan pupuk chicken mayeur (CM) untuk pertanian hortikultura khususnya kentang di kawasan dataran tinggi Dieng serta dari buangan limbah domestik rumah tangga di wilayah Kabupaten Wonosobo. Sumber pencemar yang lain yaitu penggunaan pestisida dan obat-obatan pertanian yang berlebihan serta sampah yang dibuang ke sungai. Pencemaran yang tinggi di badan air juga menyebabkan menurunnya biodiversitas/keanekaragaman hayati. Berdasarkan dokumen dari P3EJ Kementerian LHK, disebutkan bahwa sudah tidak ditemukan ikan endemis di sepanjang 10 km di hulu Sungai Serayu. Menurunnya biodiversitas jenis ikan endemis tersebut disebabkan oleh tingkat pencemaran air yang cukup tinggi akibat sedimentasi dan penggunaan obat-obatan pertanian yang tidak terkontrol. Hal ini dikarenakan rata-rata petani kentang di kawasan Dieng menggunakan 300 liter pestisida untuk satu kali musim tanam. Di samping itu, sedimentasi serta erosi cukup tinggi di Sungai Serayu sebagai akibat dari pola budidaya pertanian yang kurang memperhatikan konservasi. Pada isu konservasi air, hasil survei geolistrik juga menunjukkan adanya terputusnya aliran air tanah dangkal pada lahan yang ditambang pasir batu (sirtu) seperti di lereng Gunung Sindoro, namun untuk aliran air dalam masih aman. Namun demikian, jika keberadaan tambang tidak diatur, tentunya akan membahayakan aliran airtanah dalam. Isu terkait konservasi air ini tentunya tidak lepas dari pola penggunaan lahan yang ada. Perbedaan debit aliran sungai yang sangat tinggi antara musim kemarau dan penghujan merupakan juga merupakan salah satu indikasi adanya dampak perubahan iklim. Meskipun topik terkait daerah aliran sungai sudah bukan merupakan kewenangan pemerintah daerah, namun manajemen tata kelola lahan perlu menjadi perhatian bagi pemerintah daerah karena akan berkaitan dengan keberlanjutan lingkungan di wilayah Kabupaten Wonosobo dan juga turut mendukung aksi pengurangan dampak perubahan iklim. Selanjutnya, jika melihat pada indeks kualitas

lingkungan hidup (IKLH), capaian pada tahun 2019 sudah baik, bahkan diatas target RPJMD. Kinerja baik IKLH ini didukung dari capaian indeks tutupan vegetasi/lahan, indeks kualitas air dan indeks kualitas udara. Meskipun ada pola penggunaan lahan khususnya di bagian hulu DAS yang kurang sesuai, namun kualitas tutupan vegetasi masih tergolong baik, yang ditunjukkan dengan tutupan vegetasi hutan. Nilai IKLH yang tinggi juga didukung oleh indeks kualitas udara. Tingkat pencemaran udara di Kabupaten Wonosobo memang tidak sebesar di kota-kota besar.

Isu lainnya terkait dengan lingkungan hidup, yaitu belum optimalnya pengelolaan persampahan. Cakupan penanganan sampah masih tergolong rendah yaitu sebesar 41,39 % pada tahun 2019. Secara kewilayahan, layanan persampahan hanya meliputi Kota Wonosobo dan sekitarnya. Untuk yang di luar kota hanya melayani sampah di Pasar Kertek, Pasar Sapuran. Sementara itu, di luar wilayah tersebut masih terbuang sembarangan. Jikapun sudah ada penanganan, hanya sampai pada tahap pengumpulan sampah tidak diolah lebih lanjut. Mulai tahun 2017 hingga sekarang, terjadi fenomena meningkatnya sampah yang masuk di TPA Wonorejo, yaitu dengan semakin banyaknya mobil pengangkut sampah dari sebagian desa di Kabupaten Wonosobo. Sampah desa langsung diangkut ke TPA tanpa dilakukan pengolahan terlebih dahulu.

Jika disarikan dari uraian di atas, isu-isu strategis lingkungan hidup yaitu pada topik Tata Guna Lahan, Air, Bencana Alam (limpasan banjir dan longsor) dan Sampah yang ternyata saling berkaitan satu sama lain.

Selanjutnya terkait wabah pandemi Covid-19, sektor lingkungan hidup memiliki dampak tidak langsung. Isu sampah dan limbah b3 tentunya juga semakin meningkat pada saat pandemi Covid-19 ini. Penggunaan masker dan alat pelindung diri (APD) sekali pakai diindikasikan semakin meningkatkan volume timbulan sampah medis/b3 tersebut. Perlu ada upaya pengolahan lebih lanjut.

6. Kesenjangan Wilayah

Ketimpangan wilayah merupakan salah satu dampak dari awal pembangunan itu sendiri dan apabila tidak segera diatasi maka akan berdampak buruk bagi wilayah-wilayah yang tertinggal. Berdasarkan nilai Indeks Williamson diketahui bahwa ketimpangan wilayah di Kabupaten Wonosobo sebesar 0,28. Meskipun ketimpangan antar wilayah (kecamatan) di Kabupaten Wonosobo tergolong rendah, namun masih perlu ditangani kesenjangan antara desa-kota maupun antara kota-kota (pusat pertumbuhan).

Pemerataan ketersediaan aksesibilitas infrastruktur wilayah dan pengembangan pusat-pusat pertumbuhan yang dapat meningkatkan kemudahan layanan barang dan jasa menjadi isu penting, terutama untuk menghubungkan daerah-daerah tertinggal dengan pusat-pusat pertumbuhan, Peningkatan infrastruktur jalan dan jembatan di kawasan prioritas, penataan manajemen transportasi, pengembangan kawasan strategis dan pengembangan pusat pertumbuhan pada kawasan perbatasan, kawasan tertinggal dan perdesaan menjadi penting.

7. Pandemi Corona Viruse Disease 19 (Covid-19)

Kasus COVID-19 di Kabupaten Wonosobo mengalami peningkatan yang tajam. Sampai dengan tanggal 3 Mei 2020 telah ditemukan 37 kasus konfirmasi COVID-19 di Kabupaten Wonosobo. Jumlah ODP sebanyak 2.272 dan PDP sebanyak 135 kasus yang tersebar di 15 kecamatan. Peningkatan kasus dari waktu ke waktu ini akan berdampak pada segi sosial, ekonomi, politik dan kesejahteraan masyarakat Kabupaten Wonosobo.

Berdasarkan hasil pemantauan di lapangan, penyebaran COVID-19 yang semakin masif mempengaruhi perekonomian Kabupaten Wonosobo terutama pada sisi perdagangan dan konsumsi rumah tangga. Terkait pasokan ketersediaan barang (supply), penyebaran virus COVID-19 memberikan dampak pada terbatasnya persediaan bahan baku. Dari sisi domestik, konsumsi rumah tangga diproyeksikan akan mengalami pelemahan.

Berdasarkan data BPS, jumlah penduduk kabupaten Wonosobo yang bekerja sejumlah 411.532 orang, dengan situasi pandemi ini maka dimungkinkan akan ada pengangguran baru dari para pekerja di sektor penggalian dan pertambangan,konstruksi, jasa asuransi, perdagangan reparasi dan perawatan mobil dan sepeda motor, informasi dan komunikasi, sebagian jasa akomodasi makan dan minum, sebagian jasa transportasi seperti sopir panggilan, travel dan biro jasa perjalanan dengan estimasi penambahan penganggur 155.000-160.000 dari sektor sektor yang berhenti beraktivitas.

Sejak awal masa pandemi sektor industri pengolahan, pariwisata, hotel dan restoran di Kabupaten Wonosobo sangat merasakan dampaknya dengan berhentinya aktivitas. Sektor industri pengolahan sebagai penopang sektor pariwisata paling merasakan situasi sulit pada masa pandemi khususnya industri pengolahan makanan seperti oleh-oleh khas Wonosobo dan aneka makanan persiapan ramadhan serta lebaran sudah banyak diproses sebelum penetapan pandemi di Indonesia. Setelah pemberlakuan protokol kesehatan Covid-19, dimana masing- masing

kabupaten/kota melakukan pembatasan sosial membuat banyak toko oleh- oleh tutup dan membatalkan pesanan. Akibatnya stok pada pelaku industri menumpuk tanpa bisa didistribusikan. Dengan berhentinya distribusi produk, menyebabkan berhentinya aktivitas industri yang berakibat pula pada penambahan pengangguran serta hilangnya modal usaha para pelaku industri.

Pengangguran yang semakin bertambah akibat menurunnya aktivitas ekonomi di Kabupaten Wonosobo masih ditambah dengan kedatangan para pemudik yang sudah tidak bisa mengharapkan pekerjaan lagi di luar kota

Dalam dokumen d. Urusan Perindustrian (Halaman 36-46)