• Tidak ada hasil yang ditemukan

Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan dan Tantangan Persampahan

A. Sistim Komunal (Off Site) Untuk Industri Kecil

6. Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga

6.4.2.2 Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan dan Tantangan Persampahan

A. Isu Strategis Pengembangan Persampahan

Walaupun demikian, peningkatan laju timbunan sampah di Kabupaten Samosir tidak diikuti dengan ketersediaan sistem pengelolaan sampah yang memadai. Akses pelayanan pengangkutan dan lokasi

Tempat Pengumpulan Sementara (TPS) yang tidak cukup dan tidak menyebar merata menyebabkan sampah dibuang di sembarang tempat dan melakukan pembakaran sampah secara terbuka. Pengangkutan sampah belum sampai menjangkau sampai ke pelosok desa.

Mengingat Kabupaten Samosir sebagai kabupaten pariwisata maka pengelolaan persampahan di Kabupaten Samosir perlu ditingkatkan baik dari sisi kondisi, sistem pengoperasian, pemilihan lokasi tempat pembuangan akhir sampah yang baru, maupun alokasi anggaran pemerintah daerah. Adapun isu strategis persampahan di Kabupaten Samosir adalah sebagai berikut:

1) Kapasitas Pengelolaan Sampah  Makin besarnya timbulan sampah;

 Rendahnya kualitas dan tingkat pengelolaan persampahan;  Keterbatasan Lahan TPA;

 Pengolahan sampah rumah tangga saat ini ada 71,2% diolah dengan pola lama yaitu dikumpulkan dan di bakar di sekitar halaman rumah, sisanya ada yang dikumpulkan di TPS, ada yang di buang ke lubang tertutup maupun terbuka, dan ada yang dibiarkan saja membusuk di sekitar halaman rumah atau di lahan kosong atau hutan. Rata-rata produksi sampah Kabupaten Samosir dapat mencapai 8,57 ton per hari, sebanyak 26,8 persen merupakan sampah plastik dan sisanya sebanyak 65 persen sampah organik serta 8,2 persen merupakan kertas. Perilaku masyarakat yang mengolah sampahnya dengan cara membakar merupakan hal yang sangat penting untuk dilakukan penanganan berupa pemicuan kesadaran, sebab pembakaran sampah selain mencemari udara juga berbahaya bagi kesehatan masyarakat sendiri.

2) Kemampuan Kelembagaan

 Adapun pengangkutan sampah yang dilakukan oleh SKPD terkait yakni Dinas Tata Ruang, Permukiman, Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten Samosir masih sebatas di pusat kota saja atau di ibu kota Kecamatan dan sepanjang jalan protokol;

 Masih terjadinya fungsi ganda lembaga pengelola sampah yaitu Dinas Tata Ruang, Permukiman, Kebersihan dan Pertamananan sebagai regulator sekaligus operator pengelolaan persampahan dan belum memiliki fungsi dan kewenangan yang jelas sehingga beban tanggung jawab di bidan gpengelolaan sampah belum sepenuhnya menjadi prioritas kerja;

 Belum memadainya SDM baik secara kualitas dan kuantitas menjadi masalah dalam pelayanan persampahan.

3) Kemampuan Pembiayaan

Pembiayaan merupakan sumber daya penggerak agar pada roda sistem pengelolaan persampahan di kota tersebut dapat bergerak dengan lancar. Permasalahan pendanaan secara keseluruhan berdampak pada buruknya kualitas penanganan sampah. Hal ini dikarenakan oleh:

 Rendahnya alokasi pendanaan dari pemerintah daerah yang merupakan akibat dari rendahnya skala prioritas penanganan pengelolaan sampah;

 Rendahnya dana penarikan retribusi pelayanan sampah dan tidak sebanding dengan biaya operasional sehingga biaya pengelolaan sampah menjadi beban APBD;

 Penyusunan tarif retribusi tidak didasari metode yang benar. 4) Peran Serta Masyarakat dan Dunia Usaha/Swasta

 Potensi masyarakat belum dikembangkan secara sistematis;  Rendahnya investasi Dunia Usaha/Swasta.

5) Peraturan Perundangan dan Lemahnya Penegakan Hukum

 Masih kurangnya pendidikan yang berkaitan dengan perilaku hidup bersih dan sehat sejak dini;  Masyarakat belum sepenuhnya mengetahui adanya ketentuan dalam penanganan sampah

termasuk adanya sanksi hukum yang berlaku/tidak dilakukannya penerapan sanksi hukum (pidana);

 belum adanya peraturan daerah berupa regulasi yang mengatur pembuangan sampah maka pembuangan sampah dilakukan masyarakat di sembarang tempat seperti membuang ke sungai, kelaut, lahan-lahan kosong dan sebagainya.

B. Kondisi Eksisting Pengembangan Persampahan

Walaupun demikian, peningkatan laju timbunan sampah di Kabupaten Samosir tidak diikuti dengan ketersediaan sistem pengelolaan sampah yang memadai. Akses pelayanan pengangkutan dan lokasi Tempat Pengumpulan Sementara (TPS) yang tidak cukup dan tidak menyebar merata menyebabkan sampah dibuang di sembarang tempat dan melakukan pembakaran sampah secara terbuka. Pengolahan sampah rumah tangga saat ini ada 71,2% diolah dengan pola lama yaitu dikumpulkan dan di bakar di sekitar halaman rumah, siasanya ada yang dikumpulkan di TPS, ada yang di buang ke lubang tertutup maupun terbuka, dan ada yang dibiarkan saja membusuk di sekitar halaman rumah atau di lahan kosong atau hutan.

Rata-rata produksi sampah Kabupaten Samosir dapat mencapai 8,57 ton per hari, sebanyak 26,8 persen merupakan sampah plastik dan sisanya sebanyak 65 persen sampah organik serta 8,2 persen merupakan kertas. Perilaku masyarakat yang mengolah sampahnya dengan cara membakar merupakan hal yang sangat penting untuk dilakukan penanganan berupa pemicuan kesadaran, sebab pembakaran sampah selain mencemari udara juga berbahaya bagi kesehatan masyarakat sendiri. Peningkatan laju timbunan sampah di Kabupaten Samosir tidak diikuti dengan ketersediaan sistem pengelolaan sampah yang memadai. Adapun kondisi eksisting Persampahan di Kabupaten Samosir sebagai berikut:

a. Aspek Teknis

Jumlah penduduk merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi timbulan sampah, makin besar jumlah penduduk suatu kota maka semakin besar pula timbulan sampah yang terdapat pada kota tersebut. Dengan demikian diperlukan peran serta masyarakat dalam mereduksi produksi sampah dengan pendekatan 3R dan mengurangi sampah yang dihasilkan melalui daur ulang mulai dari sumber sampah sampai di lokasi pembuangan akhir.

 Sumber sampah yang dihasilkan dan ditangani (m3/hari);

Secara umum besarnya timbulan sampah dapat diperkirakan berdasarkan klasifikasi kota dan karakteristik sumber sampah, Kota sedang dimaksudkan sebagai kota dengan jumlah penduduk antara 100.000 sampai 500.000 jiwa, sedangkan kota kecil adalah kota dengan jumlah penduduk kurang dari 100.000 jiwa (SNI, 1995).

Jumlah Penduduk Kabupaten Samosir Tahun 2013 sejumlah 121.924 jiwa, yang berdasarkan SNI M-36-1991-03 termasuk klasifikasi kota sedang yang tersebar di 9 kecamatan yang ada. Berdasarkan SNI 19-3983-1995 untuk menghitung besaran timbulan sampah, dapat digunakan angka timbulan sampah sebagai berikut: 2,75-3,25 liter/orang/hari = 0,7-0,8 kg/orang/hari. Secara umum sampah dari sebuah kota sebagian besar berasal dari sampah rumah tangga, maka untuk perhitungan secara cepat satuan timbulan sampah tersebut sudah dapat dipergunakan untuk meliputi sampah lainnya seperti pasar, hotel, toko dan kantor. Adapun perkiraan persampahan perorang di Kabupaten Samosir adalah 2,75 l/orang/hari.  Jumlah sampah terkumpul, terangkut dan terolah sampai dengan TPA (m3/hari)

 Cakupan pelayanan persampahan

Pelayanan pengelolaan sampah tersebut mencakup beberapa kecamatan dimana pelayanan pengelolaan sampah dilakukan mulai dari pengambilan sampah dari tempat penampungan sementara (TPS) sampai pengangkutan ke TPA. Sedangkan dari sumber sampah ke TPS, pengelolaan dilakukan oleh masing-masing petugas dari penghasil, seperti RT, RW, sekolah, kantor, dll.

Cakupan pelayanan persampahan di Kabupaten Samosir baru di 6 Kecamatan dari 9 Kecamatan yang ada dan baru 17 Desa dari 134 Desa di 6 kecamatan tersebut yang mendapatkan pelayanan persampahan. Adapun 17 desa-desa tersebut di 6 Kecamatan tersebut yaitu:

- Kecamatan Onan Runggu: Desa Harian, Sitinjak, Pakpahan dan Onan Runggu;

- Kecamatan Nainggolan: Desa Nainggolan, Siruma Hombar, Sipinggan lumban sinatar;

- Kecamatan Simanindo: Tuktuk Siadong, Tomok dan Ambarita;

- Kecamatan Palipi: Pallombuan;

- Kecamatan Panggururan: Pintu Sona, Pasar Panggururan, Siogung-Ogung, Pardomuan I, Panampang, Sopat Sosor.

 Belum optimal dan meratanya sarana tempat pembuangan sampah yang disediakan pemerintah dan penyuluhan kepada masyarakat Pengelolaan Sampah di Kabupaten Samosir sebagai berikut:

- Dari rumah tangga sampai TPS dikelola oleh masyarakat;

- Dari TPS ke TPA di kelola oleh Dinas Tarukim;

- Untuk pengelola sampah dari Pasar ke TPA dikelola oleh Dinas Tarukim;

 Fungsi pengelolaan persampahan yang belum ditangani oleh seluruh pihak adalah:

- Penyediaan sarana daur ulang sampah;

- Pengelolaan daur ulang sampah;

- Monitoring dan evaluasi terhadap dampak praktik pengelolaan sampah yang berjalan di Kabupaten Samosir.

b) Peran serta masyarakat yang dalam hal ini kurang partisipatif, dikarenakan kurangnya sarana dan prasarana yang ada untuk mendukung program pengelolaan sampah rumah tangga dengan konsep 3R;

c) Kurangnya sosialisasi pemerintah daerah Kabupaten Samosir untuk mendukung peran serta masyarakat dalam pengelolaan sampah ruma tangga dengan konsep 3R;

d) Kapasitas kerja dan efisiensi pemanfaatan;

e) Dampak negatif yang terjadi akibat sistem pengelolaan persampahan yang ada;

Adapun dampak negatif yang terjadi akibat sistem pengelolaan persampahan di Kabupaten Samosir sebagai berikut:

 Sampah padat yang bertumpuk banyak tidak dapat teruraikan dalam waktu yang lama akan mencemarkan tanah.

 Sampah dapat berpengaruh pada kesehatan manusia baik langsung maupun tidak langsung.

- Dampak langsung sampah pada kesehatan disebabkan terjadinya kontak langsung dengan sampah tersebut misalnya sampah beracun, sampah yang korosif terhadap tubuh, yang karsinogenik, teratogenik dan lain-lain.

- Dampak tidak langsung dapat dirasakan masyarakat akibat proses pembusukan, pembakaran dan pembuangan sampah.

 Lokasi dan pengelolaan sampah yang kurang memadai (pembuangan ampah yang tidak terkontrol) merupakan tempat yang cocok bagi beberapa organisme dan menarik bagi berbagai binatang seperti lalat dan anjing yang dapat menjangkitkan penyakit. Potensi bahaya kesehatan yang dapat ditimbulkan adalah sebagai berikut: penyakit tifus, diare, kolera, penyakit kulit dan penyakit yang dapat menyebar karena melalui rantai makanan.  Cairan rembesan sampah yang masuk ke dalam drainase atau sungai akan mencemari air.

Berbagai organisme termasuk ikan dapat mati sehingga beberapa spesies akan lenyap, hal ini mengakibatkan berubahnya ekosistem perairan biologis. Penguraian sampah yang dibuang ke dalam air akan menghasilkan asam organik dan gas-cair organik, seperti metana. Selain berbau kurang sedap, gas ini dalam konsentrasi tinggi dapat meledak. f) Pola Penanganan (Pewadahan, pengumpulan, pemindahan, pengangkutan, pengolahan,

pembuangan akhir).

g) Akses pelayanan pengangkutan dan lokasi Tempat Pengumpulan Sementara (TPS) yang tidak cukup dan tidak menyebar merata menyebabkan sampah dibuang di sembarang tempat dan

melakukan pembakaran sampah secara terbuka. Adapun pengangkutan sampah yang dilakukan oleh SKPD terkait yakni Dinas Tata Ruang, Permukiman, Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten Samosir masih sebatas di pusat kota saja atau di ibu kota Kecamatan dan sepanjang jalan protokol. Pengangkutan sampah belum sampai menjangkau sampai ke pelosok desa. Pengolahan sampah rumah tangga saat ini ada 71,2% diolah dengan pola lama yaitu dikumpulkan dan di bakar di sekitar halaman rumah, siasanya ada yang dikumpulkan di TPS, ada yang di buang ke lubang tertutup maupun terbuka, dan ada yang dibiarkan saja membusuk di sekitar halaman rumah atau di lahan kosong atau hutan. Rata-rata produksi sampah Kabupaten Samosir dapat mencapai 8,57 ton per hari, sebanyak 26,8 persen merupakan sampah plastik dan sisanya sebanyak 65 persen sampah organik serta 8,2 persen merupakan kertas. Perilaku masyarakat yang mengolah sampahnya dengan cara membakar merupakan hal yang sangat penting untuk dilakukan penanganan berupa pemicuan kesadaran, sebab pembakaran sampah selain mencemari udara juga berbahaya bagi kesehatan masyarakat sendiri.

Tabel 6.44 Teknik Operasional Pelayanan Persampahan di Kabupaten Samosir

No. Uraian Volume Keterangan

1 Cakupan Pelayanan 30%

2 Perkiraan Timbulan Sampah 50 m3/Hari

3 Timbulan Sampah yang terangkut

- Permukiman

- dan Non Permukiman

15,3 m3/Hari 10,5 m3/Hari

4 Kapasitas Pelayanan TPA 15.000 m3/Hari

10.000 m3/Hari

TPA Huta Tinggi TPA Lintong Ni Huta

Tabel 6.45 Kondisi Eksisting Pengembangan Persampahan Sistem Pengelolaan/ Sub Sistem Prasarana dan Sarana Satuan Kapasita s per unit Jumlah Lokasi Layanan Pengadaan Kondisi Ket. Tahun Sumber Dana Jumlah Biaya (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11)

DIKELOLA OLEH MASYARAKAT Pewadahan a. Bin/Tong

Sampah Pengumpulan a. Gerobak sampah

b. Becak sampah c. Lainnya

Catatan:

- Melihat hasil studi EHRA Tahun 2014, bahwa 77,2% sampah kebanyakan di bakar; 2,9% sampah dikumpulkan dan dibuang ke TPS; 16,7% sampah dibuang ke lahan kosong/kebun/hutan dan dibiarkan membusuk. Sedangkan dikumpulkan oleh kolektor informal yang mendaur ulang hanya 0,8%.

Penampungan Sementara

a.Transfer depo b.Container Pengangkutan a.Dump Truck

b.Arm Roll Truck Pengolahan a.Pengomposan

b.Daur ulang DIKELOLA OLEH PEMERINTAH

Pewadahan a. Bin/Tong Sampah Pengumpulan a. Gerobak sampah

b. Becak sampah c. Lainnya

unit 2,45 30 Desa Harian, Desa Sitinjak, Desa Pakpahan dan Desa Onan Runggu, Desa Nainggolan, Desa Siruma Hombar, Desa Sipinggan Lumban Siantar, Desa Pintu Sona, Desa Pardomuan I, Desa Pasar Pangururan, Desa Siogung Ogung, Desa Panampangan, Desa Siopat Sosor, Desa Lumban Suhi Suhi Toruan, Desa Tomok, Desa Tuktuk Siadong, Desa Ambarita

2012-2014 APBD dan CRS - Baik Penampungan Sementara a.Transfer depo b.Container a.unit b.m3 a.- b.6 m3 a.- b.7 unit a.-

b.Huta Tinggi dan Lintong Ni Huta

- - - - - - - kurang Pengangkutan a.Dump Truck

b.Arm Roll Truck a.- b.unit a.- b.unit a.- b.7 unit

a.Tidak ada dump truck

b.Desa Harian, Desa Sitinjak, Desa Pakpahan dan Desa Onan Runggu, Desa Nainggolan, Desa Siruma Hombar, Desa Sipinggan Lumban Siantar, Desa Pintu Sona, Desa Pardomuan I, Desa Pasar Pangururan, Desa Siogung Ogung, Desa Panampangan, Desa Siopat Sosor, Desa Lumban Suhi Suhi Toruan, Desa Tomok, Desa Tuktuk Siadong, Desa Ambarita

- APBD - Baik 3 unit Arm

Roll Truck dalam proses pengadaan Pengolahan a.Pengomposan b.Daur ulang Catatan:

- Melihat hasil studi EHRA Tahun 2014, bahwa 77,2% sampah kebanyakan di bakar; 2,9% sampah dikumpulkan dan dibuang ke TPS; 16,7% sampah dibuang ke lahan kosong/kebun/hutan dan dibiarkan membusuk. Sedangkan dikumpulkan oleh kolektor informal yang mendaur ulang hanya 0,8%.

b. Aspek Pendanaan 1) Tarif Retribusi

Dasar pungutan Retribusi adalah Peraturan Daerah Kabupaten Samosir Nomor 12 Tahun 2011 tentang Retribusi Jasa Umum yang didalamnya memuat tentang Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan. Objek Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan adalah pelayanan persampahan/kebersihan yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah, meliputi:

a) Pengambilan/pengumpulan sampah dari sumbernya ke lokasi pembuangan sementara;

b) Pengangkutan sampah dari sumbernya dan/atau lokasi pembuangan sementara ke lokasi pembuangan/pemusnahan akhir sampah;

c) Penyediaan lokasi pembuangan/pemusnahan akhir sampah.

d) Dikecualikan dari objek retribusi seperti pelayanan kebersihan jalan umum, tamana, tempat ibadah, sekolah dan panti sosial.

2) Penerimaan Retribusi (Sumber Dana)

Disamping sumber dana yang berasal dari APBD, pengelolaan sampah di Kabupaten Samosir juga menggunakan sumber dana lainnya, antara lain:

a) Sumber dana dari masyarakat

Masyarakat ikut terlibat dalam pembiayaan pengelolaan sampah, yang digunakan untuk pengumpulan sampah dari rumah tangga ke TPS. Disamping keterlibatan masyarakat secara langsung seperti tersebut diatas, masyarakat juga terlibat dalam kegiatan-kegiatan tertentu seperti kerja bakti masal.

b) Sumber dana dari sektor swasta

Belum diperoleh informasi tentang besaran nilai rupiah yang dikeluarkan oleh sektor swasta. Sebagai gambaran pembiayaan yang dilakukan oleh sektor swasta, antara lain digunakan untuk pengadaan tempat mengumpulkan sampah ditingkat RT/RW dan kegiatan mengangkut sampahnya ke Tempat Pengolahan Akhir (TPA) Sampah.

3) Kelembagaan

Sesuai kebijakan Perda Kabupaten Samosir Nomor 21 Tahun 2007 tentang pembentukan dan susunan organisasi perangkat daerah, bahwa instansi yang memiliki kewenangan dalam mengelola persampahan adalah Dinas Tata Ruang dan Permukiman Kabupaten Samosir yaitu pada Bidang Kebersihan yang mengelola Pertamanan dan Persampahan. Koordinasi antar SKPD, dan juga antara SKPD dengan masyarakat dan swasta dalam tahap perencanaan, implementasi maupun monev pengelolaan sampah belum optimal dan masih menemui beberapa kendala. Adapun masalah-masalah utama adalah sebagai berikut:

 Belum terbentuknya pemahaman yang baik tentang potensi masalah lingkungan yang besar bagi Kabupaten Samosir sebagai akibat dari over kapasitas TPA;

 Belum optimalnya sosialisasi tentang hasil monitoring dan evaluasi terhadap praktik pengelolaan lingkungan di Kabupaten Samosir terkait hal pengelolaan sampah yang sudah dijalankan selama ini;

 Kesadaran masyarakat masih belum terbangun secara optimal untuk turut serta mengusulkan rencana program pengelolaan sampah dalam daftar usulan kegiatan prioritas yang dihasilkan pada proses musrenbang kelurahan dan kecamatan.

a. Peraturan Perundangan

 Penegakan hukum (law enforcement) pada Pengelolaan Persampahan di Kabupaten Samosir masih lemah, disamping itu proses hukum yang dijalankan oleh aparat penegak hukum sangat lambat;  Masih kurangnya dukungan secara hukum terhadap upaya komunitas masyarakat yang telah berhasil

dalam mengelola sampah, baik itu penghargaan, dukungan pendaan, teknis dan manajemen;  Masih kurangnya peraturan perundang-undangan dibidang pengelolaan sampah;

 Belum adanya sistim insentif dan disentif yang terkait dengan pengelolaan sampah bagi pelaku usaha. b. Peran Serta Masyarakat

Masyarakat sebagai obyek utama dari kegiatan pelayanan persampahan, juga memiliki peran penting sebagai subjek dalam memaksimalkan pelayanan yang diwujudkan dalam bentuk kesadaran yang baik dalam kegiatan pengelolaan persampahan. Beberapa peran serta masyarakat dalam pengelolaan sampah saat ini antara lain:

1. Bertanggung jawab terhadap kebersihan di lingkungan masing-masing dengan tidak membuang sampah di sembarang tempat;

2. Menyediakan pengangkutan sampah yang ditimbulkan (dari rumah) ke TPS, transfer depot/kontainer, bak sampah yang telah disediakan;

3. Pengadaan sarana kebersihan secara swadaya berupa alat kebersihan untuk lingkungan masing-masing.

Bahwa masih kurangnya partisipasi dan inisiatif masyarakat dalam pengelolaan persampahan tidak hanya disebabkan oleh belum terpenuhinya kebutuhan sarana dan prasarana persampahan, tetapi juga kondisi ekonomi, pengetahuan dan wawasan yang akhirnya berpengaruh nyata terhadap tingkat kesadaran masyarakat menjadi indikasi masih rendahnya pengelolaan sanitasi termasuk sub sektor persampahan. Ketergantungan masyarakat terhadap pemerintah relatif masih tinggi sehingga dalam proses perencanaan, pengadaan sarana, pengelolaan, pengaturan serta monitoring dan evaluasi terhadap pengelolaan persampahan diserahkan kepada kebijakan yang ada. Dalam konteks yang lebih mikro, keluarga sebagai unit terkecil yang diharapakan menjadi wahana promosi dan pembinaan pengelolaan persampahan belum dapat diberdayakan secara optimal. Keterbatasan pelayanan sampah yang dilakukan oleh pemerintah daerah Kabupaten Samosir menimbulkan fenomena yang berbeda di masyarakat dalam menyingkirkan sampah yang mereka hasilkan. Ada beberapa bentuk kegiatan yang dilakukan masyarakat Kabupaten Samosir dalam menyingkirkan sampah dari lingkungan mereka yaitu:

 Membuang sampah di sungai dan danau;

 Membuang sampah dilakukan di pinggir jalan yang sepi (biasanya dilakukan oleh masyarakat yang tidak memiliki lahan lahan kosong disekitar pemukiman);

 Membuat lubang-lubang di pekarang, kemudian dibakar atau setelah penuh dibuang ke lahan kosong sebagai penimbun tanah;

 Membuangnya ke saluran drainase.

Berdasarkan hasil Studi EHRA Tahun 2014 yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan tentang pengelolaan persampahan didapatkan hasil sebagai berikut:

 72% pengelolaan sampah rumah tangga dibakar disekitar area permukiman, sisanya dikumpullkan oleh kolektor informal untuk daur ulang, dikumpul dan dibuang ke TPS, dibuang ke lubang terbuka dan dibuang ke sungai dan danau;

 Pemilahan sampah setempat oleh masyarakat hanya 12,3% dan sisanya sekitar 87% tidak ada pemilahan sampah.

B. Permasalahan Dan Tantangan Pengembangan Persampahan

1) Permasalahan Persampahan

Pengelolaan sampah merupakan suatu permasalahan yang cukup kompleks yang melibatkan pelaku utamanya yaitu pemerintah, masyarakat dan pelaku usaha. Permasalahan yang timbal saling terkait sehingga diperlukan pendekatan secara komprehensif dan melibatkat semua pelaku utamanya. Adapun permasalahan persampah di Kabupaten Samosir sebagai berikut:

1. Produksi sampah saat ini di Kabupaten Samosir pada umumnya adalah berupa sampah rumah tangga. Di sebagian besar wilayah Kabupaten Samosir, sampah yang ada dikelola sendiri oleh masyarakat dengan cara membakarnya, ataupun menguburnya.

2. Pemerintah Kabupaten Samosir belum mampu melayani persampahan secara menyeluruh, terutama untuk daerah perdesaan yang jauh dari ibukota kabupaten. Hal tersebut dikarenakan kondisi topografi yang sebagian besar pergunungan. Di beberapa Kecamatan tertentu seperti Pangururan dan Simanindo, masalah persampahan merupakan suatu hal perlu ditangani disebabkan karena:

 Jumlah dan aktivitas sehari-hari penduduknya yang potensial memproduksi sampah;

 Kecamatan Pengururan merupakan kecamatan dengan kepadatan penduduk yang cukup tinggi di antara kecamatan lainnya dan sebagai ibukota Kabupaten yang ada disini memusatkan berbagai kegiatan jasa seperti pemerintahan, perdagangan, pendidikan, dan sebagainya. Ini mengindikasikan tingginya produksi sampah yang dihasilkan sehari-harinya. Produksi sampah di Kota Pangururan mencapai 15m3/hr. Tempat Pembuangan Akhir (TPA) untuk Pangururan adalah di Huta Tinggi dengan kapasitas 15.000 m3;

 Kecamatan Simanindo sebagai tujuan wisata utama di Kabupaten Samosir tentunya akan menningkatkan produksi sampah baik dari wisatawan maupun dari penduduknya sehari-hari dari aktifitas penduduknya sendiri. Sampah rumah tangga yang berasal dari penduduk setempat maupun dari perhotelan, terdapat juga sampah dari industri-industri kecil atau kerajinan tangan yang banyak dijumpai di daerah ini. Saat ini produksi sampah di Simanindo mencapai 12m3/hr.

Tempat Pembuangan Akhi (TPA) untuk Simanindo adalah di Lintong Ni Huta dengan kapasitas 10.000 m3;

 Kota lain yang memiliki permasalahan sampah adalah Nainggolan (produksi sampah 8m3/hr, TPA berada di Nainggolan dengan kapasitas 20.000 m3), Palipi (produksi sampah 9m3/hr), dan Onan Runggu (produksi sampah 6m3/hr);

 Timbulan sampah semakin tinggi hal ini di sebabkan karena pertambahan penduduk, kendaraan pengangkut yang jumlah maupun kondisinya kurang memadai, sistem pengelolaan TPA yang kurang tepat dan tidak ramah lingkungan, dan belum diterapkannya pendekatan reduce, reuse dan recycle (3 R);

 Kawasan yang memiliki masalah persampahan di Kabupaten Samosir dapat dibagi atas 5 (lima) kawasan yaitu kawasan pedesaan, perkotaan, kawasan wisata, kawasan agropolitan dan kawasan tepi pantai Danau Toba. Pada umumnya pengolahan sampah di kawasan permukiman pedesaan dilakukan dengan membakar, menguburnya, menyerakkannya, serta membuangnya langsung ke sungai atau ke Danau Toba. Kawasan perkotaan adalah ibukota kabupaten dan ibukota kecamatan. Pada kawasan-kawasan tersebut telah tercipta kegiatan yang menjadi pusat layanan terhadap desa-desa yang ada di wilayah administrasinya. Munculnya pusat-pusat kegiatan tersebut akan meningkatkan kepadatan penduduk di dalamnya, dimana semakin padat penduduk di suatu daerah akan semakin tinggi pula produksi sampahnya. Jika sebelumnya