• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab VI - DOCRPIJM 15084331846 BAB 6 ASPEK TEKNIS PER SEKTOR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Bab VI - DOCRPIJM 15084331846 BAB 6 ASPEK TEKNIS PER SEKTOR"

Copied!
127
0
0

Teks penuh

(1)

BAB VI

ASPEK TEKNIS PER SEKTOR

Pada bab ini berisikan penjelasan mengenai rencana

program investasi infrastruktur Bidang Cipta Karya seperti

rencana pengembangan permukiman, rencana penataan

bangunan dan lingkungan (PBL), rencana pengembangan

sistem penyediaan air minum, dan rencana penyehatan

lingkungan permukiman (PLP). Pada setiap sektor dijelaskan

isu strategis, kondisi eksisting, permasalahan, dan tantangan

daerah, analisis kebutuhan, serta usulan program dan pembiayaan masing-masing sektor.

6.1. Pengembangan Permukiman

Bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan

lingkungan hidup yang baik dan sehat, yang merupakan kebutuhan dasar manusia, dan yang mempunyai

peran yang sangat strategis dalam pembentukan watak serta kepribadian bangsa sebagai salah satu

upaya membangun manusia Indonesia seutuhnya, berjati diri, mandiri, dan produktif. Perumahan dan

permukiman merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia, mempunyai fungsi yang sangat strategis

dalam perannya sebagai pusat pendidikan keluarga, budaya dan peningkatan kualitas generasi yang akan

datang. Terwujudnya kesejahteraan rakyat dapat ditandai dengan meningkatnya kualitas kehidupan yang

layak dan bermartabat, antara lain pemenuhan kebutuhan papannya. Sebagai dampak urbanisasi, saat ini

kota-kota di dunia termasuk di Indonesia menghadapi berbagai tantangan pembangunan yang kompleks.

Kota-kota menanggung beban dengan tumbuhnya permukiman kumuh, meningkatnya kemiskinan dan

pengangguran, serta semakin lebarnya kesenjangan sosial, karena lebih kurang 50% penduduk dunia

saat ini tinggal di perkotaan.

Berdasarkan UU Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman,

permukiman didefinisikan sebagai bagian dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satu satuan

perumahan yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas umum, serta mempunyai penunjang kegiatan

fungsi lain di kawasan perkotaan atau perdesaan. Kegiatan pengembangan permukiman terdiri dari

pengembangan permukiman kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan. Pengembangan permukiman

kawasan perkotaan terdiri dari pengembangan kawasan permukiman baru dan peningkatan kualitas

permukiman kumuh, sedangkan untuk pengembangan kawasan.

Pengembangan permukiman baik di perkotaan maupun di pedesaan pada hakekatnya adalah

untuk mewujudkan kondisi perkotaan dan pedesaan yang layak huni (livable), aman, nyaman, damai dan

sejahtera serta berkelanjutan. Permukiman merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia.

Pengembangan permukiman ini meliputi pengembangan prasarana dan sarana dasar perkotaan,

(2)

proses penyelenggaraan lahan, pengembangan ekonomi kota, serta penciptaan sosial budaya di

perkotaan. Perkembangan permukiman hendaknya juga mempertimbangkan aspek-aspek sosial budaya

masyarakat setempat, agar pengembangannya dapat sesuai dengan kondisi masyarakat dan alam

lingkungannya. Aspek sosial budaya ini dapat meliputi desain, pola,dan struktur, serta bahan material

yang digunakan.

Pertumbuhan penduduk dan kegiatan usahanya yang berdampak pada bertambahnya kebutuhan

perumahan belum seluruhnya mampu diakomodir oleh Pemerintah Kabupaten Samosir, bahkan dalam

penyediaan prasarana dan sarana sehingga sering kali dijumpai kawasan perkotaan menjadi kumuh dan

tidak layak huni. Pada kawasan permukiman di perdesaan permasalahan yang sering dijumpai yaitu

belum tersedianya atau masih terbatasnya prasarana dan sarana dasar jalan poros desa (jalan usaha

tani), pelayanan air minum, sanitasi dan lain-lain.

Kawasan Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik berupa

kawasan perkotaan maupun perdesaan, yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau

lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan.

Penyelenggaraan kawasan permukiman dilakukan untuk mewujudkan wilayah yang berfungsi sebagai

lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan yang

terencana, menyeluruh, terpadu, dan berkelanjutan sesuai dengan rencana tata ruang. Penyelenggaraan

Kawasan Permukiman dilaksanakan melalui:

 Pengembangan pada permukiman yang telah ada;  Pembangunan permukiman baru;

 Pembangunan kembali pada permukiman yang telah menurun kualitasnya.

6.1.1 Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan

Kegiatan pengembangan permukiman ditujukan untuk memenuhi standar pelayanan minimal

infrastruktur permukiman dan mendukung pengembangan wilayah. Keterpaduan pengembangan

permukiman dengan sektor lain untuk lebih mendorong terwujudnya permukiman layak huni dan

berkelanjutan. Arahan kebijakan pengembangan permukiman mengacu pada amanat peraturan

perundangan, antara lain:

1. Millenium Development Goals (MDGs) Target 7D.

Permukiman kumuh telah menjadi agenda global. Adapun target MDGs yaitu mencapai peningkatan

yang signifikan dalam kehidupan penduduk miskin di permukiman kumuh (minimal 100 juta) pada

tahun 2020.

2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang

Nasional (RPJPN) 2015-2019.

Ketersediaan infrastruktur sesuai tata ruang terpenuhinya penyediaan air minum untuk kebutuhan

dasar pengembangan infrastruktur pedesaan mendukung pertanian, pemenuhan kebutuhan hunian

(3)

3. RPJMN 3 2015-2019.

Tema besar RPJMN 3 (tiga) tahun 2015-2019 adalah daya saing (competitiveness) dengan demikain

selayaknya ketersediaan layanan infrastruktur, khususnya infrastruktur dasar (jalan, air dan listrik)

sudah terpenuhi terlebih dahulu. Beberapa arahan dalam bidang Permukiman adalah:

 Terpenuhinya penyediaan air minum dan sanitasi untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat

menjadi 100% akses air minum dan sanitasi;

 Dengan indikator meningkatnya akses penduduk terhadap air minum layak menjadi 100% dan

sanitasi layak menjadi 100%;

 Pemenuhan kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana pendukung,

didukung oleh sistem pembiayaan perumahan jangka panjang dan berkelanjutan, efisien, dan

akuntabel serta kota tanpa permukiman kumuh;

 Dengan Indikator Berkurangnya Proporsi rumah tangga yang menempati hunian dan

permukiman tidak layak menjadi 0%;

 Pengembangan infrastruktur perdesaan, terutama untuk mendukung pembangunan pertanian.

4. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman.

Pasal 4 mengamanatkan bahwa ruang lingkup penyelenggaraan perumahan dan kawasan

permukiman juga mencakup penyelenggaraan perumahan (butir c), penyelenggaraan kawasan

permukiman (butir d), pemeliharaan dan perbaikan (butir e), serta pencegahan dan peningkatan

kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh (butir f).

5. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun.

Pasal 15 mengamanatkan bahwa pembangunan rumah susun umum, rumah susun khusus, dan

rumah susun negara merupakan tanggung jawab pemerintah.

6. Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan.

Peraturan ini menetapkan salah satunya terkait dengan penanggulangan kemiskinan yang

diimplementasikan dengan penanggulangan kawasan kumuh.

7. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 14/PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan

Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Tata Ruang.

Peraturan ini menetapkan target berkurangnya luas permukiman kumuh di kawasan perkotaan

sebesar 10% pada tahun 2014.

8. RPJMD Kabupaten Samosir IV (2016-2020).

Pembangunan infrastruktur pada tahap ini akan diprioritaskan pada percepatan pembangunan

infrastruktur wilayah dengan pengembangan jaringan infrastruktur transportasi, jaringan irigasi,

penyediaan sarana air bersih dan sanitasi serta pembangunan ruang terbuka hijau dan taman-taman

kota di setiap wilayah kecamata sesuai dengan RTRW Kabupaten Samosir. Dalam tahap ini, tingkat

(4)

Kebijakan dalam rangka pengembangan prasarana permukiman di wilayah Kabupaten Samosir adalah

sebagai berikut:

1. Kebijakan pengembangan Prasarana Permukiman secara umum diarahkan sesuai dengan

karakteristik setempat, yaitu penyebaran pada kawasan-kawasan perkotaan yang mempunyai status

administrasi pemerintahan, seperti ibukota kabupaten dan ibukota kecamatan; dan penyebaran pada

kawasan perdesaan yang memiliki potensi untuk dikembangkan;

2. Kebijakan Pengembangan Prasarana Permukiman pada Kawasan perkotaan menekankan pada

integrasi penyediaan sarana perumahan dengan kebutuhan prasarana dan sarana dasar secara

proporsional dengan tata letak permukiman yang mempertimbangkan nilai-nilai budaya batak;

3. Kebijakan Pengembangan Prasarana Permukiman pada kawasan perdesaan, penyediaan sarana

perumahan diarahkan jaraknya tidak jauh dari lokasi mata pencahariannya dan dengan pola

mengelompok sampai dengan 50 (lima puluh) unit rumah untuk memudahkan pelayanan prasarana

dan sarana dasar wilayah.

Sedangkan strategi-strategi yang harus dilakukan untuk mengimplementasikan kebijakan-kebijakan

pengembangan prasarana permukiman di atas adalah sebagai berikut:

a. Penataan kawasan permukiman di daerah jalur hijau atau sempadan danau atau kawasan dalam

radius 50 meter dari pinggiran danau dapat dipertahankan selama tidak merusak kualitas lingkungan

sekitarnya;

b. Pembangunan jalan lingkungan perumahan di tepi danau untuk mendorong perairan danau toba

sebagai beranda depan kawasan permukiman;

c. Penataan sarana pemakaman didalam kawasan permukiman penduduk diatur dalam rencana tata

ruang yang lebih rinci dalam wilayah kecamatan.

Pembangunan perumahan dan kawasan permukiman yang bertumpu pada masyarakat memberikan hak

dan kesempatan seluas-luasnya bagi masyarakat untuk ikut berperan. Sejalan dengan peran masyarakat

di dalam pembangunan perumahan dan kawasan permukiman, Pemerintah dan pemerintah daerah

mempunyai tanggung jawab untuk menjadi fasilitator, memberikan bantuan dan kemudahan kepada

masyarakat, serta melakukan penelitian dan pengembangan yang meliputi berbagai aspek yang terkait,

antara lain, tata ruang, pertanahan, prasarana lingkungan, industri bahan dan komponen, jasa konstruksi

dan rancang bangun, pembiayaan, kelembagaan, sumber daya manusia, kearifan lokal, serta peraturan

perundang-undangan yang mendukung.

Sejalan dengan arah kebijakan umum tersebut, penyelenggaraan perumahan dan permukiman, baik

di daerah perkotaan yang berpenduduk padat maupun di daerah perdesaan yang ketersediaan lahannya

lebih luas perlu diwujudkan adanya ketertiban dan kepastian hukum dalam pengelolaannya. Pemerintah

daerah perlu memberikan kemudahan perolehan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah melalui

program perencanaan pembangunan perumahan secara bertahap dalam bentuk pemberian kemudahan

pembiayaan dan/atau pembangunan prasarana, sarana, dan utilitas umum di lingkungan hunian.

(5)

Salah satu kebutuhan pokok manusia selain sandang dan papan adalah papan (perumahan).

Sampai saat ini permintaan unit rumah terus meningkat sejalan dengan pertumbuhan penduduk.

Terbatasnya lahan untuk permukiman dan penawaran harga hanya tertuju pada suatu golongan

masyarakat tertentu. Hal ini merupakan kendala bagi sebagian besar masyarakat golongan menengah ke

bawah dalam memenuhi kebutuhan perumahannya. Tinggi harga rumah akibat permintaan yang terus

meningkat dan tingkat pendapatan penduduk yang relatif rendah menyebabkan banyak rumah tangga

menempati rumah yang kurang layak, baik dipandang dari segi kesehatan maupun kepadatan

penghuninnya.

Penyediaan perumahan merupakan salah satu masalah yang masih memerlukan penanganan

secara serius baik mengenai kelengkapan sarana perumahnya maupun kelengkapan fasilitas

lingkungannya. Rumah yang layak sebaiknya mampu memenuhi syarat kesehatan bagi penghuninnya.

Hal ini didasari bahwa perumahan saat ini tidak hanya sekedar tempat berteduh tetapi juga merupakan

sebagai tempat istirahat.

Pengembangan kegiatan permukiman merupakan kegiatan utama dalam penataan ruang

Kabupaten Samosir. Strategi pengembangan diarahkan mengikuti perkembangan perumahan yang telah

ada dan pada lahan-lahan yang sesuai untuk pengembangan kegiatan tersebut. Pada kawasan yang

sudah terbangun, pengembangan perumahan ditekankan pada perbaikan dan penataan lingkungan

dengan pengendalian fisik lingkungan serta penyediaan fasilitas pelayanan.

a. Isu Strategis Pengembangan Permukiman

Penyerahan kewenangan pembangunan perumahan yang menjadi urusan wajib pemerintah

daerah belum disertai dengan peningkatan kapasitas kelembagaan dan kualitas sumber daya manusia

serta perangkat organisasi penyelenggara dalam memenuhi standar pelayanan minimal di bidang

pembangunan perumahan. Selain itu koordinasi antar lembaga masih belum berjalan dengan baik, salah

satunya ditunjukkan dengan belum efektinya fungsi Badan Koordinasi Pembangunan dan Pengembangan

Perumahan dan Permukiman Nasional (BKP4N).

Berbagai isu strategis sektor pengembangan permukiman yang berpengaruh terhadap

pengembangan permukiman di Kabupaten Samosir dapat dilihat pada Tabel 6.1.

Tabel 6.1 Isu-Isu Strategis Sektor Pengembangan Permukiman Skala Kabupaten Samosir

No. Isu Strategis Ket.

1 Kurangnya kapasitas masyarakat dalam pemanfaatan infrastruktur permukiman 2 Menurunnya proposi dan kualitas permukiman pada kawasan kumuh di perkotaan 3 Minimnya cakupan dan kualitas infrastruktur permukiman dalam mendukung

pengembangan ekonomi di perdesaan

4 Lemahnya keterpaduan pembangunan infrastruktur permukiman, baik dalam skala kota maupun kawasan

5 Mengimplementasikan konsepsi pembangunan berkelanjutan serta mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim

(6)

1) Kawasan Peruntukan Permukiman

Kawasan Permukiman, merupakan kawasan hunian dan segala fasilitas-fasilitas jasa perdagangan,

umum, dan sosial yang mendukung kegiatan bermukim tersebut. Kawasan permukiman di

Kabupaten Samosir tersebar dalam komunitas desa yang didalamnya terdiri dari kumpulan

komunitas marga. Sebagian besar permukiman yang ada masih bersifat permukiman ulayat/adat

sehingga keberadaannya tidak membahayakan bagi keberlangsungan lingkungan, namun pada

lokasi pusat pertumbuhan umumnya sudah didominasi oleh permukiman bersifat perkotaan.

Jika dilihat dari arah perkembangan Kabupaten Samosir yang bertujuan membuka pusat

pertumbuhan di beberapa lokasi/bagian di pesisir danau, maka sesuai dengan pembatasan kawasan

lindung penetapan wilayah permukiman dilakukan di sepanjang pesisir Danau namun

memperhatikan arahan batasan sempadan danau, selain itu sesuai dengan arahan pengembangan

jaringan jalan yang memotong bagian Barat dan Timur wilayah pulau maka dapat diarahkan alokasi

permukiman di sepanjang koridor jaringan jalan namun dalam jumlah yang terbatas mengingat

bagian tengah merupakan kawasan lindung.

2) Pulau Samosir dipenuhi oleh kuburan yang bentuknya menyerupai monumen dan dikenal sebagai

tambak. Pembangunan tambak yang tersebar baik di tengah permukiman maupun di sepanjang jalan, memberikan kesan ‘magis’ dan ‘sakral’ yang kuat terhadap Pulau Samosir secara khusus. Hal ini mempengaruhi penanam modal untuk mengembangkan Samosir. Selain karena kesan magis

tersebut, persebaran tambak ini juga menyulitkan pengembangan untuk melakukan kegiatannya

karena kesulitan mendapatkan lahan yang relatif luas dan tinggi tingkat aksesibilitasnya.

3) Kondisi Permukiman

Kawasan Permukiman, merupakan kawasan hunian dan segala fasilitas-fasilitas jasa perdagangan,

umum, dan sosial yang mendukung kegiatan bermukim tersebut. Berdasarkan karakteristiknya,

rencana pemanfaatan ruang untuk kawasan permukiman terbagi menjadi dua, yaitu kawasan

permukiman perkotaan seluas 1.370 ha, yang sebagian besar terkonsentrasi di Kecamatan

Pangururan 59,1% atau sekitar 820 ha. Sedangkan kawasan permukiman pedesaan dialokasikan

sebesar 3.447 ha dengan persebaran yang merata di seluruh kecamatan. Dalam mengatur

peruntukan lahan di kawasan permukiman perkotaan dan pedesaan tersebut, perlu diatur lebih lanjut

dalam Rencana Detail Tata Ruang (RDTR), terutama untuk mengatur blok-blok bangunan,

kepadatan bangunan (KDB), Ketinggian Bangunan (KLB). Kawasan permukiman di Kabupaten

Samosir tersebar dalam komunitas desa yang didalamnya terdiri dari kumpulan komunitas marga.

Sebagian besar permukiman yang ada masih bersifat permukiman ulayat/adat sehingga

keberadaannya tidak membahayakan bagi keberlangsungan lingkungan, namun pada lokasi pusat

pertumbuhan umumnya sudah didominasi oleh permukiman bersifat perkotaan.

4) Sebaran permukiman di perbukitan yang umumnya tersegregasi dengan wilayah pesisir danau

(7)

khususnya dalam rangka penyediaan sarana listrik, air bersih, dan sebagainya. Untuk itu diperlukan

batasan jumlah perumahan dalam suatu kelompok permukiman, sehingga upaya pemerata.

Dominansi permukiman di wilayah pesisir Danau yang tersebar secara linear mengikuti daerah aliran

sungai, situasi ini mengkondisikan sungai dan danau yang berbatasan langsung dengan

permukiman, untuk itu dalam rangka menjaga fungsi ekologis Danau Toba maka diperlukan

penataan ulang kawasan permukiman agar berada sesuai dengan sempadan sungai dan danau

yang telah ditetapkan dalam UU Nomor 32 tahun 1992 tentang pengelolaan lingkungan hidup.

Kondisi permukiman yang berada berbatasan langsung dengan perairan selayaknya ditetapkan

dalam konsep penataan ruang berbasis water front city sehingga masyarakat memahami falsafah

hidup berdampingan dengan wilayah perairan, dengan demikian fungsi ekosistem akan terjaga dan

sekaligus dapat menjadi atraksi wisata kelak.

5) Sebaran permukiman di perbukitan yang umumnya tersegregasi dengan wilayah pesisir danau

menyebabkan inefisiensi dalam proses pengelolaan permukiman yang dilakukan pemerintah,

khususnya dalam rangka penyediaan sarana listrik, air bersih, dan sebagainya. Untuk itu diperlukan

batasan jumlah perumahan dalam suatu kelompok permukiman, sehingga upaya pemerataan sarana

dan prasarana dapat dirasakan oleh seluruh penjuru Kabupaten Samosir.

6) Konstruksinya

Rumah merupakan tempat berkumpul bagi semua anggota keluarga dan menghabiskan sebagian

besar waktunya. Total rumah yang ada di Kabupaten Samosir adalah 30.976 unit. Jumlah rumah

paling banyak ada pada ibukota Kabupaten Samosir yaitu Pangururan sebesar 6.752 unit, disusul

dengan Kecamatan Simanindo sebesar 4.415 unit dan yang paling sedikit adalah Kecamatan

Ronggur Nihuta sebanyak 3.809 unit. Berdasarkan sifat konstruksinya, bangunan hunian (rumah) di

Kabupaten Samosir dapat dibagi atas 3 (tiga) jenis yaitu permanen, semi permanen, dan non

permanen. Permanen atau tidaknya suatu bangunan dapat dilihat dari material konstruksi bangunan

yang digunakan. Pada umumnya bangunan permanen adalah bangunan yang menggunakan

material beton, sedangkan yang tidak permanen menggunakan material seperti kayu, bambu, dan

yang lainnya. Berdasarkan data yang dikumpulkan, bangunan hunian terbanyak di Kabupaten

Samosir adalah jenis semi permanen sejumlah15.964 unit atau sebesar 52% dari jumlah bangunan

hunian yang ada. Untuk yang permanen sejumlah 7.796 unit atau sebesar 25%, dan bangunan

hunian non permanen sejumlah 7.216 unit atau sebesar 23%. Bangunan hunian yang dibangun

dengan konstruksi permanen paling banyak terdapat di Kecamatan Pangururan sejumlah 4.252, yaitu

sebesar 63%, sedangkan bangunan non permanen terbanyak terdapat di Kecamatan Palipi yaitu 742

atau sebesar 22% dari total jumlah bangunan hunian yang ada.

Tabel 6.2 Jumlah Bangunan Hunian Berdasarkan Sifat Konstruksinya di Kabupaten Samosir

No Kecamatan Jumlah Rumah (unit)

Jenis Rumah

Permanen Semi Permanen Non Permanen

Unit % Unit % Unit %

1 2 3 4 5 6 7 8 9

1 Sianjur Mula-mula 2.114 494 23 1.247 59 373 18

(8)

No Kecamatan Jumlah Rumah (unit)

Jenis Rumah

Permanen Semi Permanen Non Permanen

Unit % Unit % Unit %

3 Sitio-tio 2.010 366 18 1.374 68 275 14

4 Onan Runggu 2.559 576 23 1.823 71 184 7

5 Nainggolan 3.779 442 12 584 15 2.753 73

6 Palipi 3.426 742 22 2.617 76 67 2

7 Ronggur Nihuta 3.809 219 6 1.630 43 1.960 51

8 Pangururan 6.752 4.252 63 2.200 33 300 4

9 Simanindo 4.415 414 9 2.868 65 1.133 26

JUMLAH 30.976 7.796 25 15.964 52 7.216 23

Sumber: Badan Pusat Statistik Kab. Samosir 2014

Tabel 6.3 Persentase Rumah Tangga Menurut Status Penguasaan Bangunan Tempat Tinggal Yang Ditempati Di Kabupaten Samosir

Status Penguasaan Bangunan Tempat

Tinggal Yang Ditempati Tahun 2011 Tahun 2012 Tahun 2013

Milik Sendiri 58,19 51,75 45,65

Kontrak 3,84 3,95 1,66

Sewa 0,46 2,24 1,59

Bebas Sewa 2,75 2,46 1,49

Rumah Dinas 1,67 1,74 0,88

Rumah Milik Saudara 33,10 37,36 48,85

Lainnya 0,00 0,00 0,49

Sumber: Samosir Dalam Angka 2014

Salah satu hal yang dapat dijadikan gambaran kondisi kesejahteraan penduduk dari sisi

perumahan adalah status kepemilikan rumah merupakan salah satu indikator perumahan yang

menunjukkan penguasaan rumah tangga terhadap rumah tangga yang ditempatinya. Pada tahun 2013,

status penguasaan bangunan tempat tinggal di Kabupaten paling dominan merupakan rumah milik

saudara yaitu mencapai, 48,85%. Status pemilikan rumah millik saudara dari tahun 2011-2013

menunjukkan kenaikan setiap tahunnya. Tingginya persentase ini salah satu disebabkan masih

banyaknya masyarakat Kabupaten Samosir menempati rumah adat yang merupakan mikik orang tua

maupun keluarga. Status penguasaan bangunan tempat tinggal di Kabupaten Samosir pada status rumah

miiik sendiri dari tahun 2011-2013 selalu mengalami penurunan dan masyarakat lebih memilih tinggal

pada rumah keluarga. Tingkat kelayakan kondisi tempat tinggal seseorang dapat dilihat dari beberapa

indikator yang dapat diunakanuntuk melihat tingkat kelayakann rumah yang dihuni antara lain: luas lantai,

jenis lantai, jenis dinding dan jenis atap. Indikator ini dianggap mempengaruhi keadaan kesehatan

anggota rumah tangga yang juga berdampak pada tingkat kesejahteraan. Untuk melihat tingkat kelayakan

permukiman di Kabupaten Samosir dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 6.4 Persentase RT Menurut Luas Lantai dan Rata-Rata Luas Lantai Di Kabupaten Samosir Dari Tahun 2011-2013

Luas Lantai (m2) Tahun 2011 (%) Tahun 2012 (%) Tahun 2013 (%)

< 20 2,63 0,72 2,10

20 - 49 61,21 64,71 60,25

50 - 59 8,32 6,92 7,77

60 - 99 22,91 24,67 22,64

100 - 149 4,76 1,53 5,34

150 0,17 1,43 1,90

(9)

Luas lantai merupakan salah satu indikator untuk mengukur tingkat kesejahteraan masyarakat

karena luas lantai merupakan salah satu aspek yang dapat menggambarkan keadaan suatu tempat

tinggal. Luas lantai terkait dengan tingkat penghasilan rumah tangga karena harga tanah semakin mahal

saat ini. Semakin luas lantai suatu rumah tangga berarti semakin tinggi pula tingkat ekonomi rumah

tangga penghuni tersebut. Semakin luas lantai tempat tinggal yang dihuni oleh suatu rumah tangga,

semakin baik kondisi rumah tangga. Berdasarkan tabel 6.4 bahwa selama 3 tahun dari tahun 2011-2013

menunjukkan masyarakat Kabupaten Samosir luas lantai rumah paling banyak pada range 20-49 m, yaitu

pada tahun 2011 sebesar 61,21%, tahun 2012 sebesar 64,71% dan tahun 2013 sebesar 60,25%

Tabel 6.5 Jumlah Bangunan Hunian Berdasarkan Jenis Konstruksinya di Kabupaten Samosir Dari Tahun 2011-2013

No Jenis Material Tahun 2011 (%)

Tahun 2012 (%)

Tahun 2013 (%) Jenis Dinding Terluas

1 Tembok 24,17 30,53 26,84

2 Kayu 75,16 68,75 73,09

3 Bambu 0,00 0,36 0,00

4 Lainnya 0,68 0,36 0,08

Jumlah 100 100 100

Jenis Lantai Terluas

1 Bukan Tanah 98,87 99,24 99,03

2 Tanah 1,13 0,76 0,97

3 Lainnya 0,00 0,00 0,00

Jumlah 100 100 100

Sumber: Susenas 2011-2013, BPS Provinsi Sumatera Utara

Jenis lantai dari lantai maka kondisi kurang mendukung atau kurang sehat karena sulit untuk

dibersihkan terkena kotoran atau kuman penyakit. Lantai yang sudah ditutupi dengan semen/bata.

Ubin/tegel, marmer atau sejenisnya dapat dikatakan kondisinya sudah layak/sehat. Rumah penduduk di

Kabupaten Samosir dari tahun 2011-2013 yang memiliki lantai bukan dari tanah sebanyak 99,03% pada

tahun 2013, mengalami penurunan bila dibandingkan pada tahun-tahun sebelumnya, yaitu tahun 2012

(99,24%) dan tahun 2011 (98,87%). Melihat persentase luas lantai terluas dari bukan tanah dengan tanah

sudah menunjukkan kemajuan. Hal ini dapat menjadi bahan pembangunan pemerintah untuk

meningkatkan kehidupan layak bagi masyarakat lewat kondisi bangunan tempat tinggal pada luas lantai

terluas.

Tabel 6.6 Persentase RT Menurut Jenis Atap Rumah di Kabupaten Samosir Dari Tahun 2011-2013

No. Jenis Atap Rumah Terbangun Tahun 2011 (%) Tahun 2012 (%) Tahun 2013 (%)

1 Beton 0,02 1,54 0,98

2 Genteng 0,78 1,28 2,82

3 Sirap 0,00 0,00 1,09

4 Seng 97,17 96,71 92,63

5 Asbes 1,40 0,00 2.53

6 Ijuk 0,26 0,48 0,00

7 Lainnya 0,36 0,00 0,80

(10)

Kondisi perumahan dengan dinding terluas kayu masih dominan di Kabupaten Samosir sebesar

73,09%. Kondisi disebabkan masih banyaknya peninggalan rumah adat yang digunakan menjadi tempat

tinggal masyarakat. Persentase kondisi rumah dengan dinding kayu dari tahun 2011-2013 masih

persentase tertinggi yaitu pada tahun 2011 mencapai 75,16% dan pada tahun 2012 sebesar 68,75%.

Persentase kondisi dinding tembokyaitu sebesar 26,84% dan persentase ini mengalami penurunan dari

tahun 2012 yang mencapai 30,53% sedangkan pada tahun 2011 sebesar 24,17%.

Pada tahun 2013 atap terluas di Kabupaten Samosir yang paling dominan adalahterbuat dari

seng yaitu sebesar 92,63%. Kondisi atap terluas beton dan genteng masing-masing 0,98% dan 2,82%.

Untuk atap yang terbuat dari sirap masih ada di Kabupaten Samosir pada tahun 2013 yaitu sebesar

1,09%.

Tabel 6.7 Peraturan Daerah Terkait Pengembangan Permukiman di Kabupaten Samosir

No. Peraturan Daerah

Jenis Produk Pengaturan Nomor/Tahun Perihal

1 Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2005 Retribusi Ijin Mendirikan Bangunan 2 Peraturan Derah Nomor 21 Tahun 2006 Penataan Kawasan Perdesaan 3 Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2011 Bea Perolehan Hak atas Tanah dan

Bangunan 4 Peraturan Daerah Nomor 14 Tahun 2011 Retribusi Perizinan Tertentu Sumber: Peraturan Darah Kab. Samosir

c. Kawasan Kumuh

Berdasarkan laporan UN-Habitat (Badan PBB untuk masalah perumahan dan permukiman),

penduduk di kawasan padat kumuh selama 15 tahun terakhir mengalami pertumbuhan cepat. Pada tahun

1990, penduduk kawasan padat kumuh di dunia sekitar 700 juta jiwa. Pada tahun 2000 bertambah

menjadi sekitar 900 juta jiwa. Sampai dengan tahun 2005, terdapat hampir 1 miliar penduduk perkotaan di

dunia yang tinggal di kawasan padat kumuh. Pada tahun 2020, UN-Habitat memperkirakan sekitar 1,4

miliar penduduk di wilayah perkotaan di dunia, akan menempati kawasan padat kumuh.

Berdasarkan UU Nomor 1 Tahun 2011 bahwa Permukiman Kumuh adalah permukiman yang tidak

layak huni karena ketidakteraturan bangunan, tingkat kepadatan bangunan yang tinggi, dan kualitas

bangunan serta sarana dan prasarana yang tidak memenuhi syarat. Adapun faktor penyebab Kawasan

Kumuh sebagai berikut:

1. Fisik Alami: kelayakan dan Ketersediaan Lahan dan Daya Dukung Lahan;

2. Fisik Binaan: Akses dan ketersediaan prasarana, Struktur dan Tata Letak;

3. Sosial ekonomi: Kemampuan ekonomi individu dan potensi ekonomi lingkungan;

4. Sosial Budaya: Pola Perilaku dan Pola Bermukim;

5. Eksternal: Ketidakjelasan status tanah, Ketidaktahuan aturan bangunan dan lingkungan dan

marginalisasi proses pembangunan.

Penanganan permukiman kumuh telah menjadi urusan wajib pemerintah daerah sehingga kemitraan di

daerah akan terjadi diantara masyarakat, dunia usaha dan pemerintah daerah. Kapasitas pemerintah

(11)

Hal ini disebabkan masih banyak pengambil keputusan di daerah yang belum memandang penting

penanganan permukiman kumuh sehingga dibutuhkan upaya advokasi, dan peningkatan kapasitas dari

pemerintah pusat.

Kondisi permukiman kumuh/padat di Kabupaten Samosir sangat bervariasi, secara umum terdapat di

Kelurahan Pasar Pangururan, Kelurahan Parhusip III, Desa Pardomuan I dan Desa Mogang. Kepadatan

rumah tersebut dikalsifikasikan menjadi rumah dengan kepadatan tinggi, sedang, dan rendah.

Permukiman yang termasuk dalam klasifikasi kepadatan tinggi terdapat di Desa Pardomuan I dan

Kelurahan Parhusip III. Kepadatan sedang terdapat di Kelurahan Pasar Pangururan dan Desa Mogang.

Di Kabupaten Samosir, permasalahan permukiman terdiri dari permukiman padat, permukiman yang

tidak sesuai peruntukan seperti di sekitar sungai, di wilayah rawan banjir, wilayah pantai dan rawan

abrasi, bantaran sungai, dan wilayah rawan banjir. Diantara sebaran permukiman tersebut, terdapat

permukiman yang dikategorikan sebagai permukiman kumuh. Berdasarkan arahan dan masukan dari

Bappeda, pihak kelurahan, ketua RT dan RT, teridentifikasi permukiman kumuh di Kabupaten Samosir

sebanyak 4 (empat) kawasan dengan luas sekitar 45,68 ha Mogang. Lebih jelasnya sebaran kawasan

permukiman kumuh di Kabupaten Samosir disajikan pada bagian berikut ini.

Tabel 6.8 Data Kawasan Kumuh di Kabupaten Samosir Tahun 2014

No. Lokasi Kumuh Luas Kawasan (ha)

Jumlah Rumah Permanen

Jumlah Rumah Semi Permanen

Jumlah Penduduk

1 Parhusip III 15,38 6 17 497

2 Pardomuan I 23,80 796 116 4.857

3 Mogang 2,41 56 169 642

4 Pasar Pangguran 4,09 447 58 2.601

Sumber: Laporan hasil survei dan analisis Kawasan Kumuh Prov. Sumatera Utara 2014 (Tarukim)

Gambar 6.1 Kawasan Kumuh di Kabupaten Samosir Tahun 2014

Sumber: Laporan hasil survei dan analisis Kawasan Kumuh Prov. Sumatera Utara 2014 (Tarukim)

Kecamatan Pangururan 1.Kelurahan Pasar

Pangurursan 2.Desa Pardomuan I

27,89 Ha

Kecamatan Palipi 3.Desa Mogang

Kecamatan Nainggolan 4.Kelurahan Parhusip III

15,38 Ha

(12)

Tabel 6.9 Data Program Perdesaan di Kabupaten Samosir Tahun 2013

No. Program/Kegiatan Lokasi Volume/Satuan Kondisi

Infrastruktur

1 Pembangunan sanitasi berbasis masyarakat Desa Parsaoran Kec. Sitio-tio

Parsaoran Kec. Sitio-tio

1 paket Berfungsi

2 Pembangunan sanitasi berbasis masyarakat Desa Tamba Dolok Kec. Sitio-tio

Desa Tamba Dolok Kec. Sitio-tio

1 paket Berfungsi

3 Pembangunan sanitasi berbasis masyarakat Desa Sarimarihit Kec. Sianjur Mula-mula

Desa Sarimarihit Kec. Sianjur Mula-mula

1 paket Berfungsi

4 Pembangunan sanitasi berbasis masyarakat Desa Huta Ginjang Kec. Sianjur Mula-mula

Desa Huta Ginjang Kec. Sianjur Mula-mula

1 paket Berfungsi

5 Pembangunan sanitasi berbasis masyarakat Desa Turpuk Malau Kec. Harian

Desa Turpuk Malau Kec. Harian

1 paket Berfungsi

6 Pembangunan sanitasi berbasis masyarakat Desa Janji Martahan Kec. Harian

Desa Janji Martahan Kec. Harian

1 paket Berfungsi

7 Pembangunan sanitasi berbasis masyarakat Desa Huta Dame Kec. Palipi

Desa Huta Dame Kec. Palipi

1 paket Berfungsi

8 Pembangunan sanitasi berbasis masyarakat Huta Ambula-Pintubosi-Sosor Matio Desa Pardomuan Kec. Onan Runggu

Desa Pardomuan Kec. Onan Runggu

1 paket Berfungsi

9 Pembangunan sanitasi berbasis masyarakat Desa Sampur Toba Kec. Harian

Desa Sampur Toba Kec. Harian

1 paket Berfungsi

10 Pembangunan sanitasi berbasis masyarakat Desa Cinta Dame Kec. Simanindo

Desa Cinta Dame Kec. Simanindo

1 paket Berfungsi

11 Pembangunan Sanitasi Berbasis Masyarakat Desa Dolok Raja Kec. Harian

Desa Dolok Raja Kec. Harian

1 paket Berfungsi

12 Pembangunan Sanitasi Berbasis Masyarakat Desa Dolok martahan Desa Buntu mauli Kec. Sitio-tio

Desa Dolok martahan Desa Buntu mauli Kec. Sitio-tio

1 paket Berfungsi

13 Pembangunan Sanitasi Berbasis Masyarakat Desa Garoga Kec. Simanindo

Desa Garoga Kec. Simanindo

1 paket Berfungsi

Sumber : Data Sekunder Pokja

d. Permasalahan dan Tantangan Pengembangan Permukiman

1) Permasalahan Pengembangan Permukiman di Kabupaten Samosir

a. Urbanisasi dan Pengembangan Permukiman

 Kemiskinan dan alih fungsi lahan kawasan penyangga;

 Kurangnya kemampuan masyarakat yang berumah tak layak huni mengakses sumber daya

untuk membangun dan meningkatkan kualitas perumahan dan permukimannya;

 Terbatasnya kemampuan pemerintah menyediakan permukiman layak.

(13)

 Kualitas penduduk yang bermigrasi ke perkotaan umumnya tidak memenuhi standar

kebutuhan perkotaan;

 Kepedulian yang rendah dari para migran terhadap lingkungan hunian “aman”

 Penyediaan hunian dan infrastruktur dasarnya masih menjadi beban pemerintah, belum

menjadi perhatian;

 Kawasan rumah tak layak huni di Kabupaten Samosir umumnya kumuh. c. Permukiman dan Kesehatan Masyarakat

 Secara fungsional belum memenuhi standar pelayanan;

 Secara fisik semakin banyak kawasan permukiman yang over capacity dan tidak terencana.

Perumahan dan permukiman kumuh adalah lingkungan hunian dan usaha yang tidak layak huni,

yang keadaannya tidak memenuhi persyaratan teknis, sosial, kesehatan, keselamatan dan kenyamanan,

persyaratan ekologis dan persyaratan administrasi. Proses kekumuhan secara khusus terjadi pada area

pusat kota (urban), pinggiran kota (urban fringe) dan perdesaan (rural), hal ini berdampak pada

lingkungan kota, berupa kerusakan lingkungan, kepadatan yang tinggi, segregasi sosial, kesejahteraan

dan kesehatan masyarakat pada konteks skala kota yang luas (city-wide). Pada gilirannya akan

menimbulkan konflik tidak hanya dalam pembangunan fisik tetapi juga dalam sistem transportasi, utilitas

dan pelayanan umum.

2) Tantangan pengembangan permukiman diantaranya:

a. Tidak semua daerah rawan sanitasi merupakan kawasan kumuh;

b. Diperlukan kesepakatan terkait data kawasan kumuh (verifikasi data) dan kebutuhan

penanganannya;

c. Diperlukan konsep penanganan terpadu dalam pembangunan permukiman (keterpaduan dalam

penanganan kawasan kumuh, sanitasi dengan sektor lainnya);

d. Diperlukan keterpaduan pengelolaan kegiatan mulai tahap perencanaan sampai dengan operasi

dan pemeliharaan.

Tabel 6.10 Identifikasi Permasalahan dan Tantangan Pengembangan Permukiman Kabupaten Samosir

No. Permasalahan Pengembangan

Permukiman Tantangan Pengembangan Alternatif Solusi 1 Aspek Teknis

 Penanganan di lapangan belum terintegrasi, multisektor dan berbasis kawasan.

 Masih luasnya kawasan kumuh sebagai permukiman tidak layak huni sehingga dapat menyebabkan terjadinya degradasi lingkungan, dan pelayanan infrastruktur yang masih terbatas.

 Pemberian perijinan penguasaan lahan untuk kawasan perumahan dan permukiman yang umumnya belum dilandasi pada kerangka penataan wilayah yang lebih menyeluruh.

 Belum tersedia data dan informasi yang akurat di Kabupaten Samosir yang dapat menginformasikan luasan kawasan kumuh yang perlu ditangani (base line).

 Kemampuan Pemda.

 Penanganan pemukiman kumuh yang menjadi tugas dan wewenang Pemda Kabupaten Samosir (UU Nomor 1 Tahun 2011) belum diimbangi dengan kemampuan pemda dalam hal

 Kebijakan mobilitas penduduk yang berimbang dengan menciptakan sentra-sentra untuk pusat ekonomi baru di perdesaan dengan berbasis kearifan lokal.

 Mendorong pemerintah daerah agar terus meningkatkan perencanaan pembangunan dengan prinsip pro poor

planning, menyediakan akses

(14)

No. Permasalahan Pengembangan

Permukiman Tantangan Pengembangan Alternatif Solusi  Belum terorganisasikannya perencanaan

dan pemprograman pembangunan perumahan dan permukiman yang dapat saling mengisi antara ketersediaan sumberdaya pembangunan dan kebutuhan yang berkembang di masyarakat.

 Penyelenggaraan pembangunan perumahan dan permukiman, yang nampaknya belum menjadi prioritas bagi banyak pemerintah daerah karena berbagai sebab dan keterbatasan.

 Kemiskinan dan pembangunan yang tidak merata.

 Tingginya arus migrasi dari desa ke kota dan menciptakan fenomena urbanisasi.

kapasitas SDM dan pembiayaan.

 Pelaksanaan Teknis

Penanganan permukiman kumuh yang telah berlangsung lama belum memberikan hasil yang optimal.

 Disadari karena Pemerintah dalam penyediaan rumah bagi MBR adalah harga rumah yang tidak terjangkau.

 Reformasi bidang

kependudukan dan tata ruang.

2 Aspek Kelembagaan

 Tidak tersedianya sebuah kebijakan yang menyeluruh yang dapat menjadi acuan penanganan permukiman kumuh. Hal ini juga menyulitkan dunia usaha dan masyarakat ketika terlibat dalam kegiatan penanganan permukiman kumuh.

 Belum adanya SOP dalam penanganan permukiman kumuh.

 Belum adanya Perda dalam penanganan permukiman.

 Pelembagaan pembangunan perumahan yang bertumpu pada kelompok masyarakat (P2BPK).

 Peningkatan pemahaman

pemda atas produk

pengaturan bidang

permukiman.

 Peningkatan kapasitas pemda dan masyarakat dalam hal:

- identifikasi lokasi permukiman.

- penyusunan rencana pembangunan permukiman.

- pembangunan infrastruktur permukiman.

- pemanfaatan dan

pengelolaan infrastruktur permukiman.

3 Aspek Pembiayaan

 Permasalahan biaya merupakan salah satu point penting dalam pemecahan

permasalahan perumahan dan

permukiman. Kemampuan ekonomis masyarakat Kabupaten Samosir untuk menjangkau harga rumah yang layak bagi mereka masih sangat susah karena sebagian besar masyarakat merupakan masyarakat dengan tingkat perekonomian menengah ke bawah (jumlah penduduk miskin di Kabupaten Samosir.

 Adanya kecenderungan meningkatnya biaya pembangunan termasuk biaya pengadaan tanah yang tidak sebanding dengan kenaikan angka pendapatan masyarakat.

 Meningkatkan perekonomian daerah dengan metode melakukan kerjasama dengan lembaga-lembaga donor.

 Membuat perencanaan

pembangunan yang tepat guna dan prioritas daerah.

 Penyediaan Dana Jangka Panjang baik dari Swasta, Pemerintah maupun Tabungan Perumahan.

 Pemberdayaan dan

Pendampingan Lembaga Keuangan untuk sektor Informal.

 Peran serta Pemda dalam mendorong berlangsungnya Tabungan Perumahan.

 Pengembangan Skema Tabungan Perumahan Insentif untuk Tabungan Perumahan.

 Pemberdayaan Fungsi CSR dalam Pembangunan

Perumahan Rakyat.

 Memberikan bantuan teknis (technical assistancy.)

(15)

No. Permasalahan Pengembangan

Permukiman Tantangan Pengembangan Alternatif Solusi

insentif Perpajakan.

 Penyiapan Skema Pembiayaan Pembentukan dan Penguatan

LKM.

 Pengembangan akses

pembiayaan perumahan

swadaya.

 Pemetaan Pasar.

4 Aspek Peran Serta

 Belum tertampungnya aspirasi dan kepentingan masyarakat yang memerlukan rumah termasuk hak untuk ikut berpartisipasi dalam kegiatan Pembangunan.

 Adanya kecenderungan meningkatnya biaya pembangunan termasuk biaya pengadaan tanah yang tidak sebanding dengan kenaikan angka pendapatan masyarakat sehingga standar untuk memenuhi kebutuhan akan hunina menjadi semakin tinggi.

 Regulasi tentang pemberdayaan masyarakat dalam pencegahan dan pengendalian permukiman kumuh.

 Pendekatan dengan

pembentukan/fungsionalisasi komunitas pemantau permukiman kumuh (KP2K) melalui simpul komunitas/organisasi RT/RW.

 Peningkatan kapasitas dan kemampuan masyarakat di

dalam pengembangan

perumahan swadaya

dilaksanakan dalam kerangka pembangunan partisipatif yang berbasisi pemberdayaan masyarakat.

 Proses pemberdayaan harus mampu meningkatkan kapasitas

masyarakat dalam

mengorganisasi,

mengidentifikasi, merencana, membangun dan mengelola infrastruktur yang terbangun.

 Infrastruktur perdesaan yang dibangun dapat memenuhi kebutuhan nyata yang dirasakan langsung oleh masyarakat miskin.

 Seluruh tahapan pelaksanaan kegiatan disepakati melalui musyawarah desa.

 Masyarakat setempat adalah pelaku utama, yang dalam prosesnya difasilitasi oleh pemerintah setempat dan konsultan pendamping.

5 Aspek Lingkungan Permukiman

 Kepadatan bangunan/perumahan yang terlalu tinggi

 Lenyapnya taman-taman dan ruang terbuka.

 Tidak mencukupinya jaringan air bersih, listrik dan pembuangan air kotor.

Meluasnya perumahan dan permukiman kumuh di area perkotaan telah menimbulkan dampak pada:

- peningkatan frekuensi bencana kebakaran dan banjir,

- Peningkatan potensi kerawanan dan konflik sosial,

- Penurunan tingkat kesehatan masyarakat, dan penurunan kualitas pelayanan prasarana dan smenurunnyarana permukiman.

 Melakukan penataan bangunan yang ada.

 Membuat masterplan dalam penataan bangunan baik bangunan pemerintah dan masyarakat

 Memperketat IMB untuk menghindari kawasan kumuh.

 Melalukan sosialisasi dalam lintas desa dan kecamatan dalam konsep lingkungan permukiman.

6.1.3 Analisis Kebutuhan Pengembangan Permukiman

Analisis kebutuhan merupakan tahapan selanjutnya dari identifikasi kondisi eksisting. Analisis

kebutuhan mengaitkan kondisi eksisting dengan target kebutuhan yang harus dicapai. Terdapat arahan

kebijakan yang menjadi acuan penetapan target pembangunan Bidang Cipta Karya khususnya sektor

pengembangan permukiman baik di tingkat Pusat maupun di tingkat kabupaten/kota. Untuk melayani

(16)

1. Mengembangkan permukiman semakin besar arahannya pada wilayah pesisir Danau dan semakin

kecil pada bagian tengah wilayah Pulau, sementara di wilayah daratan arahan permukiman dilakukan

pada bagian Timur yaitu pesisir Danau dan tepi Barat yang berbatasan langsung dengan Propinsi

Sumatera Utara;

2. Mengembangkan permukiman sesuai dengan karakteristik ulayat/adat karena dengan demikian dapat

menjaga kelestarian lingkungan;

3. Jika dilihat dari arah perkembangan Kabupaten Samosir yang bertujuan membuka pusat

pertumbuhan di beberapa lokasi/bagian di pesisir danau, maka sesuai dengan pembatasan kawasan

lindung penetapan wilayah permukiman dilakukan di sepanjang pesisir Danau namun memperhatikan

arahan batasan sempadan danau, selain itu sesuai dengan arahan pengembangan jaringan jalan

yang memotong bagian Barat dan Timur wilayah pulau maka dapat diarahkan alokasi permukiman di

sepanjang koridor jaringan jalan namun dalam jumlah yang terbatas mengingat bagian tengah

merupakan kawasan lindung;

4. Tambak sebaiknya diberi tempat khusus berupa kawasan yang menjadi tempat para penerus

generasi menghormati leluhurnya. Selain untuk kepentingan ekonomi, kawasan tambak ini juga dapat

menjadi objek wisata. Penempatan tambak harus memenuhi kriteria, antar lain:

a) Berada di daerah yang relatif tinggi sehingga terbebas dari banjir;

b) Tidak berada di jalur air maupun sesar/patahan;

c) Tidak berada di pinggir jalan/jalur transportasi.

Prinsip-prinsip penanganan permukiman kumuh adalah:

1. Fokus pada peningkatan kualitas permukiman kumuh pada urban area (perkotaan);

2. Pemerintah Daerah sebagai Pelaksana Utama (Panglima) yang memiliki komitmen kuat dalam

penanganan permukiman kumuh di daerah;

3. Pendekatan penanganan secara bottom up/berbasiskan kebutuhan (demand driven) dan pelibatan

masyarakat;

4. Penanganan permukiman kumuh yg berkesinambungan;

5. Penanganan permukiman kumuh multisektoral berbasis kawasan secara terintegrasi (integrated

planning).

Tabel 6.11 Perkiraan Kebutuhan Program Pengembangan Permukiman di Perkotaan Tahun 2015-2019

No. Uraian Unit Tahun

2015

Tahun 2016

Tahun 2017

Tahun 2018

Tahun 2019 Ket

1 Jumlah Penduduk Jiwa 123.391 124.132 124.877 125.626 126.380

2 Kepadatan Penduduk Jiwa/Km2 85 86 86 87 88

3 Proyeksi Persebaran Penduduk

Jiwa/Km2 100 130 180 250 301

4 Proyeksi Persebaran Penduduk Miskin

Jiwa/Km2 - - -

5 Sasaran Penurunan

Kawasan Kumuh

Ha 9,13 9,13 9,13 9,13 9,13

6 Kebutuhan Rusunwa TB - - -

(17)

Tabel 6.12 Perkiraan Kebutuhan Program Pengembangan Permukiman di Perdesaan

3 Proyeksi Persebaran Penduduk

Jiwa/Km2 100 130 180 250 301

4 Proyeksi Persebaran Penduduk Miskin

6.1.4 Program-Program Sektor Pengembangan Permukiman

Berdasarkan karakteristiknya, rencana pemanfaatan ruang untuk kawasan permukiman terbagi

menjadi dua, yaitu kawasan permukiman perkotaan seluas 1.370 ha, yang sebagian besar terkonsentrasi

di Kecamatan Pangururan 59,1% atau sekitar 820 ha. Sedangkan kawasan permukiman pedesaan

dialokasikan sebesar 3.447 ha dengan persebaran yang merata di seluruh kecamatan. Dalam mengatur

peruntukan lahan di kawasan permukiman perkotaan dan pedesaan tersebut, perlu diatur lebih lanjut

dalam Rencana Detail Tata Ruang (RDTR), terutama untuk mengatur blok-blok bangunan, kepadatan

bangunan (KDB), ketinggian bangunan (KLB).

Kawasan Agropolitan, merupakan kawasan produksi pertanian secara makro yang didesain dari

awal untuk mengakomodasi kegiatan penanaman sampai kepada kepada jalur distribusinya dialokasi di

kawasan tersebut. Alokasi lahan untuk kawasan agropolitan ini ditempatkan di Kecamatan Harian dengan

luas sekitar 2.982 ha.

Tabel 6.13 Perwujudan Rencana Sistem Pusat-Pusat Permukiman

No Ibukota Kabupaten/Kecamatan

Hirarki

Fungsi Fungsi Utama Prasarana & Sarana Minimum

(1) (2) (3) (4) (5)

1. Pangururan PKWp  Pemerintahan.  Perdagangan.

 Penyusunan RDTR Kota Pangururan.

 Pengembangan dan penataan detil Kota Pangururan.  Pengembangan perkantoran pemerintahan.  Peningkatan Pasar Pangururan.

 Peningkatan Pusat Perdagangan dan Jasa.  Pembangunan Energi Alternatif.

 Pembangunan Perguruan Tinggi (Akademi).  Pengembangan RSUD.

 Pembangunan Gedung OR dan kesenian (Stadion).  Peningkatan terminal (tipe B).

 Peningkatan kapasitas PAM.  Pembangunan jalan lingkar utara kota.  Pembangunan Terminal Agribisnis.

2. Simanindo PKLp  Perdagangan

 Pendidikan  Kesehatan

 Pertaninan Hortikultura, Lahan Kerng dan Basah  Pariwisata Bahari dan

Terbang Layang

 Penyusunan RDTR Kawasan Perkotaan Tomok  Peningkatan Dermaga.

 Pembangunan TPI (Tempat Pelelangan Ikan)  Peningkatan Pusat Perdagangan dan Jasa  Perbaikan Daerah Irigasi.

(18)

No Ibukota Kabupaten/Kecamatan

Hirarki

Fungsi Fungsi Utama Prasarana & Sarana Minimum

(1) (2) (3) (4) (5)

 Kebudayaan

 Perhubungan/Transport asi Danau

 Pembangunan Lumbung Pangan.

 Pembangunan LITBANG dan Balai Pelatihan Agro.

3. Ronggur Nihuta PKK  Pendidikan  Kesehatan

 Pertanian Hortikultura, Lahan Kerng dan Basah  Pariwisata Alam

 Peningkatan Pusat Perdagangan dan Jasa.  Pembangunan Lumbung Pangan.

 Pembangunan Pabrik Pengolahan Kopi Terpadu.  Pembangunan Gudang Pengumpul dan Lahan jemur

kopi.

 Pembangunan Jalan Produksi Perkebunan. 4. Palipi Sub PKLp  Perdagangan

 Pembangunan TPI (Tempat Pelelangan Ikan).  Peningkatan Pusat Perdagangan dan Jasa.  Perbaikan Daerah Irigasi.

 Pembangunan gedung penyelamat dan penyediaan peralatan dini Kecelakaan Danau.

 Pembangunan Lumbung Pangan.  Peningkatan Pasar Tradisional.

 Pembangunan Jalan Produksi Perkebunan. 5. Nainggolan Sub PKLp  Perdagangan

 Pendidikan  Kesehatan

 Pertanian Hortikultura, Lahan Kering dan

 Pembangunan TPI (Tempat Pelelangan Ikan).  Peningkatan Pusat Perdagangan dan Jasa.  Perbaikan Daerah Irigasi.

 Pembangunan Lumbung Pangan.  Peningkatan Pasar Tradisional.

 Pembangunan gedung penyelamat dan penyediaan. peralatan dini Kecelakaan Danau.

 Pembangunan Jalan Produksi Perkebunan.

6. Onan Runggu PKLp  Perdagangan  Pendidikan  Kesehatan

 Pertanian Hortikultura, Lahan Kering dan

 Pembangunan TPI (Tempat Pelelangan Ikan).  Peningkatan Pusat Perdagangan dan Jasa.  Perbaikan Daerah Irigasi.

 Pembangunan gedung penyelamat dan penyediaan peralatan dini Kecelakaan Danau.

 Pembangunan Lumbung Pangan.  Peningkatan Pasar Tradisional.

 Pembangunan Jalan Produksi Perkebunan.

7. Sitio-tio PKK  Perdagangan.

 Pembangunan TPI (Tempat Pelelangan Ikan).  Peningkatan Pusat Perdagangan dan Jasa.  Perbaikan Daerah Irigasi.

 Pembangunan gedung penyelamat dan penyediaan. peralatan dini Kecelakaan Danau.  Pembangunan Lumbung Pangan.

 Peningkatan Pasar Tradisional.

8. Harian PKLp  Perdagangan

 Pendidikan  Kesehatan

 Pertanian Hortikultura, Lahan Kering dan

 Pembangunan TPI (Tempat Pelelangan Ikan).  Peningkatan Pusat Perdagangan dan Jasa.  Perbaikan Daerah Irigasi.

 Pembangunan Lumbung Pangan.  Peningkatan Pasar Tradisional.

 Pembangunan gedung penyelamat dan penyediaan. peralatan dini Kecelakaan Danau.  Pembangunan Jalan Produksi

Pertanian/Perkebunan.

 Pengembangan Balai Benih Perikanan dan Penelitian.

9. Sianjur Mula-mula PKK  Perdagangan  Pendidikan

 Peningkatan Dermaga.

(19)

No Ibukota Kabupaten/Kecamatan

Hirarki

Fungsi Fungsi Utama Prasarana & Sarana Minimum

(1) (2) (3) (4) (5)

 Kesehatan

 Pertanian Hortikultura, Lahan Kering dan Basah

 Pembangunan Energi Alternatif

 Pariwisata Sejarah Budaya dan Alam  Perhubungan/Transport

asi Danau

 Peningkatan Pusat Perdagangan dan Jasa.  Perbaikan Daerah Irigasi.

 Pembangunan gedung penyelamat dan penyediaan peralatan dini Kecelakaan Danau.

 Pembangunan Lumbung Pangan.  Peningkatan Pasar Tradisional.

Sumber: RTRW Kab. Samosir

6.1.5 Usulan Program dan Kegiatan

a. Usulan Program dan Kegiatan Pengembangan Permukiman

1) Usulan Pembangunan Permukiman

a. Sistem Infrastruktur Permukiman yang diusulkan:

 Bantuan Rehab Rumah Tidak Layak Huni, instalasi listrik dan air bersih;  Pembangunan hidrant umum;

 Pembangunan MCK Umum;

 Pembangunan saluran dan sanitasi lingkungan (SANIMAS);  Penataan dan penegasan kepemilikan lahan (LC);

 Penyuluhan perilaku hidup sehat dan pengembangan pilot project komunitas berpola hidup

sehat pada kawaan yang telah ditata.

b. Usulan dan Prioritas Program Pembangunan PS Permukiman:

 Pengembangan upaya pemenuhan atas perumahan bagi keluarga miskin;

 Pemenuhan atas pelayanan sanitasi dan sumber air bersih bagi warga miskin (gakin);  Fasilitasi Pengembangan Kelembagaan sosial masyarakat dalam mendukung tersedianya

perumahan dan penyediaan sumber air bersih.

c. Usulan dan Prioritas Proyek Pembangunan Infrastruktur Permukiman:

 Perawatan, perbaikan dan peningkatan infrastruktur pemukiman dan TPU.

 Penyediaan perumahan/pemukiman bagi masyarakat seperti pembangunan rumah susun

untuk mengakomodasi pemukim-pemukim yang menempati infrastruktur kota;

 Membudayakan konsep pemukiman sehat di lingkungan masyarakat perkotaan.

Tabel 6.14 Usulan dan Prioritas Program Infrastruktur Permukiman Kabupaten Samosir

No. Program/kegiatan Vol./Satua

n

Biaya (Juta

Rupiah) Lokasi

1 Program Penyusunan Dokumen RDTR Kota Samosir 1 Paket 350,000,000 Kab. Samosir 2 Penyusunan Master Plan Kawasan Kumuh Kota

Samosir

1 Paket 300.000.000 Kab. Samosir

3 Penyusunan DED kawasan kumuh Kabupaten Samosir 4 paket 300.000.000 Pasar Pangururan Pardomuan I Mogang Parhusip III

(20)

No. Program/kegiatan Vol./Satua

6 Penataan kawasan kumuh Mogang Kec. Palipi 1 paket 1.000.000.000 Mogang Kec. Palipi 7 Penataan kawasan kumuh Parhusip III Kec. Nainggolan 1 paket 1.000.000.000 Parhusip III Kec.

Nainggolan 8 Penyusunan Perda Pengendalian Pemanfaatan Ruang

(Perda Bangunan Gedung)

1 kali 400.000.000 Kab. Samosir

9 Demplot Hijau Kawasan Komplek Perkantoran Parbaba 1 Paket 600.000.000 Kab. Samosir

10 Penyusunan RTBL ibukota Pangururan 1 Paket 500.000.000 Kab. Samosir

11 Penyusunan RTBL Kawasan Perumahan KORPRI Desa Rianiate

1 Paket 500.000.000 Kab. Samosir

12 Penyusunan RTBL Kawasan wisata Tuktuk Siadong 1 Paket 500.000.000 Kab. Samosir 13 Program Rencana Tata bangunan dan Lingkungan Kota

Samosir

1 Paket 300.000.000 Kab. Samosir

14 Peningkatan jalan lingkungan kota Pangururan Kec. Pangururan

1 Paket 1,500,000,000 Kec. Pangururan

15 Peningkatan jalan lingkungan kota Ambarita Kec. Simanindo

1 Paket 1,500,000,000 Kec. Simanindo

16 Peningkatan jalan lingkungan kota Mogang Kec. Palipi 1 Paket 1,500,000,000 Kec. Palipi 17 Peningkatan jalan lingkungan kota Nainggolan Kec.

Nainggolan

1 Paket 1,500,000,000 Kec. Nainggolan

18 Peningkatan jalan lingkungan kota Harian Kec. Harian 1 Paket 1,500,000,000 Kec. Harian 19 Program Pengembangan Data dan Informasi 1 Paket 500,000,000 Kab. Samosir 20 Program Pembangunan Infrastruktur Perdesaan 1 Paket 1,500,000,000 Kab. Samosir

a) Usulan Pembiayaan Pengembangan Permukiman

Pendanaan adalah penyediaan sumber daya keuangan yang berasal dari anggaran pendapatan dan

belanja negara, anggaran pendapatan dan belanja daerah, dan/atau sumber dana lain yang dibelanjakan

untuk penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan. Untuk menurunkan luasan kawasan permukiman kumuh hingga 0%. Ditjen Cipta

Karya memperkirakan kebutuhan pendanaan dari tahun 2015-2019 adalah sekitar Rp.171 triliun yang

diharapkan dari APBN sebesar Rp.22,4 triliun. Dalam mencapai target universal acsess 100-0-100,

mengingat keterbatasan APBN dan sumber daya, Ditjen Cipta Karya akan melibatkan semua pemangku

kepentingan, baik pemerintah daerah, dunia usaha/swasta maupun masyarakat. Dari sisi pembiayaan,

dunia usaha juga dapat menjadi mitra pemerintah dalam menyediakan sumber pembiayaan jangka

panjang dan juga keterlibatan perusahaan dalam menyediakan sumber pembiayaan bagi pekerjanya.

Tabel 6.15 Usulan Pembiayaan Proyek

(21)

Pangururan Kec.

14 Peningkatan jalan lingkungan kota Pangururan Kec. Pangururan

1,500,000,000 1,500,000,000

15 Peningkatan jalan lingkungan kota Ambarita Kec. Simanindo

1,500,000,000 1,500,000,000

16 Peningkatan jalan lingkungan kota Mogang Kec. Palipi

1,500,000,000 1,500,000,000

17 Peningkatan jalan lingkungan kota Nainggolan Kec. Nainggolan

1,500,000,000 1,500,000,000

(22)
(23)

Tabel 6.16 Usulan Program dan Kegiatan Pengembangan Permukiman Kabupaten Samosir

INDIKATOR OUTPUT APBN APBD

PROV

1 PERATURAN PELAKSANAAN PENGEMBANGAN PERMUKIMAN

1 Program Penyusunan Dokumen RDTR Kota Samosir

7 Penataan kawasan kumuh Parhusip III Kec. Nainggolan

Parhusip III Kec. Nainggolan

1 paket 1.000,000 √

8 Penyusunan Perda Pengendalian Pemanfaatan Ruang (Perda Bangunan Gedung)

Kab. Samosir 1 paket 400,000 √

9 Demplot Hijau Kawasan Komplek Perkantoran Parbaba

Parbaba 1 paket 600,000 √

10 Penyusunan RTBL ibukota Pangururan Pangururan 1 paket 500,000 √

11 Penyusunan RTBL Kawasan Perumahan KORPRI Desa Rianiate

Desa Rianiate

1 paket 500,000 √

12 Penyusunan RTBL Kawasan wisata Tuktuk Siadong

14 Peningkatan jalan lingkungan kota Pangururan Kec. Pangururan

Pangururan Kec. Pangururan

1 paket 1,500,000

15 Peningkatan jalan lingkungan kota Ambarita Kec. Simanindo

kota Ambarita Kec. Simanindo

1 paket 1,500,000 √

16 Peningkatan jalan lingkungan kota Mogang Kec. Palipi

(24)

No

OUTPUT

LOKASI VOL SATUA N

SUMBER DANA (Rp. X 1000) TAHUN

INDIKATOR OUTPUT APBN APBD

PROV

APBD KAB

SWA STA

MASYA

RAKAT CSR 2015 2016 2017 2018 2019

RINCIAN MURNI PHLN

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16) (17) (18) (19)

17 Peningkatan jalan lingkungan kota Nainggolan Kec. Nainggolan

Kec. Nainggolan

1 paket 1,500,000 √

18 Peningkatan jalan lingkungan kota Harian Kec. Harian

Kec. Harian 1 paket 1,500,000 √

19 Program Pengembangan Data dan Informasi

Kab. Samosir 1 paket 500,000 √ √ √

20 Program Pembangunan Infrastruktur Perdesaan

Kab. Samosir 1 paket 1,500,000 √ √ √

(25)

6.2 Rencana Penataan Bangunan dan Lingkungan (PBL)

Bangunan gedung dan lingkungannya merupakan tempat manusia melakukan kegiatannya,

mempunyai peranan yang sangat strategis dalam pembentukan watak, perwujudan produktivitas dan jati

diri manusia. Karena itu penyelenggaraan bangunan gedung dan lingkungannya perlu diatur dan dibina

demi kelangsungan dan peningkatan kehidupan serta penghidupan masyarakat, sekaligus untuk

mewujudkan bangunan gedung yang andal, berjati diri serta seimbang, serasi dan selaras dengan

lingkungannya. Bangunan gedung dan lingkungannya merupakan salah satu wujud fisik pemanfaatan

ruang. Oleh karena itu, pengaturan bangunan gedung tetap mengacu pada pengaturan penataan ruang

sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Untuk menjamin kepastian dan ketertiban hukum dalam

penyelenggaraan bangunan gedung, setiap bangunan gedung harus memenuhi persyaratan administratif

dan persyaratan teknis bangunan gedung. Penataan bangunan dan lingkungan adalah serangkaian

kegiatan yang diperlukan sebagai bagian dari upaya pengendalian pemanfaatan ruang, terutama untuk

mewujudkan lingkungan binaan, baik diperkotaan maupun diperdesaan, khususnya wujud fisik bangunan

gedung dan lingkungannya.

Sejak Kabupaten Samosir terbentuk tahun 2003 kegiatan pemerintah telah banyak difasilitasi

dengan pembangunan gedung-gedung kantor atau instansi. Berdasarkan data yang didapat dari tahun

2006 sampai dengan 2013 diperoleh kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan berkaitan dengan bangunan

Gedung Perkantoran sebagai berikut:

 Pembangunan Gedung Dinas Pendapatan, Keuangan, dan Aset Daerah Kabupaten Samosir;  Pembangunan Gedung Kantor Badan Pemberdayaan Masyarakat Perempuan dan Tenaga Kerja

(BPMPTK);

 Pembangunan Gedung Kantor Dinas Koperasi Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Samosir;  Pembangunan Gedung Kantor Dinas Lingkungan Hidup, Kebersihan, dan Pertamanan;

 Pembangunan Gedung Kantor Dinas Pendidikan Nasional Kabupaten Samosir;  Pembangunan Gedung Kantor Inspektorat;

 Pembangunan Gedung Kantor Kesatuan Bangsa, Politik dan Perlindungan Masyarakat;

 Pembangunan Gedung Kantor Unit Pengelola Teknis Daerah (UPTD) Pelayanan Terpadu/Satu Atap;  Pembangunan Paviliun Pemkab Samosir di PRSU Medan;

 Pengadaan Gedung Laboratorium Lingkungan;  Rehab Bangunan Pasca Bencana Bidang Kesehatan.

Sampai dengan tahun 2014 Pemerintah Kabupaten Samosir telah menyediakan beberapa fasilitas umum

(26)

Tabel 6.17 Jumlah Fasilitas Kesehatan Milik Pemerintah

No. Kecamatan

Fasilitas Kesehatan Rumah

Sakit Puskesmas Posyandu

Klinik Bersalin

Pos Kesehatan Desa

Polind es

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)

1 Sianjur Mula-mula - 1 14 0 2 7

2 Harian - 1 16 0 2 8

3 Sitio-tio - 1 8 0 2 2

4 Onan Runggu - 1 15 1 1 10

5 Nainggolan - 1 14 0 2 13

6 Palipi - 1 21 1 4 9

7 Ronggur Nihuta - 1 13 0 - 3

8 Pangururan 1 1 38 1 10 19

9 Simanindo - 3 28 0 5 20

TOTAL 1 11 167 3 28 91

Sumber: Badan Pusat Statistik Kab. Samosir

Rumah Sakit yang tersedia sebenarnya ada 2 (dua) dimana satu diantaranya adalah milik

pemerintah yang terletak di Pangururan sedangkan yang lainnya adalah milik swasta, dalam hal ini

Yayasan HKBP, yang terletak di Nainggolan.

Tabel 6.18 Jumlah Sekolah Milik Pemerintah

No. Kecamatan Tingkat Sekolah

SD SMP SMU SMK

(1) (2) (3) (4) (5) (6)

1 Sianjur Mula-mula 22 2 1 0

2 Harian 12 3 0 1

3 Sitio-tio 16 3 1 0

4 Onan Runggu 22 4 1 0

5 Nainggolan 22 3 1 1

6 Palipi 29 5 3 1

7 Ronggur Nihuta 12 3 1 0

8 Pangururan 38 6 5 2

9 Simanindo 31 5 1 2

TOTAL 203 34 14 7

Sumber: Badan Pusat Statistik Kab. Samosir

Sampai dengan akhir tahun 2014, jumlah sekolah milik pemerintah di tingkat pendidikan dasar

adalah sebanyak 203 unit dengan komposisi sekolah terbanyak (38 unit) terdapat di Kecamatan

Pangururan dan paling sedikit (12 unit) di Kecamatan Harian dan Ronggur Nihuta. Jumlah sekolah milik

pemerintah di tingkat menengah pertama sebanyak 34 unit. Sekolah terbanyak (5 unit) tersebar di

Kecamatan Palipi dan Simanindo, sedangkan sekolah paling sedikit (1 unit) terdapat di Kecamatan Sianjur

Mula-Mula. Sementara itu sekolah milik pemerintah tingkat menengah atas adalah sebanyak 21 unit,

dimana 7 diantaranya merupakan sekolah kejuruan.

a) Bangunan Bersejarah

Di Kabupaten Samosir terdapat beberapa bangunan yang mengandung nilai-nilai sejarah atau

historis. Beberapa ciri utama bangunan bersejarah adalah bahwa bangunan tersebut pernah digunakan

(27)

ataupun tokoh masyarakat; usia bangunannya lebih dari 50 tahun. Bangunan yang dimaksud bisa berupa

gedung (karya arsitektur) maupun bukan (seperti monumen atau tugu).

Berdasarkan data yang diperoleh, bangunan yang trergolong sebagai bangunan sejarah terdapat di

3 (tiga) kecamatan di Kabupaten Samosir yaitu Nainggolan, Pangururan, dan Simanindo. Di Kecamatan

Nainggolan terdapat bangunan Rumah Sakit HKBP yang sudah berdiri lebih dari 50 tahun, sedangkan di

Kecamatan Pangururan bangunan sejarah yang ada adalah Pesanggarahan dan berupa monumen

peringatan yaitu Monumen Tugu Liberty Malau dan Monumen Persahabatan yang terletak di Terusan

Tano Ponggol. Satu karya arsitektur lain yang termasuk bangunan bersejarah adalah Museum Huta Bolon

yang berada di Kecamatan Simanindo.

Tabel 6.19 Jumlah Bangunan Bersejarah

No Lokasi Nama

2 Siogung-ogung Monumen Persahabatan

Sumber: Hasil Survei Kecamatan (SKPD)

b) Bangunan Budaya

Yang dimaksud dengan bangunan budaya adalah bangunan yang memiliki fungsi atau makna yang

berkaitan dengan nilai-nilai budaya setempat ataupun mengandung legenda masyarakat. Bangunan yang

dimaksud bisa berupa gedung (karya arsitektur) maupun bukan (seperti monumen atau tugu). Bangunan

Budaya yang berupa gedung juga dapat dikategorikan atas 2 (dua) fungsi yaitu hunian (seperti rumah

tinggal masyarakat yang merupakan bangunan arsitektur tradisional) dan bukan hunian (seperti bangunan

yang memiliki fungsi publik atau umum bagi masyarakat setempat).

Berdasarkan data yang diperoleh, bangunan yang tergolong sebagai bangunan sejarah terdapat di 7

(tujuh) kecamatan di Kabupaten Samosir yaitu, Sitio-tio, Onan Runggu, Nainggolan, Palipi, Ronggur Ni

Huta, Pangururan, dan Simanindo. Berikut ini diuraikan bangunan yang termasuk bangunan budaya di

(28)

 Di Kecamatan Sitio-tio pada umumnya bangunan bersejarah adalah bangunan-bangunan yang

memiliki fungsi umum yaitu Sopo. Bangunan ini sering digunakan untuk mengakomodasi

kegiatan-kegiatan adat masyarakat setempat;

 Di Kecamatan Onan Runggu terdapat satu bangunan rumah adat seluas 90 m2. Bangunan ini

merupakan peninggalan tradisional masyarakat setempat. Selain itu terdapat juga 2 (dua) buah tugu

yang berusia cukup tua yang ada di Desa Harian dan Silima Lombu;

 Di Kecamatan Nainggolan terdapat suatu situs yang disebut Batu Guru yang berada di Desa Sibonor

Ompu Ratus;

 Kecamatan Palipi memiliki banyak situs yang berkaitan dengan kehidupan para pendahulu

masyarakat setempat yang diwariskan hingga saat ini, yaitu Batu Somang, Dolok Nagok (Gua

Maria), Aek Pamulungan Pandiangan, Batu Tindang, Joro-joro, Mual Sisingamangaraja (Aek

Parhombaran) Aek Sipiti Mata dan Batu Panangiangan Aek Pangaribuan;

 Di Kecamatan Ronggur Ni Huta, tepatnya di Desa Salaon Dolok, terdapat suatu bangunan yang dulunya digunakan sebagai bangunan pertemuan atau Joro bagi para pengikut ajaran Parmalim

(suatu agama suku Batak Toba). Namun saat ini seiring dengan menurunnya jumlah pengikut ajaran

Parmalim, bangunan itu digunakan sebagai Kantor Kepala Desa Salaon Dolok;

 Di Kecamatan Pangururan terdapat suatu monumen yaitu Monumen Sitolu Hae Horbo yang terdapat

di Desa Lumban Pinggol;

 Di Kecamatan Simanindo terdapat beberapa bangunan dan situs yang memiliki nilai-nilai budaya

yaitu Gua Liang Marlangkop, Bontean, Kuburan Tua Raja Sidabutar, Batu Kursi Parsidangan, dan

Gua Liang Sipogu.

Tabel 6.20 Jumlah Bangunan Budaya

(29)

No Desa/ Lokasi Nama

1 Lumban Pinggol Monumen Sitolu Hae

Sumber data : Hasil Survei Kecamatan SKPD

c) Banggunan Hunian Langgam

Berdasarkan langgamnya, bangunan hunian di Kabupaten Samosir dapat dibagi atas 2 (dua) jenis

yaitu bangunan hunian yang menggunakan langgam tradisional dan bangunan hunian yang

Gambar

Tabel 6.7 Peraturan Daerah Terkait Pengembangan Permukiman di Kabupaten Samosir
Tabel 6.8 Data Kawasan Kumuh di Kabupaten Samosir Tahun 2014
Tabel 6.9 Data Program Perdesaan di Kabupaten Samosir Tahun 2013
Tabel 6.11 Perkiraan Kebutuhan Program Pengembangan Permukiman di Perkotaan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Belum adanya peraturan daerah yang mengatur tentang penyelenggaraan bangunan gedung Kegiatan penataan lingkungan untuk mendukung fungsi kawasan tertentu.. belum dilakukan

Rencana Pembangunan Kabupaten Simeulue khususnya di bidang Cipta Karya mencakup empat sektor yaitu pengembangan permukiman, penataan bangunan dan lingkungan, pengembangan

Laporan Final Bab VI - 1 Pembangunan infrastruktur bidang Cipta Karya direncanakan untuk mencakup empat sektor yaitu Pengembangan Kawasan Permukiman, Bina Penataan

Atas dasar UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, permukiman didefinisikan sebagai bagian dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari

Program kegiatan persampahan permukiman meliputi Sistem, Sistem Penanganan Sampah Skala Kota, Sistem Penanganan Sampah Skala Kawasan, Sistem Penanganan Persampahan

pengelolaan sistem drainase perkotaan yang meliputi kesediaan masyarakat peduli dan menjaga aliran drainase, penerimaan masyarakat terhadap aturan terkait pengelolaan

Belum optimalnya pedoman teknis atau peraturan daerah terkait penataan lingkungan permukiman Optimalisasi penerapan dan pengendalian teknis pembangunan sesuai dengan

program-program pemerintah. Kondisi eksisting kawasan yang termuat dalam RTRW kabupaten Tojo Unauna belum. semuanya tertangani karena adanya keterbatasan biaya dan kurangnya