• Tidak ada hasil yang ditemukan

Proses Jalannya Gugatan di Pengadilan

PENERAPAN SANKSI PERDATA TERHADAP KORPORASI DALAM SENGKETA LINGKUNGAN HIDUP

B. Prosedur Pengajuan Gugatan Penyelesaian Sengketa Perdata Lingkungan Hidup Hidup

2. Proses Jalannya Gugatan di Pengadilan

Adapun proses gugatan yang dilalui di pengadilan adalah146:

a. Gugatan yang telah dibuat tersebut kemudian dimasukkan/didaftarkan ke

Pengadilan melalui Panitera Pengadilan Negeri. Menurut Pasal 118

KUHPerdata, gugatan harus diajukan dengan Surat Permintaan (Surat

Gugatan) yang ditandatangani oleh penggugat atau wakil (kuasanya). Artinya

gugatan harus tertulis. Walaupun demikian bagi pihak yang buta huruf di buka

146

kemungkinan mengajukan gugatan secara lisan kepada Ketua Pengadilan

Negeri yang berwenang, dan mohon agar dibuatkan Surat Gugatan

berdasarkan ketentuaan Pasal 120 HIR.

b. Seringkali untuk berperkara di Pengadilan termasuk untuk kasus lingkungan

hidup pengguat biasanya didampingi oleh pengacara dengan Surat Kuasa

Khusus. Terhadap gugatan perwakilan, konsultan hukum/pengacara masyarakat

cukup dilengkapi dengan Surat Kuasa Biasa. Ketika mengajukan gugatan,

penggugat biasanya juga mengajukan permohonan Sita Jaminan (conservaloir

beslag) atas benda-benda bergerak dan/atau tidak bergerak milik penggugat

untuk menjamin pelaksanaan putusan dikemudian hari. Untuk kasus

lingkungan hidup, sita jaminan bisa dimohonkan oleh penggugat, tetapi hal ini

jarang dilakukan. Yang sering terjadi adalah penggugat memohon kepada

Hakim agar aktivitas industri yang bersangkutan dihentikan untuk sementara

waktu hingga putusan dibacakan. Tetapi seringkali permohonan itu tidak

dikabulkan oleh Hakim. Jika segala persyaratan pengajuan gugatan sudah

dipenuhi dan Majelis Hakim sudan ditetapkan, maka persidangan bisa di

laksananakan, yang didahului dengan pemanggilan kepada pihak-pihak yang

berperkara. Tetapi adakalanya sebelum persidangan dimulai penggugat

mencabut gugatannya jika menurut pertimbangannya gugatannya tersebut tidak

berdasar.

c. Pada sidang pertama pemeriksaan perkara tergugat atau penggugat tidak

1) Gugatan gugur, Jika sipenggugat walaupun telah dipanggil secara patut

tidak menghadap Pengadilan pada hari yang ditentukan dan tidak juga

menyuruh seorang lain menghadap sebagai wakilnya, maka gugatannya

dipandang gugur dan penggugat dihukum membayar biaya perkara; akan

tetapi si penggugat sesudah membayar biaya tersebut dapat memasukkan

gugatannya sekali lagi.

2) Verstek, Verstek adalah pernyataan bahwa tergugat tidak hadir meskipun

ia menurut hukum acara harus datang. Verstek hanya dapat dinyatakan

apabila pihak tergugat kesemuanya tidak dapat datang pada sidang

pertama, dan apabila perkara diundurkan juga pihak tergugat kesemuanya

tidak datang menghadap lagi. Dengan demikian putusan verstek adalah

putusan yang mengabulkan gugatan dengan ketidakhadiran pihak tergugat.

d. Manakala pada sidang pertama seluruh pihak yang berperkara hadir, maka

Hakim sebelum gugatan dibacakan akan memulai pemeriksaan perkara dengan

upaya perdamaian. Suatu perkara yang sudah masuk ke Pengadilan termasuk

perkara lingkungan hidup, tidak langsung diproses dengan acara pembacaan

gugatan, tetapi hakim diharuskan mengupayakan perdamaian diantara para

pihak. Upaya damai ini sangat baik terutama untuk kasus lingkungan hidup.

Hal ini demi menghentikan berlanjutnya kerugian yang dihadapi oleh para

penggugat (masyarakat). Jika tidak maka para penggugat harus menunggu

waktu yang lama sampai putusan dibacakan. Apabila Hakim berhasil

pihak dihukum untuk mentaati isi dari akta perdamaian tersebut. Perdamaian

melalui forum Hakim ini dikenal dengan istilah dading.

e. Proses selanjutnya adalah jawab menjawab, jawab-menjawab dilakukan apabila

upaya perdamaian tidak bisa dicapai. Acara jawab menjawab didahului dengan

pembacaan gugatan oleh penggugatnya atau wakilnya. Kemudian diikuti dengan

jawaban/tangkisan (eksepsi) oleh tergugat. Selanjutnya jawaban/eksepsi

tergugat itu akan dibalas dengan jawaban dari penggugat (replik), dan

seterusnya kembali jawaban berikutnya dari tergugat (duplik). Masing-masing

fase jawab-menjawab di atas (eksepsi, replik, dan duplik) biasanya dilakukan

dalam persidangan yang berbeda, dengan rentang waktu paling cepat seminggu

kemudian. Dalam proses persidangan berlangsung, pada saat tergugat

menyampaikan eksepsinya atau sebelum meyampaikan eksepsinya, ada

kemungkinan munculnya gugatan balik dari tergugat/gugat rekonvensi. Tetapi

untuk kasus lingkungan hidup hal ini jarang terjadi, bahkan untuk kasus

perdata biasa pun demikian.

f. Tahap berikutnya adalah pembuktian, Dari keseluruhan tahap persidangan

perkara tuntutan ganti kerugian dalam kasus lingkungan hidup, maka

pembuktian merupakan tahap yang sangat menentukan. Ada beberapa jenis

macam alat bukti (Pasal 164 HIR, Pasal 284 RBg serta Pasal 1866

KUHPerdata) yang harus diketahui dan dibutuhkan oleh seorang tergugat

dalam kasus pencemaran lingkungan hidup, yaitu :

2) alat bukti saksi;

3) persangkaan;

4) pengakuan; dan

5) sumpah

g. Setelah tahap pembuktian di atas, tahap selanjutnya adalah penyusunan

putusan/putusan.Eksistensi putusan Hakim lazimnya disebut dengan istilah

“Putusan Pengadilan” sangat diperlukan imtuk menyelesaikan perkara perdata.

Para pihak diharapkan dapat menerima putusan sehingga yang merasa dan

dirasa haknya telah dilanggar oleh orang lain mendapatkan haknya kembali

dan orang merasa dan dirasa telah melanggar hak orang lain harus

mengembalikan hak tersebut. Apabila ditinjau visi Hakim yang memutus

perkara, maka putusan merupakan “mahkota” sekaligus “puncak” pencerminan

nilai-nilai keadilan-kebenaran, penguasaan hukum dan fakta, etika serta moral

dari Hakim bersangkutan. Menurut Sudikno Mertokusumo, yang dimaksudkan

dengan putusan hakim adalah suatu pernyataan yang oleh hakim, sebagai

pejabat yang diberi wewenang itu, diucapkan di persidangan dan bertujuan

mengakhiri atau menyelesaikan suatu perkara atau sengkta antara para pihak.

Bagi para pihak berperkara, bahagian yang sangat perlu dari putusan hakim

adalah “amar putusan”. Berdasarkan amar putusan tersebut, pihak yang merasa

tidak puas dapat melakukan perlawanan yang diwujudkan dalam bentuk upaya

h. Banding/revisi, Peradilan tingkat banding dilakukan oleh Pengadilan Tinggri

yang merupakan peradilan “ulangan atau revisi” dari putusan Pengadilan

Negeri. Konkretnya sebagai peradilan ulangan maka Pengadilan Tinggi

memeriksa kembali perkara perdata lingkungan hidup dalam kesehuruhan baik

mengenai fakta maupun penerapan hukumnya sehingga dengan demikian

peradilan tingkat banding lazim juga disebut dengan istilah “Peradilan

Tingkat Kedua” atau “Yudex Facti". Pada asasnya, eksistensi upaya hukum

banding ideal dilakukan oleh para pihak yang merasa dirugikan/pihak yang

dikalahkan oleh Putusan Pengadilan Negeri.

i. Permohonan banding dalam perkara perdata lingkungan hidup seperti halnya

perkara perdata biasa dapat diajukan dalam waktu 14 (empat belas) hari setelah

putusan diucapkan. Permohonan banding tersebut harus dinyatakan dihadapan

Panitera Pengadilan Negeri yang menjatuhkan putusan, kemudian

pembanding menandatangani akta pernyataan banding dan pengadilan

selanjutnya mencatat permohonan banding tersebut dalam Register Induk

Perkara Perdata dan Register Banding Perkara Perdata. Pembanding pun

kemudian membayar lunas biaya banding yang ditaksir dalam Surat Kuasa

Untuk Membayar (SKUM).

j. Kasasi, adalah upaya hukum yang dilakukan oleh pihak yang tidak puas atau

dikalahkan dan/atau dirugikan dalam putusan banding Pengadilan Tinggi,

sehingga dapat mengajukan perlawanan berikutnya yakni “kasasi”. Kasasi

tertinggi atas putusan-putusan pengadilan-pengadilan lain di bawahnya, tetapi

bukan berarti merupakan pemeriksaan tingkat ketiga. Hal ini dikarenakan

dalam tingkat kasasi tidak dilakukan suatu pemeriksaan kembali perkara

tersebut akan tetapi hanya diperiksa masalah hukumnya/penerapan hukumnya.

Permohonan kasasi hanya dapat diajukan satu kali terhadap perkara yang telah

menggunakan upaya hukum banding kecuali ditentukan lain oleh

undang-undang, dan permohonan kasasi dapat diajukan dalam tenggang waktu 14

(empat belas) hari setelah putusan diucapkan. Permohonan pengajuan kasasi

dilakukan dihadapan Panitera Pengadilan Negeri dan pernyataan kasasi dapat

diterima apabila pemohon kasasi telah membayar lunas panjar biaya kasasi

yang ditaksir dalam Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM) oleh Meja Pertama

Urusan Kepaniteraan Perdata.

k. Pada dasarnya setelah putusan dibacakan, pihak yang dikalahkan dapat

mengizinkan eksekusi secara sukarela. Tetapi jika mungkin, bahkan sering

terjadi bahwa pihak yang dikalahkan tidak mau melaksanakan putusan secara

sukarela sehingga diperlukan bantuan pengadilan untuk melaksanakan putusan

tersebut secara paksa. Pihak yang dimenangkan dalam hal ini dapat

mengajukan permohonan eksekusi, yang kemudian oleh pengadilan eksekusi

dilaksanakan secara paksa.

l. Jika pada awal pengajuan gugatan disertai dengan permohonan sita jaminan,

maka ketika pemohon dimenangkan, sita jaminan akan berubah kedudukannya

atau ditunda jika pihak yang dikalahkan segera mengajukan upaya

perlawanan, banding maupun kasasi, walaupun dalam hukum acara dikenal

istilah upaya hukum tidak menghalangi pelaksanaan eksekusi. Andaikata

proses eksekusi dapat dilakukan dengan lancar, maka

barang-barang/benda-benda yang diletakkan dalam sita eksekutorial selanjutnya dapat dijual

melalui perantaraan Kantor Lelang.

m. Setelah proses penjualan berjalan lancar maka masuklah tahap pembagian.

Dengan, demikian tuntutan berupa permohonan ganti kerugian melakukan

tindakan tertentu (Pasal 34 ayat 1); hak untuk melakukan tindakan tertentu,

penggantian biaya/pengeluaran riil (Pasal 38 ayat 2) ataupun uang paksa

yang ditetapkan oleh hakim (Pasal134 ayat 2) dapat direalisasikan.

Pentingnya tahap pembuktian di dalam perkara perdata lingkungan

hidup yang sedikit berbeda dengan gugatan perkara perdata biasa. Gugatan perdata

biasanya didasarkan pada perbuatan melawan hukum Pasal 1243 dan Pasal 1365

KUHPerdata. Pasal 1243 menyatakan sebagai berikut : Penggantian biaya, rugi

dan bunga karena tidak dipenuhinya suatu perikatan, barulah mulai diwajibkan

apabila si berutang setelah dinyatakan lalai memenuhi perikatannya, tetap

melalaikannya atau jika sesuatu yang hanis diberikan atau dibuatnya hanya dapat

diberikan atau dibuat dalam tenggang waktu yang telah dilampaukannya.

Sedangkan Pasal 1365 KUHPerdata berbunyi : Tiap perbuatan melanggar

hukum yang membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang karena

Prinsip yang digunakan dalam kedua pasal tersebut adalah liabilily

based on foult dengan beban pembuktian yang memberatkan penderita yang

biasanya disebut penggugat. Ia baru akan memperoleh ganti kerugian apabila ia

berhasil membuktikan adanya unsur kesalahan pada pihak tergugat. Asas

penggugat harus membuktikan dapat dilihat pada Pasal 1865 KUHPerdata yang

menyatakan, bahwa barang siapa mengajukan perisiwa-peristiwa atas mana ia

mendasarkan sesuatu hak, diwajibkan membuktikan peristiwa-peristiwa itu;

sebaliknya barang siapa mengajukan peristiwa-peristiwa guna membantah hak

orang lain diwajibkan juga membuktikan peristiwa-peristiwa itu. Sementara itu,

gugatan perdata lingkungan hidup, di samping didasarkan pada perbuatan melawan

hukum Pasal 1365 KUHPerdata, juga diperkuat oleh aturan khusus pada Pasal 35

ayat (1) UUPLH.

Asas tanggungjawab mutlak (strict liability) dalam Pasal 35 ayat (1)

ini, di samping sebagai dasar pertanggungjawaban untuk memberikan ganti rugi,

sekaligus juga merupakan asas di dalam pembuktian yang melimpahkan beban

pembuktian kepada tergugat (pencemar). Penggugat dalam hal ini tidak perlu

membuktikan adanya unsur kesalahan sebagai dasar pembayaran ganti kerugian,

tetapi unsur kesalahan ini harus dibuktikan sendiri oleh tergugat. Penerapan asas

tersebut didasarkan pada pertimbangan bahwa beban pembuktian seyogyanya

diserahkan kepada pihak yang mempunyai kemampuan terbesar. Karena apabila

kegiatan industri, maka pihak yang mempunyai kemampuan terbesar untuk

melakukan pembuktian adalah pihak pengusaha.

Pada hakikatnya, masalah pembuktian dalam bidang lingkungan hidup

merupakan hal yang sangat penting dan tidak jarang justru disinilah letak

kompleksitasnya, sehingga merupakan problematik tersendiri perkaranya. Salah satu

masalah yang bisa bersifat problematik tersebut adalah tentang pembuktian

adanya kerugian lingkungan.

Hakim dalam hal ini harus bisa menemukan unsur kausalitas antara

pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup dengan kerugian yang

ditimbulkan melalui pembuktian di persidangan. Oleh karena itu, di samping

pembuktian dari pihak tergugat atau pencemar, hal yang sangat penting dan

bahkan sangat menentukan adalah hadir atau dihadirkannya seorang atau beberapa

orang saksi ahli untuk memberikan keterangan berdasarkan kapasitas ilmu yang

dimilikinya dan yang lebih penting lagi adalah dalam rangka menguji

kebenaran alat bukti yang dikemukakan oleh tergugat/pencemar.

Dengan demikian, saksi ahli inilah yang memilki kapasitas untuk

membuktikan adanya unsur kausalitas antara pencemaran dan dampak/kerugian

yang ditimbulkan.

Menurut Paulus Lotulung (1993 : 38) ada 3 (tiga) elemen utama yang

harus dibuktikan dalam perkara lingkungan hidup :

1. fakta bahwa memang telah timbul kerugian terhadap lingkungan

3. bertanggungjawabnya orang tertentu atau badan hukum tertentu mengenai

kedua elemen di atas.147

C. Penerapan Sanksi Perdata Terhadap Korporasi Dalam Pengelolaan