• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup di luar Pengadilan

PENERAPAN SANKSI PERDATA TERHADAP KORPORASI DALAM SENGKETA LINGKUNGAN HIDUP

A. Bentuk Penyelesaian Sengketa Lingkungan

1. Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup di luar Pengadilan

Penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar Pengadilan diatur di dalam

Bab VII Bagian Kedua, mulai dari Pasal 30 sampai dengan Pasal 33 UUPLH. Pasal

dan para pihak yang berkepentingan. Pasal 32 memuat aturan mengenai jasa pihak

ketiga untuk membantu menyelesaikan sengketa lingkungan hidup. Pasal 33

mengatur mengenai lembaga penyedia jasa pelayanan penyelesaian sengketa

lingkungan hidup.

Pasal 31 ayat (1) UUPLH, berbunyi sebagai berikut :

“Penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan diselenggarakan

untuk mencapai kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi dan/atau

mengenai tindakan tertentu guna menjamin tidak akan terjadinya atau terulangnya

dampak negatif terhadap lingkungan hidup”.

Menurut penjelasan dari Pasal 31 UUPLH, penyelesaian sengketa

lingkungan hidup melalui perundingan di luar pengadilan dilakukan oleh para pihak

yang berkepentingan secara sukarela. Para pihak yang berkepentingan melakukan

perundingan di luar pengadilan tersebut terdiri dari:

a. Pihak yang mengalami kerugian (atau kuasa).

b. Pihak yang mengakibatkan kerugian.

c. Instansi pemerintah yang terkait dengan subjek yang disengketakan.

d. Pihak yang mempunyai kepedulian terhadap pengelolaan lingkungan hidup.

Bahkan jika diperlukan, penyelesaian sengketa lingkungan di luar

pengadilan dapat mengangkat tenaga ahli.

Penyelesaian sengketa di luar pengadilan dapat dilakukan dengan

Dalam penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 dapat digunakan jasa pihak ketiga, baik yang tidak memiliki kewenangan mengambil keputusan maupun yang memiliki kewenangan mengambil keputusan, untuk membantu menyelesaikan sengketa lingkungan hidup.

Penjelasan Pasal 32 UUPLH memberikan pengertian apa yang dimaksud

dengan “jasa pihak ketiga”, yaitu jasa pihak ketiga yang netral untuk dapat

melancarkan perundingan di luar pengadilan, yang dapat berbentuk:

a. Pihak ketiga netral yang tidak memiliki kewenangan mengambil keputusan, yang

berfungsi sebagai pihak yang menfasilitasi para pihak yang berkepentingan

sehingga dapat dicapai kesepakatan. Pihak ketiga ini harus:

1) disetujui oleh para pihak yang bersengketa;

2) tidak memiliki hubungan keluarga dan/atau hubungan dengan salah satu pihak

yang bersengketa;

3) memiliki ketrampilan untuk melakukan perundingan atau penengahan;

4) tidak memiliki kepentingan terhadap proses perlindungan maupun hasilnya.

b. Pihak ketiga netral yang memiliki kewenangan mengambil keputusan berfungsi

sebagai arbiter dan semua putusan arbitrase ini bersifat tetap dan mengikat para

pihak yang bersengketa.

Jasa pihak ketiga untuk membantu menyelesaikan sengketa lingkungan

hidup dapat berupa lembaga penyedia jasa pelayanan penyelesaian sengketa

a. Pemerintah dan/atau masyarakat dapat membentuk lembaga penyedia jasa

pelayanan penyelesaian sengketa lingkungan hidup yang bersifat bebas dan tidak

berpihak.

b. Ketentuan mengenai penyedia jasa pelayanan penyelesaian sengketa lingkungan

hidup diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Pengaturan mengenai lembaga penyedia jasa penyelesaian sengketa

lingkungan hidup dimaksudkan sebagai suatu lembaga yang mampu memperlancar

pelaksanaan mekanisme pilihan penyelesaian sengketa dengan berdasarkan pada

prinsip ketidakberpihakan dan profesionalisme. Kegiatan lembaga penyedia jasa

penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan dapat berupa kegiatan

mediasi atau arbitrase. Amanah Pasal 33 ayat (2) UUPLH untuk mengeluarkan

peraturan organik yang mengatur mengenai lembaga penyedia jasa pelayanan

penyelesaian sengketa lingkungan telah direalisasikan di dalam Peraturan Pemerintah

Nomor 54 tahun 2000 tentang Lembaga Penyedia Jasa Pelayanan Penyelesaian

Sengketa Lingkungan Hidup.

Peraturan Pemerintah Nomor 54 tahun 2000 secara implisit menegaskan

bahwa pada dasarnya para pihak tetap memiliki kesempatan untuk menyerahkan

penyelesaian sengketa kepada pengadilan meskipun para pihak sudah memilih jalur

penyelesaian di luar pengadilan. Kesempatan ini terbuka dalam hal :

a. Upaya penyelesaian perselisihan di luar pengadilan telah dinyatakan tidak

b. Salah satu atau kedua belah pihak menarik diri dari perundingan yang terjadi

melalui proses penyelesaian di luar pengadilan.

Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2000 ini membuka kemungkingan

dibentuknya lembaga penyedia jasa penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar

pengadilan, baik oleh pihak pemerintah maupun oleh pihak swasta. Lembaga jasa

penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan dapat didirikan dan

beroperasi di seluruh wilayah Indonesia. Lembaga penyedia jasa penyelesaian

sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan dapat dibentuk oleh pemerintah pusat

maupun oleh pemerintah daerah. Lembaga penyedia jasa penyelesaian sengketa

lingkungan yang dibentuk oleh pemerintah pusat, ditetapkan oleh Menteri Negara

Lingkungan Hidup, dan selanjutnya berada di bawah koordinasi dan berkedudukan di

bawah Menteri yang tugasnya berada dalam bidang pengendalian dampak

lingkungan. Lembaga penyedia jasa penyelesaian sengketa lingkungan yang dibentuk

oleh pemerintah daerah, ditetapkan oleh Gubernur/Walikota atau Bupati setempat,

dan selanjutnya berada di bawah koordinasi dan berkedudukan di bawah pejabat yang

tugasnya berada dalam bidang pengendalian dampak lingkungan. Lembaga penyedia

jasa yang dibentuk oleh Pemerintah ini dimaksudkan sebagai pelayanan publik untuk

membantu menyelesaikan sengketa lingkungan hidup.

Lembaga penyedia jasa penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar

pengadilan harus memiliki sekretariat yang menyediakan daftar panggil arbiter atau

mediator atau pihak ketiga. Arbiter atau mediator atau pihak ketiga ini diangkat oleh

keahlian untuk menangani kasus atau masalah sengketa dalam bidang lingkungan

hidup. Syarat-syarat untuk diangkat menjadi arbiter atau mediator atau anggota

lembaga penyedia jasa penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan

adalah sebagai berikut:

a. Cakap untuk melakukan tindakan hukum.

b. Berumur minimum tiga puluh lima tahun untuk arbiter, atau tiga puluh tahun

untuk mediator atau pihak ketiga lainnya.

c. Berpengalaman dan aktif dalam bidang lingkungan hidup sekurangnya lima belas

tahun untuk arbiter atau lima tahun untuk mediator atau pihak ketiga lainnya.

d. Memiliki ketrampilan untuk melakukan perundingan atau penengahan.

Kegiatan lembaga penyedia jasa penyelesaian sengketa lingkungan hidup di

luar pengadilan dapat berupa kegiatan mediasi atau arbitrase. Tentu saja upaya

penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan merupakan salah satu

bentuk dari Alternative Dispute Resolution (ADR), yang tidak terlepas dari

ketentuan-ketentuan yang termaktub di dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang

Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.

ADR130 sebagai mekanisme penyelesaian sengketa di luar pengadilan, pada

saat ini lebih sering dipergunakan karena dianggap lebih mampu merangkul

130

Selain penggunaan istilah Alternative Dispute Resolution (ADR), dalam istilah Indonesia juga dipergunakan penyebutan “Alternatif Penyelesaian Sengketa” (APS), ada pula yang menyebutnya dengan Penyelesaian Sengketa Alternatif (PSA), sementara dalam Undang-undang No. 30 Tahun 1999 disebut dengan “Alternatif Penyelesaian Sengketa”. Lihat NHT. Siahaan, op.cit., hal.330.

kepentingan para pihak.131 Keuntungan dan kebaikan penyelesaian sengketa dengan

menggunakan ADR adalah sebagai berikut:

a. Sifat kesukarelaan dalam proses; b. Prosedur yang cepat;

c. Keputusan non-judicial;

d. Kontrol oleh manajer yang paling tahu tentang kebutuhan organisasi; e. Prosedur rahasia (confidential);

f. Fleksibilitas yang lebih besar dalam merancang syarat-syarat penyelesaian sengketa;

g. Hemat waktu;

h. Hemat biaya dan waktu;

i. Perlindungan dan pemeliharaan hubungan kerja;

j. Tinggi kemungkinan untuk melaksanakan kesepakatan;

k. Tingkat yang lebih tinggi untuk melakukan kontrol dan lebih mudah memperkirakan hasil;

l. Kesepakatan-kesepakatan yang lebih baik daripada sekedar kompromi atas hasil yang diperoleh dari cara penyelesaian kalah atau menang;

m. Keputusan yang bertahan sepanjang waktu.132

Beberapa sarana ADR dalam penyelesaian sengketa lingkungan di luar

pengadilan adalah sebagai berikut :

a. Negosiasi133 atau perundingan, merupakan cara penyelesaian sengketa di luar

pengadilan yang dilakukan oleh pihak-pihak yang bersengketa atau kuasanya

secara langsung tanpa keterlibatan pihak ketiga sebagai penengah. Para pihak

131

ADR pertama kali muncul di Amerika Serikat dan kemudian dipergunakan Kanada dan negara-negara Eropa. Konsep ADR di Amerika Serikat merupakan jawaban atas ketidakpuasan (dissatisfaction) masyarakat terhadap sistem pengadilan yang ada. Ketidakpuasan ini disebabkan penyelesaian melalui sistem pengadilan membutuhkan waktu yang sangat lama, biaya mahal, dan keraguan atas kemampuan hakim menyelesaikan secara memuaskan terhadap kasus-kasus yang rumit. Lihat, Rachmadi Usman, op.cit., hal.250.

132

langsung melakukan perundingan tawar menawar untuk menghasilkan

kesepakatan yang kemudian dituangkan secara tertulis.134

b. Mediasi135, merupakan penyelesaian sengketa yang melibatkan pihak ketiga

sebagai penengah yang disebut sebagai mediator. Mediator adalah pihak yang

tidak memihak (impartial) dan netral serta diterima kehadirannya oleh para pihak

yang bersengketa, yang bekerja dengan para pihak yang bersengketa untuk

membantu mereka memperoleh kesepakatan perjanjian secara memuaskan.

Mediator tidak mempunyai wewenang untuk memutuskan penyelesaian sengketa

diantara para pihak, sebagaimana kewenangan yang dimiliki hakim dan arbiter.136

c. Arbitrase atau perwasitan, merupakan suatu badan peradilan swasta di luar

peradilan umum sebagai proses yang dipilih para pihak yang bersengketa secara

sukarela agar perkaranya diputus oleh juru pisah (wasit atau arbiter atau hakim)

yang netral berdasarkan dalil-dalil yang diajukan para pihak yang bersengketa,

keputusan mana diterima para pihak secara final dan mengikat.137 Menurut Pasal

1 butir 1 UU No.30 tahun 1999, arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa

perdata di luar pengadilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang

dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. Tidak semua sengketa

dapat diselesaikan melalui arbitrase, melainkan hanya sengketa mengenai hak

134

Usman, Rachmadi ,Pembaharuan Hukum Lingkungan Nasional, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2003), hal. 263-269.

135

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, mediasi merupakan salah satu alternatif penyelsaian sengketa di luar pengadilan dengan menggunakan jasa seorang mediator atau penengah; sama seperti konsiliasi. Lihat, Kamus Besar Bahasa Indonesia,

136

Usman, Rachmadi, Op.Cit., hal. 270-272.

137

yang menurut hukum dikuasai sepenuhnya oleh para pihak yang bersengketa atas

dasar kesepakatan.138