KORPORASI SEBAGAI SUBJEK HUKUM A. Gambaran Umum Tentang Korporasi
3. Pertanggungjawaban Pengurus Korporasi
Dasar untuk meminta pertanggungjawaban kepada pengurus korporasi
didasarkan kepada pendapat bahwa suatu perbuatan hanya dapat dilakukan manusia
secara fisik dalam keadaan nyata, dan kemampuan bertanggungjawab atas perbuatan
itu menyangkut kejiwaan yang hanya dapat dimiliki oleh manusia saja. Dengan
demikian tidak ada konstruksi lain yanq dapat digunakan selain daripada ukuran
pertanggungjawaban pengurus atau wakil korporasi.
Sejalan dengan prinsip pertanggungjawaban pengurus menurut
kewenangannya berdasarkan anggaran dasar badan hukum tersebut, maka dalam hal
ini pertanggungjawaban itu diindentikkan dengan apa yang diatur dalam hukum
perdata, khususnya tentang perbuatan “intra vires” dan “ultravires”, perbuatan yang
secara eksplisit atau secara implisit tercakup dalam kecakapan bertindak (badan
hukum) adalah perbuatan “intra vires” sebaliknya setiap perbuatan yang dilakukan
berada di luar lingkup kecakapan bertindak korporasi (di luar maksud dan tujuan
badan hukum) adalah perbuatan “ultra vires” yang karenanya tidak sah dan tidak
mengikat korporasi.
43
Untuk mengetahui bagaimana rumusan maksud dan tujuan badan hukum,
dalam praktek dilihat kepada arti yang lazim atau wajar. Kemudian dapat juga dilihat
dalam Anggaran Dasar korporasi. Dalam Pasal 79 dan 82 UU Nomor 1 Tahun 1995
tentang Perseroan Terbatas (selanjutnya disebut UUPT).
Tegas telah dikatakan bahwa Kepengurusan perseroan dilakukan oleh
Direksi yang tugas dan tanggungjawabnya ialah : Direksi bertanggungjawab penuh
atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan, serta mewakili
perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan.
Pentingnya kedudukan seorang direktur sehingga UU tentang Perseroan
Terbatas meletakkan kewajiban untuk mendaftarkan perseroan agar memperoleh
status badan hukum kepada direktur yang disertai ancaman untuk
mempertanggungjawabkan secara pribadi seluruh transaksi perseroan yang belum
terdaftar dan belum berstatus badan hukum tersebut. (Pasal 21 UUPT).
Sanksi yang sama juga berlaku apabila Direksi tidak menjalankan kewajiban
yang diatur oleh Pasal 85 Ayat (1), serta apabila direktur tersebut bersalah atau lalai
menjalankan tugasnya diatur pada Pasal 85 Ayat (2). Jadi Direktur atau Pengurus
adalah orang yang bertanggungjawab atas operasional korporasi sehari-hari demi
tujuan dan kepentingan korporasi itu dan bukan demi kepentingan pemegang saham
atau pengurus pribadi. Karena itulah wewenang dan tanggungjawab pengurus
tercermin di dalam anggaran dasarnya. Tindak pidana yang dilakukan oleh korporasi
pengurus dari badan hukum tersebut. Sifat dari perbuatan itu sendiri adalah
“onpersoonlijk” (dapat dipertanggungjawabkan kepada person atau manusia).
Roeslan Saleh setuju dengan pendapat bahwa orang yang memimpin
korporasi atau penguruslah yang harus bertanggungjawab, terlepas dari apakah ia
tahu atau tidak tentang dilakukannya perbuatan itu. Namun dengan catatan bahwa
pertanggungjawaban pengurus ini hanya beriaku untuk tindak pidana yang tergolong
pelanggaran dan bukan untuk tindak pidana yang tergolong kejahatan.44
Sekalipun UUPT telah menyatakan bahwa Direktur adalah pengurus
perseroan, tetapi di dalam praktek tidak selamanya demikian. Terdapat kasus-kasus
yang telah menyebabkan berbagai kajian dilakukan untuk menjelaskan hubungan
hukum antara perseroan atau korporasi selaku subjek hukum dan direktur atau orang
sebagai individu yang juga merupakan subjek hukum.
Dari berbagai Yurisprudensi Hoge Raad Belanda, setidak-tidaknya terdapat
3 (tiga) kemungkinan pertanggungjawaban, yaitu :45
1. Ondergesichkt, yaitu bawahan sebagai penanggungjawab badan hukum. Hal ini
dapat terjadi apabila tugas yang diberikan kepada bawahan itu membuka
kesempatan dan memperluas kemungkinan perbuatan itu. Pada Arrest HR tahun
1930 dimana Pemerintah Kota harus bertanggungjawab memberikan ganti rugi
akiba seorang polisi yang dalam tugasnya telah berbuat sedemikian rupa dan
mengakibatkan tabrakan dan kematian seseorang. HR berpendapat bahwa
44
Saleh, Roeslan, Op Cit, hal. 55.
45
sekalipun polisi tersebut bukan seorang pengurus pemerintah kota tetapi
pernerintah kota telah memberikan tugas dan tanggungjawab yang luas kepada
polisi itu sehingga ia dapat melakukan hal-hal yang lebih luas lagi. Pada kasus
penggelapan deposito nasabah Bank Mandiri, maka pegawai yang melakukannya
dipidana sebagai pribadi, sementara secara perdata, Bank Mandirilah yang harus
mengganti deposito tersebut kepada nasabahnya. Sifat pertanggungjawaban
ondergesichkt sangat kasuistis. Terkadang seorang bawahan yang melakukan
perbuatan pidana harus mempertanggungjawabkan perbuatannya sendiri,
sementara korporasi tempatnya bekerja dapat membebaskan diri dari
pertanggungjawaban suatu kerugian.
2. Organen, adalah sebutan bagi wakil suatu badan hukum dan wakil itu dalam
lapangan hukum perdata. Seseorang baru dianggap sebagai organ atau wakil
badan hukum apabila secara hukum orang tersebut mempunyai wewenang yang
sah untuk bertindak atas nama badan hukum yang diwakilinya. Menurut de
Heersen de leer, untuk dapat dianggap bertindak sebagai organ, Maka seseorang
harus bertindak masih dalam suasana formal dalam batas-batas wewenangnya.46
Selanjutnya ditambahkan Oleh Paul Scholten, bahwa suatu perbuatan itu masih
dapat dikatakan dalam suasana formal dari wewenangnya, ialah jika perbuatan itu
merupakan pelaksanaan tugas/pemenuhan pekerjaan atau dinasnya. Di dalam
struktur suatu korporasi, direktur adalah organ atau wakil, karena ditetapkan oleh
undang-undang. Tetapi tidak hanya direktur yang dapat bertindak sebagai organ.
46
Seorang kepala cabang bank juga dapat bertindak sebagai organ untuk hal-hal
tertentu. Tetapi wewenang tersebut tidak secara langsung diperoleh bersama
dengan jabatannya, tetapi memerlukan suatu prosedur tertentu, misalnya melalui
pengesahan atau surat kuasa yang menyatakan bahwa orang tersebut mempunyai
wewenang bertindak sebagai organ atau wakil korporasinya. Apabila seorang
organ bertindak melampaui wewenang yang dimilikinya dan melakukan suatu
perbuatan melawan hukum, maka pertanggungjawaban berlaku pribadi.
3. Apabila organ bertindak atas dasar suatu perintah jabatan yang mengikat dirinya
(ambtelijk bevel), maka tidak ada unsur kesalahan pribadi (persoonlijk schuld).
Di dalam hukum pidana hal ini dikenal juga sebagai alasan pernbenar suatu
tindak pidana yang menyebabkan seseorang tidak dapat dipidana (Pasal 51 Ayat
(1) KUHP).
B. Perseroan Terbatas sebagai Badan Hukum