• Tidak ada hasil yang ditemukan

GAMBARAN UMUM

FUNGSI TEKONG DALAM PENGELOLAN SUMBER DAYA ALAM

3.5. Jalur Penangkapan Ikan

Potensi perikanan dipantai barat Sumatra utara hingga saat ini optimal dimanfaatkan khususnya potensi pada perairan ZEE. Peningkatan pemanfaatan sumber daya perairan tersebut masih terbuka untuk usaha penangkapan ikan dan budi daya laut. Jumlah ikan yang dikota sibolga pada tahun 2007 tercatat sebesar 7744,4 Ton dalam Triwulan ke 4. Dalam hal ini jika dibanding dengan tahun 2003 terjadi penurunan produksi sebesar 8152,0 Ton.

Hal ini disebabkan oleh banyaknya kapal ikan yang tidak pergi kelaut karena kelangkaan dan ada sebahagian kapal ikan yang pindah ke Sumatra Barat dan Bengkulu dengan tujuan agar hasil tangkapannya mudah dipasarkan karena daerah operasinya berada di wilayah tersebut. Sementara prasarana pendaratan ikan yang memadai bagi armada tersebut yang disediakan pemerintah belum ada, sehingga berdirilah tempat belabu atau tangkapan kapal ikan milik pribadi/swasta yang hingga saat ini keberadaanya belum tertata dengan baik, sehungga sebahagian tampak kumuh dan tekesan kotor.

Nelayan yang ada di kota Sibolga pada umumnya melakukan penangkapan ikan di teluk tapian nauli (perairan sibolga atau tapanuli tengah), Tapanuli Selatan, Nias, Aceh Selatan dan bahkan keperairan Sumatra Barat dan Bengkulu. Dengan demikian produksi perikanan yang didaratkan di kota sibolga bukan

Erwin J.V Nababan : Tekong (Studi Deskriptif Terhadap Pemanfaatan Sumber Daya Alam Pesisir Pada Masyarakat Sibolga), 2009.

hanya berasal dari pemanfaatan potensi perairan pantai barat Sumatra utara melainkan hampir sebahagian pantai Barat Sumatra .

Tanah air Indonesia yang sebahagian besar terdiri dari perairan mengandung SDI yang sangat tinggi tingkat kesuburannya dan merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa, sejak dulu kal dimanfaatkan rakyat Indonesia secara turun temurun.

Disahkannya rezim hukum Zona Ekonomi Eksklusif dalam lingkup hukum laut internasional yang baru maka SDPK milik bangsa Indonesia menjadi bertambah besar jumlahnya dan sangat potensial untuk menunjang upaya peningkatan kesehahtraan dan kemakmuran seluruh rakyat indonesia.

Pasal 33 UUD 1945 menyebutkan bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Ketentuaan ini merupakan landasan dan sekaligus arah arah bagi pengatur berbagai hal yang berkaitan dengan sumber daya perikanan dan kelautan.

Ketentuan tersebut secara tegas menginginkan agar pelaksanaan penguasaan Negara atas sumber daya perairan dan kelautan diarahkan kepada tercapainya manfaat yang sebesar-besararya bagi kemakmuran rakyat banyak dan oleh karenanya pemanfaatan SPOK (sumber daya perikanan harus maupun mewujudkan keadilan dan pemerataan sekaligus memperbaiki kehidupan nelayan dan petani ikan serta memajukan desa-desa pantai.

Erwin J.V Nababan : Tekong (Studi Deskriptif Terhadap Pemanfaatan Sumber Daya Alam Pesisir Pada Masyarakat Sibolga), 2009.

Berpegang pada dasar pemikiran ini maka perlu diambil langkah-langkah agar para nelayan dan petani ikan yang masih saat ini masih termasuk golongan yang sangat rendah pendapatannya memperoleh kesempatan untuk meningkatkan kesejahtraannya.

Pasal 33 juga mengandung cita-cita bangsa bahwa pemanfaatan SDPK ( sumber daya perikanan kelautan) harus dapat dilakukan secara terus menerus bagi kemakmuran rakyat.sejalan dengan itu sudah mestinya bila pengolahan dan pemanfaatan diatur secara mantap hingga menjamin arah dan kelangsungan serta kelestarian pemanfaatannya dapat berlangsung seiring dengan tujuan pembangunan nasional oleh karena itu untuk mencapai tingkat pemanfaatan optimal membutuhkan pemodalan dan teknologi tepat guna dan tenaga kerja yang memadai maka pengolahan dan pemanfaatan SDPK memerlukan sistem pengawasan dan pengamanan yang baik.

Hal ini peraturan perundang- undangan dibidang perikanan dan kelautan sangat dirasakan sebagai suatu kebutuhan yang penting sebagai dasar hukum dalam pengolahan dan pemanfaatan sumber daya perikanan dan kelautan yaitu Undang-undangan No. 9 tahun 1985 tentang perikanan, yang mengandung pengertian antara lain:

1. Lingkungan sumber daya ikan adalah perairan tempat sumber daya ikan termaksuk biodata dan faktor alam lainnya.

2. Pencemaran sumber daya ikan adalah tercampurnya sumber daya ikan dengan mahluk hidup, zat energi dan atau komponen lain atas perbuatan manusia sehingga sumber daya ikan menjadi kurang atau tidak berfungsi bagaimana seharusnya dan atau berbahaya bagi yang memanfaatkannya. kerusakan sumber

Erwin J.V Nababan : Tekong (Studi Deskriptif Terhadap Pemanfaatan Sumber Daya Alam Pesisir Pada Masyarakat Sibolga), 2009.

daya ikan adalah terjadinya penurunan potensi sumber daya ikan yang dapat membahayakan kelestariannya disuatu perairan tertentu yang diakibatkan oleh perbuatan seseorang atau badan hukum yang telah menimbulkan sedemikian rupa terhadap keseimbangan biologi dan daur sumber daya ikan.

pencemaran lingkungan sumber daya ikan adalah masuknya atau dimasukkannya mahluk hidup, zat energi dan atau komponen kedalam lingkungan sumber daya ikan sampai tingkat tertentu yang mengakibatkan lingkingan SDI menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya.

3. Kerusakan lingkungan sumber daya ikan adalah suatu keadaan lingkungan sumber daya ikan disuatu lokasi perairan tertentu yang telah mengalami perubahan fisik, kimiawi dan hayati sehingga tidak atau kurang berfungsi sebagai tempat hidup mencari makan, berkembang biak dan berlindung sumber daya ikan karena telah mengalami gangguan sedemikian rupa sebagai akibat.

Pemanfaatan sumber daya ikan perikanan dan kelautan peril dilakukan secara tertib, teratur dan berkesenambungan, oleh karenanya salah satu faktor yang peril pengaturan secara tegas adalah melalui jalur-jalur penangkapan ikan. Alasannya sebagai upaya pengendalian penangkapan ikan dengan pemanfaatan SDI optimal, lestari atau tidak berkelebihan. Agar pengolahan SDKP dilakuakan secara bertanggung jawab dan lestari dan berkelanjutan.

Menghindari konflik akibat daerah penangkapan ikan tumpang tindih antar alat tangkap.dan keberpihakan .Dengan tujuan mewujudkan pengolahan sumber daya kelautan dan perikanan yang bertanggungjawab. Mewujudkan partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pengawasan dan pengendalian SDKP.

Erwin J.V Nababan : Tekong (Studi Deskriptif Terhadap Pemanfaatan Sumber Daya Alam Pesisir Pada Masyarakat Sibolga), 2009.

Dasar hukum yang mengatur adalah undang-undang No. 9 tahun 1985 tentang perikanan khususnya pasal 4 ayat 4: didalam pengelolaan SDI, mentri penetapan ketentuan-ketentuan yang salah satunya adalah daerah, jalur, waktu dan musim penangkapan ikan. Surat keputusan mentri pertanian no. 392/Kpts/ IK.120/4/ 99 tentang jalur-jalur penangkapan ikan.

Jalur-jalur penangkapan ikan

Jalur 1 (perairan pantai diukur dari permukaan air laut pada Surut Terendah pada setiap pulau.

1.a (0-3 mil laut)

Diperbolehkan bagi:

1. Alat penangkapan ikan yang mantap

2. Alat penangkapan ikan yang menetap yang tidak dimodifikasi 3. Kapal perikanan tanpa motor ≤ 10 m.

wajib diberi tanda pengenal:

1. Tanda pengenal jalur dicat warna putih ≥ 1/4 labung kiri dan kanan kapal 2. Tanda pengenal alat tangkap ditetepkan oleh dirjenkan.

1.b.( 3-6 mil laut)

Diperbolehkan bagi:

1. Alat tangkap ikan yang tidak menetap yang dimodifikasi 2. Kapal perikanan ≤ 10 m

3. Motor temple dan motor dalam ≤12 m/ ≤5 GT 4. Pukat Cincin (Purse Seine) ≤ 150

5. Jaring Insang Hanyut (Drift Gill Net)≤ 1.000 m wajib diberi tanda:

Erwin J.V Nababan : Tekong (Studi Deskriptif Terhadap Pemanfaatan Sumber Daya Alam Pesisir Pada Masyarakat Sibolga), 2009.

1. tanda pengenal jalur di cat warna merah ≥1/4 lambung kiri dan kanan kapal.

2. tanda pengenal kapal ditetapkan oleh dirjenkan.

1.c jalur 11(2-6 mil laut)

Diperbolehkan bagi:

1. Kapal perikanan motor ≤ 60 GT

2. Pukat Cincin ≤ 600 m dengan kapal tunggal ( bukan group ) atau ≤ 1.000 m dengan dua kapal ganda ( bukan group)

3. Tuna ling line ≤ 1.200 mata pancing 4. Jaring insang hanyut ≤ 2.500 m.

wajib diberi tanda pengenal :

1. Tanda pengenal jalur dicat warna oranye ≥ 1/4 lambung kiri dan kanan kapal.

2. Tanda pengenal kapal ditetapkan oleh dirjenkan.

1.d. jalur 111(12 s/d 200 mil laut/ batas terluas ZEEI)

Diperbolehkan bagi:

1. Kapal perikanan berbendera Indonesia ≤ 200 GT, kecuali yang

menggunakan pukat cincin bedar di teluk tomini, laut maluku, laut seram, laut banda, laut flores dan laut sawu dilarang untuk semua ukuran.

2. Kapal perikanan berbendera Indonesia ≤ 2 0 0 GT d i ZEEI selat malaka kecuali yang menggunakan pukat ikan ( Fish Net) ≥ 60 GT

3. Parairan ZEEI diluar ZEEI selat malaka:

Erwin J.V Nababan : Tekong (Studi Deskriptif Terhadap Pemanfaatan Sumber Daya Alam Pesisir Pada Masyarakat Sibolga), 2009.

b. kapal perikanan .350-800 GT yang menggunakan pukat cincin hanya boleh beroperasi diluar >100 mil laut dari garis pantai kepulauan Indonesia.

c. Kapal perikanan yang menggunakan pukat cincin dengan sistem group hanya boleh beroperasi >100 mil laut dari garis pangkal kepualauan Indonesia.

4. kapal perairan berbendera asing berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Wajib diberi tanda pengenal:

1. tanda pengenal jalur dicatat waran kuning ≥1/4 lambung kiri dan kanan kapal

2. tanda pengenal alat tangkap di tetapkan oleh dirjenkan (dinas kelautan dan perikanan kata sibolga, 2007).

Dengan demikian besarnya potensi lestari perairan pantai Barat Sumatera termasuk Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) diperkirakan sebersar 317. 456 ton per tahun. pada tahun 2005, jumlah ikan yang didaratkan di sibolga diperkirakan sebanyak 29.137,50 ton dengan jenis ikan yang lebih dominan adalah bambangan .kakap merah kira-kira 14.810.592 Ton (50,835%) dan ikan tongkol sebesar 11.117.414 ton (38,15).

Table 8

POTENSIAL LESTARI PERAIRAN PANTAI BARAT SUMATERA

Dokumen terkait