• Tidak ada hasil yang ditemukan

D. Pedoman Berlalulintas di Alur Penyeberangan 1. Latar Belakang

4. Jangkauan penyusunan

Jangkauan penyusunan Konsep Pedoman Berlalulintas di Alur Penyeberangan adalah:

a. Berlalu lintas memasuki pelabuhan b. Berlalu lintas meninggalkan pelabuhan c. Berlalu lintas di Alur penyeberangan d. Sistem Perambuan

e. Ruang Bebas Alur penyeberangan 5. Objek atau arah pengaturan

Pemerintah, sebagaimana diamanatkan oleh undang-undang, dalam penyelenggaraan alur-pelayaran berkewajiban untuk 40: a.menetapkan alur-pelayaran; b.menetapkan sistem rute; c.menetapkan tata cara berlalu lintas; dan d.menetapkan daerah labuh kapal sesuai dengan kepentingannya. Nakhoda semua

kapal dalam pelayarannya, wajib mematuhi ketentuan yang berkaitan dengan 41: a.tata cara berlalu lintas; b.alur-pelayaran; c.sistem rute; d.daerah-pelayaran lalu lintas kapal; dan e.Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran, serta

pada wilayah tertentu wajib melaporkan semua informasi melalui Stasiun Radio Pantai (SROP) terdekat.

a.

Berlalu lintas memasuki pelabuhan

Pemilik, operator kapal, atau Nakhoda wajib memberitahukan rencana kedatangan kapalnya di pelabuhan kepada Syahbandar dengan mengirimkan telegram radio Nakhoda (master cable) kepada Otoritas Pelabuhan, Unit Penyelenggara Pelabuhan, atau Syahbandar melalui stasiun radio pantai dengan tembusan kepada perusahaan angkutan laut atau agen umum dalam waktu paling lama 48 (empat puluh delapan) jam sebelum kapal tiba di pelabuhan. Pemberitahuan kedatangan kapal oleh Nakhoda dengan mengirimkan telegram radio Nakhoda (master cable) disampaikan kepada Syahbandar melalui stasiun radio pantai. Pemberitahuan kedatangan kapal yang telah diterima oleh stasiun radio pantai disampaikan kepada Otoritas Pelabuhan, Unit Penyelenggara Pelabuhan, atau Syahbandar dan perusahaan angkutan laut atau agen umum dengan menggunakan sarana telepon, faksimili, surat elektronik (e-mail), radio, dan/atau ordonan (caraka) 42. Telegram radio Nakhoda (master cable) birisikan : a).nama kapal; b).tanda panggilan (callsign); c).Maritime Mobile Services Identities (MMSI); d).tanggal dan waktu pelaporan; e).posisi pada saat pelaporan; dan f).pelabuhan asal dan pelabuhan tujuan43.

Kapal yang akan memasuki pelabuhan harus mendahulukan kapal lain yang akan keluar pelabuhan, terutama jika area berlabuh yang terbatas, atau akan sandar pada dermaga yang sama. Untuk selalu diingat, saat memasuki pelabuhan, alur yang disyaratkan adalah ditandai dengan rambu suar di sebelah kiri dengan warna merah dan sebelah kanan dengan warna hijau. Sesaat sebelum memasuki pelabuhan atau sebelum sandar, ABK harus mengingatkan para penumpang untuk tidak terburu-buru berebutan keluar kapal, karena bisa mengakibatkan ketidak seimbangan kapal karena penumpang berkumpul pada satu titik. Kapal harus dipastikan telah diikat

41 Ibid, Pasal 193

42 Ibid, Pasal 82 ayat (1)

sempurna dengan dermaga sebelum penumpang dan kendaraan diperbolehkan meninggalkan kapal. Penumpang orang hendaknya didahulukan dalam proses bongkar, baru kemudian kendaraan.

Gambar 2.5. Panduan Perambuan Kapal Memasuki Pelabuhan

Berdasarkan IALA ( International Of Association Of Marine Aid to Navigation Lighthouse Authorities ) setiap kapal yang memasuki pelabuhan harus memperhatikan perambuan dengan nama, warna, huruf serta tanda yang juga dapat digunakan pada pelabuhan penyeberangan sebagai berikut.

Gambar 2.6

b.

Berlalu lintas meninggalkan pelabuhan

Setiap kapal yang meninggalkan pelabuhan harus secepatnya memberitahukan kepada stasiun radio pantai atau stasiun-stasiun terkait bahwa jam dinas stasiunnya akan dibuka kembali sepanjang diizinkan oleh peraturan yang berlaku, namun stasiun yang tidak mempunyai jam dinas tetap, pemberitahuan dilakukan ketika pertama kali dinas stasiunnya dibuka setelah berangkat dari pelabuhan 44.

Setiap kapal yang berlayar wajib memiliki Surat Persetujuan Berlayar (Port

Clearance) yang dikeluarkan oleh Syahbandar setelah kapal memenuhi persyaratan

kelaiklautan kapal dan kewajiban lainnya. Untuk memperoleh Surat Persetujuan

44 Peraturan Menteri No. KM. 01 Tahun 2010 tentang Tata Cara Penerbitan Surat Persetujuan Berlayar, Pasal 3

Berlayar (Port Clearance), pemilik atau operator kapal mengajukan permohonan secara tertulis kepada Syahbandar, dengan melampirkan45:

a) surat pernyataan kesiapan kapal berangkat dari Nakhoda (Master Sailing

Declaration); dan

b) dokumen muatan serta bukti-bukti pemenuhan kewajiban kapal lainnya, meliputi : 1) bukti pembayaran jasa kepelabuhanan; 2) bukti pembayaran jasa kenavigasian; 3) bukti pembayaran penerimaan uang perkapalan; 4) persetujuan (clearance) Bea dan Cukai (jika ada); 5) persetujuan (clearance) Imigrasi (jika ada); 6) persetujuan (clearance) Karantina kesehatan (jika ada); dan/atau, 7) persetujuan (clearance) Karantina hewan dan tumbuhan (jika ada);

Berkas permohonan penerbitan Surat Persetujuan Berlayar (Port Clearance) diserahkan kepada Syahbandar setelah semua kegiatan di atas kapal selesai dan kapal siap untuk berlayar yang dinyatakan dalam surat pernyataan kesiapan kapal berangkat dari Nakhoda (Master Sailing Declaration). Penyerahan permohonan dapat dilakukan dengan cara : a).menyerahkan ke loket pelayanan satu atap pada Kantor Syahbandar; atau b).mengirimkan secara elektronik (upload) melalui Inaportnet pada pelabuhan yang telah menerapkan National Single Window (NSW).

Selanjutnya, berdasarkan permohonan penerbitan Surat Persetujuan Berlayar (Port

Clearance), pejabat pemeriksa kelaiklautan kapal melakukan pemeriksaan

kelaiklautan kapal, meliputi: a).administratif; dan b).fisik di atas kapal. Pemeriksaan administratif kelaiklautan kapal, dilakukan untuk meneliti kelengkapan, dan masa berlaku atas:

a) surat-surat dan dokumen yang di lampirkan pada saat penyerahan surat permohonan penerbitan Surat Persetujuan Berlayar (Port Clearance);dan b) sertifikat dan surat-surat kapal yang telah diterima oleh Syahbandar pada saat

kapal tiba di pelabuhan.

Berdasarkan hasil pemeriksaan, pejabat pemeriksa kelaiklautan kapal membuat kesimpulan atau resume tingkat pemenuhan persyaratan administratif dengan menggunakan daftar pemeriksaan yang telah disiapkan.

Pemeriksaan fisik kelaiklautan, dilakukan oleh pejabat pemeriksa kelaiklautan kapal di atas kapal guna meneliti: a).kondisi nautis-teknis dan radio kapal; dan b).pemuatan dan stabilitas kapal; sesuai dengan keterangan yang disebutkan dalam surat pernyataan kesiapan kapal berangkat dari Nakhoda (Master Sailing

Declaration). Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik ini, pejabat pemeriksa

kelaiklautan kapal membuatkan kesimpulan atau resume tingkat pemenuhan persyaratan teknis kelaiklautan kapal dengan menggunakan daftar pemeriksaan yang telah disiapkan. Kekurangan persyaratan teknis kelaiklautan kapal, wajib disampaikan kepada pemilik atau operator kapal untuk dilengkapi.

Selanjutnya Syahbandar mengeluarkan Surat Persetujuan Berlayar (Port

Clearance) berdasarkan hasil kesimpulan atau resume pemenuhan persyaratan

administratif dan teknis kelaiklautan kapal yang telah terpenuhi semua. Surat Persetujuan Berlayar (Port Clearance) yang telah ditandatangani oleh Syahbandar, segera diserahkan kepada pemilik atau operator kapal atau badan usaha yang ditunjuk mengageni kapal untuk diteruskan kepada Nakhoda kapal. Setelah Surat Persetujuan Berlayar (Port Clearance) diterima di atas kapal, Nakhoda kapal wajib segera menggerakkan kapal untuk berlayar meninggalkan pelabuhan sesuai dengan waktu tolak yang telah ditetapkan. Surat Persetujuan Berlayar (Port Clearance) berlaku 24 (dua puluh empat) jam dari waktu tolak yang ditetapkan dan hanya dapat digunakan untuk 1 (satu) kali pelayaran. Dalam keadaan tertentu, dalam hal kondisi cuaca pada perairan yang akan dilayari kapal dapat membahayakan keselamatan berlayar, Syahbandar dapat menunda pemberangkatan kapal. Penundaan keberangkatan kapal yang melebihi 24 (dua puluh empat) jam dari waktu tolak yang telah ditetapkan, pemilik atau operator kapal atau badan usaha yang ditunjuk menjadi agen kapal wajib mengajukan surat permohonan ulang penerbitan Surat Persetujuan Berlayar (Port Clearance) kepada Syahbandar.

Sesaat sebelum melepas sauh dari dermaga, atau sesaat setelah meninggalkan pelabuhan atau pada saat maneuver, ABK harus memperagakan pemakaian baju

pelampung untuk keadaan darurat, serta memberitahu dimana penempatan baju pelampung tersebut. Pada saat maneuver meninggalkan dermaga, nahkoda harus memastikan tidak ada halangan yang bisa mengganggu maneuver kapal. Nahkoda harus memastikan berlayar meninggalkan pelabuhan dengan kecepatan aman, serta memastikan alur yang dialui adalah benar dengan selalu memperhatikan rambu penuntun yang ada di pelabuhan. Untuk selalu diingat, saat keluar dari kolam pelabuhan, alur yang disyaratkan adalah ditandai dengan rambu suar di sebelah kiri dengan warna hijau dan sebelah kanan dengan warna merah.

c.

Berlalu lintas di alur penyeberangan

Selama dalam pelayaran, Nakhoda wajib memberitahukan posisi tengah hari (noon

positioning) dengan mengirimkan telegram radio tidak berbayar dan/atau hubungan

komunikasi dari kapal ke stasiun radio pantai terdekat. Telegram radio dan hubungan komunikasi tersebut berisi koordinat posisi, haluan kapal dari dan tujuan kapal, kondisi kapal, serta kondisi awak kapal pada posisi tengah hari (noon

positioning). Stasiun radio pantai setelah menerima pemberitahuan posisi tengah

hari kemudian meneruskan berita posisi tengah hari (noon positioning) tersebut kepada Syahbandar setempat46.

Selama dalam pelayaran, kapal harus mematuhi tata cara berlalu lintas di alur penyeberangan sesuai dengan peraturan yang berlauku ataupun peraturan internasional. Tata cara berlalu lintas di alur penyeberangan harus mempertimbangkan : a.kondisi alur-pelayaran; b.kepadatan lalu lintas; c.kondisi, ukuran dan sarat (draught) kapal; d.arus dan pasang surut; dan e.kondisi cuaca. Pada alur-pelayaran yang lalu lintasnya padat dan sempit, perlu dilakukan pengaturan lalu lintas kapal melalui sistem rute kapal (ship's routeing system) yang meliputi47:

1) bagan pemisah lalu lintas (traffic separation scheme); 2) rute dua arah (two way routes);

3) jalur yang direkomendasikan (recommended tracks); 4) area yang harus dihindari (areas to be avoided); 2) daerah lalu lintas pantai (inshore traffic zones); 3) daerah putaran (roundabouts);

46 Ibid, Pasal 83

4) daerah perhatian khusus (precaution areas); 5) rute air dalam (deep water routes).

d. Tata cara berlalu lintas di alur-pelayaran diantaranya meliputi : 1). kecepatan aman;

Dalam menentukan kecepatan aman harus memperhitungkan faktor-faktor sebagai berikut: a)keadaan penglihatan; b)kepadatan lalu lintas, termasuk pemusatan kapal atau kapal lain apapun; c)kemampuan olah gerak kapal dengan acuan khusus pada jarak henti dan kemampuan berputar dalam keadaan yang ada; d)pada malam hari adanya bahaya latar belakang seperti yang berasal lampu-Iampu darat atau hambur-pantul dari penerangan-penerangan sendiri; e)keadaan angin, laut dan arus, serta adanya bahaya-bahaya navigasi di sekitarnya; f)sarat (draught) kapal sehubungan dengan kedalaman air yang ada 48. Kapal-kapal penyeberangan didesain dengan kecepatan dinas 10 knot dan 15 knot.