• Tidak ada hasil yang ditemukan

Objek atau arah pengaturan

F. Pedoman Penanganan Kecelakaaan Kapal Saat Operasi 1. Latar Belakang

5. Objek atau arah pengaturan

Beberapa .aspek yang perlu dirumuskan terkait dalam penanganan kecelakaan kapal saat operasi adalah sebagai berikut;

a. Tanggung Jawab Pengangkut

Perusahaan Pelayaran Penyeberangan harus menjamin kehandalan armadanya serta menjamin terlaksananya aspek keselamatan pada saat berlayar dengan berpedoman pada:

(1) Terpenuhinya syarat kecakapan pelaut khususnya Nakhoda dan Kepala Kamar Mesin untuk mengoperasikan kapal di jalur penyeberangan tersebut;

(2) Terpenuhinya persyaratan keselamatan pelayaran sesuai SOLAS ataupun peraturan Biro Klasifikasi dan ketentuan Pemerintah lainnya;

(3) Terpasangnya gambar/diagram Rencana Keselamatan (Safety Plan) yang telah disetujui oleh Direktur Jenderal di setiap ruangan di kapal terutama ruang penumpang;

(4) Menjamin bahwa tanda pengenal kotak penyimpan baju renang atau pelampung terbaca oleh penumpang dan mudah dijangkau;

(5) Posisi penempatan sekoci atau life raft dapat dijangkau oleh penumpang walaupun dalam keadaan panik dan berebut;

(6) Secara periodik memeriksa status kedaluwarsa peralatan pemadam kebakaran berbahan busa, life raft beserta isi dan kelengkapannya.

(7) Menetapkan peraturan dilingkungan perusahaan mengenai keharusan adanya pelatihan penyelamatan saat terjadi kecelakaan misalnya:

(a) Pemadaman kebakaran;

(b) Penurunan sekoci atau life raft;

(c) Penggunaan dan berfungsi atau tidaknya katup darurat bahan bakar ke mesin induk dan mesin bantu (emergency fuel stop valve);

Menjamin tersedianya kotak P-3-K serta terjaganya mutu obat obatan yang tersedia;

Secara umum tanggung jawab keselamatan pelayaran khususnya pelayaran penyeberangan ada dipundak Nakhoda Kapal yang akan mengkoordinir para Anak Buahnya. Namun dalam banyak kasus penyebab kecelakaan kapal adalah faktor Manusia atau yang sering dikenal dengan Human Error, maka dengan sendirinya penumpang harus merasa ikut bertanggung jawab atas keselamatan pelayaran penyeberangan yang sedang dijalaninya. Tanggung jawab Nakhoda tersebut yang paling tepat adalah:

(1) Menghindari terjadinya kecelakaan pada saat beroperasi (2) Memimalisasi terjadinya korban jiwa dan korban luka

Penanggung jawab tertinggi diatas sebuah kapal adalah Nakhoda yang dalam pelaksanaannya harus dibantu oleh anak buah terkait bidang masing-masing misalnya untuk ruang mesin, ruang penumpang, geladak kendaraan. Adapun lingkup tanggung jawab nahkoda tersebut sebagai berikut:

(1) Mengumumkan bahwa kapal dalam keadaan darurat, yang kemudian diteruskan oleh seluruh Anak buah kapal sehingga menjangkau setiap sudut dari kapal.

(2) Memerintahkan anak buah agar segera mengambil tindakan penyelamatan misalnya:

(a) Melokalisasi dan memadamkan kebakaran; (b) Mengamankan para penumpang;

(c) Memerintahkan penumpang untuk menggunakan pelampung dan bergerak ke lokasi sekoci dan life raft.

Sementara tanggung jawab anak buah kapal, dalam rangka untuk menghindari terjadinya kecelakaan dan meminimalisir jatuhnya korban maka tanggung jawab adalah sebagai berikut:

(1) Perlu ditunjuknya salah satu Anak Buah Kapal secara bergantian untuk menjadi penanggung jawab keselamatan setiap hari dan ABK tersebut bertanggung jawab kepada Nakhoda;

(2) Melaporkan apabila mengetahui atau mencium tanda tanda adanya kebakaran atau benda terbakar ketika kapal sedang berlayar;

(3) Mengatur dan memeriksa apakah semua kendaraan telah diikat ke geladak;

(4) Memeriksa apakah tata letak kendaraan bermotor sudah benar dan sesuai dengan rencana tata letak yang berlaku diatas kapal tersebut;

(5) Memeriksa apakah semua kendaraan bermotor telah kosong dari penumpang;

(6) Segera bertindak ketika mengetahui bahwa arah haluan kapal akan mengakibatkan terjadinya tabrakan atau benturan,dengan kapal lain, sambil melaporkan keadaan tersebut kepada atasannya atau langsung kepada Nakhoda;

(7) Mengumumkan terjadinya keadaan darurat kepada seluruh penumpang; (8) Memberi petunjuk kepada penumpang tempat penyimpanan baju renang

dan alat keselamatan lainnya serta cara memakainya;

(9) Menenangkan kepanikan para penumpang, mengkoordinir dan mengarahkan pergerakan penumpang untuk menaiki sekoci atau pelampung (life raft);

Selain awak kapal, penumpang juga memiliki kewajiban dan tanggung jawab jika terjadi keadaan darurat kapal saat operasi, diantaranya adalah;

(1) Mematuhi ketentuan dan peraturan yang berlaku diatas kapal misalnya : tidak sembarangan membuang puntung rokok atau bahkan mematuhi larangan tidak merokok;

(2) Segera melapor kepada ABK yang bertugas atau sedang piket apabila melihat atau mengetahui adanya anggota keluarga/rombongan atau orang lain yang terjatuh kelaut

(3) Sesampainya di ruang penunmpang maka para penumpang dianjurkan segera mengetahui tempat penyimpanan alat keselamatan misalnya: baju renang, pelampung

(4) Memberitahu kepada ABK yang bertugas apabila ada yang mencium bau asap yang bisa diduga sebagai akibat adanya kebakaran atau sebagai tanda terjadinya kebakaran;

(5) Penumpang harus turun dari bis dan naik kapal lewat jalan orang yang telah disediakan;

(6) Apabila penumpang ikut didalam bus ketika bus masuk kedalam kapal maka penumpang harus segera turun dan duduk di ruang penumpang; (7) Penumpang yang mengetahui cara penggunaan peralatan pemadam

kebakaran seyogya ikut mengoperasikan peralatan tersebut apabila diperlukan.

b. Komunikasi Marabahaya

Bahaya terhadap kapal dan/atau orang merupakan kejadian yang dapat menyebabkan terancamnya keselamatan kapal dan/atau jiwa manusia. Setiap orang yang mengetahui kejadian bahaya tersebut wajib segera melakukan upaya pencegahan, pencarian dan pertolongan serta melaporkan kejadian kepada pejabat berwenang terdekat atau pihak lain. Sementara itu Nakhoda wajib melakukan tindakan pencegahan dan penyebarluasan berita kepada pihak lain apabila mengetahui di kapalnya, kapal lain, atau adanya orang dalam keadaan bahaya. Selain penyebarluasan berita, Nakhoda juga wajib melaporkan bahaya tersebut kepada Syahbandar pelabuhan terdekat73.

Berdasarkan kode internasional, yang juga diadopsi oleh pemerintah Indoensia, setiap kapal dalam keadaan marabahaya dan memerlukan pertolongan segera wajib disiarkan secara luas melalui stasiun radio pantai dan/atau stasiun bumi pantai dalam jaringan Telekomunikasi-Pelayaran oleh penyelenggara Telekomunkasi Pelayaran. Penyiaran berita dilaksanakan segera setelah diterima dan disiarkan ulang secara periodik 2 (dua) kali dalam 1 (satu) jam selama waktu tenang dengan menggunakan kanal penyiaran frekuensi marabahaya internasional pada Band Medium Frequency dan Band High Frequency, sedangkan penyiaran verita marabahaya di Band Very High Frequency dilaksanakan segera setelah diterima. Penyiaran berita dilaksanakan dengan panggilan marabahaya/berita marabahaya “MAYDAY MAYDAY MAYDAY” atau didahului dengan tanda segera “PAN PAN PAN” untuk informasi minta pertolongan terhadap orang yang sakit di atas kapal; dan informasi minta pertolongan terhadap orang yang jatuh di laut atau panggilan “SECURITE SECURITE SECURITE” untuk dukungan operasi pencarian dan penyelamatan (SAR). Stasiun radio pantai dan/atau stasiun bumi pantai, harus menyiarkan berita marabahaya yang diterimanya. Sementara Nakhoda wajib meliput berita marabahaya tersebut baik

dari kapal di sekitarnya maupun dari stasiun radio pantai dan/atau stasiun bumi pantai untuk tujuan pencarian, penyelamatan, dan keselamatan berlayar74.

Penyiaran berita marabahaya dari stasiun radio pantai dan/atau stasiun bumi pantai ke kapal dengan tata cara sebagai berikut75:

(1) apabila menggunakan radio teleponi dengan kelas emisi J3E disiarkan melalui frekuensi 2182 KHz, 4125 KHz, 6215 KHz, 8291 KHz, 12290 KHz, dan 16420 KHz, dengan jam penyiaran menit ke 00 – 03 dan menit ke 30 – 33 pada setiap jamnya;

(2) apabila menggunakan radio teleponi dengan kelas emisi G3E disiarkan melalui frekuensi 156.800 MHZ (chanel 16) dengan jam penyiaran 0000 – 2400 UTC;

(3) apabila menggunakan perangkat DSC dengan kelas emisi FIB/J2B disiarkan melalui frekuensi 2187.5 KHz, 42075 KHz, 6312 KHz, 8414.5 KHz, 12577 KHz, 16805.5 KHz dan 156.525 MHz (Chanel 70) dengan jam penyiaran 0000 – 2400 UTC;

(4) apabila menggunakan perangkat NBDP dengan kelas emisi FIB/J2B disiarkan melalui frekuensi 2174.5 KHz, 4177.5 KHz 6288 KHz, 8376.5 KHz, 12520 KHz, 16695 KHz dengan jam penyiaran 0000 – 2400 UTC.

Stasiun Radio Pantai dan/atau stasiun bumi pantai yang menerima berita marabahaya, harus menyampaikan ke Badan Search And Rescue Nasional (SAR), Direktur Jenderal dan Syahbandar pelabuhan terdekat.Setiap kapal yang dilengkapi dengan perangkat komunikasi radio, jika sedang berlayar harus menyelenggarakan dinas jaga radio pada frekuensi-frekuensi marabahaya dan keselamatan serta informasi keselamatan pelayaran sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. ABK yang bertanggung jawab atas dinas jaga radio kapal selama dalam pelayaran wajib menyelenggarakan tugas-tugas76:

(1) menerima dan/atau memancarkan berita marabahaya, berita segera dan berita keselamatan pelayaran;

(2) berita dalam usaha pencarian dan pertolongan;

74 Peraturan Pemerintah No. 5 Tahun 2010 tentang Kenavigasian, Pasal 78

75 Peraturan Menteri No. PM.26 Tahun 2011 tentang Telekomunikasi Pelayaran, Pasal 48

(3) berita keselamatan mengenai navigasi dan meteorologi (cuaca buruk yang membahayakan keselamatan berlayar);

(4) berita-berita lain mengenai keperluan kapal dan pelayaran; (5) melaporkan posisi kapal; dan

(6) mengisi buku harian radio kapal;

Pemilik atau operator Kapal, menyediakan wajib frekuensi radio, sehingga bilamana terjadi keadaan darurat, Nahkoda dapat menggunakan untuk memancarkan ke berbagai radio di darat, misalnya dengan frekuensi 2182 KHZ, 6215 KHZ, 8291 KHZ, 156.8 MHZ. Sementara itu kapal yang dilengkapai dengan fasilitas GMDSS dapat berhubungan langsung dengan petugas pelabuhan di darat. Kepala Pelabuhan harus menyiapkan personil di darat untuk memonitor pelayaran kapal. Stasiun radio di darat standby di frekuensi 9158 KHZ sebagai media komunikasi dengan kantor Pusat atau dengan stasiun cabang lainnya serta memantau operasional. Sistem komunikasi dengan Tim Tanggap Darurat untuk pelayaran jarak dekat dapat menggunakan VHF, SSB, HT, Handpone, Telepon Satelit.

Untuk memudahkan komunikasi dalam keadaan darurat/kebakaran kapal, Nahkoda harus memiliki Daftar Kontak berupa Nomor telepon Kantor Pelabuhan yang dilintasi, Rumah dan Handpone Pejabat PT. ASDP Indonesia Ferry ( Persero ), dan seluruh anggota Tim Tanggap Darurat serta Instansi yang terkait dan jika perlu daftar kontak telepon alamat penumpang dan awak kapal.

c. Latihan Penanganan Kedaruratan Kapal

Kapal sesuai dengan dan ukuran harus memiliki peralatan alarm darurat umum,yang dapat dioperasikan dari anjungan atau tempat lainnya disertai tuntunan latihan. Peralatan alarm darurat umum harus dapat dioperasikan dengan sumber arus listrik dari sumber tenaga listrik utama atau dari sumber tenaga listrik darurat. Di setiap kapal harus ada sijil berkumpul yang menyebutkan rincian dari isyarat alarm keadaan darurat umum dan tindakan yang harus diambil oleh anak buah kapal serta penumpang pada waktu alarm dibunyikan dan juga harus menjelaskan perintah meninggalkan kapal yang diberikan. Sijil berkumpul harus menunjukan tugas-tugas yang diwajibkan kepada perwira-perwira kapal dan anak buah kapal lainnya serta harus selalu siap diperiksa pada

saat kapal akan berlayar. Di setiap kapal yang memiliki sekoci harus tersedia sijil sekoci yang memuat petunjuk bagi anak buah kapal dan penumpang untuk menempati sekoci penolong apabila dalam keadaan bahaya dan ada perintah nahkoda meninggalkan kapal. Di kapal penumpang yang memiliki tonase kotor 150 (GT.150) atau lebih dan dikapal barang yang memiliki tonase kotor 300 (GT.300) atau lebih harus ada sijil darurat bagi awak kapal dan penumpang, sehubungan dengan kebakaran, kebocoran, orang jatuh kelaut dan meninggalkan kapal. Pada setiap sijil harus dinyatakan tugas dan tanggung jawab masing-masing awak kapal dan kewajiban pelayar dalam keadaan darurat77.

Semua peralatan kedaruratan kapal baik yang tetap maupun yang dapat dipindah harus dipelihara dan dirawat dengan baik serta setiap saat dapat digunakan. Anak buah kapal harus terlatih dalam hal yang perlu mereka lakukan bila terjadi musibah atau meninggalkan kapal dan jika mungkin bagi pelayar lainnya. Di kapal yang memiliki tonase kotor 500 (GT.500 ) atau lebih harus diselengarakan dinas ronda yang tepat guna sehingga setiap ada musibah dapat dengan segera diketahui. Latihan peran kebakaran, peran kebocoran, peran pertolongan orang jatuh kelaut dan peran meninggalkan kapal dilakukan 1(satu) kali dalam 1 (satu) minggu atau paling sedikit 1 (satu) kali dalam pelayaran jika lama berlayar kurang dari 1(satu) minggu. Peralatan yang digunakan setiap latihan harus digunakan secara bergiliran dan bergantian. Setiap selesai latihan masing-masing peran, wajib ditulis dibuku harian kapal dengan catatan tingkat keberhasilan dari setiap latihan peran. ABK perlu melakukan sistem penanggulangan dan kesiagaan keadaan darurat secara periodik, sehingga profesionalisme orang tersebut dapat lebih handal.

Jika pada saat operasi ternyata benar-benar terjadi kecelakaan kapal, yang berupa: a).kapal tenggelam; b).kapal terbakar; c).kapal tubrukan; dan d).kapal kandas; maka setiap orang yang berada di atas kapal yang mengetahui terjadi kecelakaan dalam batas kemampuannya harus memberikan pertolongan dan melaporkan kecelakaan tersebut kepada Nakhoda dan/atau Anak Buah Kapal 78. Nakhoda yang mengetahui kecelakaan kapalnya atau kapal lain wajib mengambil tindakan penanggulangan, meminta dan/atau memberikan pertolongan, dan

77 Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2002 tentang Perkapalan, Pasal 83

menyebarluaskan berita mengenai kecelakaan tersebut kepada pihak lain. Selanjutnya Nakhoda wajib melaporkan kepada Syahbandar pelabuhan terdekat.

Dalam melakukan tindakan terhadap penanggulangan, Nahkoda harus mempertimbangkan tingkatan keadaan darurat, meliputi:

(1) Peringatan Tingkat 1

(2) Setiap insiden/kecelakaan yang dapat ditangani, wajib dikomunikasikan oleh dan setiap awak pada instansi terkait.

(3) Peringatan Tingkat 2

(4) Setiap insiden/kecelakaan yang memerlukan Tim untuk mengatasi termasuk mengevakuasi penumpang.

(5) Peringatan Tingkat 3

(6) Setiap insiden/kecelakaan yang memerlukan Tim/Pasukan untuk mengendalikan dan mengatasinya termasuk mengevakuasi penumpang dan semua awak kapal.

d. Penanganan Kecelakaan Kebakaran Kapal