• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III BANTUAN KEPADA BANK DALAM MASALAH

A. Pemberian Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI)

2. Jenis dan Dasar Hukum BLBI

Dalam perkembangannya, BLBI bukan saja menjadi instrumen mencegah terjadinya rush, namun juga untuk mengatasi berbagai permasalahan lainnya, termasuk dalam rangka pelaksanaan program penjaminan serta mencegah kian merosotnya kredibilitas perbankan nasional di mata kreditor asing.

Bantuan likuiditas yang termasuk dalam pengertian BLBI yang telah dikeluarkan oleh BI selama berlangsungnya krisis moneter pada pertengahan Juli 1997 hingga posisi per 29 Januari 1999. Hal ini sesuai dengan jenis BLBI yang dialihkan dari BI kepada Pemerintah cq. Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) pada tanggal 22 September 1999 sesuai dengan Akta Cessie sebesar Rp. 144.536.094.294.530,00 yang terdiri dari :195

a. Saldo Giro Negatif

Terjadinya saldo giro negatif rekening bank di Bank Indonesia sebagian besar adalah karena kekalahan bank di dalam perhitungan kliring. Sebagaimana diketahui, kegiatan kliring merupakan pertukaran warkat atau data elektronik antar bank atas nama bank maupun nasabah, yang perhitungannya diselesaikan pada waktu tertentu.

Dalam sistem perhitungan kliring, suatu bank tidak dapat menolak penarikan dana oleh nasabah ataupun kreditur lainnya dengan alasan kekurangan likuiditas. Hasil akhir dari perhitungan kliring, kalah atau menang (netting) akan secara otomatis dibukukan pada masing – masing bank peserta kliring. Suatu bank mengalami kalah kliring apabila jumlah nominal warkat kewajiban yang dikliringkan lebih besar dari jumlah nominal warkat tagihannya. Apabila suatu bank mengalami kekalahan kliring dalam jumlah yang lebih besar dari dana yang tersedia (saldo kredit) pada rekening gironya di Bank Indonesia, maka rekening giro tersebut akan menjadi bersaldo debet atau negatif (overdraft). Pada prinsipnya, rekening giro bank di Bank Indonesia tidak boleh bersaldo negatif dan apabila hal itu terjadi maka bank tersebut harus menutup kekurangannya sebelum kliring berikutnya. Jika tidak maka akan dihentikan untuk sementara sebagai peserta kliring (skorsing).

195

Hasil Riset Bank Indonesia (Satgas BLBI), Mengurai Benang Kusut BLBI II, (Jakarta : Bank Indonesia, 2003), hal 24-37.

Dalam situasi krisis ekonomi dan moneter yang melanda Indonesia, menyebabkan banyak bank umum yang mengalami saldo negatif di Bank Indonesia. Pada saat tersebut kepada bank – bank diberi kesempatan untuk menutup saldo negatifnya dengan melalui mekanisme pasar uang antar bank (PUAB). Namun dalam kondisi seperti ini, banyak bank yang tidak mampu menutup saldo negatif tersebut, maka dikhawatirkan akan banyak bank – bank yang ditutup. Selain itu, dampak gejolak sosial akan terjadi di tengah semakin menipisnya kepercayaan masyarakat terhadap dunia perbankan.

Atas dasar hal tersebut, Bank Indonesia menetapkan kebijakan untuk tidak melakukan sanksi kliring kepada bank – bank yang bersaldo negatif dan tetap memperbolehkan beroperasi dan mengikuti kliring seperti biasa.

b. Fasilitas Diskonto I (Fasdis I) dan Fasilitas Diskonto I Repo (Fasdis I Repo)

Fasdis I merupakan bantuan likuiditas berjangka pendek selama 2 (dua) hari dan dapat diperpanjang dua kali masing – masing 1 (satu) hari. Batas maksimum Fasdis I adalah 5 % dari dana pihak ketiga (DPK) dalam rupiah dengan tingkat diskonto dasar yang ditetapkan atas dasar suku bunga pasar uang. Fasdis I dinyatakan tidak berlaku lagi sejak tanggal 6 Maret 1998.

Fasdis I Repo diberikan dengan tujuan untuk membantu bank sehat yang memiliki SBI, tetapi mengalami kesulitan likuiditas akibat krisis moneter sehingga melanggar ketentuan GWM dan bersaldo negatif. Jangka waktu yang diberikan untuk masa 7 (tujuh) hari dengan tingkat diskonto 28 %. Jaminan berupa promes atau wesel dari bank yang bersangkutan.

c. Fasilitas Diskonto II (Fasdis II)

Fasdis II merupakan bantuan likuiditas berjangka waktu 90 (sembilan puluh) hari dan dapat diperpanjang paling banyak 2 (dua) kali masing – masing 30 hari untuk setiap perpanjangan. Persyaratan yang harus dipenuhi adalah penyerahan promes bank. Batas maksimum Fasdis II adalah 3 % dari DPK dalam rupiah dengan tingkat diskonto dasar yang ditetapkan atas dasar suku bunga deposito berjangka 1 (satu) tahun. Fasilitas tersebut dinyatakan tidak berlaku lagi sejak tanggal 6 Maret 1998.

d. Surat Berharga Pasar Uang Khusus (SBPUK)

Fasilitas ini merupakan bantuan dana berjangka waktu 3 – 18 bulan dengan tingkat diskonto 27 % pertahun yang dibebankan di muka. Pemberian fasilitas ini hanya diberikan satu kali dan merupakan pengalihan saldo giro negatif, Fasdis I, Fasdis I Repo, dan Fasdis II pada akhir Desember 1997. Fasilitas ini didudukkan atau diikat dengan suatu perjanjian berupa akta jual beli promes nasabah yang dibuat secara notariil dengan penyerahan jaminan yang dibuat secara notariil.

Fasilitas ini diberi landasan yuridis berupa Surat Direksi Bank Indonesia No. 35/50/DIR/UK Tanggal 30 Desember 1997 Tentang Permohonan Pemberian Fasilitas SBPUK, dengan persyaratan antara lain :

1. Menandatangani perjanjian kredit berupa akta jual beli promes nasabah yang dibuat secara notariil;

2. Jangka waktu maksimum 18 bulan;

3. Diskonto 27 % pertahun dan dibebankan dimuka;

4. Jaminan nasabah yang diserahkan berupa aktiva tetap milik bank atau penjamin lainnya dan saham bank atau perusahaan lainnya yang dimiliki pemegang saham serta jaminan perorangan atau perusahaan (personal/

corporate guarantee); dan

5. Pengikatan jaminan dilakukan secara notariil.

e. Fasilitas Diskonto (Fasdis)

Fasilitas ini mulai diberlakukan sejak tanggal 6 Maret 1998 menggantikan fasilitas yang mendahuluinya. Fasilitas ini bertujuan untuk menutup pelanggaran GWM dan untuk mengantisipasi dan mencegah terjadinya saldo giro negatif. Jangka waktu fasdis ini selama tujuh hari kerja dapat diperpanjang maksimum dua kali tujuh hari kerja. Tingkat diskonto sebesar 200 % dari suku bunga Jakarta Inter Bank Offer

Rate (JIBOR) untuk jangka waktu sampai dengan tujuh hari kerja. Sedangkan 300 %

dari suku bunga JIBOR untuk jangka waktu lebih dari tujuh hari kerja.

Sejak tanggal 6 Maret 1998, jangka waktu fasdis ini berubah menjadi selama satu bulan dan dapat diperpanjang setiap kali selama maksimum satu bulan dengan tingkat diskonto sebesar 150 % dari suku bunga JIBOR. Jaminan yang harus diserahkan berupa promes bank, SBI, surat berharga dan atau aset lainnya.

Sejak tanggal 1 Juli 1998, dilakukan perubahan terhadap tingkat diskonto menjadi 125 % dari suku bunga JIBOR. Jaminan yang harus diserahkan sama dengan ketentuan sebelumnya hanya ditambah dengan personal guarantee (PG) dan

corporate guarantee (CG). Bagi bank yang meminta Fasdis diwajibkan untuk

membuat laporan setiap minggu mengenai pos – pos dan atau transaksi tertentu termasuk penggunaan fasdis.

f. Fasilitas Dana Talangan untuk Pembayaran Kewajiban Luar Negeri Bank dalam Rangka Trade Finance dan Inter Bank Debt Arreas

Akibat krisis ekonomi dan moneter di Indonesia maka kepercayaan perbankan internasional terhadap perbankan nasional semakin memburuk sehingga letter of

credit (L/C) yang dikeluarkan oleh perbankan nasional tidak diakui oleh perbankan

luar negeri. Hal demikian mengakibatkan terhambatnya impor khususnya mengenai obat – obatan dan makanan. Untuk mengatasi keadaan ini maka Pemerintah

melakukan negosiasi dengan perbankan internasional yang menghasilkan Frankfurt

Agreement,196 yang isinya antara lain :

1. Fasilitas Dana Talangan untuk Pembayaran Kewajiban Luar Negeri Bank Dalam Rangka Trade Finance

Pemerintah akan menjamin kewajiban perbankan nasional dalam rangka trade finance kepada bank kreditur di luar negeri. Dasar jaminan pembiayaan perdagangana internasional yang dilakukan oleh Bank Indonesia adalah letter of guaranty (LoG) yang diterbitkan oleh Bank Indonesia kepada bank – bank kreditur di luar negeri.

Jaminan Bank Indonesia dikeluarkan atas nama Pemerintah. Wujudnya berupa jaminan untuk pembayaran bank luar pemberi kredit

(maintaining bank), dalam hal bank lokal (obligors) yang memperoleh

fasilitas pembiayaan perdagangan internasional tak dapat memenuhi kewajibannya kepada bank mitra. Surat jaminan Bank Indonesia itu diterbitkan sekali, berlaku untuk seluruh transaksi pembiayaan perdagangan internasional yang dilakukan bank dengan maintaining bank penerima surat jaminan. Letter of guaranty berlaku selama 364 (tiga ratus enam puluh empat) hari, mulai tanggal efektif credit line yang disediakan Bank Indonesia.

Pembiayaan perdagangan internasional yang dijamin, antara lain meliputi konfirmasi L/C, akseptasi atas dasar transaksi perdagangan, pembiayaan pra pengapalan, pembiayaan atas akseptasi bank, pembiayaan L/C dan non L/C, pembiayaan standby L/C serta garansi atas transaksi perdagangan.

2. Fasilitas Dana Talangan untuk Pembayaran Kewajiban Luar Negeri Bank dalam rangka Inter Bank Debt Arreas

Fasilitas ini diberikan dalam rangka untuk menindaklanjuti hasil kesepakatan di Frankfurt tanggal 4 Juni 1998 antara delegasi Indonesia dengan Steering Committee sebagai wakil perbankan internasional dan kreditur luar negeri.

Dalam hal ini, Pemerintah RI akan membayar terlebih dahulu kewajiban bank – bank dalam negeri yang telah jatuh tempo dan tidak mampu dibayar (arreas) terhadap bank – bank luar negeri atas transaksi pembiayaan perdagangan (trade finance) dan pinjaman luar negeri antar bank (inter bank

debt) sampai dengan tanggal 30 Juni 1998.

196

Frankfurt Agreement dilaksanakan pada tanggal 1 – 4 Juni 1998. Pihak Indonesia pada waktu itu mengirim delegasi lengkap yang terdiri dari berbagai unsur, yaitu Radius Prawiro – wakil dari Pemerintah, Dono Iskandar – Direktur Bank Indonesia, Glenn Yusuf – Dirjen Moneter Lembaga Keuangan. Verry Iskandar, Op. Cit, hal 73.

g. Fasilitas Dana Talangan Rupiah untuk Bank – bank yang Dilikuidasi

Pada tanggal 1 November 1997 Pemerintah memutuskan untuk melikuidasi 16 bank yang memang sudah tidak dapat dipertahankan lagi keberadaannya. Ketiadaan program penjamin simpanan sempat membuat kepanikan dalam masyarakat, sehingga untuk meredakan gejolak tersebut Pemerintah mengeluarkan kebijakan menyeluruh (blankeet guarantee) dengan menjaminkan semua simpanan dana masyarakat dalam perbankan.

Penyediaan dana talangan dimaksudkan untuk memelihara kepercayaan masyarakat terhadap perbankan nasional dan melakukan pembayaran kepada nasabah 16 bank yang dilikuidasi. Pembayaran nasabah yang dilikuidasi itu dilakukan oleh bank pendamping yang masih sehat yang mana dananya berasal dari Bank Indonesia.

h. Fasilitas Saldo Debet

Untuk memperkuat posisi serta menggunakan kepentingan Bank Indonesia terhadap bank – bank yang setelah tanggal 1 Januari 1998 masih bersaldo giro negatif, saldo giro minus tersebut tersebut mulai bulan Agustus 1998 didudukkan menjadi Fasilitas Saldo Debet, diikuti pembuatan akta notariil berupa Akta Pengakuan Hutang (APH), dan Akta Pengakuan Hutang dengan Pemberian Jaminan (APHJ).

Bank bisa menerima fasilitas saldo negatif bila :

1. Menandatangani Akta Pengakuan Hutang dan Akta Pengakuan Hutang dengan pemberian jaminan secara notariil;

2. Jangka waktunya enam bulan, terhitung sejak tanggal berikutnya fasilitas atau tanggal diberikannya persetujuan BPPN;

3. Tingkat bunga sebesar 125 % dari rata – rata JIBOR selama 1 (satu) bulan sebelum tanggal efektif;

4. Jaminan tambahan yang diserahkan berupa aktiva tetap milik bank atau penjamin lainnya dan saham bank atau Perusahaan lainnya milik pemegang saham serta personal/ corporate guarantee;

5. Pengikatan jaminan dilakukan secara notariil;

6. Bila sebelum menerima fasilitas ini bank telah menerima fasilitas lainnya, maka jaminan yang diberikan dapat berupa jaminan bersama (joint collateral) antara fasilitas yang dimaksud.

Tabel 1. Jenis Bantuan Likuiditas Bank Indonesia No Jenis Jangka Waktu Suku Bunga Tujuan Keterangan 1. Fasilitas Diskonto 2 hari Menutup mismatch Jangka pendek

Tidak berlaku lagi

2. Fasilitas Diskonto II

90 hari Menutup mismatch

Jangka panjang

Tidak berlaku lagi 3. Fasdis I Repo 7 hari Diskonto

28%

Membantu bank- bank sehat yang tidak memiliki SBI tetapi kesulitan likuiditas 4. Fasilitas Diskonto 1 bulan 125% suku

bunga

Menutup

pelanggaran GWM 5. SBPU Lelang 3 bulan Diskonto 2 %

di atas SBI Pelonggaran Likuiditas dlm rangka program moneter 6. SBPU Bilateral 2 minggu s/d 3 bulan Memenuhi keb. Likuiditas harian 7. Saldo Giro Negatif/Debet kondisional pada hari terjadi debet 125% suku bunga JIBOR Menjaga kestabilan perbankan 8. SBPU Khusus 3-18 bulan Diskonto 27% pertahun Merupakan konversi dari Fasdis I, II, Fasdis I Repo, dan Saldo Debet 9. Kredit Likuiditas Darurat 6 bulan 16% pertahun Penyehatan Bank

Tidak berlaku lagi

10. Kredit Subordinisasi

20 tahun 6% capping Penyehatan bank Tidak berlaku lagi 11. Fasilitas Pemberian Jaminan thd Kewajiban Bank Umum Jaminan Pemerintah untuk meningkatkan kepercayaan thd perbankan Berlaku sejak tanggal 26 Januari 1998 s/d 31 Januari 2000 12. Fasilitas Pemberian Jaminan thd Kewajiban BPR Jaminan Pemerintah untuk meningkatkan kepercayaan thd perbankan Berlaku sejak tanggal 26 januari 1998 s/d 31 januari 2000 13. Fasilitas Dana Talangan Pembayaran Kewajiban LN dlm rangka trade finance dan inter bank debt arreas

Maksimal 2 bulan -Valas JIBOR I Tahun + 10% -Rupiah SBI 1 tahun + 2% Memulihkan Kepercayaan Internasional thd perbankan nasional Pembayaran setelah tanggal 30 juni 1998

Lanjutan Tabel 1 No Jenis Jangka Waktu Suku Bunga Tujuan Keterangan 14. Fasilitas Jaminan Pembiayaan Perdagangan Internasional Dalam rangka menggairahkan kembali perdagangan internasional 15. Fasilitas Dana Talangan bank BDL dan BBO/BBKU Pembayaran thd

nasabah bank yang dilikuidasi & bank beku operasi (BBO)

Sumber : Mengurai Benang Kusut BLBI, oleh Bank Indonesia, hal 34 – 35.

Secara umum, pemberian BLBI di dasari oleh berbagai peraturan diantaranya

yaitu :

a) Undang – Undang No. 13 Tahun 1968 Tentang Bank Sentral; Pasal 29 angka (1) menyebutkan bahwa :

“Bank Indonesia bertugas memajukan perkembangan yang sehat dari urusan kredit dan urusan perbankan.”

Pasal ini kemudian diberi penjelasan sebagai berikut :

“Tugas tersebut dalam pasal ini disandarkan kepada sifat dan kedudukan Bank Sentral sebagai pembina dan pengawas perbankan. Dalam rangka tugas tersebut bank memajukan perkembangan yang sehat dari perbankan dan perkreditan serta menjaga kepentingan masyarakat yang mempercayakan uangnya kepada bank – bank. Bank – bank sebagai perusahaan diselenggarakan berdasarkan asas- asas ekonomi perusahaan yang sehat dan wajar.”

Pasal 32 angka (3) menyebutkan bahwa :

”Bank dapat pula memberikan kredit likuiditas kepada bank – bank untuk mengatasi kesulitan likuiditas dalam keadaan darurat.”

Penjelasan Umum angka III huruf b :

”Bank Sentral dan perbankan pada umumnya diwajibkan mengikuti batas – batas yang telah ditetapkan dalam rencana kredit. Rencana kredit tersebut disusun oleh Bank Sentral untuk diajukan kepada Pemerintah melalui Dewan Moneter dalam penyusunan rencana moneter. Sebagai banker’s bank, Bank Sentral dapat memberikan kredit likuiditas kepada bank – bank untuk tujuan peningkatan produksi dan lain – lain sesuai dengan program pemerintah, sedangkan sebagai lender of the

last resort Bank Sentral dapat memberikan kredit likuiditas kepada bank – bank

untuk mengatasi kesulitan likuiditas yang dihadapinya dalam keadaan darurat.”

b) Undang – Undang No. 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang – Undang No. 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan;

Pasal 37 angka (2) huruf b menyebutkan bahwa :

”Dalam hal suatu bank mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya, maka Bank Indonesia dapat mengambil tindakan lain sesuai dengan peraturan perundang – undangan yang berlaku.”

Selanjutnya dalam penjelasannya dikatakan bahwa Bank Indonesia dapat melakukan langkah untuk menyelamatkan bank yang mengalami masalah yang membahayakan kelangsungan usahanya, sebelum dilakukan pencabutan izin usahanya dan/atau tindakan likuidasi. Langkah penyelamatan tersebut dilakukan terhadap bank sebagai lembaga kepercayaan masyarakat.

c) Undang – Undang No. 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia; Pasal 11 angka (1) menyebutkan bahwa :

“Bank Indonesia dapat memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah untuk jangka waktu paling lama 90 (sembilan puluh) hari kepada Bank untuk mengatasi kesulitan pendanaan jangka pendek Bank yang bersangkutan.” d) Keputusan Presiden No. 120 Tahun 1998 Tentang Penerbitan Jaminan Bank

Indonesia serta Penerbitan Jaminan oleh Bank Persero dan Bank Pembangunan Daerah untuk Pinjaman Luar Negeri;

Pasal 2 angka (1) menyebutkan bahwa :

“Bank Indonesia dapat memberikan jaminan atas pinjaman luar negeri dan atau atas pembiayaan perdagangan internasional yang dilakukan oleh bank.”

e) Keputusan Presiden No. 26 Tahun 1998 Tentang Jaminan Terhadap Kewajiban Pembayaran Bank Umum;

Pasal 1 menyebutkan bahwa :

“Pemerintah memberi jaminan bahwa kewajiban pembayaran bank umum kepada para pemilik simpanan dan krediturnya akan dipenuhi.”

f) Keputusan Presiden No. 193 Tahun 1998 Tentang Jaminan Terhadap Kewajiban Pembayaran Bank Perkreditan Rakyat;

Pasal 2 angka (1) menyebutkan bahwa :

“Pemerintah memberikan jaminan terhadap kewajiban pembayaran Bank Perkreditan Rakyat.”

Secara Khusus, setiap pemberian BLBI juga didukung dengan dasar hukum

lainnya seperti Keputusan Menteri Keuangan, Surat Menteri Keuangan kepada Gubernur Bank Indonesia, Surat Menteri Sekretaris Negara, Surat Keputusan Bersama Direksi Bank Indonesia dengan Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia dan Surat Edaran Bank Indonesia serta Keputusan Rapat Direksi Bank Indonesia.

a) Keputusan Rapat Direksi Tanggal 15 Agustus 1997;

Keputusan Rapat Direksi Bank Indonesia ini menjadi dasar bagi BI untuk memberikan fasilitas saldo giro negatif kepada bank – bank guna mengatasi kesulitan likuiditas yang disebabkan oleh penarikan dana pihak ketiga dalam jumlah yang sangat besar.

b) Keputusan Rapat Sidang Kabinet Terbatas Bidang Ekku Wasbang dan Prodis tanggal 3 September 1997;

Hasil rapat tersebut menginstruksikan kepada Menteri Keuangan dan Gubernur BI untuk segera membantu bank – bank nasional yang mengalami kesulitan, dan bagi bank yang secara nyata tidak sehat agar diupayakan penggabungan atau akuisisi dengan bank yang sehat, dan apabila usaha ini tidak berhasil agar segera dilikuidasi sesuai dengan peraturan perundang – undangan.

c) Surat Menteri Sekretaris Negara kepada Gubernur BI No. R.183/M.Sesneg/12/1997 Tanggal 27 Desember 1997 Tentang Bantuan Likuiditas kepada Bank – bank Swasta Nasional;

Surat ini menyampaikan persetujuan Presiden atas usulan BI untuk mengkonversi saldo giro negatif bank – bank pada BI menjadi Surat Berharga Pasar Uang Khusus (SBPUK). Pemberian Fasilitas ini disertai dengan pengikatan jaminan berupa aset bank, pemilik dan pihak lain yang terafiliasi.

d) Keputusan Menteri Keuangan No. 26/KMK.0.17/1998 Tanggal 28 Januari 1998 Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Penjaminan Umum Pemerintah terhadap Kewajiban Pembayaran Bank Umum;

e) Surat Menteri Keuangan kepada Presiden RI No. S-8/MK/1998 Tanggal 8 Februari 1998 perihal Pembayaran kepada para Deposan bank-bank yang dicabut izin usahanya. Surat ini merupakan usulan Menteri Keuangan kepada Presiden untuk membayar dana nasabah diatas Rp. 20 Juta kepada nasabah 16 Bank Dalam Likuidasi (BDL);

f) Surat Keputusan Direksi BI No. 30/271/KEP/DIR Tanggal 3 Maret 1998 Tentang Fasilitas Diskonto, Sanksi atas Pelanggaran Giro Wajib Minimum dalam Rupiah dan Sanksi atas Saldo Giro Negatif pada Bank Indonesia;

g) Surat Keputusan Bersama Direksi BI dan Ketua BPPN No. 30/270/KEP/DIR dan No.1/BPPN/1998 Tanggal 6 Maret 1998 Tentang Pelaksanaan Pemberian Jaminan Pembayaran Kewajiban Bank Umum;

h) Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 31/2A/KEP/DIR Tanggal 6 April 1998 Tentang Fasilitas Diskonto, Sanksi atas Pelanggaran GWM dalam Rupiah dan Sanksi atas Saldo Giro Negatif pada Bank Indonesia;

i) Hasil kesepakatan antara Delegasi Pemerintah Republik Indonesia dengan

j) Surat Keputusan Direksi BI No. 31/53.A./KEP/DIR Tanggal 19 Juni 1998 Tentang Penyelesaian Tunggakan Devisa;

k) Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 31/53A/KEP/DIR Tanggal 1 Juli 1998 Tentang Pencabutan Surat Keputusan pada huruf f dan g;

l) Surat Keputusan Direksi BI No. 31/89/KEP/DIR Tanggal 7 September 1998 Tentang Jaminan Pembiayaan Perdagangan Internasional dan Surat Keputusan Direksi BI No. 31/174/KEP/DIR Tanggal 22 Desember 1998 Tentang Perubahan Surat Keputusan Direksi BI No. 31/89/KEP/DIR Tentang Jaminan Pembiayaan Perdagangan Internasional;

m) Surat Menteri Keuangan Kepada Gubernur BI No. 459/MK.017/1998 Tanggal 26 Agustus 1998 Tentang Penyelesaian Simpanan Nasabah 16 Bank Dalam Likuidasi (BDL). Surat ini berisi persetujuan agar dana nasabah 16 BDL yang didepositokan pada bank – bank Pemerintah dapat dicairkan seluruhnya tanpa pengenaan pinalti.