• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II BANK DAN RISIKO LIKUIDITAS

D. Prinsip Kehati-hatian Bank (Prudential Banking Regulation)

Prinsip kehati – hatian bank adalah salah satu azas atau prinsip yang menyatakan bahwa bank dalam menjalankan fungsi dan kegiatan usahanya wajib bersikap hati – hati dalam rangka melindungi dana masyarakat yang dipercayakan padanya.168 Istilah “Prudent” yang dikaitkan dengan fungsi pengawasan169 bank dan

2009). Underlying transactions adalah kontrak atau perjanjian antara pihak penjual dan pembeli dalam L/C.

167

Detik Finance, ”BI Keluarkan 5 Aturan Pelonggaran Likuiditas”, http://www.detikfinance.com/kanal/5/moneter (Diakses Rabu, 22 Juli 2009)

168

Adrian Sutedi, Hukum Perbankan Suatu Tinjauan Pencucian Uang, Merger, Likuidasi dan

Kepailitan, (Jakarta : Sinar Grafika, 2007), hal 161.

169

Pentingnya fungsi pengawasan perbankan telah mendorong kesadaran para Gubernur Bank Sentral negara – negara Group of Ten yang tergabung dalam The Basel Committee untuk merumuskan prinsip – prinsip pengawasan bank yang disebut dengan The Basel Core Principles for

Effective Banking Supervision. The Basel Committee mengemukakan konsep dasar yang digunakan

dalam mengembangkan The Basel Core Principles, yaitu :

a. Tujuan pokok dari pengawasan bank adalah menjaga kestabilan dan kepercayaan sistem finansial sedemikian rupa, sehingga mengurangi risiko kerugian bagi deposan dan kreditur lainnya;

b. Pengawasan bank harus mendorong dan menumbuhkan disiplin pasar dengan mendorong penerapan “Good Governance” (melalui struktur organisasi yang memadai dan perangkat tanggung jawab bagi Direksi, Komisaris dan Pejabat Senior Bank) serta meningkatkan transparansi dan pengawasan pasar;

c. Agar dapat melaksanakan tugasnya secara efektif, pengawasan bank harus memiliki independensi operasional, perangkat dan wewenang untuk mengumpulkan informasi, baik secara on site maupun off site, serta menerapkan hal – hal yang telah diputuskannya;

manajemen bank mulai dikenal pada belahan kedua tahun 1980-an. Kata ”Prudent” itu sendiri secara harfiah dalam bahasa Indonesia berarti ”bijaksana”. Namun, dalam dunia perbankan istilah itu digunakan untuk asas kehati – hatian. Oleh karena itu, di Indonesia muncul istilah “pengawasan bank berdasarkan kehati – hatian” atau “manajemen bank berdasarkan kehati – hatian.”170

Prudent yang berarti bijaksana atau asas kehati – hatian itu bukanlah istilah

baru, namun mengandung konsepsi baru dalam menyikapi secara lebih tegas dan efektif atas berbagai risiko yang melekat pada usaha bank. Prudent merupakan konsep yang memiliki unsur sikap, prinsip, standar kebijakan dan teknik dalam d. Pengawasan bank harus memahami sifat bisnis yang dilakukan bank dan memastikan bahwa

kemungkinan risiko yang terjadi pada bank telah dikelola dengan memadai;

e. Pengawasan bank yang efektif mensyaratkan adanya kemampuan untuk menilai profil risiko bank secara individual dan melakukan alokasi pengawasan bank sesuai dengan tuntutan tersebut. f. Pengawasan bank harus memastikan bahwa bank memiliki sumber daya yang memadai untuk

melakukan manajemen risiko, termasuk kecukupan modal, manajemen yang sehat dan sistem control yang efektif serta data akuntansi;

g. Kerja sama yang erat dengan unsur pengawasan bank lainnya sungguh essensial, terutama bila operasi bank yang diawasinya mencakup lintas Negara.

Zulkarnain Sitompul, Perlindungan Dana Nasabah...Op. Cit, hal 74.

Tujuan inti dari pengawasan bank adalah melindungi kepentingan masyarakat penyimpan (deposan dan kreditur) yang mempercayakan dananya pada bank untuk memperoleh pembayaran kembali dan manfaatnya dari bank sesuai dengan sifat, jenis dan cara pembayaran yang telah dijanjikan. Selain itu, tujuan pengawasan untuk meningkatkan keyakinan masyarakat, bahwa bank dari segi keuangan tergolong sehat, bank dikelola secara baik dan profesional serta tidak terkandung ancaman terhadap kepentingan masyarakat yang menyimpan dananya di bank. Zulkarnain Sitompul,

Problematika Perbankan…Op. Cit, hal 220.

Pelaksana fungsi pengawasan bank (otoritas pengawasan bank) biasanya dilakukan oleh bank sentral negara yang bersangkutan. Fungsi pokok bank sentral adalah menjaga kestabilan moneter, kelancaran dan kestabilan sistem pembayaran serta kesehatan dan kestabilan sistem perbankan. Suatu penelitian internasional menyimpulkan bahwa efektivitas pelaksanaan kebijakan moneter memerlukan dukungan sistem perbankan yang sehat. Hal ini menunjukkan adanya kaitan erat antara efektivitas pelaksanaan kebijaksanaan moneter dengan efektivitas pelaksanaan pengawasan bank. Permadi Gandapradja, Dasar dan Prinsip Pengawasan Bank, (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2004), hal 7.

Adapun prinsip dan metode yang digunakan dalam pengawasan bank meliputi 6 jalur, yaitu : 1. Pengaturan/ regulasi; 2. Pengawasan tidak langsung/ Off – site supervision; 3. Pengawasan Langsung/ On – site supervision; 4. Kontak dan komunikasi teratur dengan bank; 5. Tindak remedial dan/ atau penerapan sanksi; 6. Kerjasama dengan otoritas pengawasan bank negara lain. Ibid, hal 8.

170

manajemen risiko bank yang sedemikian rupa, sehingga dapat menghindari akibat sekecil apapun, yang dapat membahayakan atau merugikan stakeholders, terutama para depositor dan kreditur. Tujuan yang lebih luas adalah untuk menjaga keamanan, kesehatan dan kestabilan sistem perbankan.

Prinsip kehati – hatian juga diatur secara eksplisit dalam Pasal 2, Pasal 29 angka (2) dan (3) Undang – Undang No. 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan. Pasal 2 menegaskan bahwa perbankan Indonesia dalam melakukan kegiatan usahanya berasaskan Demokrasi Ekonomi dengan menggunakan prinsip – prinsip kehati – hatian. Lebih lanjut penjelasan umum undang – undang tersebut menguraikan bahwa prinsip kehati – hatian harus dipegang teguh sedangkan ketentuan mengenai kegiatan usaha bank perlu dikesampingkan terutama yang berkaitan dengan penyaluran dana termasuk di dalamnya peningkatan peran analisis mengenai dampak lingkungan bagi perusahaan berskala besar dan atau berisiko tinggi.171

Pengertian prinsip kehati – hatian sendiri adalah prinsip pengendalian risiko melalui penerapan peraturan perundang – undangan dan ketentuan yang berlaku secara konsisten. Prinsip kehati – hatian tersebut mengharuskan pihak bank untuk selalu berhati – hati dalam menjalankan kegiatan usahanya, dalam arti harus selalu konsisten dalam melaksanakan peraturan perundang – undangan di bidang perbankan berdasarkan profesionalisme dan itikad baik.172

171

Arie, Kredit Wewenang Pimpinan Cabang dan Kredit Usaha Kecil, (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2001), hal 6.

172

Penegasan pentingnya prinsip kehati – hatian itu diterapkan dalam setiap kegiatan usaha bank disebutkan dalam Pasal 29 angka (2), bahwa :

”Bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai dengan ketentuan kecukupan modal, kualitas aset, kualitas manajemen, likuiditas, rentabilitas, solvabilitas dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank, dan wajib melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati – hatian.”

Berdasarkan ketentuan Pasal 29 angka (2) di atas, maka tidak ada alasan apapun juga bagi pihak bank untuk tidak menerapkan prinsip kehati – hatian dalam menjalankan kegiatan usahanya dan wajib menjunjung tinggi prinsip tersebut. Artinya, segala perbuatan dan kebijaksanaan yang dibuat dalam rangka melakukan kegiatan usahanya harus senantiasa berdasarkan kepada peraturan perundang – undangan yang berlaku sehingga dapat dipertanggungjawabkan secara hukum.

Dengan menerapkan prinsip kehati – hatian, tingkat kesehatan bank akan terjaga. Hal tersebut dapat meningkatkan likuiditas bank yang ditandai dengan adanya dana murah yang dapat disalurkan melalui kredit yang sehat dan diharapkan membuat kinerja operasional bank menjadi sehat.173

Pasal 29 angka (2) tersebut sejalan dengan Pasal 25 Undang – Undang No. 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia yang menyatakan bahwa :

”Dalam rangka melaksanakan tugas mengatur bank, BI berwenang menetapkan ketentuan – ketentuan perbankan yang memuat prinsip kehati – hatian.”

BI dalam menerapkan serangkaian aturan yang biasa disebut ketentuan kehati – hatian tersebut mencakup banyak aspek, antara lain aturan mengenai Modal Inti

173

Soetanto Hadinoto, Bank Strategy on Funding and Liability Management, (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2008), hal 111.

Bank Umum, Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM), Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK), Kualitas Aktiva, Penyisihan Penghapusan Aktiva, Giro Wajib Minimum, Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah dan Transparansi Kondisi Keuangan Bank.174 Hal tersebut menjadi begitu penting untuk diatur oleh BI, karena pengaturan industri perbankan harus dapat menjawab dua masalah fundamental, yaitu luas dan dalamnya materi yang akan diatur dan bentuk pengaturan yang akan ditetapkan.175

Pasal 29 angka (3) Undang – Undang No. 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan, menyebutkan bahwa :

“Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah dan melakukan kegiatan usaha lainnya, bank wajib menempuh cara – cara yang tidak merugikan bank dan kepentingan nasabah yang mempercayakan dananya kepada bank.”

Ketentuan Pasal 23 angka (3) dan (2) berhubungan erat dengan ketentuan Pasal 29 angka (4) karena bertujuan untuk melindungi kepentingan nasabah penyimpan dan simpanannya. Adapun ketentuan Pasal 29 angka (4) berbunyi untuk kepentingan nasabah, bank wajib menyediakan informasi mengenai kemungkinan terjadinya risiko kerugian sehubungan dengan transaksi nasabah yang dilakukan melalui bank.

Mengingat bank terutama bekerja dengan dana dari masyarakat yang disimpan pada bank atas dasar kepercayaan, setiap bank perlu terus menjaga kesehatannya dan

174

Awalil Rizky dan Nasyith Majidi, Bank Bersubsidi Yang Membebani, (Jakarta : E Publishing Company, 2008), hal 118.

175

memelihara kepercayaan masyarakat padanya. Karena salah satu persyaratan bank yang baik adalah kemampuannya untuk menyediakan mobilitas pada modal yaitu kemampuan untuk menggerakkan kredit dari satu tempat ke tempat lain sesuai dengan variasi persyaratan bisnis.176 Oleh karena itu kebutuhan untuk melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap perbankan mutlak diperlukan untuk menjaga kepercayaan masyarakat.177

Pada dasarnya bankir adalah profesi yang dituntut memiliki standar kehati – hatian yang tinggi dalam mengelola bank. Alasannya adalah bank sebagai institusi keuangan yang kegiatan usahanya adalah menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau pembiayaan merupakan jantung perekonomian dan dana yang disalurkan dalam bentuk kredit bukan berasal dari pemilik bank. Oleh karena itu pengurus bank diminta berhati – hati agar kredit tersebut disalurkan dengan tepat dan tidak macet.178 Prinsip kehati – hatian itu dapat dijadikan way of thinking bankir. Sebab prinsip kehati – hatian itu harus dianut secara proaktif. Namun yang menjadi masalah adalah setiap bankir memiliki way of thinking yang beragam, yang tampaknya tidak mungkin diseragamkan. Walaupun demikian, sebenarnya agar way of thinking para bankir itu

176

Ibid, hal 179. 177

Zulkarnain Sitompul, Problematika Perbankan…Op. Cit, hal 218. 178

selalu mengacu kepada prinsip keberhatian, dapat pula ”dipolakan” melalui ”pemahaman” perilaku bisnis perbankan secara tepat dan benar.179

Standar kehati – hatian ditetapkan sebagai ”the degree of care to which the

bank directors were bound is that which ordinarily prudent and diligent persons would exercise under similar circumstances.” Berdasarkan standar ini pengurus bank

wajib menjaga kondisi bank dan melakukan pengawasan dan pemeriksaan yang diperlukan. Untuk itu, pengurus harus menyediakan waktu yang cukup untuk melaksanakan tugas pengawasan terhadap bank.180

Peran pengawasan bank adalah memastikan apakah bank memiliki kebijakan, prosedur, dan pedoman penilaian kredit, serta menguji konsistensi pelaksanaannya. Kesulitannya adalah belum adanya standar umum untuk mengukur risiko dari kebijakan tersebut.181

Prudential Banking Regulation dan Prudential Banking Supervision

merupakan pendekatan dan konsep tentang cara mengatasi kelemahan yang digambarkan di atas. Dengan memperhatikan unsur – unsurnya, Prudential

Regulation dan Prudential Supervision itu memiliki karakter sebagai berikut :182

a. Bertitik – tolak dari sikap waspada dan hati – hati. Sebab, banyak dan beragam risiko yang melekat usaha bank itu. Berbagai risiko tersebut harus dikenali dengan cermat, seperti karakter dan akibatnya, sumber penyebab dan faktor kunci pencegahannya.

179

Yang namanya kehati – hatian itu tidak lain merupakan way of thinking pihak manajemen dalam usaha meminimalkan trade off antara risk dan service. Sebagai alat kontrol, prinsip kehati – hatian itu harus tercermin pada sikap dan perilaku manajemen maupun bankirnya. Mangasa Manurung,

Op. Cit, hal 33.

180

Zulkarnain Sitompul, Perlindungan Dana Nasabah…Op. Cit, hal 181

Permadi Gandapradja, Op. Cit, hal 23 – 24. 182

b. Menggunakan pendekatan yang proaktif dan antisipatif. Cara ini seperti pepatah yang mengatakan ”sedia payung sebelum hujan” atau falsafah kedokteran ”lebih baik mencegah daripada mengobati.”

c. Menggunakan prinsip bahwa baik buruknya bank merupakan tanggung jawab manajemen bank. Oleh karena itu, manajemen bank yang kompeten dan tinggi integritasnya itu merupakan kunci sukses dalam mewujudkan bank yang sehat dan sistem perbankan yang sehat.

d. Dari segi kinerja operasional, pengawasan bank memberikan bobot yang besar terhadap kecukupan modal bank dalam memikul risiko kerugian yang mungkin timbul. Dengan demikian, tidak hanya mengutamakan aspek likuiditas, melainkan juga aspek solvabilitasnya. Bila aspek solvabilitas terpenuhi maka aspek lainnya seperti likuiditas dan profitabilitas relatif terkendali (manageable).

e. Dari segi informasi tentang kondisi, kinerja, dan disiplin pasar, bank wajib memberikan informasi yang lengkap, akurat, tepat waktu, dan layak dipercaya

(reriable) kepada pengawasan bank dan publik umumnya. Tanpa

mengabaikan ketentuan tentang rahasia bank, asas transparansi dan ”public

disclosure” merupakan kewajiban yang harus dipenuhi oleh bank dan menjadi

sorotan penilaian pengawasan bank.

f. Dari segi pembatasan risiko, pengawasan bank memberi perhatian besar terhadap konsentrasi pemberian kredit kepada debitur perorangan, grup debitur, dan kredit kepada pihak terkait dengan menetapkan batas maksimal pemberian kredit.

g. Dari segi etika bisnis, pengawasan bank berusaha mencegah agar bank tidak digunakan secara sadar atau tidak sadar sebagai sarana bertransaksi dari hasil kegiatan kejahatan.

h. Dari segi tanggung jawab, dianut prinsip bahwa tidak seharusnya pengawasan bank memberikan jaminan bahwa bank tidak ada yang gagal. Sukses atau gagalnya suatu bank merupakan tanggung jawab penuh dari manajemen bank. Pengawasan bank bertanggung jawab atas kesehatan dan kestabilan sistem perbankan dan harus berupaya secara optimal dan tepat waktu untuk mencegah agar bank bermasalah tidak berada dalam sistem perbankan.

i. Pengawasan bank harus dilakukan sedini mungkin, yaitu sejak bank tersebut mengajukan permohonan untuk mendirikan bank, agar dapat dipastikan bahwa hanya bank yang dikelola secara profesional dan viable secara finansial yang masuk dalam sistem perbankan.

Dengan konsep seperti itu, otoritas pengawasan bank berupaya untuk meningkatkan efektifitas pengendalian risiko atas kegiatan yang dilakukan bank dan menjaga keamanan serta kestabilan sistem perbankan. Untuk itu, otoritas pengawasan

bank memerlukan landasan yang kuat yang berbentuk undang – undang, agar

Prudential Regulation dapat diterapkan.183

Sasaran dari Prudential Regulation adalah, menetapkan kebijakan bahwa hanya bank yang viable secara finansiallah yang diizinkan untuk beroperasi, mengendalikan pemilik dan manajemen bank agar tidak mengambil risiko yang berlebihan, menetapkan ketentuan dan pedoman bagi pelaksanaan akuntansi yang memadai, penilaian aset yang realistis, dan menetapkan dasar kewenangan pihak pengawasan bank dalam melakukan tindanakan korektif dan dalam membatasi aktifitas bank yang lemah atau tidak sehat.

Mengutip komentar Hakim Agung Shientag dalam Litwin v. Allen, bahwa standar kehati – hatian yang lebih tinggi dipersyaratkan kepada pengurus bank dibandingkan dengan pengurus perusahaan lain.184 Oleh karena itu, pengurus bank harus menjalankan bank secara efisien atau menghadapi risiko kebangkrutan.185 Karena pengalaman menunjukkan dalam setiap kasus kebangkrutan bank, justru pemilik dan penguruslah yang punya andil besar dalam menghancurkan bank tersebut.186

183

Ibid, hal 28. 184

Litwin v. Allen, Supreme Court of New York, 1940, 25 N.Y.S.2d 667. Di dalam Zulkarnain Sitompul, Perlindungan Dana….Op. Cit, hal 42.

185

Ibid, hal 275. 186