• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II BANK DAN RISIKO LIKUIDITAS

A. Karakteristik Kegiatan Usaha Bank

Lembaga keuangan atau sering juga disebut sebagai lembaga intermediasi dapat dikelompokkan berdasarkan kemampuannya menghimpun dana dari masyarakat secara langsung yaitu lembaga keuangan depositori (depository financial

institution) dan lembaga keuangan non-depositori (non depository financial institution). Lembaga keuangan depositori atau sering juga disebut depository intermediary menghimpun dana secara langsung dari masyarakat dalam bentuk

simpanan (deposits) misalnya giro, tabungan, atau deposito berjangka yang diterima dari penabung atau unit surplus. Lembaga keuangan yang menawarkan jasa-jasa ini adalah bank-bank. Lembaga keuangan non-depositori atau sering juga disebut lembaga keuangan bukan bank menarik dana dari masyarakat dengan menawarkan kontrak untuk memproteksi penabung terhadap risiko ketidakpastian misalnya polis asuransi dan program pensiun.96

96

Dahlan Siamat, Op. Cit., hal. 5-6. Unit surplus dapat berupa perusahaan, pemerintah dan rumah tangga yang memiliki kelebihan pendapatan setelah dikurangi kebutuhan untuk konsumsi. Lembaga keuangan non depositori adalah lembaga keuangan yang kegiatan usahanya bersifat kontraktual (contractual institutions). Kelompok lembaga keuangan kontraktual dapat disebut perusahaan asuransi dan dana pensiun. Lembaga keuangan investasi (investment institutions) yaitu lembaga keuangan yang kegiatannya melakukan investasi di pasar uang dan pasar modal, misalnya perusahaan efek dan reksa dana. Lembaga keuangan bukan bank lainnya yang kegiatan usahanya tidak termasuk dalam kelompok lembaga keuangan kontraktual dan investasi yaitu perusahaan modal ventura dan perusahaan pembiayaan (finance company) yang menawarkan jasa pembiayaan sewaguna usaha, anjak piutang, pembiayaan konsumen dan kartu kredit. Loc. Cit.

Konvergensi (penyatuan) kegiatan usaha bank dengan kegiatan usaha lembaga keuangan non bank merupakan salah satu fenomena sistem keuangan saat ini. Fenomena lain dari sistem keuangan adalah kompetisi yang semakin tajam antara bank dan lembaga keuangan non bank. Meningkatnya kompetisi dan konvergensi dipengaruhi terutama oleh faktor teknologi yang mendobrak batas – batas geografis dan hambatan fungsional.97

Bank sebagai salah satu lembaga keuangan depositori mengemban fungsi utama untuk memobilisasi dana masyarakat dan secara tepat dan cepat menyalurkan dana tersebut kepada penggunaan atau investasi yang efektif dan efisien. Fungsi tersebut dikatakan sebagai ”aliran darah” bagi perkembangan perekonomian dan peningkatan standar hidup.98

Keberadaan bank sangat krusial bagi perekonomian suatu negara. Oleh karena itu, aset bank dalam bentuk kepercayaan masyarakat sangat penting untuk di jaga guna meningkatkan efisiensi penggunaan bank dan efisiensi intermediasi serta untuk

97

Zulkarnain Sitompul, Problematika...Op. Cit, hal 9.

Inovasi produk di sektor keuangan yang semakin mahal dan berbahaya seperti produk

subprime mortgage dengan segala derivatifnya yang bila dicermati merupakan salah satu penyebab

kehancuran lembaga keuangan. Produk derivatif tersebut tidak dimengerti oleh nasabah bahkan seringkali juga tidak dimengerti oleh industri yang menerbitkannya. Nasabah hanya bergantung pada opini lembaga pemeringkat. Sayangnya, lembaga pemeringkat seringkali memiliki benturan kepentingan. Lembaga pemeringkat dibayar untuk ikut mendesain suatu produk keuangan agar peringkat produk tersebut lebih baik. Zulkarnain Sitompul, Antisipasi Krisis Perbankan Jilid Dua :

Sudah Siapkah Pranata Hukum Melindungi Nasabah dan Memperkuat Industri Perbankan?, Jurnal

Hukum Bisnis, Volume 28- No.1- Tahun 2009, hal 48. 98

William F. Jung, Banking Mergers and Line of Commerce After the Monetary Control Act

: A Submarket Approach, (The University of Illinois Law Review, Vol 731, 1982), hal 302. Di dalam

mencegah terjadinya bank runs and panics.99 Kepercayaan masyarakat juga diperlukan karena bank tidak memiliki uang tunai yang cukup untuk membayar kewajiban kepada seluruh nasabahnya sekaligus.100 Krisis kepercayaan juga yang menyebabkan Indonesia mengalami krisis ekonomi yang terjadi sejak semester kedua tahun 1997. Hal ini memberikan pelajaran yang sangat berharga, dengan menyusun mekanisme pencegahan dan penanganan ketika menghadapi krisis global tahun 2008.

Bank memiliki karakteristik yang unik dalam perannya sebagai lembaga intermediasi sekaligus sebagai agen pembangunan perekonomian masyarakat. Sifat unik itu terutama terlihat pada struktur permodalannya dengan tingkat leverage101

99

Runs adalah suatu kondisi dimana nasabah-nasabah yang menyimpan uangnya di suatu bank mulai tidak yakin akan kemampuan bank tersebut dalam membayar kewajibannya secara penuh sehingga mereka menarik uangnya. Runs menjadi masalah karena ketika bank mengalami permintaan akan uang yang meningkat, mereka harus menyediakan dana dalam jumlah yang mencukupi. Masalahnya menjadi lebih pelik sebab bank harus mengambil simpanan dananya yang ada di bank sentral atau di bank lain. Jika belum mencukupi, hal tersebut harus dipenuhi dengan menjual asetnya dan atau menjual utangnya (yang tentunya dalam harga yang lebih rendah). Dalam keadaan normal, sebagian aset perbankan berbentuk piutang. Pada kondisi dimana bank menghadapi permintaan akan kas dalam jumlah besar dan mendadak, maka kegoncangan pada suatu bank dapat memberikan efek domino pada bank lain melalui hubungan pinjaman antar bank atau lewat kenaikan suku bunga pasar uang antar bank. Kondisi ini yang akan menyebabkan insolvensi pada satu atau lebih atau bahkan semua sistem perbankan. Hasil Riset Bank Indonesia (Satgas BLBI) dengan HLB Hadori & Rekan,

Studi Ekonomi .... Op. Cit., hal 32-33.

Ketidakpercayaan kepada suatu bank cepat atau lambat akan membawa ketidakpercayaan kepada sistem perbankan secara keseluruhan sehingga akan menimbulkan panics. Contagion effect dari pola runs suatu bank terjadi bila nasabah menarik dananya dari bank yang gagal dan yang masih baik dalam waktu yang sama tanpa adanya proses pemindahan deposito. Contagion effect dapat ditentukan dengan membandingkan uang kartal terhadap simpanan DPK dalam sistem perbankan pada saat yang sama yang keluar dari bank yang baik maupun yang gagal. Ibid, hal 37.

100

Zulkarnain Sitompul, Problematika….Op. Cit, hal 1. 101

Leverage in finance (or gearing because of its analogy with a gearbox) is borrowing

money to supplement existing funds for investment in such a way that the potential positive or negative outcome is magnified and/or enhanced. It generally refers to using borrowed funds, or debt, so as to attempt to increase the returns to equity. Financial leverage (FL) takes the form of a loan or other borrowings (debt), the proceeds of which are (re)invested with the intent to earn a greater rate of return than the cost of interest. Leverage allows greater potential returns to the investor that otherwise would have been unavailable but the potential for loss is also greater because if the investment becomes worthless, the loan principal and all accrued interest on the loan still need to be repaid.

yang jauh lebih tinggi dibanding dengan leverage yang terbentuk dalam perusahaan bidang industri. Leverage yang tinggi dalam perbankan itu justru terbentuk dengan turut memanfaatkan dana-dana masyarakat yang mempercayakannya pada bank. Hal ini menyebabkan bank berada pada posisi yang sangat strategis sekaligus rawan risiko.102

Kegiatan usaha bank (jenis dan usaha) diatur secara limitatif dalam Pasal 6 dan 7 Undang – Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.103 Berdasarkan Undang – Undang yang Wikipedia, http://en.wikipedia.org/wiki/Leverage_(finance), (Diakses Rabu, 27 Mei 2009). Leverage dalam keuangan (atau disebut juga dengan perlengkapan karena analoginya dengan kotak perlengkapan) adalah meminjam uang untuk menyediakan dana yang tersedia untuk investasi dengan cara pengeluaran potensial negatif atau positif ditambah dan atau ditinggikan. Biasanya tujuannya untuk menggunakan dana pinjaman, atau utang, jadi untuk mencoba meningkatkan hasil yang wajar. Perlengkapan keuangan mengambil bentuk pinjaman atau pinjaman lainnya (utang), kelanjutan yang diinvestasikan (kembali) dengan maksud untuk mendapatkan suku bunga yang lebih tinggi dari pada biaya bunga. Leverage memungkinkan pendapatan potensial yang lebih besar pada investor jika tidak maka tidak akan berarti tapi potensi kerugian juga lebih besar karena jika investasi menjadi tidak berharga maka dasar pinjaman dan semua pertambahan bunga pinjaman masih perlu dibayar kembali.

102

H. Masyud Ali, Manajemen Risiko, Strategi Perbankan Dan Dunia Usaha Menghadapi

Tantangan Globalisasi Bisnis, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006), hal. 426. Kesenjangan likuiditas

merupakan salah satu risiko yang di alami bank sehari-hari mengingat bank memiliki leverage (rasio utang terhadap modal) yang tinggi dan ketidakseimbangan dalam struktur aset (umumnya berjangka menengah dan panjang) dan kewajiban (umumnya berjangka pendek). Kompas.com, ”Jangan Sampai

Krisis Perbankan Terulang Lagi”,

http://www.kompas.com/read/xml/2008/11/22/06040250/jangan.sampai.krisis.perbankan.terulang.lagi. (Diakses Sabtu, 22 Nopember 2008).

103

Berdasarkan Pasal 5 Undang – Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan menurut jenisnya bank terdiri dari :

a. Bank Umum;

b. Bank Perkreditan Rakyat.

Pengertian kedua jenis bank ini terdapat dalam Pasal 1 angka 3 dan 4. Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegaitan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Sedangkan Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

Kegiatan usaha bank secara limitatif di atur dalam Pasal 6 dan Pasal 7 untuk Bank Umum dan Pasal 13 untuk Bank Perkreditan Rakyat Undang – Undang No. 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan.

Pasal 6 :

Usaha Bank Umum meliputi :

a. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan, dan/ atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu ;

b. Memberikan kredit;

c. Menerbitkan surat pengakuan hutang;

d. Membeli, menjual atau menjamin atas risiko sendiri maupun untuk kepentingan dan atas perintah nasabahnya :

1. Surat – surat wesel termasuk wesel yang diakseptasi oleh bank yang masa berlakunya tidak lebih lama daripada kebiasaan dalam perdagangan surat – surat dimaksud;

2. Surat pengakuan hutang dan kertas dagang lainnya yang masa berlakunya tidak lebih lama dari kebiasaan dalam perdagangan surat- surat dimaksud;

3. Kertas perbendaharaan negara dan surat jaminan pemerintah; 4. Sertifikat Bank Indonesia (SBI);

5. Obligasi;

6. Surat dagang berjangka waktu sampai dengan 1 (satu) tahun;

7. Instrumen surat berharga lain yang berjangka waktu sampai dengan 1 (satu) tahun; e. Memindahkan uang baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan nasabah;

f. Menempatkan dana pada, meminjam dana dari, atau meminjamkan dana kepada bank lain, baik dengan menggunakan surat, sarana telekomunikasi maupun dengan wesel unjuk, cek atau sarana lainnya;

g. Menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan perhitungan dengan antar pihak ketiga;

h. Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga;

i. Melakukan kegiatan penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu kontrak;

j. Melakukan penempatan dana dari nasabah kepada nasabah lainnya dalam bentuk surat berharga yang tidak tercatat di bursa efek;

k. Melakukan kegiatan anjak piutang, usaha kartu kredit dan kegiatan wali amanat;

l. Menyediakan pembiayaan dan atau melakukan kegiatan lain berdasarkan Prinsip Syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia;

m. Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh bank sepanjang tidak bertentangan dengan Undang – Undang ini dan peraturan perundang – undangan yang berlaku.

Pasal 7 :

Selain melakukan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Bank Umum dapat pula : a. Melakukan kegiatan dalam valuta asing dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Bank

Indonesia;

b. Melakukan kegiatan penyertaan modal pada bank atau perusahaan di bidang keuangan, seperti sewa guna usaha, modal ventura, perusahaan efek, asuransi, serta lembaga kliring penyelesaian dan penyimpanan, dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia;

c. Melakukan kegiatan penyertaan modal sementara untuk mengatasi akibat kegagalan kredit atau kegagalan pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, dengan syarat harus menarik kembali penyertaannya, dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia; dan

d. Bertindak sebagai pendiri dana pensiun dan pengurus pensiun sesuai dengan ketentuan dalam peraturan perundang – undangan dana pensiun yang berlaku.

Pasal 13 :

Usaha Bank Perkreditan Rakyat meliputi :

a. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito berjangka, tabungan, dan/ atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu;

mengatur jenis dan usaha bank tersebut dapat disimpulkan bahwa sistem perbankan yang dianut oleh Undang – Undang Perbankan Indonesia adalah sistem commercial

banking, yaitu suatu sistem yang melarang bank melakukan kegiatan usaha di bidang

sekuritas/ pasar modal. Sistem ini mengikuti sistem yang dilakukan oleh Amerika Serikat melalui The Glass – Steagell Act of 1933104 yang memisahkan commercial

banking dari investment banking, berbeda dengan yang lazim berlaku di negara –

negara Eropa yang menggunakan sistem universal banking.105

Sistem universal banking tidak memisahkan kegiatan usaha bank dengan kegiatan usaha di pasar modal, bahkan di negara – negara tertentu bank juga dibolehkan melakukan kegiatan usaha perasuransian. Sedangkan investment bank adalah bank yang kegiatan utamanya adalah menghimpun dan menyalurkan dana b. Memberikan kredit;

c. Menyediakan pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan Prinsip Syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia;

d. Menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI), deposito berjangka, sertifikat deposito, dan/ atau tabungan pada bank lain.

104

Di Amerika Serikat, pemisahan antara kegiatan usaha commercial banking (bank umum) dan kegiatan usaha investment banking (perusahaan sekuritas) dilakukan sebagai jawaban terhadap gelombang kebangkrutan bank yang melanda negara tersebut disebabkan oleh stagnasi ekonomi pada tahun 1930-an dengan memberlakukan Glass Steagall Act. Pemisahan yang ditetapkan Undang – undang ini mendapat tantangan banyak pihak. Pihak yang setuju dengan pemisahan berargumentasi bahwa pemisahan yang ditentukan oleh Glass Stegall Act adalah untuk menciptakan industri perbankan yang kuat. Alasannya adalah keterlibatan commercial banking pada kegiatan investasi merusak prinsip kehati – hatian dan kepercayaan masyarakat, sehingga menyebabkan terjadinya kehancuran pasar modal dan kebangkrutan bank yang kemudian disusul dengan depresi ekonomi pada tahun 1929. Penelahaan ulang dilakukan atas legislative history Glass Stegall Act menunjukkan bahwa penyebab kehancuran pasar modal dan kebangkrutan industri perbankan adalah kesalahan Federal

Reserve Bank (Bank Sentral Amerika Serikat) karena memberikan pinjaman murah kepada industri

perbankan. Penyempurnaan Glass Steagell Act berakhir dengan dikeluarkannya Gramm Leach Billey

Act (GLBA) pada 12 November 1999. GLBA hanya memperbolehkan financial holding company

(FHC) suatu bagian dari bank holding company (BHC) melakukan kegiatan keuangan baru termasuk

merchant banking. Namun demikian GLBA tidak sepenuhnnya menghilangkan dinding pemisah antara

perdagangan dan banking di Amerika Serikat. Sejumlah kegiatan non bank yang boleh dilakukan BHC melalui FHC memang telah diperluas, tetapi banyak diantaranya hanya dapat dilaksanakan oleh perusahaan subsidiary. Zulkarnain Sitompul, Problematika....Op. Cit, hal 45-46.

105

jangka panjang yang diperlukan oleh perusahaan dengan cara membeli, menjual, dan menjamin surat – surat berharga yang diterbitkan oleh perusahaan. Bank investasi sangat dibutuhkan oleh perusahaan yang ingin memperoleh dana dengan menerbitkan surat – surat berharga (yang baru) di pasar modal.106

Untuk konteks Indonesia terdapat pemisahan antara kegiatan commercial

banking dan investment banking. Kegiatan investment banking hanya dapat dilakukan

melalui subsidiary bank umum (commercial bank).107 Dengan pengembangan sistem perbankan syariah, kegiatan tersebut dapat dilakukan oleh bank yang sama. Selanjutnya dengan diberlakukannya Undang – Undang No. 10 Tahun 1998 dan Undang - Undang No. 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah yang mempermudah pembukaan bank dan kantor cabang bank berdasarkan prinsip syariah, pada dasarnya sistem universal banking telah pula dikembangkan. Kebijakan perbankan yang di anut Bank Indonesia saat ini adalah pengembangan perbankan

106

Mandala Manurung & Prathama Rahardja, Uang, Perbankan dan Ekonomi Moneter

(Kajian Kontekstual Indonesia), (Jakarta : Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2004), hal 294.

Bank investasi juga tidak memiliki aliran pendapatan yang lebih stabil seperti pada bank komersial dan bank ritel. Dengan kata lain, bank investasi memiliki ruang gerak lebih sempit untuk terjadinya kesalahan. Reputasi bank investasi dunia seperti Goldman Sachs dan Morgan Stanley di bidang manajemen risiko sudah terkenal prima. Namun, mendapatkan kepercayaan investor dari sisi valuasi dan hedging lebih sulit pada hari-hari terjadinya guncangan krisis finansial 2008 ini. Kecemasan kedua terkait dengan profil pendanaan bank investasi. Sebagai grup korporasi, bank investasi sangat bergantung pada pendanaan jangka pendek, terutama pada transaksi repo, yakni pihak pembeli mendapat jaminan atas surat utang yang mereka beli. Karena itu, bank investasi sangat rentan dengan risiko keringnya likuiditas seperti yang dialami Bear Stearns, Merryl Linch dan Lehman

Brothers yang dinyatakan bangkrut dan di bailout Pemerintah Amerika Serikat. Okezone, ”Akhiri Era Bank Investasi Wall Street demi Bertahan dari Krisis”,

http://economy.okezone.com/index.php/ReadStory/2008/09/25/212/149123/akhiri-era-bank-investasi- wall-street-demi-bertahan-dari-krisis, (Diakses Rabu, 15 Juli 2009).

107

Pasal 7 huruf b Undang – Undang No. 7 Tahun 1992 menetapkan bahwa bank dapat melakukan kegiatan penyertaan modal pada bank atau perusahaan lain di bidang keuangan, seperti sewa guna usaha, modal ventura, perusahaan efek, asuransi serta lembaga kliring penyelesaian dan penyimpanan.

syariah sehingga akan berjalan dua sistim perbankan secara bersamaan yaitu bank konvensional dan bank syariah (dualbanking system).108

Setidaknya bank melakukan enam kegiatan usaha. Pertama, menyediakan jasa dalam sistem pembayaran. Bank merupakan institusi utama dalam lalu lintas pembayaran. Bank misalnya menyediakan jasa dalam rekening giro, kartu debet, kartu kredit dan jasa anjung tunai mandiri (automated teller machine/ ATM). Kedua, mengumpulkan dan menyalurkan kekayaan. Bank menghimpun simpanan dan sumber dana lainnya seperti sertifikat deposito. Sementara itu bank juga menjual reksa dana dan menyediakan jasa kustodian. Ketiga, menyalurkan dana. Bank memberikan kredit kepada individu, perusahaan bahkan Pemerintah di berbagai lokasi dengan beragam jangka waktu. Keempat, memproses informasi. Bank terlibat dalam berbagai proses pembukuan (record keeping) seperti processing, pemyimpanan dan diseminasi informasi keuangan. Kelima, mengelola dan mengontrol ketidakpastian risiko. Bank mengurangi ketidakpastian yang berkaitan dengan

default, likuiditas dan risiko suku bunga. Bank juga menyediakan jasa mengelola

risiko. Keenam, menyediakan sarana dalam mengatasi agency problem yang timbul dalam kontrak keuangan. Bank mengawasi kemampuan debitur, mengawasi tanda – tanda perubahan kualitas kredit dan menyediakan jaminan seperti banker’s

acceptance.109

108

Zulkarnain Sitompul, Problematika...Op. Cit, hal 39. 109

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sektor perbankan merupakan sektor yang sangat strategis sebagai lembaga penghimpun dana masyarakat dan juga sekaligus gerbang investasi, sehingga posisinya sangat penting bagi perkonomian nasional. Sebagai lembaga intermediasi, kelangsungan kegiatan usaha bank sangat tergantung dari kepercayaan masyarakat. Hal ini terlihat dari struktur dana yang dikelola oleh pengurus bank, dimana sekitar 90% adalah dana pihak ketiga dan hanya 10% yang merupakan modal pendiri bank. Kondisi ini mengakibatkan paparan risiko yang sangat tinggi atas dana yang dikelola. Oleh karena itu diperlukan pengaturan dan pengawasan bank untuk memastikan bahwa bank dijalankan dengan hati-hati, penuh integritas dan professional serta terhindar dari moral hazard110 para pengurusnya. Sesuai dengan fungsinya, sektor perbankan mempunyai karakter khusus bila dibandingkan dengan sektor-sektor ekonomi lainnya. Karakteristik yang membedakan sektor perbankan dengan sektor ekonomi lainnya antara lain adalah:111

1. Sebagai lembaga intermediasi di bidang keuangan, bank merupakan lembaga yang dalam menjalankan usahanya:

110

Moral hazard berasal dari kosakata industri asuransi dan merujuk kepada kemungkinan bahwa pemegang asuransi dengan sengaja melakukan tindakan yang dapat merugikan terhadap barang yang diasuransikan dengan harapan akan memperoleh klaim penggantian dari perusahaan asuransi. Keberadaan perusahaan asuransi menyebabkan upaya pencegahan terjadinya kecelakaan atau kerugian menjadi terabaikan. Perilaku dari perusahaan menjadi tidak hati – hati (imprudent) karena apabila perusahaan mengalami musibah maka kerugian tersebut akan ditanggung oleh perusahaan asuransi. Kata moral hazard kemudian dipergunakan dalam konteks krisis keuangan yang terjadi di Asia dengan merujuk kepada perilaku dari beberapa individu, korporasi, investor, deposan, debitur dan kreditur maupun perbankan yang menciptakan insentif untuk melakukan agenda dan tindakan yang tersembunyi (hidden agenda) yang berlawanan dengan etika bisnis dan hukum yang berlaku. Perilaku tersebut sangat mempengaruhi peran pemerintah, Bank Sentral maupun lembaga internasional seperti IMF untuk bertindak sebagai penjamin (insures) dalam lender of the last resort. Hasil Riset Bank Indonesia (Satgas BLBI) dengan HLB Hadori & Rekan, Studi Keuangan....Op. Cit, hal 35-36.

111

Leo J. Susilo dan Karlen Simarmata, Good Corporate Governance pada Bank : Tanggung

a. menghadapi berbagai macam risiko usaha, baik risiko hukum, risiko kredit, risiko likuiditas, risiko operasional, dan lain sebagainya.

b. kegagalan kegiatan perbankan mempunyai pengaruh luas terhadap sektor ekonomi lainnya, baik makro maupun mikro.

c. sebagai industri jasa, bank harus dapat memberikan pelayanan yang baik sesuai dengan fungsinya.

2. Mengingat karakteristik pada butir 1 di atas, maka sektor perbankan, menjadi sektor yang sangat ketat diatur (highly regulated). Dalam pengertian ini: a. perbankan mempunyai lembaga otoritas perbankan yang secara khusus

melakukan pengawasan dan pembinaan dengan cakupan yang sangat luas, mulai dari pendirian, pengawasan operasional hingga penutupan operasi bank. Untuk Indonesia otoritas ini dilaksanakan oleh bank sentral yaitu Bank Indonesia;

b. terdapat lembaga internasional yang secara terus menerus mengkaji prinsip-prinsip kehati-hatian dan pengawasan terhadap perbankan. Lembaga tersebut adalah Bank for International Settlement (BIS) yang berkedudukan di Basel, Belgia dan mempunyai komite yang terkenal dengan Basel on Banking Supervision.

c. pengaturan-pengaturan untuk sektor perbankan yang dikeluarkan Bank Indonesia bersifat mengikat bagi bank di Indonesia, sedangkan yang dikeluarkan oleh BIS lebih merupakan rekomendasi yang masih harus diadopsi oleh masing-masing bank sentral yang menjadi anggotanya. d. selain peraturan dan regulasi yang diterbitkan oleh otoritas perbankan,