• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II BANK DAN RISIKO LIKUIDITAS

B. Risiko Kegiatan Usaha Bank

3. Risiko Likuiditas Perbankan

Risiko likuiditas antara lain disebabkan bank tidak mampu memenuhi kewajiban yang telah jatuh tempo waktu. Bank perlu memenuhi kebutuhan likuiditas untuk berbagai tujuan seperti penarikan dana simpanan oleh nasabah, penyediaan dana untuk fasilitas kredit, pemenuhan reserve requirement, dan lain – lain. Masalahnya adalah bank tidak mungkin memperkirakan penyediaan likuiditas dalam waktu dan jumlah yang selalu tepat dengan kenyataan. Apabila likuiditas yang 1. GWM Rupiah yang telah ditetapkan sebesar 7,5 persen tersebut terdiri dari GWM utama

(statutory reserve) dan GWM sekunder (secondary reserve) dengan rincian :

a. 5 persen berupa GWM utama (statutory reserve) berupa simpanan giro di Bank Indonesia. Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal 24 Oktober 2008;

b. 2,5 persen berupa GWM sekunder (secondary reserve) dalam bentuk SBI dan atau SUN dan atau simpanan giro di Bank Indonesia.

2. Masa transisi untuk pemenuhan secondary reserve ditetapkan selama 1 tahun sejak berlakunya ketentuan atau selambat – lambatnya tanggal 24 Oktober 2009;

3. Bank yang belum dapat memenuhi kewajiban secondary reserve dalam masa transisi tidak dikenakan sanksi;

4. Bank Indonesia tidak memberikan jasa giro (remunerasi) atas saldo simpanan giro bank di Bank Indonesia maupun atas secondary reserve. PBI No. 10/ 19/ PBI/ 2008 tanggal 14 Oktober 2008.

131

Rentabilitas bank (banking profitability) adalah kesanggupan sebuah bank untuk memperoleh laba berdasarkan investasi yang dilakukannya. Rentabilitas bank yang tinggi akan menguntungkan bank, karena :

a. Dapat menarik calon investor untuk menanamkan modal atau cadangan dengan membeli saham yang diterbitkan bank. Dengan modal itu bank dapat memperbesar dayanya untuk melayani nasabah. Sebaliknya, rentabilitas yang rendah akan menyulitkan penjualan saham, atau mendorong para persero yang ada bahkan menjual kembali sahamnya sehingga karenanya kurs sahamnya sehingga karenanya kurs saham akan tertekan di bursa.

b. Dapat menambah cadangan bank sehingga kredibilitas nasabah terhadap bank itu pun akan bertambah besar. Sebaliknya, rentabilitas yang rendah akan menurunkan kredibilitas nasabah terhadap manajemen bank. Oleh karena itu soliditas (mutu kepastian) manajemennya juga akan menurun.

disediakan ternyata lebih besar daripada yang betul – betul diperlukan, bank rugi karena kelebihan dana tersebut merupakan dana tidak produktif yang sebenarnya dapat dikalkulasikan dalam bentuk aktiva lain yang lebih produktif. Apabila likuiditas yang disediakan ternyata kurang atau tidak mencukupi kebutuhan likuiditas yang sebenarnya, maka bank dapat berada dalam kesulitan likuiditas. Kesulitan likuiditas dalam jumlah besar dan dalam waktu yang lama dapat menempatkan bank tersebut dalam posisi sulit sehingga tergolong bank kurang sehat, kurang dipercaya nasabah, dan ada kemungkinan untuk bangkrut.132

Ditinjau dari sudut kepada siapa kewajiban yang jatuh tempo harus dipenuhi, dapat dibedakan atas:

1. Bank Indonesia, yaitu penyediaan sejumlah dana di rekening bank umum yang ada di Bank Indonesia atau yang dikenal dengan kewajiban menyediakan GWM. Bank wajib mengikuti ketentuan tentang GWM bank umum dalam rupiah dan valuta asing sesuai dengan ketentuan yang diatur oleh Peraturan Bank Indonesia;

2. Internal bank, yaitu untuk memenuhi kewajiban untuk internal bank seperti pembayaran gaji dan kewajiban intern;

3. Nasabah, yaitu pemenuhan kewajiban kepada para deposan untuk menarik dana simpanan dan untuk keperluan pencairan kredit.

Risiko likuiditas ditinjau dari sumber penyebab kegagalan memenuhi kewajiban dapat dikategorikan sebagai berikut:133

132

Y. Tri Susilo, dkk, Bank dan Lembaga Keuangan Lain, (Jakarta : Salemba Empat, 2000), hal 102.

133

Lampiran I Surat Edaran Bank Indonesia No. 5/21/DPNP, 29 September 2003, perihal Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum, hal 36.

1. Risiko likuiditas pasar

yaitu risiko yang timbul karena bank tidak mampu melakukan offsetting posisi tertentu dengan harga pasar karena kondisi likuiditas pasar yang tidak memadai atau terjadi gangguan di pasar (market discruption);

2. Risiko likuiditas pendanaan,

yaitu risiko yang timbul karena bank tidak mampu mencairkan asetnya atau memperoleh pendanaan dari sumber dana lain.

Definisi Likuiditas bank adalah kemampuan sebuah bank untuk menyediakan alat – alat lancar guna membayar kembali titipan jatuh temponya dan memberikan pinjaman kepada nasabah yang membutuhkannya. Likuiditas bank yang baik, terjadi bilamana daya beli potensial yang ada pada aktivanya dapat diubah menjadi daya beli efektif tanpa menderita kerugian. Secara umum, syarat likuiditas untuk permodalan menentukan bahwa modal yang diperlukan harus ditarik perusahaan untuk jangka waktu yang sekurang – kurangnya sama dengan waktu modal itu dibutuhkan.134

Konsep likuiditas dalam perbankan dapat dibedakan dalam konsep statis dan konsep dinamis :135

1. Konsep Statis (static concept)

Disebut juga konsep persediaan (stock concept) adalah konsep likuiditas yang mengganggap likuiditas sebagai kesanggupan untuk menyediakan alat – alat lancar sebagai persediaan yang senantiasa mesti ada sekarang ini. Konsep statis tidak berkaitan dengan waktu yang akan datang sehingga dengan demikian juga tidak berkaitan dengan perencanaan manajemen keuangan suatu bank.

2. Konsep Dinamis

Disebut juga konsep arus (flow concept) adalah konsep likuiditas yang mengantisipasi kewajiban finansial yang akan tiba dan memproyeksikan alat – alat

134

Komaruddin Sastradipoera, Ensiklopedia Manajemen, (Jakarta : Bumi Aksara, 1994), hal 491.

135

lancar yang akan masuk, baik yang berasal dari kegiatan operasional maupun yang berasal dari kredit.

Para praktisi kerapkali menganggap bahwa konsep statis menyebabkan para bankir hanya melihat posisi likuiditas bank mereka untuk hari ini, yaitu untuk melayani para nasabah yang memerlukannya saat ini juga. Sebaliknya, konsep dinamis mendorong para bankir itu melihat likuiditas bank mereka untuk waktu yang akan datang, sehingga mereka terdorong untuk menyusun rencana finansial yang membutuhkan informasi yang cermat dan proyektif. Namun, kecermatan informasi dan analisis untuk waktu yang akan datang menjadi masalah besar jika perekonomian makro yang mereka hadapi sedang mengalami ketidakpastian.

3. Konsep Kontingensi/ Situasional

Konsep ini menyarankan agar perbankan dapat memadukan konsep statis dan konsep dinamis dalam format baru sehingga likuiditas bank itu dapat menyesuaikan diri pada perubahan – perubahan.

Berdasarkan konsep likuiditas tersebut di atas, para ahli manajemen permodalan perbankan membagi likuiditas bank sebagai berikut :136

a. Likuiditas Simpanan (deposit liquidity)

Likuiditas bank untuk menghadapi penarikan titipan (hari ini). Likuiditas simpanan umumnya lebih peka terhadap tingkat kepercayaan masyarakat. Kepekaan ini disebabkan kenyataan bahwa ketaklikuidan sebuah bank dapat menyebabkan penarikan besar – besaran (bank run). Padahal unsur kepercayaan (yaitu amanat atau

credere) merupakan unsur yang sangat strategis bagi setiap bank.

b. Likuiditas Portepel (portofolio liquidity)

Likuiditas bank yang memproyeksikan pemberian pinjaman yang akan dilakukan sebuah bank di waktu yang akan datang. Likuiditas portepel umumnya kurang peka terhadap kepercayaan masyarakat.

Perlu dikemukakan bahwa rentabilitas bank tergantung, antara lain pada jumlah yang dapat dipinjamkan kepada para nasabah. Manakala sebuah bank ternyata tidak memiliki alat likuid untuk memberikan pinjaman itu, maka sudah tentu peluang

136

untuk memperoleh laba (di waktu yang akan datang) pun akan lenyap dengan sendirinya.

Umumnya, jika perekonomian menjadi lebih baik, para bankir lebih tertarik pada likuiditas portepel. Sebaliknya, jika perekonomian menjadi lebih buruk, mereka lebih terdorong untuk mempertahankan likuiditas simpanan. Oleh karena itu, seperti halnya dengan masalah konsep likuiditas perbankan di atas, para ahli manajemen perbankan pun menyarankan likuiditas lain yaitu likuiditas kontingensi atau likuiditas situasional yang dapat menyesuaikan diri pada kemungkinan terjadinya perubahan perubahan, khususnya ekonomi makro.

Ada 4 (empat) cara mengelola likuiditas, yaitu sebagai berikut :137

a. Commercial Loan Theory b. Shiftability Theory

c. Anticipated Income Theory d. Liability Management Theory

Ad. a. Teori Pinjaman Komersial (Commercial Loan Theory)

Menurut teori ini likuiditas bank akan terjamin selama hartanya berwujud pinjaman jangka pendek yang dapat dicairkan dalam masa transaksi perdagangan yang normal. Hendaknya pinjaman diberikan untuk jangka pendek, seperti membiayai modal kerja atau usaha dagang yang pengembaliannya dijamin. Adalah kurang tepat jika bank memberikan pinjaman untuk keperluan surat berharga, pendirian gedung atau pinjaman untuk jangka panjang. Dalam praktik, bank komersial memberikan kredit jangka pendek, tetapi tidak semata – mata untuk pinjaman perdagangan.

137

O. P. Simorangkir, Pengantar Lembaga Keuangan Bank dan NonBank, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 2004), hal 142.

Ad. b. Teori Kemampuan Bergeser (Shiftability Theory)

Teori ini berpendapat bahwa tingkat likuiditas dapat dipertahankan apabila bank memiliki kekayaan (asset) yang mudah dijual untuk memperoleh alat – alat likuid. Salah satu bentuk kekayaan yang mudah dijual dalam bentuk kas ialah surat – surat berharga yang marketable.

Ad. c. Teori Antisipasi Pendapatan (Anticipated Income Theory)

Teori ini menyatakan bahwa masalah likuiditas bank sebenarnya dapat direncanakan. Kalau sesuatu dapat direncanakan berarti masalahnya dapat dipecahkan dengan baik, tidak perlu dikhawatirkan. Likuiditas bank selalu dapat dipertahankan jika pengembalian pinjaman dari debitor dilaksanakan tepat waktu. Teori ini lebih menekankan pada kepada likuiditas yang dinamis dan luas. Dijelaskan bahwa pengembalian pinjaman ataupun deposan baru yang menitipkan uangnya membuat bank lebih likuid.

Ad. d. Liability Management Theory

Teori ini mengemukakan bahwa likuiditas bank dapat dijamin di pasar uang demi memenuhi kekurangan dana likuiditas. Dalam arti yang luas, pasar uang meliputi pinjaman dari bank sentral dan bank – bank umum. Teori ini menitikberatkan pada kewajiban liability dan ketiga teori sebelumnya meninjau dari segi kekayaan (asset).

Menurut pengalaman setiap harinya hanya sebagian kecil dari simpanan giro ditarik oleh para nasabah. Pada hari yang sama banyak juga nasabah menyetor uangnya ke bank. Seandainya pada hari yang sama penarikan dan penyetoran uang sama jumlahnya, dengan sendirinya alat – alat likuid tidak dibutuhkan. Seringkali penarikan lebih besar daripada penyetoran sehingga persediaan alat – alat likuid dibutuhkan untuk menjaga kepercayaan masyarakat dan kelangsungan hidup usaha

bank. Bank Indonesia diberikan wewenang menetapkan ketentuan – ketentuan untuk memelihara likuiditas dan menjaga solvabilitas sebagai berikut :138

1. Memelihara likuiditas

Sebagian besar kewajiban dari bank dalam bentuk giro dimana nasabah secara legal dapat mengakses dan menarik dananya setiap saat. Bank yang tidak dapat memenuhi kewajibannya kepada deposan dikatakan tidak likuid (illiquid). Apabila sejumlah besar bank secara serentak mengalami kondisi tidak likuid akan terjadi kekacauan pada aliran pembayaran barang dan jasa secara nasional dan menimbulkan potensi dampak negatif yang lebih luas kepada perekonomian. Oleh karena itu Bank Indonesia membuat regulasi dalam upaya memelihara likuiditas. Kebutuhan likuiditas suatu bank dipergunakan untuk memenuhi ketentuan GWM agar saldo rekening yang ada pada bank koresponden selalu berada pada jumlah yang ditentukan dan memenuhi penarikan dana baik oleh nasabah debitur maupun deposan;

2. Menjaga solvabilitas

Bank yang memiliki laba yang tinggi dapat menghindari masalah kesulitan likuiditas dan solvabilitas. Pada industri perbankan, kompetisi di antara bank dapat menurunkan tingkat profitabilitas masing-masing bank dan apabila tingkat profitabilitas ini begitu rendah maka bank akan rentan terhadap suatu shock yang mengancam likuiditas dan solvabilitas bank.

Pada dasarnya bank memiliki laba yang tinggi untuk dapat menghindari masalah likuiditas dan solvabilitas. Hal ini disebabkan karena regulator selalu berupaya mencari jalan untuk melindungi bank dari kompetisi yang ketat dan pada saat yang sama bank berupaya untuk beroperasi secara efisien. Pada industri perbankan, kompetisi antara perbankan bagaimanapun dapat menurunkan tingkat profitabilitas masing – masing bank dan apabila tingkat profitabilitas begitu rendah

138

Sheng, A., Role of the Central Bank in Banking Crisis: An Overview, (IMF Publication,

1991), hal 195. Di dalam Hasil Riset Bank Indonesia (Satgas BLBI) dengan HLB Hadori & Rekan, BI dan BLBI, Suatu Tinjauan dan Penilaian …Op. Cit, hal 43.

maka suatu kejutan yang tidak terduga dapat terjadi pada sistem ekonomi dan finansial sehingga mengakibatkan bank akan mengalami kerugaian yang cukup berarti dan ini tentunya dapat mengancam likuiditas dan solvabilitas bank.139