• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV PENYELESAIAN HUKUM PENDAFTARAN HAK

C. Penyelesaian Permasalahan Di Kantor Pertanahan

Permasalahan yang banyak terjadi di bidang pertanahan mengharuskan selain instansi lainya seperti Pengadilan Tata Usaha Negara, Pengadilan Negeri, dan instansi lainnya termasuk Badan Pertanahan Nasional harus dapat menyelesaikan permasalahan di bidang pertanahan yang menjadi tanggung jawab Badan Pertanahan Nasional.

Maka guna untuk menangani hal tersebut di dalam susunan organisasi Badan Pertanahan Nasional sebagaimana yang termaktub dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 85 Tahun 2012 perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2006 Tentang Badan Pertanahan Nasional pada Bab II tentang Organisasi pada bagian kedelapan yaitu tentang Deputi Bidang Pengkajian dan Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan menyatakan:

Pasal 21

(1) Deputi Bidang Pengkajian dan Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan adalah unsure pelaksana sebagian tugas dan fungsi Badan Pertanahan Nasional di bidang pengkajian dan penanganan sengketa dan konflik pertanahan yang berada di bawah dan bertanggungjawab kepada kepala.

(2) Deputi Bidang Pengkajian dan Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan dipimpin oleh Deputi.

Pasal 22

Deputi Bidang Pengkajian dan Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan mempunyai tugas merumuskan dan melaksanakan kebijakan di bidang pengkajian dan Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan.

Pasal 23

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam pasal 22, Deputi Bidang Pengkajian dan Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan menyelenggarakan fungsi :

a. Perumusan kebijakan teknis di bidang pengkajian dan penanganan sengketa dan konflik pertahanan.

b. Pengkajian dan pemetaan secara sistematis berbagai masalah, sengketa dan konflik pertanahan.

c. Penanganan masalah, sengketa dan konflik pertanahan secara hukum dan non hukum.

d. Penanganan perkara pertahanan.

e. Pelaksanaan alternatif penyelesaian masalah, sengketa dan konflik pertanahan melalui bantuan mediasi, fasilitas dan lainnya.

f. Pelaksanaan putusan-putusan lembaga peradilan yang berkaitan dengan pertanahan.

g. Penyiapan pembatalan dan penghentian hubungan hukum antara orang, dan/atau badan hukum dengan tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.95

95Kitab Undang-Undang Agraria dan Pertanahan, (Bandung;Fokus Media;2013), hal. 895-896.

Dalam menangani sengketa tanah atau konflik mengenai pertanahan Badan Pertanahan Nasional telah mempersiapkan bidang yang menangani permasalahan tersebut dan tata cara menyelenggarakan fungsi dan tugasnya sebagaimana yang telah ditentukan dalam peraturan yang berlaku.

Menyangkut permasalahan tanah yang terjadi pada Kantor Pertanahan Kabupaten Pidie mengenai Sertipikat ganda atau adanya dua sertipikat atas objek dan subjeknya satu, kedua sertifikat tersebut dijadikan sebagai jaminan atau agunan di bank yang berbeda atau menjadikan agunan pada dua bank atas sertipikat yang sama nomor haknya tersebut sehingga terjadi ketidak pastian antara kreditor pemegang sertipikat yang diterbitkan pertama kali dan kreditor pemegang sertifikat pengganti (kedua). Mengenai permasalahan tersebut para pihak sepakat untuk menyelesaikan permasalahan tersebut di Kantor Pertanahan dan adapun proses penyelesaian yang dilakukan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Pidie yaitu:

a. Penemuan

Pada pertengahan tahun 2012 pada saat pergantian Kasubsi Peralihan, Pembebanan Hak dan PPAT di Kantor Pertanahan Kabupaten Pidie dilakukan pembenahan semua Arsip-arsip, termasuk pembenahan terhadap arsip buku tanah sertifikat, buku tanah sertifikat Hak Tanggungan yang terbakar pada tahun 2007 di Kantor Pertanahan Kabupaten Pidie tersebut.

Ketika dilakukan pembenahan arsip tersebut dengan menggunakan aspek teknologi digital dari sebahagian kecil sisa dari kebakaran maka pada saat itulah

diketahui adanya sertipikat ganda yang masing-masing menjadi agunan kreditor yang berbeda.96

Penggunaan aspek teknologi digital dalam pembenahan arsip yang terbakar di Kantor Pertanahan Kabupaten Pidie merupakan langkah yang bagus dan sangat membantu dalam menemukan hal-hal yang tidak bisa diketahui apabila hanya menggunakan pembenahan arsip dengan cara manual.Karena dengan menggunakan teknologi digital tersebut sisa-sisa kebakaran yang tidak tampak oleh pandangan mata, dapat terlihat jelas melalui pembesaran yang dilakukan melalui digital tersebut.

Ketika berkas dari sisa kebakaran jelas terlihat, maka diketahui adanya sertipikat ganda yang keduanya telah diagunkan pada salah satu bank dan pada lembaga pembiayaan bukan bank.

b. Pemanggilan Para Pihak

Setelah adanya penemuan sertifikat ganda tersebut maka para pihak diberitahu dan dipanggil oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Pidie untuk membicarakan bagaimana penyelesaian yang akan diambil dalam menyelesaikan sertifikat ganda yang ternyata masing-masing sertipikat tersebut menjadi jaminan dan masing-masing telah dipasang hak tanggungan.97

Pihak-Pihak yang dipanggil oleh Kantor Pertanahan adalah pemilik sertipikat, pihak bank, lembaga pembiayaan dan Notaris/PPAT.

Pemanggilan para pihak yang dilakukan oleh Kantor Pertanahan kabupaten Pidie, merupakan langkah yang terbaik dalam menyelesaikan permasalahan yang terjadi. Karena dengan adanya pemanggilan para pihak tersebut maka secara

96Hasil Wawancara dengan Yuliandi, S.SIT.,MH, Kasubsi Peralihan Pembebanan Hak dan PPAT, Kantor Pertanahan Kabupaten Piddie.

97Ibid,.

moral Kantor Pertanahan Kabupaten Pidie, telah ikut bertanggung jawab untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi, yang terbitnya sertipikat ganda salah satu penyebabnya adalah kelalaian pihak Kantor Pertanahan Kabupaten Pidie.

Kelalaian itu timbul karena seharusnya setelah terjadi kebakaran Kantor Pertanahan Kabupaten Pidie, terlebih dahulu mendata sertipikat-sertipikat yang telah diterbitkan dengan salah satu caranya mendatangi atau menyurati pihak lembaga pembiayaan baik bank maupun bukan bank untuk meminta konfirmasi atas sertipikat-sertipikat yang menjadi agunan dari lembaga pembiayaan baik bank maupun bukan bank tersebut. Sehingga dapat memperkecil masalah yang mungkin timbul akibat dari musnahnya arsip, buku tanah dan buku tanah sertipikat hak tanggungan dan dapat mencegah pihak yang memanfaatkan keadaan dari terbakarnya Kantor Pertanahan Kabupaten Pidie.

c. Penyelesaian Sengketa di Kantor Pertanahan.

Penyelesaian permasalahan atas sengketa yang tersebut diatas dilakukan melalui cara musyawarah yang dimediasi oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Pidie dengan pemanggilan para pihak ke Kantor Pertanahan Kabupaten Pidie.

Hasil dari musyawarah tersebut adalah pemilik sertipikat harus menutup hutang beserta bunganya pada kreditor pemegang sertipikat hak tanggungan atas sertipikat yang diterbitkan pertama kali, dan Kantor Pertanahan akan menarik dan membatalkan sertipikat tersebut tentunya disertai dengan pernyataan bersedia dari si pemilik sertipikat untuk membatalkan sertipikat tersebut.

Penarikan sertipikat yang diterbitkan pertama kali dan mematikan sertipikat tersebut oleh kantor pertanahan dapat dilakukan atas kewenangan yang diberikan kepada Kepala Badan Pertanahan Nasional yang dalam hal ini diwakili oleh Kakanwil (Kepala Kantor Wilayah) Badan Pertanahan Nasional. Dalam hal penanganan kasus, Badan Pertanahan Nasional terlebih dahulu menerima surat pengaduan kasus pertanahan.

Kantor Pertanahan Kabupaten Pidie sebagai Mediator dalam menyelesaian sengketa Pertanahan harus sesuai dengan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Pengkajian dan Penanganan Kasus Pertanahan yaitu:

BAB VI

PENANGANAN KASUS PERTANAHAN Bagian Kesatu

Umum Pasal 26

(1) Penanganan kasus pertanahan dimaksudkan untuk memberikan kepastian hukum atas penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah.

(2) Penanganan kasus pertanahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk memastikan tidak terdapat tumpang tindih pemanfaatan, tumpang tindih penggunaan, tumpang tindih penguasaan dan tumpang tindih pemilikan tanah.

(3) Penanganan kasus pertanahan untuk memastikan pemanfaatan, penguasaan, penggunaan dan pemilikan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan serta bukti kepemilikan tanah bersifat tunggal untuk setiap bidang tanah yang diperselisihkan.

Bagian Kedua Penanganan Sengketa

Pasal 27

(1) Berdasarkan rekomendasi penanganan sengketa pertanahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (2) selanjutnya dilakukan:

a. penelitian/pengolahan data pengaduan;

b. penelitian lapangan;

c. penyelenggaraan Gelar Kasus;

d. penyusunan Risalah Pengolahan Data;

e. penyiapan berita acara/surat/keputusan; dan/atau

f. monitoring dan evaluasi terhadap hasil penanganan sengketa.

(2) Dalam kaitannya dengan sengketa tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (3) dan/atau dipandang penting oleh Kepala BPN RI dalam penanganannya dapat dibentuk Tim.

Pasal 28

(1) Penanganan sengketa dilakukan dengan jangka waktu penyelesaian paling lama 3 (tiga) bulan sejak diterimanya pengaduan atau informasi sengketa.

(2) Untuk penanganan sengketa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2), batas waktu penyelesaian dapat diperpanjang dengan persetujuan Kakan, Kakanwil atau Deputi.

(3) Kakan, Kakanwil, dan Direktur di lingkungan Kedeputian Bidang Pengkajian dan Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan, melakukan pengawasan dan pengendalian terhadap penanganan sengketa sesuai kewenangannya.

Pasal 29

(1) Kegiatan penelitian/pengolahan data pengaduan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) huruf a meliputi:

a. penelitian kelengkapan dan keabsahan data dari pengadu;

b. penelitian data dari pengadu;

c. pencocokan data yuridis dan data fisik, dan data pendukung lainnya;

d. kajian kronologi sengketa; dan

e. analisis aspek yuridis, fisik dan administrasi.

(2) Untuk kelengkapan data yang diperlukan dalam penanganan sengketa, dapat dilakukan dengan mencari data dari pengadu, arsip di BPN RI, Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional, Kantor Pertanahan, instansi terkait, atau sumber lainnya.

(3) Untuk melengkapi data yuridis, data fisik, atau data lainnya dapat dilakukan kegiatan penelitian lapangan.

Pasal 30

(1) Kegiatan penelitian lapangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) huruf b antara lain:

a. penelitian keabsahan atau kesesuaian data dengan sumbernya;

b. pencarian keterangan dari saksi-saksi yang terkait kasus;

c. peninjauan fisik tanah obyek yang diperselisihkan;

d. penelitian batas tanah, gambar situasi, peta bidang atau Surat Ukur; dan e. kegiatan lainnya yang diperlukan.

(2) Kegiatan penelitian lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan berdasarkan Surat Tugas:

a. Deputi atau Direktur di lingkungan Kedeputian Bidang Pengkajian dan Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan, di tingkat BPN RI, dengan tembusan disampaikan kepada:

1. Kepala BPN RI untuk Surat Tugas yang diterbitkan oleh Deputi;

2. Deputi untuk Surat Tugas yang diterbitkan oleh Direktur.

b. Kakanwil atau Kabid, di tingkat Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional, dengan tembusan disampaikan kepada:

1) Deputi untuk Surat Tugas yang diterbitkan oleh Kakanwil;

2) Kakanwil untuk Surat Tugas yang diterbitkan oleh Kabid.

c. Kakan atau Kasi, di tingkat Kantor Pertanahan, dengan tembusan disampaikan kepada:

1) Kakanwil untuk Surat Tugas yang diterbitkan oleh Kakan;

2) Kakan untuk Surat Tugas yang diterbitkan oleh Kasi.

(3) Surat Tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit memuat nama petugas, jabatan dan lokasi obyek tanah yang diteliti.

Pasal 31

Dalam hal diperlukan kegiatan lapangan untuk meneliti obyek yang diperselisihkan, pelaksanaannya harus:

a. dilengkapi Surat Tugas;

b. melakukan pemberitahuan kepada pihak yang menguasai tanah, pemilik, penduduk sekitar lokasi dan /atau pejabat dari lingkungan/dusun/desa/

kelurahan setempat;

c. disaksikan paling sedikit oleh dua orang terdiri dari yang menguasai obyek tanah, pemilik, penduduk sekitar lokasi dan/atau pejabat dari lingkungan/dusun/desa/kelurahan setempat; dan

d. dibuatkan Berita Acara yang ditandatangani oleh petugas dan para saksi.

Pasal 32

(1) Dalam hal terdapat saksi yang tidak bersedia menandatangani Berita Acara, diberikan catatan pada kolom tanda tangan bahwa saksi yang bersangkutan tidak bersedia menandatangani dengan disertai alasannya.

(2) Hasil kegiatan penelitian lapangan dibuatkan Berita Acara Hasil Penelitian Lapangan sebagai data pendukung penyusunan Risalah Pengolahan Data.

(3) Berita Acara Hasil Penelitian Lapangan merupakan dokumen yang disertakan dan tidak terpisahkan dari Berkas Penanganan Sengketa Pertanahan.

Pasal 33

(1) Gelar Kasus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) huruf c dapat dilakukan melalui persuasif, fasilitasi, mediasi para pihak dalam rangka penanganan sengketa.

(2) Gelar Kasus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) jika diperlukan dapat melibatkan instansi terkait dan/atau unsur masyarakat seperti akademisi, tokoh masyarakat/adat/agama, atau pemerhati/pegiat agraria.

Pasal 34

(1) Gelar Kasus diselenggarakan atas perintah Deputi, Kakanwil, atau Kakan.

(2) Setiap perintah penyelenggaraan Gelar Kasus ditembuskan kepada Kepala BPN RI.

(3) Susunan organisasi Gelar Kasus terdiri dari pimpinan, sekretaris, pemapar dan peserta.

(4) Pimpinan Gelar Kasus:

a. Deputi atau Direktur di lingkungan Kedeputian Bidang Pengkajian dan Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan, di tingkat BPN RI;

b. Kakanwil atau Kabid, di tingkat Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional; atau

c. Kakan atau Kasi, di tingkat Kantor Pertanahan.

(5) Unsur pelaksana Gelar Kasus:

a. Sekretaris ditunjuk oleh Pimpinan Gelar Kasus;

b. Pemapar adalah atasan langsung Pengolah/Ketua Tim; dan c. Peserta sesuai dengan undangan.

(6) Urutan acara Gelar Kasus meliputi:

a. pembukaan;

b. pemaparan kasus pertanahan;

c. tanggapan dan diskusi; dan d. kesimpulan dan penutupan.

(7) Hasil Gelar Kasus yang dipimpin oleh:

a. Deputi disampaikan kepada Kepala BPN RI;

b. Direktur disampaikan kepada Deputi;

c. Kakanwil disampaikan kepada Deputi;

d. Kabid disampaikan kepada Kakanwil;

e. Kakan disampaikan kepada Kakanwil;

f. Kasi disampaikan kepada Kakan.

Pasal 35

(1) Pelaksanaan Gelar Kasus dicatat dalam Notulen Gelar Kasus dan hasilnya dibuatkan Berita Acara Gelar Kasus.

(2) Notulen Gelar Kasus ditandatangani oleh pimpinan dan sekretaris, dan disimpan dalam berkas penanganan kasus pertanahan.

(3) Berita Acara Gelar Kasus ditandatangani oleh semua peserta, dan merupakan dokumen yang harus dilampirkan dalam berkas penanganan kasus perkara.

(4) Berita Acara Gelar Kasus sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat diberikan kepada peserta untuk menjamin obyektifitas dan transparansi penanganan kasus pertanahan kecuali Gelar Kasus Internal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 huruf a.98

Dengan diterbitkannya Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional nomor 3 tahun 2011 tentang pengelolaan pengkajian dan penanganan kasus pertanahan, maka sebahagian dari kasus pertanahan yang terjadi dapat diselesaikan dengan segera oleh Badan Pertanahan nasional tanpa melalui proses pengadilan yang memakan waktu yang lama. Dan kejelasan atas siapa pemilik, subjek dan objek dari sertipikat hak atas tanah lebih terjamin.

98Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republlik Indonesia Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Pengkajian dan Penanganan Kasus Pertanahan, Pasal 26-35.

Setelah melakukan proses penyelesaian yang dilakukan oleh Badan Pertanahan tersebut yang dilakukan sebagaimana menurut Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku maka hasil dari musyawarah tersebut diperoleh hasil atau kesepakatan bersama antara para pihak yang mana debitor bersedia mengganti kerugian kepada kreditor pemegang sertipikat hak tanggungan atas sertipikat yang diterbitkan pertama kali serta Badan Pertanahan kabupaten pidie mengambil keputusan bahwa sertipikat yang diterbitkan pertama kali akan dibatalkan yang mana debitor juga bersedia untuk membuat suatu surat pernyataan. Bahwasanya ia bersedia untuk dibatalkan sertipikat yang diterbitkan pertama kali tersebut dan yang tetap berlaku adalah sertipikat pengganti (kedua) yang di jaminkan kepada lembaga pembiayaan.99

Pembatalan sertipikat yang diterbitkan pertama kali tentunya dilakukan dengan penanda tanganan surat pernyataan yang ditanda tangani oleh pemilik sertipikat. Pembatalan sertipikat yang diterbitkan pertama kali merupakan hal yang terbaik bagi para pihak dalam menyelesaikan permasalahan yang terjadi.

Karena dengan dibatalkannya sertipikat tersebut, maka si pemilik sertipikat dituntut tanggung jawabnya atas segala permasalahan yang terjadi yang dikarenakan oleh itikad tidak baik yang ia perbuat sehingga timbul kerugian, ketidak amanan agunan, dan keresahan para pihak yang terlibat dalam permasalahan tersebut.

Pembatalan sertipikat yang diterbitkan pertama kali oleh Kantor Pertanahan tanpa melalui proses pengadilan, melainkan dengan cara menarik dan

99Hasil Wawancara dengan Yuliandi, S.SIT.,MH, Kasubsi Peralihan Pembebanan Hak dan PPAT, Kantor Pertanahan Kabupaten Piddie.

mematikan sertipikat tersebut, tentunya dengan penanda tanganan surat pernyataan pelepasan hak oleh pemilik sertipikat merupakan langkah yang diambi. Karena sertipikat yang terbit sebelum lima tahun dapat dibatalkan tanpa melalui proses pengadilan jika dalam penerbitannya sertipikatnya cacat hukum administratif.

Penyelesaian sengketa di Kantor Pertanahan sesuai dengan Peraturan Kepala Badan Pertanahan (Perkaban) Nomor 3 tahun 2011 tentang Pengelolaan Pengkajian Dan Penanganan Kasus Pertanahan pasal 61 sampai 63, yang khusus mengatur tentang Penyelesaian Kasus Pertanahan di Luar pengadilan.

Kewenangan untuk membatalkan sertipikat yang dikeluarkan oleh Kantor pertanahan yang merupakan cacad administrasi kewenangan yang diberikan kepada Kakanwil yang diatur perkaban nomor 3 tahun 2011 bab VIII bagian kedua pasal 74 sampai dengan pasal 76. Pembatalan sertipikat tanpa melalui proses pengadilan yang peraturannya diatur dalam Perkaban (Peraturan Kepala Badan Pertanahan) nomor 9 tahun 2009. Pengajuan permohonan pembatalan hak atas tanah yang diajukan karena permohonan ditujukan kepada Menteri melalui Kepala Kantor Pertanahan dimana letak lokasi tanah berada.

Pembatalan hak atas tanah karena adanya cacad hukum administratif yang diatur dalam Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional (Perkaban) Republik Indonesia nomor 9 tahun 2009 Bab VI Bagian Kedua Pasal 106 dan Pasal 107:

Pasal 106

(1) Keputusan pembatalan hak atas tanah karena cacad hukum administratif dalam penerbitannya, dapat dilakukan karena permohonan yang berkepentingan atau oleh Pejabat yang berwenang tanpa permohonan.

(2) Permohonan pembatalan hak dapat diajukan atau langsung kepada Menteri atau Pejabat yang ditunjuk atau melalui Kepala Kantor Pertanahan.

Pasal 107

Cacad hukum administratif sebagaimana dimaksud dalam pasal (106) ayat (1) adalah;

a. Kesalahan prosedur

b. Kesalahan Penerapan peraturan perundang-undangan c. Kesalahan subjek hak

d. Kesalahan obyek hak e. Kesalahan jenis hak

f. Kesalahan perhitungan luas

g. terdapat tumpang tindih hak atas tanah h. Data yuridis atau data fisik tidak benar atau

i. Kesalahan lainnya yang bersifat hukum administratif

Pembatalan hak atas tanah yang diakibatkan karena cacad hukum administratif dapat dilakukan melalui pengajuan yang dimohon oleh pemohon dan pengajuan yang dilakukan tanpa pemohon. Pembatalan hak atas tanah yang diajukan oleh pemohon tentunya harus melalui persyaratan-persyaratan yang telah diatur dalam perkaban nomor 9 tahun 2009 pasal 108 sampai dengan pasal 118.

Sedangkan Pembatalan hak atas tanah yang diakibatkan karena cacad hukum administratif tanpa pengajuan pemohon diatur dalam perkaban nomor 9 tahun 2009 pasal 119 sampai dengan pasal 123.

Pembatalan hak atas tanah selain tanpa proses pengadilan juga bisa dilakukan melalui proses penetapan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

Dari pembahasan pada bab-bab yang sebelumnya, maka dapat disimpulkan:

1. Yang menjadi penyebab terbitnya sertipikat pengganti namun kemudian diketahi sertipikatnya ganda adalah itikad tidak baik dari si pemilik sertipikat, yang mana pemilik sertipikat mengajukan permohonan kembali untuk menerbitkan sertipikat hak miliknya yang ternyata sertipikat tersebut telah dibebani hak tanggungan dan sedang dalam agunan pada salah satu bank, ketidak telitian Kantor Pertanahan Kabupaten Pidie dalam meneliti dan memeriksa berkas surat-surat untuk penerbitan sertipikat pengganti atas sertipikat yang ternyata telah dibebani hak tanggungan.

2. Akibat hukum pendaftaran hak tanggungan atas sertipikat yang objek dan subjeknya satu namun kemudian diketahui sertipikatnya ganda, ketidak amanan agunan pada pemegang hak tanggungan atas sertipikat yang diterbitkan pertama kali serta tidak mendapatkan kepastian hukum, karena dengan diterbitkannya sertipikat pengganti (kedua), maka secara hukum sertipikat yang diterbitkan pertama kali ditarik dan dimatikan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Pidie. Hal ini menyebabkan kreditor pemegang hak tanggungan atas sertipikat yang diterbitkan pertama kali tidak dapat menjual agunan melalui pelelangan umum apabila debitor cidera janji dan tidak melunasi hutangnya sesuai dengan yang diperjanjikan.

3. Penyelesaian hukum pendaftaran hak tanggungan atas sertipikat yang objek dan subjeknya satu namun kemudian diketahi sertipikatnya ganda dapat dilakukan secara pidana, karena perbuatan yang dilakukan oleh pemilik sertipikat dapat disangkakan atas 3 perbuatan yang mengandung unsur pidana, yaitu sumpah palsu, memalsukan surat-surat, dan penipuan.

Penyelesaian juga dapat dilakukan secara perdata yaitu melalui cara pembayaran hutang, biaya ganti rugi beserta bunga-bunganya terhadap pemegang hak tanggungan atas sertipikat yang diterbitkan pertama.

Walaupun pada akhirnya penyelesaian hukum atas permasalahan yang terjadi di selesaikan dengan cara musyawarah yang dimediasi oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Pidie, hasil dari mediasi tersebut adalah pemilik sertipikat diwajibkan membayar hutang beserta bunga kepada kreditor pemegang sertipikat pertama dan pemegang sertipikat hak tanggungannya dan Kantor Pertanahan Kabupaten Pidie menarik dan membatalkan sertipikat pertama sedangkan sertipikat pengganti atau kedua tetap berlaku dan hutang kepada kreditor pemegang sertipikat pengganti dan sertipikat hak tanggungannya tetap dilanjutkan.

B. Saran

Dari Pembahasan pada Bab-Bab sebelumnya, maka dapat disarankan sebagai berikut;

1. Dalam menerbitkan sertipikat pengganti sebaiknya Badan Pertanahan Kabupaten Pidie harus lebih berhati-hati dan meningkatkan ketelitian dalam bekerja terutama dalam meneliti data-data yang sudah terbakar sehingga

tidak terjadi kesalahan atau kelalaian sehingga tidak memberi peluang bagi orang yang tidak mempunyai itikad baik untuk memuluskan niatnya yang dapat merugikan orang lain.

2. Seharusnya kreditor dalam memberikan kredit kepada debitor memperhatikan dan meneliti benar-benar sertipikat yang dijadikan jaminan, dan selalu berkoordinasi secara terus menerus dengan Kantor Pertanahan sehingga mendapatkan data dan informasi terkini dan akurat atas sertipikat yang dijadikan jaminan.

3. Disarankan kepada para pihak yang terkait dalam menyelesaikan permasalahan yang terjadi diselesaikan secara hukum pidana sehingga menimbulkan efek jera bagi si pelaku dan agar si pelaku tidak mengulangi perbuatannya yang dapat merugikan pihak lain.

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku:

Aminuddin, dan Zainal Asikin H., Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2005).

Anshari, Siregar Tampil, Pendaftaran Tanah Kepastian Hak, (Medan:Multi Grafik, 2007).

Bahsan, M., Penilaian Jaminan Kredit Perbankan Indonesia, (Jakarta : Rejeki Agung, 2002).

Budi, Untung H, Kredit Perbankan di Indonesia, (Yogyakarta;Andi, 2000).

Chandra, S, Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Hak Atas Tanah, (Medan;

Pustaka Bangsa Press, 2006).

Darus, Meriam Badrulzaman, Perjanjian Kredit Bank, (Bandung; Citra Adytia).

et-al, Koentjaraningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat, Cet 3, Jakarta, Gramedia, 1980.

Hak Tanggungan atas Tanah dan Benda-Benda yang berkaitan dengan tanah, Seminar Fakultas Hukum UNPAD (Bandung;PT. Citra Aditya Bakti,1996).

Harsono, Boedi, Hukum Agraria Indonesia (Sejarah Pembentukan Undang-undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya), (Jakarta: Penerbit Djembatan, 1999).

Huijbers, Theo, Filsafat Hukum dalam lintasan sejarah, (Yogyakarta :Kanisius, 1995).

Kalo, Syafruddin, Modul Kuliah Penemuan Hukum, (Medan : Program Studi Magister Kenotariatan USU, 2005).

Kamello, Tan, Hukum Jaminan Fidusia Suatu Kebutuhan Yang Didambakan, (Bandung : Alumni, 2001).

Kusuma, Wati Nila, Dilema Pemberlakuan Pembatasan Jangka Waktu Pendaftaran Hak Tanggungan, Studi pada Kantor Pertanahan Kota Medan, Tesis Program Magister Kenotariatan PPS USU, 2006.

L. Tanya, Bernard dan N. Simanjuntak Yoan dan Y. Hage Markus, Teori Hukum

L. Tanya, Bernard dan N. Simanjuntak Yoan dan Y. Hage Markus, Teori Hukum