BAB III AKIBAT HUKUM PENDAFTARAN HAK
A. Pengertian Hak Tanggungan
Secara resmi Undang-Undang Pokok Agraria menamakan lembaga hak jaminan atas tanah dengan sebutan “Hak Tanggungan”, yang kemudian menjadi judul Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah, yang selanjutnya disebut Hak Tanggungan, adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu-kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain. Penyebutan Hak Tanggungan dalam Undang-Undang Pokok Agraria ini dipersiapkan sebagai pengganti lembaga hak jaminan hipotik dan credietverband.62
Sebelum adanya Undang-Undang Hak Tanggungan (UUHT) nomor 4 tahun 1996, maka lembaga jaminan yang mengatur tentang tanah beserta benda-benda yang berdiri diatasnya yang merupakan satu kesatuan dengan tanah tersebut adalah lembaga jaminan hipotik dan Credietverband.
Sejak berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria nomor 5 tahun 1960, lembaga jaminan yang khusus mengatur jaminan atas tanah belum ada. Sehingga dengan adanya perkembangan perkreditan di Indonesia, dirasakan perlunya suatu Undang-Undang yang khusus mengatur tentang jaminan atas tanah beserta benda-benda yang ada diatas tanah yang menjadi satu kesatuan atas tanah tersebut.
62Himpunan Peraturan dan Hak Tanggungan, Pasal 1 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996, (Jakarta : Indonesia Legal Center Publishing, 2010), hal. 49.
Sehubungan dengan hal tersebut diatas maka terbentuklah Undang-Undang Hak Tanggungan yang mampu mengakomodir perkreditan khususnya yang mengatur jaminan atas tanah beserta segala sesuatu yang ditanam/didirikan/dibangun diatas tanah tersebut.
Sebelum UUHT terbentuk Penggunaan istilah “Hak Tanggungan”
menjadi hal yang dipersoalkan. Pada Seminar Hipotik 1977 mengenai pemakaian istilah hak tanggungan ada tiga macam pendapat, yaitu:
Pertama, yang menyarankan istilah hak tanggungan untuk menunjukkan telah adanya unifikasi dan adanya lembaga jaminan baru di dalam Undang-Undang Pokok Agraria.
Kedua, dipergunakan istilah hipotik dan credietverband sebagai penyebutan dari hak tanggungan yang menggunakan peraturan hipotik atau credietverband.
Ketiga, menggunakan istilah hipotik menurut pengertian BW dan credietverband menurut pengertian Ordonnantie credietverband 1908-542.63
Sejak berlakunya Undang-Undang Hak Tanggungan (UUHT), Hak yang dapat dibebani hak tanggungan adalah Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan juga Hak pakai atas tanah tertentu yang wajib didaftar dan menurut sifatnya dapat dipindah tangankan.
Berdasarkan uaraian diatas dapat diartikan hak tanggungan adalah lembaga jaminan yang khusus mengatur tentang tanah beserta segala sesuatu yang ada diatas tanah tersebut yang dijadikan jaminan atas pelunasan utang tertentu terhadap kreditor. Dalam arti kata apabila kreditor tidak mengikat jaminan utang dengan mengikatnya melalui lembaga jaminan hak tanggungan maka kreditor tersebut tidak dapat menjualnya melalui lelang apabila si debitor cidera janji.
63Rachmadi Usman, Pasal-Pasal Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah, (Jakarta:Djambatan, 1999), hal. 68.
Yang dimaksud dengan Hak Tanggungan adalah hak jaminan atas tanah untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain.
Berdasarkan ketentuan pasal 1 angka 1, terdapat unsur-unsur esensial, yang merupakan sifat dan cirri-ciri dari Hak Tanggungan, yaitu:
a. Lembaga hak jaminan untuk pelunasan utang tertentu;
b. Pembebanannya pada hak atas tanah;
c. Berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah;
d. Memberikan kedudukan yang preferent kepada kreditornya .
Objek hak tanggungan sangat berbeda dengan objek hipotik yang bukan hanya tanah tetapi juga benda-benda yang bergerak atau tidak bergerak berwujud ataupun tidak berwujud.
Menurut pasal 1162 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia yang dimaksud dengan hipotik adalah suatu hak kebendaan atas benda-benda tak bergerak, untuk mengambil penggantian darinya bagi pelunasan suatu perikatan.
Jadi hipotik menurut sifatnya merupakan ikutan dan accessoir pada suatu piutang tertentu, yang didasarkan pada suatu perjanjian utang piutang atau perjanjian lain. Benda yang dapat dibebani hipotik adalah benda-benda tak bergerak atau tetap, baik yang berwujud maupun tidak berwujud seperti hak-hak atas tanah.64
Dari batasan tersebut, mengandung beberapa unsur esensial yang merupakan sifat dan ciri-ciri dari hak hipotik menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia, sebagai berikut:
a. Suatu hak kebendaan, yaitu hak yang selalu melekat pada objek yang b. dijaminkan (zaaks gevolg) dalam tangan siapapun objek itu berada (droit
de suite) (pasal 1163 ayat (2) dan pasal 1198 BW);
tidak berwujud yang sudah ada sebagaimana dimaksud dalam pasal 1164 BW. Menurut pasal 1167 BW benda bergerak tidak dapat dibebani dengan hipotik. Demikian juga benda yang baru aka nada kemudian tidak dibebani hipotik dengan diancam batal (pasal 1175 ayat (1) BW);
64Ibid,. hal. 70.
c. Sama halnya dengan hak tanggungan, hipotik menurut sifatnya merupakan perjanjian accessoir pada suatu piutang tertentu;
d. Hipotik memberikan kedudukan yang diutamakan atau mendahulu kepada pemegangnya terhadap pemegang piutang lainnya (pasal 1133, pasal 1134 ayat (2) dan pasal 1198 BW);
e. Objek yang dibebani hipotik tersebut diperuntukkan debitor untuk penggantian bagi pelunasan utangnya dan kreditor tidak mempunyai hak untuk menguasai kepemilikkan bendanya. Bila debitor cidera prestasi, kreditor pemegang hipotik berhak secara mutlak atas kekuasaanya untuk menjual sendiri objek yang dijadikan jaminan (pasal 1162 dan pasal 1178 BW);
f. Hipotik membebani secara utuh atau tidak dapat dibagi-bagi (ondeelbaarheid) objek hipotik dan setiap bagian daripadanya. Pasal 1163 BW menyatakan, bahwa hak hipotik pada pada hakikatnya tidak dapat dibagi-bagi dan terletak di atas semua benda tak bergerak yang diikatkan dalam keseluruhannya, di atas masing-masing dari benda-benda tersebut dan di atas tiap bagian daripadanya.65.
Sejak berlakunya Undang-Undang Hak Tanggungan, maka tanah yang menjadi Jaminan atas utang tertentu di bebani hak tanggungan, dan benda-benda bergerak yang menjadi jaminan atas utang di ikat dengan Fidusia, yang diatur dalam Undang-Undang tersendiri. Sedangkan hipotik sampai saat ini masih berlaku pada benda-benda tertentu, seperti kapal laut.
Dari pengertian hak tanggungan di atas, maka hak tanggungan hanya dapat dibebani dengan hak atas tanah atau dengan kata lain Undang-Undang Hak Tanggungan hanya mengatur lembaga hak jaminan atas tanah belaka, sedangkan lembaga hak jaminan atas benda-benda selain tanah tidak termasuk dalam luas ruang lingkup pengertian hak tanggungan. Lembaga-lembaga hak jaminan tersebut akan berkembang sendiri-sendiri sesuai dengan perkembangan kebutuhan hukum.
65Ibid,.hal. 70-71
B. Obyek dan Subyek Hak Tanggungan