• Tidak ada hasil yang ditemukan

JENIS-JENIS RISIKO .1 Risiko Likuiditas

Dalam dokumen BAB I SEJARAH PERBANKAN SYARIAH (Halaman 150-158)

MANAJEMEN RISIKO BANK SYARIAH

10.4 JENIS-JENIS RISIKO .1 Risiko Likuiditas

Likuiditas secara luas dapat didefinisikan sebagai kemampuan untuk memenuhi kebutuhan dana (cash flow) dengan segera dan dengan biaya yang sesuai. Likuiditas penting bagi bank untuk menjalankan transaksi bisnis sehari-hari, mengatasi kebutuhan dana yang mendesak, memuaskan permintaan nasabah terhadap pinjaman dan memberikan fleksibilitas dalam meraih kesempatan investasi yang menarik dan menguntungkan.

Likuiditas yang tersedia harus cukup, tidak boleh terlalu kecil sehingga menganggu kebutuhan operasional sehari-hari, tetapi juga tidak boleh terlalu besar karena akan menurunkan efisiensi dan berdampak pada rendahnya tingkat profitabilitas.

Pada bank syariah, dana nasabah dikelola dalam bentuk titipan maupun investasi. Cara titipan dan investasi jelas berbeda dengan deposito pada bank konvensional dimana deposito merupakan upaya membungakan uang. Konsep dana titipan berarti kapan saja si nasabah membutuhkan, maka bank syariah harus dapat memenuhinya, akibatnya dana titipan menjadi sangat

likuid. Likuiditas yang tinggi inilah membuat dana titipan kurang memenuhi syarat suatu investasi yang membutuhkan pengendapan dana.

Karena pengendapan dananya tidak lama alias cuma titipan maka bank boleh saja tidak memberikan imbal hasil. Sedangkan jika dana nasabah tersebut diinvestasikan, maka karena konsep investasi adalah usaha yang menanggung risiko, artinya setiap kesempatan untuk memperoleh keuntungan dari usaha yang dilaksanakan, di dalamnya terdapat pula risiko untuk menerima kerugian, maka antara nasabah dan banknya sama-sama saling berbagi baik keuntungan maupun risiko.

10.4.2 Risiko Kredit

Risiko ini muncul jika bank tidak bisa memperoleh kembali cicilan pokok dan/atau bunga dari pinjaman yang diberikannya atau investasi yang sedang dilakukannya.

Penyebab utamanya adalah terlalu mudahnya bank memberikan pinjaman atau melakukan investasi karena terlalu dituntut untuk memanfaatkan kelebihan likuiditas. Akibatnya, penilaian kredit kurang cermat dalam mengantisipasi berbagai kemungkinan risiko usaha yang dibiayainya.

Risiko ini akan semakin tampak ketika perekonomian dilanda krisis atau resesi. Turunnya penjualan mengurangi penghasilan perusahaan, sehingga perusahaan mengalami kesulitan untuk memenuhi kewajiban membayar utang-utangnya. Hal ini semakin diperberat oleh meningkatnya tingkat bunga. Ketika bank akan mengeksekusi kredit macetnya, bank tidak akan memperoleh hasil yang memadai karena jaminan yang ada tidak sebanding dengan besarnya kredit yang diberikan. Tentu saja bank akan mengalami kesulitan likuiditas yang berat jika ia mempunyai kredit macet yang cukup besar.

Pada bank umum, pembiayaan disebut pinjaman, sementara di bank syariah disebut pembiayaan, sedangkan untuk balas jasa yang diberikan atau diterima pada bank umum berupa bunga (interest loan atau deposit) dalam persentase yang sudah ditentukan sebelumnya. Pada bank syariah, tingkat balas jasa terukur oleh sistem bagi hasil dari usaha. Selain itu, persyaratan pengajuan kredit pada perbankan syariah lebih ketat dari perbankan konvensional sehingga risiko kredit dari perbankan syariah lebih kecil dari perbankan konvensional.

Oleh sebab itu pada sisi kredit, dalam aturan syariah, bank bertindak sebagai penjual, sementara nasabah sebagai pembeli murabahah.

Dengan demikian debitor yang dinilai tidak cacat hukum dan kegiatan usahanya berjalan baik akan mendapat prioritas. Oleh sebab itu, risiko bank syariah sebetulnya lebih kecil dibanding bank konvensional. Bank syariah tidak akan mengalami negative spread, karena dari dana yang

dikucurkan untuk pembiayaan akan diperoleh pendapatan, bukan bunga seperti di bank biasa.

10.4.3 Risiko Fluktuasi Tingkat Bunga

Profitabilitas atau return on networth (RONW) dari perbankan konvensional sangat ditentukan oleh net interest margin (NIM) dan hal itu akan sangat bergantung pada pemilihan komposisi aset/liabilitasnya karena faktor kepekaannya terhadap tingkat bunga (interest rate sensitivity).

Potensi risiko ini timbul manakala terjadi gap antara aset dan liabilitas, di mana kompisisi aset, baik berdasarkan tingkat kepekaannya terhadap tingkat bunga (interest rate sensitivity) maupun berdasarkan jangka waktunya (maturiry profile), tidak sesuai (mismatch) dengan komposisi liabilitasnya. Untuk meminimalkan risiko tersebut, digunakanlah alat yang disebut fund gap management untuk yang disebut pertama dan duration gap management untuk yang disebut terakhir.

Secara umum, aset/liabilitas dikatakan sensitif bila memiliki sebagian atau seluruh dari tiga karakteristik ini:

Jika pendapatan atau biaya bunga dari komponen aset/liabilitas mudah berubah-ubah mengikuti perubahan tingkat bunga pada suatu periode tertentu.

Cash flow dari komponen aset/liabilitas mudah keluar masuk jika terjadi perubahan tingkat bunga. Repriceable, yaitu aset/liabilitas yang dapat diperbaharui tingkat bunganya dalam jangka waktu

tertentu mengikuti perubahan tingkat bunga.

Fund Gap adalah selisih antara Rate Sensitive Asset (RSA) dengan Rate Sensitive Liabilities (RSL).

Fund Gap dapat bernilai 0 (RSA = RSL Positif (RSA > RSL) Negatif (RSA < RSL)

Manajemen yang agresif akan selalu berusaha mengurangi pengaruh negatif dari perubahan tingkat bunga dan bahkan memanfaatkan fluktuasi tingkat bunga untuk meningkatkan keuntungannya. Jika manajemen memperkirakan tingkat bunga akan turun, posisi negative gap akan menguntungkan. Sebaliknya, pada posisi positive gap, kecenderungan turunnya tingkat bunga itu tidak menguntungkan. Oleh karenanya, sebelum tingkat bunga benar-benar turun, manajemen segera memperkecil fund gap positif itu hingga mendekati nol atau bahkan menjadi negatif. Sebaliknya, bila tingkat bunga cenderung naik, manajemen akan mengusahakan posisinya menjadi

positif.

Fund gap management lalu dilengkapi dengan teknik duration gap management. Teknik ini secara langsung terfokus pada market value of equity perusahaan. Dengan teknik ini, durasi aset/liabilitas perusahaan dihitung untuk memperkirakan pengaruh perubahan suku bunga terhadap market value aset/liabilitas perusahaan. Formula untuk mencari duration gap adalah sebagai berikut

DURGAP = DURA – W x DURL

DURA = rata-rata tertimbang duration aset DURL = rata-rata tertimbang duration liabilitas W = persentase liabilitas terhadap total aset

Jika duration gap positif, yaitu duration aset lebih besar daripada duration libilitas, kenaikan tingkat bunga akan menyebabkan menurunnya market value of net worth dan penurunan tingkat bunga akan menyebabkan meningkatnya market value of net worth. Sebaliknya, jika duration gap adalah negatif, yaitu duration aset lebih kecil daripada duration liabilitas, kenaikan tingkat bunga akan menyebabkan kenaikan market value of net worth dan penurunan tingkat bunga akan menyebabkan menurunnya market value of net worth. Jika duration gap adalah nol, market value of net worth tidak terpengaruh perubahan tingkat bunga.

10.4.4 Risiko Pembiayaan

 Risiko Terkait Pembiayaan Murabahah

Pemberian pembiayaan murabahah dengan jangka waktu panjang menimbulkan risiko tidak bersaingnya bagi hasil kepada dana pihak ketiga.

Risiko ini timbul karena hal berikut:

1. Kenaikan DCMR (Direct Competitor‘s Market Rate). 2. Kenaikan ICMR (Indirect Competitor‘s Market Rate).

3. Kenaikan ECRI (Expected Competitive Return for Investors).

Oleh karena itu, bank dapat menetapkan jangka waktu maksimal untuk pembiayaan ini dengan mempertimbangkan hal-hal berikut ini:

Tingkat (marjin) keuntungan saat ini dan prediksi perubahan di masa mendatang yang berlaku di pasar perbankan syariah (DCMR) semakin cepat perubahan DCMR, semakin pendek jangka waktu

maksimal pembiayaan

Suku bunga kredit saat ini dan prediksi perubahannya di masa mendatang yang berlaku di pasar perbankan konvensional (ICMR). Semakin cepat perubahan ICRM, semakin pendek jangka waktu maksimal pembiayaan

Ekspektasi bagi hasil kepada Dana Pihak Ketiga yang kompetitif di pasar perbankan syariah. Semakin besar perubahan ekspektasi tersebut diperkirakan akan terjadi semakin pendek jangka waktu maksimal pembiayaan.

Risiko Terkait Pembiayaan Ijarah

Risiko yang terkait dengan pembiayaan ijarah mencakup beberapa hal berikut:

 Jika barang milik bank, timbul risiko tidak produktifnya asset iajarah karena tidak adanya nasabah.

 Jika barang bukan milik bank, timbul risiko rusaknya barang oleh nasabah karena pemakaian tidak normal.

Dalam hal jasa tenaga kerja yang disewakan bank kemudian disewakan kepada nasabah, timbul risiko tidak performnya pemberi jasa.

Penyelesaian dari risiko ini adalah:

 Risiko yang timbul karena ketiadaan nasabah merupakan bussines risk yang tidak dapat dihindari.

 Jika risiko timbul karena pemakaian di luar normal, Bank dapat menetapkan kovenan ganti rugi kerusakan barang yang tidak disebabkan oleh pemakaian normal.

 Jika risiko yang timbul karena tidak performnya pemberi jasa, Bank dapat menetapkan kovenan bahwa risiko tersebut merupakan tanggung jawab nasabah karena pemberi jasa dipilih sendiri oleh nasabah.

Risiko Terkait Pembiayaan IMBT

Risiko ini terjadi ketika pembayaran dilakukan dengan metode balloon payment, yakni pembayaran angsuran dalam jumlah besar di akhir periode. Dalam hal ini, timbul risiko ketidakmampuan nasabah untuk membayarnya. Risiko tersebut dapat diatasi dengan memperpanjang jangka waktu sewa (ijarah).

 Risiko Terkait Pembiayaan Salam dan Istishna

dan penyerahan barang secara tangguh. Dengan demikian, belum wujudnya barang yang menjadi objek pembiayaan menimbulkan dua risiko, yaitu risiko gagal-serah barang dan risiko jatuhnya harga barang. Solusi dari risiko ini adalah:

1. Risiko jatuhnya harga barang diantisipasi dengan menetapkan bahwa jenis pembiayaan ini hanya dilakukan atas dasar kontrak/pesanan yang telah ditentukan harganya.

2. Risiko gagal serah dapat diantisipasi bank dengan menetapkan kovenan risiko kolateral 220%, yaitu 100% lebih tinggi daripada rasio standar 120%.

10.4.5 Risiko Operasional (operational risk)

Menurut definisi Basle Committe, risiko operasional adalah risiko akibat dari kurangnya sistem informasi atau sistem pengawasan internal yang akan menghasilkan kerugian yang tidak diharapkan. Risiko ini lebih dekat dengan kesalahan manusiawi (human error), adanya ketidakcukupan dan atau tidak berfungsinya proses internal, kegagalan sistem atau adanya problem eksternal yang mempengaruhi operasional bank. Tidak ada perbedaan yang cukup signifikan antara bank syariah dan bank konvensional terkait dengan risiko operasional.

10.4.6 Risiko Hukum

Risiko yang disebabkan oleh adanya kelemahan aspek yuridis. Kelemahan aspek yuridis antara lain disebabkan adanya tuntutan hukum, ketiadaan peraturan perundang-undangan yang mendukung atau lemahnya perikatan seperti tidak terpenuhinya syarat sahnya kontrak. Tidak ada perbedaan yang cukup signifikan antara bank syariah dan bank konvensional terkait dengan risiko hukum.

10.4.7 Risiko Reputasi

Risiko yang antara lain disebabkan oleh adanya publikasi negatif yang terkait dengan usaha bank atau persepsi negatif terhadap bank. Tidak ada perbedaan yang cukup signifikan antara bank syariah dan bank konvensional terkait dengan risiko reputasi.

10.4.8 Risiko Stratejik

Risiko yang antara lain disebabkan adanya penetapan dan pelaksanaan strategi bank yang tidak tepat, pengambilan keputusan bisnis yang tidak tepat atau kurang responsifnya bank terhadap perubahan eksternal. Tidak ada perbedaan yang cukup signifikan antara bank syariah dan bank konvensional terkait dengan risiko stratejik.

10.4.9 Risiko Kepatuhan

Risiko yang disebabkan bank tidak memenuhi atau tidak melaksanakan peraturan perundang-undangan dan ketentuan lain yang berlaku. Tidak ada perbedaan yang cukup signifikan antara bank syariah dan bank konvensional terkait dengan risiko kepatuhan.

KESIMPULAN

Dalam melakukan transaksi bank syariah tidak akan pernah lepas dari risiko-risiko yang ada. Dengan adanya risiko membuat para pelaku perbankan syariah lebih berhati-hati dalam menggunakan dana nasabahnya. Secara umum risiko diinterpretasikan sebagai sebuah ketidakpastian atas suatu posisi. Dalam konteks perbankan risiko merupakan potensi terjadinya suatu peristiwa (events) yang dapat menimbulkan kerugian Bank.

Secara umum risiko antara perbankan konvensional dengan perbankan syariah adalah sama, hanya pada perbankan syariah terdapat risiko-risiko yang hanya ada di bank syariah dikarenakan risiko ini bersandar pada prinsip syariah. Seperti risiko pada produk-produk bank syariah seperti murabahah, ijarah, salam, dan lain-lain.

SOAL LATIHAN

1. Jelaskan karakter manajemen risiko dalam Islam! 2. Jelaskan proses manajemen risiko!

3. Apakah yang dimaksud dengan fund gap? Dan bagaimana cara menghitungnya? 4. Jelaskan tentang risiko pembiayaan pada bank syariah?

5. Menurut anda antara perbankan konvensional dengan perbankan syariah mana yang memiliki risiko paling tinggi? Jelaskan!

6. Adakah hubungan antara resiko dan pengambilan keputusan? Apa dan mengapa? Jelaskan!

DAFTAR PUSTAKA

Press.

Karim, Adiwarman. 2007. Bank Islam: Analisis Fiqh dan Keuangan. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Rukminto, Eko Dedi. 2009. Manajemen Risiko Bank Syariah. Presentasi Mata Kuliah Manajemen Risiko di STEI Tazkia.

bank-syariah-belajar-yuk.blogspot.com/2007/07/manajemen-resiko-bank-syariah managementfile.com

BAB XI

Dalam dokumen BAB I SEJARAH PERBANKAN SYARIAH (Halaman 150-158)