• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemanfaatan dan pemeliharaan asset yang disewa  Pemanfaatan Asset yang disewa

Dalam dokumen BAB I SEJARAH PERBANKAN SYARIAH (Halaman 101-109)

IJARAH DAN IJARAH MUNTAHIYYAH BITAMLIK

2. Pemanfaatan dan pemeliharaan asset yang disewa  Pemanfaatan Asset yang disewa

Pemanfaatan objek sewa oleh penyewa ditentukan menurut syarat kontrak atau menurut kebiasaan. Penyewa juga bertanggung jawab untuk menjaga keutuhan asset yang disewa dan membayar pembayaran sewa (harga sewa).

Pemeliharaan Asset yang disewa

Pada prinsipnya kontrak sewa harus menyatakan siapa yang menanggung biaya pemiliharaan asset objek sewa dengan jelas. Jika biaya pemeliharaan dimasukkan dalam akad, maka si penyewa berhak mendapat uang ganti (reimbursement) atas perbaikan tersebut.

Hal tersebut diatas berlaku jika dilakukan dengan persetujuan pemberi sewa. Jika ia mengerjakan pekerjaan itu tanpa izin pemberi sewa, tetapi atas inisiatifnya sendiri, maka pekerjaaan pemeliharaan aset itu dianggap sebuah pemberian darinya dan ia tidak berhak mengklaim untuk penggantian.

Pemberian sewa juga harus memelihara asset itu dan melaksanakan perbaikan yang membuatnya layak digunakan. Jika ia menolak karena khawatir biaya perbaikan terlalu tinggi, maka penyewa berhak membatalkan kembali, kecuali kalau ia menyewa dengan syarat harus memperbaiki kerusakan sendiri.

7.9 Tanggung Jawab kerusakan atau kerugian pada objek Ijarah

 Apabila seseorang menyewa sesuatu barang/ benda untuk dimanfaatkan maka, Para ulama sepakat bahwa asset yang disewa adalah amanah di tangan penyewa. Namun, jika terjadi kerusakan pada asset yang disewa tersebut, sedangkan kerusakan itu bukan disebabkan oleh perbuatan atau kelalaian penyewa, maka penyewa tidak bertanggung jawab atas kerusakan tersebut, kecuali kerusakan tersebut terjadi atas kelengahan dan kecerobohan penyewa didalam menjaganya. Pada dasarnya, Penyewa hanya merupakan pihak yang mendapat izin menikmati manfaat aset tersebut, tidak dapat dianggap sebagai penjamin dari asset yang disewa itu.

 Demikian juga yang terjadi pada Ijarah yang berupa pekerjaan atau jasa manusia, khususnya yang bersifat khusus (khas), para Ulama sepakat bahwa apabila objek yang dikerjakannya itu rusak ditangannya, bukan karena kelalaian dan kesengajaan, maka ia tidak boleh dituntut ganti rugi. Mis: sebuah piring terjatuh dari tangan pembantu rumah tangga ketika mencucinya.

 Sedangkan ijarah yang berupa pekerjaan atau jasa manusia yang bersifat umum (musytarik), maka apabila pekerjaan yang dilakukan menimbulkan kerugian, para ulama sepakat bahwa pekerja tersebut harus bertanggung jawab bila kerugian tersebut disebabkan oleh kelalaian dan kecerobohannya.

Akan tetapi, para ulama berbeda pendapat bila kerugian tersebut bukan karena kelalaian dan kecerobohan. Menurut Ulama mazhab Hanafi, Syaf‘I dan hambali, ia tidak harus bertanggung jawab karena akad Ijarah bersifat amanah sedangkan menurut Abu Yusuf dan Syaibani, pekerja tersebut tetap harus bertanggung jawab kecuali kerugian tersebut disebabkan oleh bencana banjir atau kebakaran yang umumnya tidak bisa dikendalikan.

7.10 Berakhirnya Akad Ijarah

Adapun hal-hal yang yang bisa menyebabkan batal atau berakhirnya akad Ijarah, yaitu: o Salah satu pihak meninggal dunia. Ini merupakan pendapat ulama mazhab Hanafi. Bagi

mazhab ini manfaat yang diperoleh dari Ijarah adalah sesuatu yang terjadi secara bertahap dan ketika meninggalnya salah satu pihak manfaat tersebut tidak ada dan tidak sedang dimilikinya. Maka mustahil untuk bisa diwariskan. Sedangkan menurut Jumhur Ulama, akad Ijarah tidak batal dengan wafatnya salah seorang yang berakad, karena menurut Jumhur Ulama manfaat itu boleh diwariskan dan Ijarah sifatnya mengikat kedua belah pihak.

o Menurut madzhab Hanafi, apabila ada udzur seperti rumah disita, maka akad berakhir. Sedangkan jumhur ulama melihat, bahwa udzur yang membatalkan ijarah itu apabila

obyeknya mengandung cacat/ rusak atau manfaatnya hilang seperti rumah terbakar, bencana alam, atau mobil yang hilang

o Tenggang waktu yang disepakati dalam akad Ijarah telah berakhir. Apabila yang disewakan itu rumah, maka rumah itu dikembalikan kepada pemiliknya dan apabila yang disewa itu jasa seseorang maka ia berhak menerima upahnya.

o Menurut jumhur ulama, uzur yang boleh membatalkan akad Ijarah itu hanyalah apabila objeknya mengandung cacat atau manfaat yang dituju dalam akad itu hilang, seperti kebakaran atau dilanda banjir. Sedangkan menurut Ulama Hanafiyah apabila ada uzur dari salah satu pihak, seperti rumah yang disewakan disita Negara karena terkait hutang yang banyak, maka akad Ijarah menjadi batal.

o Berakhir dengan Iqalah yaitu pembatalan akad atas dasar kesepakatan antara kedua belah pihak. Hal ini karena Ijarah merupakan akad pertukaran harta dengan harta yang diambil manfaatnya.

7.11 Manfaat dan Resiko yang harus diantisipasi

Manfaat dari transaksi Ijarah untuk bank adalah keuntungan sewa dan kembalinya uang pokok. Adapun resiko yang mungkin terjadi didalam Ijarah, yaitu:

 Default, Penyewa atau nasabah sengaja tidak memenuhi kewajibannya atau tidak mau membayar harga sewa.

 Aset rusak, sehingga biaya perawatan bertambah terutama bila disepakati bahwa biaya perawatan ditanggung pemilik barang sewa.

 Pemutusan kontrak, Penyewa atau nasabah berhenti ditengah kontrak dan tidak mau membeli barang sewa. Akibatnya, bank harus menghitung kembali keuntungan dan mengembalikan sebagian kepada nasabah.

7.12. Aplikasi dalam Perbankan

Bank-bank islam yang mengoperasikan produk ijarah, dapat melakukan leasing, baik dalam bentuk operating lease maupun financial lease. Namun, pada umumnya bank-bank tersebut lebih banyak menggunakan ijarah muntahia bitTamlik lantaran lebih sederhana dari sisi pembukuan. Selain itu bank pun tidak direpotkan untuk mengurus pemeliharaan aset, baik daripada saat leasing maupun sesudahnya.

7.13. Perbedaan Antara Pihak yang berakad

Jika berbeda pendapat antara dua pihak dalam akad ijarah dalam menentukan ukuran pengganti dan ukuran yang diganti. Ijarah sudah sah pada awalnya, perbedaan muncul sebelum

sempurnanya manfaat (ijarah). Maka, masing-masing hendaklah bersumpah satu sama lain, seperti sabda Rasulullah: ―Jika berselisih antara penjual dan pembeli keduanya harus bersumpah dan saling menolak ―.(dikeluarkan oleh ashabussunnah yang empat dan Ahmad dan Syafi‘I dari beberapa jalan dengan beberapa lafadz). Apabila perselisihan terjadi sesudah orang yang menyewa menikmati sebagian manfaat, maka perkataan yang diterima adalah perkataan penyewa terhadap apa yang dilaluinya setelah bersumpah dan keduanya harus saling bersumpah, kemudian penyewaan yang masih tersisa dibatalkan.

7.14. Beberapa Masalah dalam Praktek Ijarah a. Perihal pemanfaatan barang

Jika seorang menyewa sebuah rumah tempat tinggal, maka ia berhak memanfaatkan fungsi rumah tersebut sebagai tempat tinggal, baik untuk dirinya maupun untuk orang lain. Ia juga berhak mentasharufkan fungsi rumah tersebut sepanjang tidak menyimpang dari fungsinya.

Jika seseorang menyewa sebidang tanah, maka dalam akad harus dijelaskan fungsi tanah tersebut apakah untuk pertanian, perkebunan, atau untuk mendirikan bangunan. Pihak penyewa tidak berhak memanfaatkan tanah kecuali untuk fungsi yang telah dinyatakan dalam akad.

b. Perihal perbaikan obyek sewa

Terkadang sebuah obyek sewaan tidak dilengkapi sarana yang layak untuk menunjang fungsinya. Seperti rumah yang tidak dilengkapi dengan sumur, tidak ada saluran air, atau tidak berjendela, dan lain sebagainya. Semua bentuk perbaikan fisik rumah yang berkenaan dengan fungsi utamanya menjadi kewajiban pemilik rumah. Sekalipun pihak penyewa tidak berhak menuntut perbaikan fasilitas rumah. Sebab pemilik menyewakan rumah dengan segala kekurangan yang ada. Dan kesepakatan tentunya dilakukan setelah mempertimbangkan segala kekurangan yang ada. Kecuali perbaikan fasilitas tersebut dinyatakan dalam akad.

Adapun kewajiban pihak penyewa sebatas pada perawatan, seperti menjaga kebersihan dan tidak merusak. Sebab di tangan penyewa barang sewaan sesungguhnya merupakan amanat.

c. Kerusakan barang sewaan

Akad ijarah dapatlah dikatakan sebagai akad yang menjualbelikan antara manfaat barang dengan sejumlah imbalan sewa (ujrah). Dengan demikian tujuan ijarah dari pihak penyewa adalah pemanfaatan fungsi barang secara optimal. Sedang dari pihak pemilik, ijarah bertujuan untuk mendapatkan keuntungan dari ongkos sewa.

Apabila obyek sewa rusak sebelum terjadi penyerahan maka akad ijarah batal. Apabila kerusakan tersebut terjadi setelah penyerahan, maka harus dipertimbangkan faktor penyebabnya. Kalau kerusakan tersebut tidak dikarenakan kelalaian pihak penyewa, maka penyewa berhak membatalkan sewa dan menuntut ganti rugi atas tidak terpenuhi hakya intuk memanfaatkan barang

sewaan secara optimal. Sebaliknya jika disebabkan oleh kelalaian penyewa, maka pemilik tidak berhak membatalkan akad, tetapi ia berhak menuntut perbaikan atas kerusakan tersebut.

7.15. Perbedaan antara Ijarah dengan Leasing

Ijarah Leasing

1 Objek: Manfaat barang dan jasa Objek: Manfaat barang saja

2

Method of payment:

a. contingent to performance b. Not contigent to performance

Method of payment: Not contingent to performance

3

Transfer of titile:

a. Ijarah- no transfer of title

b. IMBT – Promise to sell or hibah at the beginning of period

Transfer of title:

a. Operating lease – no transfer of title b. Financial lease – option to buy or not to buy at the end of period

4

Lease purchase/sewa beli:

Bentuk leasing seperti ini haram karena adanya gharar (yakni antara sewa dan beli)

Lease – purchase / sewa beli OK

Penjelasannya: 1. Objek

Bila dilihat dari segi objek yang disewakan, leasing hanya berlaku untuk sewa menyewa barang saja. Jadi yang disewakan dalam leasing terbatas pada manfaat barang saja. Bila kita ingin mendapatkan manfaat tenaga kerja, kita tidak dapat menggunakan leasing. Di lain pihak, objek yang disewakan dalam ijarah bisa berupa barang maupun jasa atau tenaga kerja. Ijarah bila diterapkan untuk mendapatkan manfaat barang disebut sewa menyewa, sedangkan bila diterapkan untuk mendapatkan manfaat tenaga kerja atau jasa disebut upah mengupah. Jadi yang disewakan dalam ijarah adalah manfaat barang maupun manfaat tenaga kerja. Dengan demikian, bila dilihat dari segi objeknya, ijarah mempunyai cakupan yang lebih luas daripada leasing.

2. Metode Pembayaran

Bila dilihat dari segi metode pembayarannya, leasing hanya memiliki satu metode pembayaran saja, yakni yang bersifat not contingent to performance. Artinya, pembayaran sewa pada leasing tidak tergantung pada kinerja objek yang disewa. Misalkan Ahmad menyewa mobil X pada Toyota Rent Car untuk 2 hari dengan tarif Rp 1.000.000,-/hari. Dengan mobil tersebut Ahmad berencana untuk pergi ke Bandung. Bila ternyata Ahmad tidak pergi ke Bandung, tetapi hanya ke Bogor,

Ahmad tetap harus membayar sewa mobil tersebut seharga Rp 1.000.000,-/hari. Dengan demikian, penentuan harga sewa pada kasus diatas tergantung pada lamanya waktu sewa, bukan pada apakah mobil tersebut dapat mengantarkan kita ke Bandung atau tidak.

Di lain pihak, dari segi metode pembayaran, Ijarah dapat dibedakan menjadi dua, yaitu ijarah yang pembayarannya tergantung pada kinerja ojek yang disewa (contingent to performance) dan Ijarah yang pembayarannya tidak tergantung pada kinerja objek yang disewa (not contingent to performance). Ijarah yang pembayarannya tergantung pada kinerja objek yang disewa disebut ijarah, gaji dan atau sewa. Sedangkan Ijarah yang pembayarannya tidak tergantung pada kinerja objek yang disewa disebut ju‘alah atau success fee.

Contoh ijarah yang not contingent to performance sama dengan contoh Ahmad diatas. Sedangkan contoh Ju‘alah misalkan sebagai berikut: Ahmad ingin pergi ke Bandung bersama keluarganya. Karena tidak ingin mengemudikan mobilnya sendiri, ia menghubungi perusahaan travel, Ahmad mengatakan, ‖Tolong antarkan saya beserta keluarga ke Bandung dengan mobil perusahaan anda. Jika anda bisa mengantarkan kami ke Bandung maka Anda akan dibayar sebesar Rp 500.000,-.

Dalam akad Ju‘alah diatas, pembayaran sewa tidak tergantung pada berapa lamanya mobil itu digunakan oleh si penyewa (seperti pada contoh leasing terdahulu). Pembayaran sewa tergantung pada apakah mobil tersebut dapat mengantarkan si penyewa ke Bandung atau tidak (tergantung kinerja). Bila ternyata mobil tersebut hanya mengantarkan sampai di Bogor, Ahmad tidak perlu membayar.

Contoh lain misalnya, dalam upah mengupah buruh bangunan, dikenal dengan dua macam sistem yaitu sistem upah harian dan sistem upah borongan. Upah harian ini adalah contoh Ijarah, sedangkan upah borongan adalah contoh Ju‘alah.

3. Perpindahan Kepemilikan

Dari aspek perpindahan kepemilikan, dalam leasing dikenal dengan dua jenis, yaitu: Operating lease dan financial lease. Dalam operating lease, tidak terjadi pemindahan kepemilikan asset, baik di awal maupun di akhir periode sewa. Sedangkan dalam financial lease, di akhir periode sewa, si penyewa diberikan pilihan untuk membeli atau tidak membeli barang yang disewa tersebut. Jadi perpindahan kepemilikan, masih berupa pilihan dan dilakukan di akhir periode.

Namun pada praktiknya (khusunya di Indonesia), dalam financial lease sudah tidak ada opsi lagi untuk membeli atau tidak membeli, karena pilihan untuk membeli atau tidak membeli sudah dikunci di awal periode.

Di lain pihak, Ijarah sama seperti operating lease, yakni tidak ada perpindahan kepemilikan baik di awal maupun di akhir periode.

kepada nasabah dan hal ini dikenal dengan Ijarah Muntahia BitTamlik (IMBT) yaitu sewa yang dikuti dengan berpindahnya kepemilikan. Harga sewa dan haga jual disepakati pada awal perjanjian. Karena itu didalam IMBT, pihak yang menyewakan berjanji di awal periode kepada pihak penyewa, apakah akan menjual barang tersebut atau menghibahkannya.

4. Lease-Purchase

Variasi lainnya dalam leasing adalah lease-purchase (sewa-beli), yakni kontrak sewa sekaligus beli. Dalam kontrak sewa-beli ini, perpindahan kepemilikan terjadi selama periode sewa secara bertahap. Bila kontrak sewa-beli ini dibatalkan, hak milik barang terbagi antara milik penyewa dengan milik yang menyewakan.

Dalam syariah, akad lease dan purchase ini diharamkan karena adanya dua akad sekaligus (Shafqatain fi Al-Shafqah) yang menyebabkan gharar dalam akad yakni adanya ketidakjelasan akad, apakah akad yang berlaku itu akad sewa atau akad beli.

5. Sale and Lease Back

Sale and Lease Back terjadi apabila A menjual barang X kepada B, tetapi karena A tetap ingin memiliki barang X tersebut, B menyewakan nya kembali kepada A dengan kontrak financial lease, sehingga A mempunyai pilihan untuk memiliki barang X tersebut di akhir periode.

7.16. Ijarah Muntahia BitTamlik(IMBT)

Ijarah Muntahia Bittamlik (IMBT) adalah akad sewa-menyewa atas suatu barang tertentu yang diakhiri dengan pengalihan kepemilikannya kepada penyewa. Nama lain dari Ijarah Muntahia BitTamlik adalah Ijarah Wa ‗Iqtina. Ijarah Muntahia BitTamlik (IMBT) disebut juga pemindahan hak milik objek sewa, dan dapat dilakukan dengan cara:

a. Hibah di akhir masa sewa

Kepemilikan berpindah secara otomatis tanpa perlu masuk kepada sebuah kontrak baru. Juga tanpa pembayaran tambahan dari luar angsuran terakhir dalam masa sewa. Dalam ijarah jenis ini, kata-kata yang dicantumkan dalam kontrak sebagai berikut: ―Jika penyewa telah menyelesaikan pembayaran angsuran terakhir sewa aset tersebut maka pemberi sewa akan menghibahkan aset tersebut kepada penyewa‖. Selanjutnya, pengalihan aset itu tergantung pada syarat-syarat kedua belah pihak dan janji hibah bersifat mengikat dan harus dilaksanakan.

b. Perpindahan kepemilikan (jual-beli) pada akhir masa sewa dengan pembayaran hadiah. Kesepakatan ini meliputi :

1) Suatu kontrak ijarah dilaksanakan dengan nilai dan jangka waktu yang disepakati. Jika masa sewa tersebut berakhir, berakhir pula lah ijarah.

akhir masa ijarah. Untuk itu, selain menunaikan kewajibannya membayar sewa hingga angsuran terakhir, penyewa harus membayar hadiah yang disepakati pada pemilik aset semula.

3) Penjualan sebelum akad berakhir sebesar harga yang sama (sebanding) dengan sisa cicilan sewa. Dalam ijarah ini terdapat janji pemberi sewa bahwa aset dapat dipindahkan kepemilikannya kepada penyewa, kapan pun penyewa kehendaki, sebelum masa sewa berakhir. Harga yang harus dibayarnya adalah sama dengan harga sisa cicilan. Status kontrak ini tetap kontrak ijarah sampai kepemilikan aset itu dialihkan kepada penyewa melalui akad jual-beli.

4) Penjualan pada akhir masa sewa dengan pembayaran tertentu yang disepakati pada awal akad. Kesepakatan ini pada dasarnya juga merupakan kontrak jual-beli. Kontrak jual mengandung jumlah yang harus dibayar oleh penyewa (pembeli) untuk aset yang dijual sesudah berakhirnya masa ijarah. Setelah penyewa membayar seluruh kewajibannya, aset yang disewa itu menjadi terjual. Kepemilikan aset tersebut berpindah kepada penyewa (pembeli).

5) Penjualan secara bertahap sebesar harga tertentu yang disepakati dalam akad. Kesepakatan ini merupakan kontrak ijarah disertai janji yang dibuat oleh pemberi sewa bahwa ia akan secara bertahap memindahkan kepemilikan aset yang disewa kepada penyewa sampai penyewa memiliki asset tersebut secara penuh. Untuk itu, harga aset yang disewa harus ditentukan dan dibagi dengan masa kontrak. Jika kontrak ijarah batal karena ada alasan-alasan yang mendasar sebelum perpindahan kepemilikan secara penuh kepada penyewa, aset yang disewa menjadi milik bersama penyewa dan pemberi sewa secara proposional.

7.17 Ada 2 macam Ijarah Muntahia BitTamlik (IMBT), yaitu:

Al-Bai‟ wal Ijarah Muntahia BitTamlik (IMBT) merupakan rangkaian dua buah akad, yakni akad al-Bai‘ dan akad Ijarah Muntahia BitTamlik (IMBT). Al-Bai‘ merupakan jual beli, sedangkan IMBT merupakan kombinasi antara sewa menyewa (Ijarah) dan jual beli atau hibah di akhir masa sewa. Dalam IMBT, pemindahan hak milik barang terjadi dengan salah satu dari dua cara berikut ini:

◦ Pihak yang menyewakan berjanji akan menjual barang yang disewakan tersebut pada akhir masa sewa.

Pilihan untuk menjual barang di akhir masa sewa biasanya diambil bila kemampuan finansial penyewa untuk membayar sewa relatif kecil. Karena sewa yang dibayarkan relatif kecil, akumulasi nilai sewa yang sudah dibayarkan sampai akhir periode sewa belum mencukupi harga beli barang tersebut dan margin laba yang ditetapkan oleh bank.

Karena itu untuk menutupi kekurangan tersebut, bila pihak penyewa ingin memiliki barang tersebut, ia harus membeli barang itu di akhir periode.

Pihak yang menyewakan berjanji akan menghibahkan barang yang disewakan tersebut pada akhir masa sewa.

Pilihan untuk menghibahkan barang di akhir masa sewa biasanya diambil bila kemampuan finansial penyewa untuk membayar sewa relatif lebih besar. Karena sewa yang dibayarkan relatif besar, akumulasi sewa di akhir periode sewa sudah mencukupi untuk menutup harga beli barang dan margin laba yang ditetapkan oleh bank. Dengan demikian, bank dapat menghibahkan barang tersebut di akhir periode sewa kepada pihak penyewa.

IMBT Paralel

IMBT paralel merupakan kombinasi antara sewa menyewa (ijarah) dan jual beli atau hibah di akhir masa sewa. Untuk kondisi umum, bank dapat melakukan dua struktur akad, yaitu:

1. IMBT paralel dengan janji menjual barang di akhir masa sewa

2. IMBT paralel dengan janji menghibahkan barang tersebut di akhir masa sewa. Baik untuk transaksi Al-Bai‘ Wal Ijarah Muntahia BitTamlik (IMBT) maupun IMBT paralel, dengan sumber pembiayaan dari Unrestricted Investment Account (URIA), pembayaran oleh nasabah dilakukan secara bulanan. Hal ini disebabkan karena pihak bank harus mempunyai cash in setiap bulan untuk memberikan bagi hasil kepada para nasabah yang dilakukan secara bulanan juga. Selain itu, nilai sewa yang berlaku harus berdasarkan harga barang dan besarnya cicilan barang tersebut, sehingga dapat diketahui berapa harga jual di akhir masa menyewakan atau apakah dapat langsung dengan hibah.

1. Skema IMBT

Nasabah / Penyewa

Dalam dokumen BAB I SEJARAH PERBANKAN SYARIAH (Halaman 101-109)