• Tidak ada hasil yang ditemukan

JENIS SISTEM BAGI HASIL

Dalam dokumen BAB I SEJARAH PERBANKAN SYARIAH (Halaman 135-139)

PROFIT AND LOSS SHARING

9.4 JENIS SISTEM BAGI HASIL

Musyarakah

Secara bahasa syirkah atau musyarakah berarti mencampur. Dalam hal ini mencampur satu modal dengan modal lain sehingga tidak apat dipisahkan satu sama lain. Dalam istilah fiqih syirkah adalah suatu akad antara dua orang atau lebih untuk berkongsi modal dan bersekutu dalam keuntungan.

Musyarakah (syirkah) adalah percampuran dana untuk tujuan pembagian keuntungan.

Transaksi ini dilandasi oleh adanya keinginan para pihak yang bekerjasama untuk meningkatkan nilai asset yang mereka miliki secara bersama-sama. Semua modal di satukan untuk dijadikan modal proyek musyarakah dan di kelola bersama-sama. Setiap pemilik modal berhak turut serta dalam menentukan kebijakan usaha yang dijalankan oleh pelaksana proyek.

Secara spesifik bentuk kontribusi dari pihak yang bekerjasama dapat berupa dana, barang perdagangan (trading asset), kewiraswastaan (entrepreneurship), kepandaian (skill), kepemilikan (property), peralatan (equipment) , atau intangible asset (seperti hak paten atau goodwill), kepercayaan/reputasi (credit worthiness) dan barang-barang lainnya yang dapat dinilai dengan uang. Dengan merangkum seluruh kombinasi dari bentuk kontribusi masing-masing pihak dengan

atau tanpa batasan waktu menjadikan produk ini sangat fleksibel. Landasan hukum syari‘ahnya

adalah:

Artinya: “Daud Berkata: sesungguhnya dia telah berbuat dzalim kepadamu dengan meminta kambingmu itu untuk ditambahkan kepada kambingnya. Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu, sebahagian dari mereka berbuat dzalim kepada sebahagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang shaleh; dan amat sedikitlah mereka ini. Dan Daud mengetahuinya bahwa kami mengujinya; maka ia meminta ampun kepada tuhannya lalu menyungkur sujud dan bertaubat.

1. Al-Hadits“Dari Abu Hurairah ra ia berkata, Rasulullah saw bersabda: “Allah SWT berfirman: “Aku adalah pihak ketiga dari dua orang yang bersyarikat selama salah satunya tidak mengkhianati lainnya” (hadits riwayat Abu Daud dan disahkan oleh hakim)

Mudharabah

Adalah bentuk akad kerjasama antara dua pihak atau lebih, dimana pemilik modal (shohibul maal) mempercayakan sejumlah modal kepada pengelola (mudharib) dengansuatu perjanjian pembagian keuntungan. Bentuk ini menegaskan kerjasama dengan kontribusi 100% modal shahhhibul maal dan keahlian dari mudharib.

Dalam mudharabah modal hanya berasal dari salah satu pihak, sedangkan dalam musyarakah modal berasal dari dua pihak atau lebih. Jika obyek yag di danai ditentukan oleh pemilik modal, maka kontrak tersebut dinamakan mudharabah al muqayyadah. Karakteristik mudharabah muqayadah pada dasarnya sama dengan persyaratan di atas. Perbedaannya adalah

terletak pada adanya pembatasan penggunaan modal sesuai dengan permintaan pemilik modal.

Transaksi jenis ini tidak mensyaratkan adanya wakil shahibul maal dalam manajemen proyek. Sebagai orang kepercayaan, mudharib harus bertindak hati-hati dan bertanggung jawab un-tuk setiap kerugian yang terjadi akibat kelalaian. Sedangkan sebagai wakil shahibul maal dia diharapkan untuk mengelola modal dengan cara tertentu untuk menciptakan laba optimal.

Perbedaan yang esensial dari musyarakah dan mudharabah terletak pada besarnya kontribusi atas manajemen dan keuangan atau salah satu diantara itu. Dalam mudharabah modal hanya berasal dari satu pihak, sedangkan dalam musyarakah modal berasal dari dua pihak atau lebih. musyarakah dan mudharabah dalam literatur fiqih berbentuk perjanjian kepercayaan (uqud al amanah) yang menuntut tingkat kejujuran yang tinggi dan menjunjung keadilan. Karenanya masing-masing pihak harus menjaga kejujuran untuk kepentingan bersama dan setiap usaha dari masing-masing pihak untuk melakukan kecurangan dan ketidakadilan pembagian pendapatan betul-betul akan merusak ajaran Islam.

Muzara’ah

Adalah kerjasama pengolahan pertanian antara pemilik lahan dengan penggarap, dimana pemilik lahan memberikan lahan pertanian kepada si penggarap untuk ditanami dan di pelihara dengan imbalan bagian tertentu (presentase) dari hasil panen.

Muzara‘ah sering di identikkan dengan mukhabarah. Diantarakeduanya terdapat sedikit perbedaan sebagai berikut: pada muzara‘ah benihnya yang akan ditanam dari pemilik lahannya, sedangkan pda mukhabarah benihnya dari penggarap.

Musaqah

Adalah bentuk yang lebih sederhana dari muzara‘ah di mana si penggarap hanya bertangggung jawab atas penyiraman dan pemeliharaan. Sebagai imbalannya, si penggarap berhak atas nisbah (bagi hasil) tertentu dari hasil panen.

Landasan syari‘ah dari musaqah adalah:

Al-Hadits: ‖dari Ibnu Umar, sesungguhnya Nabi saw telah memberikan kebun beliau kepada penduduk Khaibar agar mereka pelihara dengan perjanjian mereka akan memberi sebagian dari penghasilan, baik dari buah-buahan, maupun dari hasil tanaman (palawija).” (HR. Muslim)

Fatwa DSN-MUI No.15/DSN-MUI/IX/2000

DSN MUI telah mengeluarkan fatwa yang menetapkan tentang bagi hasil (revenue sharing) yaitu pada fatwa No.15/DSN-MUI/IX/2000 tentang prinsip distribusi bagi hasil dalam lembaga keuangan syari‘ah. Dasar hukum fatwa tersebut terdapat dalam:

Al-Qur‘an surah al-Baqarah ayat 282:

Artinya: ―Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu‘amalah tidak secara tunai untuk waktu yang di tentukan, hendaklah menuliskannya‖

Al-Qur‘an surah al-Maidah ayat 1:

Artinya: ‖Hai orang-orang yang beriman, penuhilah akad-akad itu‖

Hadits riwayat Tirmizi dari ‗Amr bin ‗Auf:

“perdamaian dapat dilakukan diantara kaum muslimin kecuali perdamaian yang mengharanmkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram”

 Hadits Nabi riwayat Ibnu Majah dari ‗Ubadah bin shamit, riwayat Ahmad dari Ibnu ‗Abbas, dan Malik dari Yahya:

―Tidak boleh membahayakan diri sendiri dan tidak boleh pula membahayakan orang lain‖

Kaidah fiqih yang artinya: “Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya”. Dan kaidah fiqh lain: “Dimana terdapat kemaslahatan, disana terdapat hukum Allah”

Dalam dokumen BAB I SEJARAH PERBANKAN SYARIAH (Halaman 135-139)