• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAIDAH DAN PRINSIP-PRINSIP PRAKTIS

V. KEBIJAKAN DAN STRATEGI KONSOLIDASI TANAH

4. KAIDAH DAN PRINSIP-PRINSIP PRAKTIS

a) Perencanaan Pembangunan Kawasan Perkotaan yang Sesuai dengan Rencana Tata Ruang Perencanaan kawasan perkotaan bertujuan untuk meningkatkan kualitas lingkungan kehidupan dan penghidupan warga kota sehingga suasana aman, tertib, lancar dan sehat dapat diciptakan. Langkah yang dapat ditempuh untuk merealisasikannya antara lain dengan menyediakan fasilitas sosial dan fasilitas umum yang memadai, utilitas, perumahan, sarana dan prasarana transportasi, serta lapangan kerja. Usaha untuk mencapai tujuan ini hendaknya sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan daya dukung pertumbuhan dan perkembangan kota. Hal ini memang cukup beralasan mengingat perencanaan suatu kawasan juga harus disesuaikan dengan kondisi dan situasi yang berkembang sehingga perencanaan yang disusun dapat dilaksanakan dengan efektif.

Pelaksanaan rencana kawasan perkotaan ini tidak terlepas dari pendekatan teknis yang menyangkut upaya mengoptimalkan pemanfaatan ruang perkotaan. Upaya dalam pemanfaatan ruang perkotaan ini adalah dengan memperbaiki lingkungan, meremajakan, memberikan fasilitas dan utilitas secara tepat, mengefisienkan pola angkutan, menjaga kelestarian dan meningkatkan kualitas lingkungan hidup perkotaan sesuai dengan kaidah teknis perencanaan. Semua upaya pemanfaatan ruang ini berkaitan erat

dengan pemanfaatan tanah di kawasan perkotaan. Pemanfaatan tanah yang baik berpengaruh positif terhadap pemanfaatan ruangnya.

Salah satu instrumen yang dapat digunakan adalah konsolidasi tanah. Konsolidasi tanah pada awalnya memang lebih lazim digunakan sebagai instrumen pertanahan. Namun perkembangan perkotaan yang terjadi membuktikan bahwa konsolidasi tanah juga berperan dalam mengisi dan melaksanakan rencana tata ruang perkotaan. Dengan demikian konsolidasi tanah dianggap cukup efektif dalam merealisasikan rencana kawasan perkotaan. Sebagai contoh, konsolidasi tanah dapat memberikan fasilitas dan utilitas secara tepat karena pembangunan fasilitas dan utilitas itu memang sesuai dengan kebutuhan masyarakat di lokasi konsolidasi tanah. Pemenuhan fasilitas ini hendaknya tidak hanya menjadi pelengkap dalam pelaksanaan konsolidasi tanah sehingga pelayanan terhadap masyarakat di perkotaan dapat berjalan dengan baik. Contoh yang lain adalah pengaturan terhadap pola angkutan juga dapat menjadi salah satu keuntungan yang tidak terduga pada saat pelaksanaan konsolidasi tanah. Dengan adanya akses dari setiap rumah ke jalan, maka pola pergerakan yang terjadi (baik dalam bentuk orang dan barang) dapat mencapai pola yang efektif, sebab memang menjadi kecenderungan setiap orang untuk mencari rute perjalanan yang terpendek. Kemudahan akses ini juga memudahkan dalam mencapai lokasi fasilitas sosial dan ekonomi seperti pasar, rumah sakit, terminal angkutan umum, dan sebagainya. Ini memberikan pengaruh yang positif khususnya terhadap perkembangan ekonomi dan pada akhirnya mempengaruhi perkembangan kawasan perkotaan. Dengan demikian, terlihat bahwa pelaksanaan konsolidasi tanah perkotaan adalah untuk mendukung penatagunaan tanah dan penataan ruang kawasan perkotaan.

b) Peningkatan Kualitas Lingkungan Hidup

Pembangunan berkelanjutan merupakan paradigma yang berkembang dalam penataan ruang perkotaan saat ini. Paradigma ini sendiri sudah diakui secara legal di Indonesia dengan dikeluarkannya Undang-Undang No.23 tahun 1997 yang mencantumkan pembangunan berkelanjutan sebagai dasar kebijakan dalam pengelolaan lingkungan hidup. Pembangunan berkelanjutan dapat diartikan sebagai pembangunan yang memberikan manfaat dalam bidang ekonomi, sosial, dan lingkungan hidup dalam jangka panjang dan bagi generasi yang akan datang. Dengan demikian pencanangan sistem analisa mengenai dampak lingkungan yang telah ditekankan Undang-undang merupakan salah satu usaha dalam perlindungan lingkungan hidup. Undang-undang ini mengatur antara lain tentang pelestarian fungsi-fungsi lingkungan hidup, persyaratan dalam pengaturan lingkungan hidup, penyelesaian perselisihan dalam lingkungan hidup, serta segi hukum. Pengelolaan lingkungan hidup ini dilakukan untuk mencapai pelestarian fungsi-fungsi lingkungan hidup, mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam secara tepat/bijaksana, dan sebagainya.

Pelaksanaan konsolidasi tanah secara prosedural sudah menunjukkan dukungan terhadap pembangunan berkelanjutan yang ditandai dengan dilakukannya kajian AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan), sosial dan fisik. Kajian ini dilakukan untuk meminimalkan dampak negatif pelaksanaan konsolidasi tanah dari berbagai aspek kehidupan. Kajian AMDAL sendiri terdiri atas ANDAL (Analisis Dampak Lingkungan), RKL (Rencana Pengelolaan Lingkungan), dan RPL (Rencana Pemantauan Lingkungan). Pengkajian AMDAL terutama dibutuhkan dalam proyek-proyek perumahan dan permukiman, sehingga berkaitan erat dengan konsolidasi tanah perkotaan. Pelaksanaan konsolidasi tanah yang dilengkapi dengan kajian AMDAL secara langsung menyebabkan terjadinya peningkatan mutu lingkungan hidup di lokasi itu. Pembangunan prasarana dan fasilitas lainnya seperti taman merupakan salah satu perwujudan adanya usaha untuk menciptakan lingkungan hidup yang lebih nyaman bagi kehidupan ekosistem.

Pembangunan prasarana dan fasilitas di lokasi konsolidasi tanah dilakukan sesuai dengan hasil pengkajian dampak lingkungan. Sebab perbaikan lingkungan merupakan tujuan yang sangat mendasar bagi pelaksanaan konsolidasi tanah. Pengkajian dampak lingkungan ini terutama dilakukan untuk

memperkirakan dampak lingkungan dan menilai besarnya dampak. Sehingga pembangunan prasarana dan fasilitas hendaknya memperhatikan dampaknya terhadap lingkungan, bahkan diharapkan dapat memperbaiki lingkungan. Untuk mengetahui keadaan lingkungan sebelum dan sesudah proyek maka perlu dilakukan monitoring. Monitoring pada saat konstruksi dilakukan untuk mengendalikan dampak terhadap lingkungan. Sementara setelah konstruksi, monitoring dilanjutkan untuk operasi dan

maintennance (perawatan) yang tepat dari prasarana dan fasilitas sehingga kondisi lingkungan setelah

konsolidasi tanah mengalami peningkatan kualitas.

Peningkatan kualitas lingkungan ini hendaknya juga diiringi dengan pemberian informasi yang lengkap tentang sanitasi dan lingkungan terutama di permukiman kumuh yang dikonsolidasi. Ini merupakan hal yang sangat penting dan sering diabaikan oleh pemerintah. Sebab masyarakat tidak akan memanfaatkan prasarana itu jika dia sendiri tidak merasa membutuhkan itu atau karena dia tidak dapat menggunakan prasarana itu dengan baik. Sehingga juga perlu diperhatikan bahwa pembangunan prasarana hendaknya memang sesuai dengan kebutuhan mereka sehingga konsolidasi tanah dapat berjalan dengan efektif. 4.2. Kaidah Pertanahan

a. Penatagunaan Tanah (pemanfaatan tanah yang optimal)

Sesuai dengan Pasal 14 Undang-Undang No.5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, pemerintah diwajibkan untuk membuat rencana tata guna tanah untuk mengakomodir semua usaha pembangunan. Penatagunaan tanah yang dimaksud tentu saja berusaha mengoptimalkan penggunaan tanah. Namun pada kenyataannya, penggunaan tanah di Indonesia lebih banyak dipengaruhi oleh mekanisme pasar. Mekanisme pasar ini memiliki kelemahan yaitu menyebabkan kenaikan harga tanah jika tidak terjadi pasar sempurna, yang menyebabkan terjadinya ketidakadilan penguasaan tanah khususnya bagi penduduk ekonomi lemah dan mendorong terjadinya konversi tanah yang tidak sesuai dengan peruntukannya. Di sini terlihat betapa besarnya pengaruh tanah terhadap kesejahteraan masyarakat.

Keterlibatan pemerintah merupakan salah satu upaya untuk mengoptimalkan penggunaan tanah. Beberapa instrumen keuangan (seperti mekanisme pajak dan subsidi) dicoba diterapkan untuk mendorong penggunaan tanah sesuai rencana tata guna tanah dan mencegah konversi tanah yang tidak sesuai dengan peruntukannya. Tapi yang paling penting adalah adanya usaha di bidang pertanahan untuk mengendalikan penggunaan tanah. Konsolidasi tanah merupakan suatu upaya untuk mengoptimalkan kembali penggunaan tanah yang terpengaruh oleh mekanisme pasar tersebut. Dengan melakukan konsolidasi tanah perkotaan, maka dilakukan pengaturan terhadap bentuk, luas, dan lokasi persil tanah yang sesuai dengan rencana tata guna tanah. Dalam hal ini konsolidasi tanah merupakan bagian dalam usaha pelaksanaan rencana tata guna tanah di kawasan perkotaan.

b. Pemberian jaminan kepastian hak atas tanah kepada masyarakat

Kepastian hak atas tanah dalam bentuk jaminan kepastian memperoleh sertifikat tanah merupakan salah satu motivasi masyarakat untuk ambil bagian dalam pelaksanaan konsolidasi tanah. Kemudahan pengurusan sertifikat sebaiknya juga mengiringi jaminan ini, sebab pengurusan sertifikat yang berbelit-belit akan mengurangi minat masyarakat dalam konsolidasi tanah.

Akan tetapi pemberian kepastian hak atas tanah ini hendaknya tidak mengaburkan fungsi sosial dari hak itu sendiri seperti yang tercantum dalam pasal 6 Undang-undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria6. Maksud dari fungsi sosial ini adalah bahwa hak atas tanah apapun yang ada pada seseorang tidak dapat digunakan semata-mata hanya untuk kepentingan pribadi, apalagi kalau

hak ini menimbulkan kerugian bagi masyarakat. Penggunaan tanah harus disesuaikan dengan keadaannya dan sifat dari haknya sehingga bermanfaat baik bagi kesejahteraan dan kebahagiaan pemiliknya dan juga bermanfaat bagi masyarakat dan negara. Jadi kepentingan masyarakat dan perorangan haruslah saling mengimbangi hingga pada akhirnya tercapailah tujuan pokok yaitu kemakmuran, keadilan dan kebahagiaan bagi rakyat seluruhnya.

Masih berkaitan dengan fungsi sosial dari tanah, maka sudah sewajarnyalah bahwa tanah tersebut harus dipelihara dan dirawat agar bertambah kesuburannya dan mencegah terjadinya kerusakan. Kewajiban memelihara ini tidak hanya dibebankan terhadap pemilik lahannya saja tapi juga terhadap setiap orang, badan-hukum atau instansi yang mempunyai suatu hubungan hukum dengan lahan itu. Dalam melaksanakan ketentuan ini juga perlu diperhatikan kepentingan pihak yang berekonomi lemah.

4.3. Kaidah Sosial dan Ekonomi

a) Kontribusi pada pendapatan masyarakat (Nilai Tanah)

Seperti sudah dijelaskan sebelumnya, konsolidasi tanah ini memberikan manfaat yang besar terhadap pemilik tanah. Salah satu keuntungan yang diperoleh tanpa direncanakan adalah terjadinya kenaikan nilai tanah yang berpengaruh positif terhadap pasar tanah. Peningkatan pasar tanah hasil konsolidasi memberikan kontribusi pendapatan yang besar terhadap pemilik tanah. Hal yang sama juga terjadi pada tanah yang dibangun untuk perumahan karena menyebabkan harga jual yang tinggi.

b) Peningkatan mutu dan keseimbangan lingkungan sosial dengan lingkungan fisik

Konsolidasi tanah perkotaan menyebabkan terjadinya perubahan fisik tanah yang signifikan karena sudah dilengkapi dengan prasarana dan fasilitas lainnya. Hal ini merupakan usaha untuk memperbaiki lingkungan fisik kawasan perkotaan tanpa mengganggu keseimbangan alamnya. Perubahan lingkungan fisik ini juga berpengaruh terhadap perilaku masyarakat khususnya pemilik tanah dalam

mengelola/mengusahakan tanahnya. Perubahan perilaku seperti ini akan mempengaruhi lingkungan sosial kemasyarakatan di kawasan perkotaan. Masyarakat yang hidup di dalam lingkungan yang dilengkapi prasarana dan fasilitas yang lengkap akan cenderung menjalani hidup yang lebih higienis, bersih, dan sehat. Kenyamanan lingkungan ini juga meningkatkan hubungan yang lebih baik antar sesama pemilik tanah sekitarnya untuk saling menjaga keseimbangan kepentingan bersama. 4.4. Indikator Keberhasilan

Setelah konsolidasi tanah selesai dilaksanakan hasilnya akan dinilai apakah berhasil atau tidak. Untuk itu dibutuhkan indikator yang dapat dijadikan acuan dalam menentukan keberhasilan konsolidasi tanah. Perumusan indikator ini tidak ada yang baku, tergantung pada sasaran yang ingin dicapai dari pelaksanaan konsolidasi tanah. Akan tetapi indikator ini dapat dilihat dari segi sosial, ekonomi, budaya, serta lingkungan. Dari segi sosial, konsolidasi tanah di perkotaan akan memberikan suatu peningkatan kualitas hidup bagi masyarakat yang tanahnya dikonsolidasi. Dengan adanya kelengkapan prasarana, masyarakatnya dapat hidup lebih layak dan memiliki jaminan kepastian hak atas tanahnya. Kondisi ini sangat kondusif untuk terjadinya perkembangan sosial khususnya di permukiman. Perkembangan sosial ini bisa berupa semakin kuatnya ikatan dalam masyarakat sehingga konflik dalam masyarakat tidak berlarut-larut.

Indikator keberhasilan dari segi ekonomi adalah adanya peningkatan nilai dan harga tanah hasil konsolidasi. Ini adalah hal yang wajar mengingat konsolidasi tanah memberikan prasarana yang dibutuhkan sehingga lokasi itu semakin layak untuk pembangunan. Peningkatan nilai tanah ini akan memberikan keuntungan yang besar terhadap pemilik tanah jika mereka tidak segera menjualnya kepada pihak lain. Tanah hasil konsolidasi itu akan lebih produktif jika dapat dikelola dengan baik oleh pemilik tanahnya. Hasil

yang diperoleh dari tindakan yang terakhir ini akan lebih besar keuntungannya daripada sekedar menjual tanah hasil konsolidasi. Dengan adanya sertifikat tanah, pembangunan yang dilakukan untuk mendukung aktivitas ekonomi pemilik tanah dapat dilakukan dengan lebih mudah dibandingkan dengan sebelum konsolidasi tanah.

Kemudian dari segi budaya, indikator yang dapat dilihat adalah adanya perubahan perilaku masyarakat yang lebih menyukai keteraturan dan kebersihan karena mereka sudah merasakan keuntungan dari keteraturan itu. Sementara dari sisi lingkungan, indikator yang dapat dilihat adalah pemanfaatan yang lebih luas untuk ruang terbuka dan kepentingan lain yang mendukung bagi keseimbangan lingkungan sekitar. Beberapa perbaikan lingkungan juga dapat dilakukan saat melaksanakan konsolidasi tanah karena adanya AMDAL yang harus dipenuhi sebelum, sedang dan setelah konsolidasi tanah. Semua indikator ini setidaknya dapat digunakan untuk mengetahui kegagalan yang terjadi dalam pelaksanaan konsolidasi tanah. Walaupun bukan merupakan tolok ukur utama bagi keberhasilan konsolidasi tanah perkotaan, pengalihan kepemilikan tanah juga dapat dijadikan pedoman keberhasilan pemberdayaan masyarakat khususnya pemilik tanah. Konsolidasi tanah perkotaan pada awalnya dilaksanakan untuk meningkatkan kesejahteraan pemilik tanah di lokasi itu. Diharapkan dengan adanya pembangunan prasarana dan peningkatan mutu lingkungan, mereka bisa hidup lebih baik dan menjadi lebih produktif. Namun tidak semua pemilik tanah memahami maksud tersebut, sehingga masyarakat lebih memilih untuk menjual tanahnya pada saat harga tanah meningkat. Memang harus diakui bahwa penjualan tanah merupakan hak masing-masing pemilik tanah, namun ini menunjukkan belum tepatnya sasaran pemberdayaan masyarakat yang diharapkan.

4.5. Fasilitas yang dibutuhkan ? Pengaturan hukum (legislasi)

Hal yang paling utama dalam pelaksanaan konsolidasi tanah perkotaan adalah adanya landasan hukum yang kuat terutama mengenai jaminan pemerintah terhadap masyarakat yang berpartisipasi dalam konsolidasi tanah. Landasan hukum ini juga menjadi pedoman terutama dalam penyelesaian konflik pertanahan saat pelaksanaan konsolidasi tanah. Konflik ini dapat timbul saat pemilihan lokasi, karena untuk mencapai kesepakatan dari 85% pemilik tanah yang menguasai 85% dari luas seluruh tanah yang dikonsolidasi bukanlah pekerjaan yang mudah. Terkadang pemilik yang sudah setuju tiba-tiba menarik keikutsertaannya dalam konsolidasi tanah dengan berbagai alasan. Oleh sebab itu sebaiknya sebelum konsolidasi tanah dilakukan, pemilik tanah diberikan informasi tentang dasar hukum apa yang menjadi pedoman konsolidasi tanah.

Pada saat ini pelaksanaan konsolidasi tanah perkotaan masih berlandaskan kepada Peraturan Kepala BPN No.4 Tahun 1991. Dengan demikian pelaksanaan konsolidasi tanah perkotaan tunduk pada hukum perikatan, dalam hal ini yang berasal dari perjanjian yang dibuat oleh Badan Pertanahan Nasional tepatnya Kantor Pertanahan sebagai pelaksana dan para pemilik tanah sebagai peserta konsolidasi tanah. Akan tetapi hukum materil tidak ditemukan dari peraturan ini, sehingga ia hanya berfungsi sebagai ketentuan yang bersifat intern administratif, yaitu sebagai perintah bagi jajaran BPN selaku administrasi negara yang memiliki otoritas yang kuat untuk melaksanakan konsolidasi tanah. Konsekuensi logisnya, segala ketentuan yang terdapat dalam peraturan ini dan semua penjabarannya tidak bersifat imperatif terhadap peserta konsolidasi tanah. Norma hukum yang mengikat peserta konsolidasi tanah hanyalah persetujuan kesediaannya sebagai peserta konsolidasi tanah yang ditandatangani oleh yang bersangkutan. Yang dapat mengikat dari perjanjian ini hanyalah bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi pihak pembuatnya sesuai dengan hukum perikatan.

Peraturan perundang-undangan dan kebijakan yang berkaitan dengan konsolidasi tanah perkotaan di Indonesia belum ada yang mengatur atau memberi petunjuk mengenai rincian hak dan kewajiban peserta dan badan penyelenggara konsolidasi tanah secara seimbang. Keseimbangan kedudukan, hak dan kewajiban ini perlu diperhatikan jika administrasi negara yang secara fungsional melaksanakan konsolidasi tanah (dalam hal ini Kantor Pertanahan) konsisten untuk melaksanakan kegiatan publik penataan pertanahan itu dengan norma hukum perdata. Sehingga maksud penyelenggaraan konsolidasi tanah dengan metode sukarela7 (voluntary method) dapat terwujud.

Sebagaimana sudah dijelaskan sebelumnya, kelemahan karakter hukum dari sisi peserta konsolidasi tanah berasal dari lemahnya peraturan perundang-undangan berkaitan dengan lingkup kegiatan konsolidasi tanah, sehingga penyelenggara konsolidasi tanah tidak mengetahui secara pasti rincian kewajibannya. Dalam ketidakjelasan seperti ini, sudah menjadi “naluri alamiah” dari pengemban kewajiban konsolidasi tanah untuk cenderung melalaikan perbaikan dalam merinci kewajibannya sendiri. Dalam jangka panjang dan untuk kepentingan yang lebih besar, koreksi terhadap ketidakjelasan pengaturan kewajiban penyelenggara ini akan berdampak lebih positif jika dilakukan oleh badan penyelenggara konsolidasi tanah itu sendiri. Namun di atas segala upaya koreksi itu, akan lebih ideal jika karakter hukum konsolidasi tanah perkotaan dari sisi peserta dapat diatur dalam undang-undang tentang konsolidasi tanah sebagai produk hukum yang bersifat mengikat bagi semua pihak, yaitu penyelenggara, peserta dan pihak lain yang terlibat.

Disamping itu, juga dibutuhkan pengaturan hukum tentang pembentukan asosiasi yang dibentuk oleh pemilik tanah yang ikut dalam konsolidasi tanah. Asosiasi ini boleh melibatkan praktisi dan lembaga hukum seperti LBH ataupun LSM selama tidak bertentangan dengan peraturan. Pengaturan ini hendaknya terinci dan mudah dimengerti, agar tidak terjadi kerancuan. Isinya berkaitan dengan hak dan kewajiban asosiasi sebelum, selama, dan setelah pelaksanaan konsolidasi tanah. Jika memungkinkan juga dicantumkan mengenai sanksi hukum bagi semua pihak yang melanggar peraturan itu.

Dengan memahami pelaksanaan konsolidasi tanah di luar negeri khususnya Jepang, ternyata kunci utama kesuksesan pelaksanaan konsolidasi tanah adalah pembangunan konstruksi jalan dan fasilitas lainnya. Oleh karena itu perlu dipikirkan langkah-langkah yang harus ditempuh agar pelaksanaan konsolidasi tanah di Indonesia dapat segera ditindaklanjuti dengan pembangunan prasarana dan fasilitas perkotaan lainnya khususnya pasca proyek. Pada kenyataannya pembangunan konstruksi seperti yang dimaksud dalam petunjuk pelaksanaan konsolidasi tanah hanyalah berupa pembentukan badan jalan dan saluran drainase saja. Namun pembentukan badan jalan yang tidak diikuti dengan perkerasan menyebabkan tanah tersebut kembali dikuasai oleh pemilik tanah asal. Hal ini memang tidak bertentangan dengan Peraturan Kepala BPN No. 4 Tahun 1991 terutama mengenai kata-kata: “dilengkapi dengan prasarana jalan, irigasi, fasilitas lingkungan dan atau fasilitas lingkungan

penunjang lainnya” yang menunjukkan bahwa pembangunan prasarana hanyalah sebagai pelengkap.

Ketidakjelasan ini menyebabkan adanya perbedaan persepsi antara pemilik tanah dan penyelenggara konsolidasi tanah. BPN sendiri hanya memiliki wewenang untuk memberikan sertifikat. Selanjutnya mengenai pembangunan prasarana merupakan tanggung jawab Pemerintah Daerah (Kabupaten/Kota) setempat.

Mengingat kerelaan pemilik tanah dalam menyumbangkan sebagian tanah untuk pembangunan prasarana, maka sudah selayaknyalah pembangunan prasarana jalan dilakukan sampai dengan perkerasan/pengaspalan selesai. Peraturan mengenai pembangunan prasarana ini hendaknya juga dijelaskan secara rinci dalam undang-undang konsolidasi tanah perkotaan seperti yang sudah diterapkan di Jepang.

? Kelembagaan

Penerapan Undang-Undang No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah juga mempengaruhi sistem organisasi pemerintahan. Saat ini telah digunakan sistem yang baru yang bertujuan untuk menghilangkan duplikasi fungsi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, serta memisahkan fungsi administrasi secara terpisah dari fungsi pelaksanaan. Dengan demikian, proses desentralisasi memberi Pemerintah Daerah kewenangan dalam hal keuangan dan administrasi yang lebih luas. Desentralisasi dianggap lebih menguntungkan karena menghemat waktu proses administrasi, dapat memberikan pertanggung jawaban yang lebih baik dan proses pengambilan keputusan yang lebih cepat. Oleh sebab itu, Pemerintah Daerah harus dapat meningkatkan kualitas pegawainya sehingga dapat menangani tugas dan tanggung jawab yang lebih besar dibandingkan sebelumnya. Khusus untuk pelayanan masalah pertanahan, masih ditangani oleh Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (Kanwil BPN) di daerah, sehingga keorganisasiannya masih bersifat vertikal. Namun kondisi ini hanya bersifat sementara (dua tahun, sesuai Keputusan Presiden No.62 Tahun 2001) karena BPN harus menyerahkan kewenangan bidang pertanahan kepada Pemerintah Daerah sesuai UU No.22 Tahun 1999. Penyerahan kewenangan ini akan menjadikan Kanwil BPN berada dibawah Pemerintah Daerah dalam bentuk Dinas Pertanahan.

Pelimpahan wewenang kepada Pemerintah Daerah hendaknya juga diikuti dengan usaha peningkatan kualitas kelembagaannya, baik dari segi keahlian maupun moralitasnya. Sebab dalam pelaksanaan konsolidasi tanah ini dibutuhkan aparat yang jujur dan adil serta menguasai manajemen konflik, sehingga dapat mengatasi permasalahan pertanahan yang sangat sensitif ini. Selain itu juga perlu memperkuat koordinasi antar sektor agar tidak terjadi tumpang tindih pelaksanaan program antar instansi. Satu hal yang tidak boleh diabaikan oleh Pemerintah Daerah adalah mendidik pejabat-pejabat pemerintahannya agar kapabel pada setiap jabatan dan lapangan. Sebab pembangunan akan berjalan dengan efektif dan efisien jika aparat pelaksananya memiliki keahlian yang sesuai dengan bidang yang menjadi tanggung jawabnya.

? Pembiayaan

Pada prinsipnya konsolidasi tanah dapat membiayai dirinya sendiri (swadana), namun untuk sementara masih dibiayai dari APBN/APBD sebagai stimulan. Pembiayaan yang bersumber dari APBN dikelola oleh BPN melalui Bagian Proyek Konsolidasi Tanah, terutama untuk penataan tanah hingga sertifikasi tanah dan penyediaan tanah untuk jaringan jalan. Sedangkan swadana digunakan untuk membiayai konstruksi dan pembangunan fasilitas umum serta infrastruktur, bersama-sama dengan dana yang didukung oleh Pemerintah Daerah atau Departemen terkait. Diharapkan contoh-contoh keberhasilan konsolidasi tanah dapat menggugah para pemilik tanah untuk melaksanakan konsolidasi tanah dengan dana yang berasal dari tanah mereka sendiri.

4.6. Rencana Aksi

Penyelenggaraan konsolidasi tanah perkotaan di Indonesia dilakukan dengan filosofi membangun tanpa menggusur serta dari, oleh dan untuk pemilik tanah yang bermuara pada usaha untuk mencegah keresahan sosial akibat pembangunan. Dari pernyataan ini dapat diketahui bahwa konsolidasi tanah ini bersifat multifungsi. Ia tidak hanya memberikan solusi bagi permasalahan di bidang pertanahan tapi juga dapat membantu penyelesaian masalah pembangunan perkotaan secara luas. Oleh karena itu, dibutuhkan