• Tidak ada hasil yang ditemukan

Teknis Pelaksanaan Konsolidasi Tanah Kawasan Perkotaan

V. KEBIJAKAN DAN STRATEGI KONSOLIDASI TANAH

3. KONSOLIDASI TANAH

3.5. Teknis Pelaksanaan Konsolidasi Tanah Kawasan Perkotaan

Segi teknis pelaksanaan konsolidasi tanah merupakan hal yang harus diperhatikan, karena ini mempengaruhi berhasil-tidaknya konsolidasi tanah dan sasaran yang ingin dicapai. Ada 3 tahapan yang dilakukan dalam melaksanakan konsolidasi tanah dengan baik, yaitu:

a) Tahap Persiapan

Berkaitan erat dengan lokasi yang akan dipilih sebagai tempat pelaksanaan konsolidasi tanah. Lokasi ini harus memenuhi syarat yaitu disetujui oleh sekurang-kurangnya 85% pemilik tanah yang luas tanahnya meliputi 85% dari luas seluruh areal tanah yang akan dikonsolidasikan. Pemilihan lokasi ini hendaknya juga menyesuaikan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota atau Rencana Pembangunan Daerah yang diperkirakan akan berkembang sesuai dengan tingkat pembangunan areal sekitarnya. Segera setelah kegiatan ini selesai, maka diikuti dengan penyuluhan, penjajagan kesepakatan dengan pemilik tanah serta penetapan lokasi itu sebagai lokasi konsolidasi tanah oleh walikota/bupati. Penetapan lokasi ini memiliki kekuatan hukum karena dinyatakan dalam surat keputusan walikota/bupati.

b) Tahap Pendataan

Tahap ini sudah menyentuh aspek fisik dan yuridis dari lokasi konsolidasi tanah. Pendataan ini merupakan hal yang sangat penting karena akan digunakan untuk tahap berikutnya dalam pelaksanaan konsolidasi tanah. Pendataan awal yang akurat akan menentukan keberhasilan pelaksanaan konsolidasi tanah perkotaan. Setelah pengukuran dilakukan, dilanjutkan dengan identifikasi subyek dan obyek konsolidasi tanah serta pengajuan daftar usulan rencana kegiatan konsolidasi tanah. Yang dimaksud dengan subyek adalah para pemilik tanah/penggarap tanah yang perlu diajak bicara dan musyawarah. Sedangkan obyek adalah lokasi yang dipilih untuk dikonsolidasi. Sementara daftar usulan rencana kegiatan mencerminkan hasil musyawarah dengan subyek konsolidasi dan pihak lain yang terlibat dalam konsolidasi tanah. Selanjutnya adalah pembuatan rencana blok pra-disain konsolidasi tanah. Rencana ini dibuat berdasarkan rencana sirkulasi lalu lintas dalam kaitannya dengan konsep dasar tata guna tanah dan pembangunan.

c) Tahap Penataan

Dimulai dengan pembuatan rencana blok disain konsolidasi tanah yang merupakan hasil musyawarah dengan masyarakat berdasarkan rencana yang dibuat pada tahap sebelumnya. setelah tercapai kesepakatan tentang penataan kapling baru, dilakukan pelepasan hak atas tanah serta pengumpulan dokumen pendukung proses pertanahan (SKPT atau Keterangan Riwayat Tanah). Pelepasan ini juga diikuti dengan penegasan tanah itu sebagai obyek konsolidasi tanah. Setiap peserta konsolidasi tanah wajib menyerahkan sebagian tanahnya sebagai Sumbangan Tanah Untuk Pembangunan (STUP). STUP ini kemudian digunakan oleh pemerintah/pihak ketiga (sebagai pelaksana konsolidasi tanah) sebagai Tanah Pengganti Biaya Pelaksanaan (TPBP) dan untuk membangun infrastruktur serta fasilitas. Perhitungan STUP masih menggunakan sistem yang sederhana. Luas areal yang diperlukan untuk STUP adalah merupakan persentase tertentu dari jumlah luas bidang-bidang tanah peserta. Pada umumnya, peserta memberikan konstribusi persentase tanah yang sama sebagai STUP. Sementara TPBP diperoleh setelah STUP dikurangi dengan kebutuhan tanah untuk infrastruktur dan fasilitas. Langkah terakhir yang dilakukan adalah staking out/realokasi batas tanah dan penerbitan surat keputusan pemberian hak dan sertifikasi. Pelaksanaan konsolidasi tanah akan semakin lengkap dengan konstruksi

prasarana di lokasi konsolidasi tanah. Konstruksi ini meliputi pembangunan jalan, prasarana dan sarana, fasilitas umum/fasilitas sosial, serta jaringan utilitas dan lain-lain yang dibutuhkan.

2. Kelembagaan

Segi kelembagaan merupakan hal yang tidak boleh diabaikan dalam pelaksanaan konsolidasi tanah. Sistem kelembagaan yang kuat akan menjadi faktor penentu keberhasilan konsolidasi tanah. Saat ini telah digunakan sistem baru yang tidak hierarkis dan terdesentralisasi sebagai realisasi dari pelaksanaan Undang-Undang No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Sesuai dengan Undang-Undang-undang ini, kewenangan Pemerintah Pusat terbatas pada bidang-bidang tertentu dan kebijakan pembangunan yang bersifat makro, sehingga pelaksanaan pembangunan yang langsung bersentuhan dengan masyarakat merupakan kewenangan pemerintah kabupaten/kota. Karena itu kewenangan pelaksanaan konsolidasi tanah sebagai instrumen penataan ruang dan penatagunaan tanah yang bersifat lokal berada pemerintah kabupaten/kota. Dengan demikian kelembagaan dalam pelaksanaan konsolidasi tanah terletak di tingkat kabupaten/kota. Ada beberapa pihak yang terlibat dalam pelaksanaan konsolidasi tanah perkotaan ini, yaitu tim koordinasi konsolidasi tanah, asosiasi pemilik tanah, pemerintah daerah, serta BPN. Sinergi antara pihak-pihak ini akan menentukan keberhasilan pelaksanaan konsolidasi tanah di lokasi tersebut.

? Tim Koordinasi

Tim Koordinasi memiliki struktur organisasi yang jelas yang terdiri dari ketua, wakil ketua, sekretaris dan anggota. Ketua dari tim koordinasi ini adalah walikota/bupati daerah yang tanahnya dikonsolidasi. Sementara kepala kantor BPN bertindak sebagai wakil ketua, lalu sekretaris menjadi tanggung jawab kepala seksi pengaturan penguasaan tanah. Agar pelaksanaan konsolidasi tanah lebih bersifat komprehensif, maka anggotanya dipilih dari instansi terkait. Anggota tersebut antara lain Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Kepala Dinas Tata Kota, Kepala Dinas Pengairan, dan Ketua Asosiasi Pemilik Tanah. Tim ini bertugas mengarahkan rencana lokasi konsolidasi tanah, mengadakan penyuluhan pada masyarakat, mengevaluasi dan mengarahkan penyusunan Desain Konsolidasi Tanah (DKT), mangarahkan rencana peruntukan dan penggunaan TPBP dan lain-lain yang dianggap perlu.

? Asosiasi Pemilik Tanah

Asosiasi Pemilik Tanah dibentuk untuk membuat keputusan atas rencana pengembangan konsolidasi tanah, rencana pelaksanaan, rencana pemetakan ulang/stacking out serta kegiatan pelaksanaan proyek konsolidasi tanah. Asosiasi ini dianggap penting agar memudahkan koordinasi dan pengambilan keputusan terutama selama berjalannya proyek konsolidasi tanah.

? Pemerintah Daerah

Keterlibatan Pemerintah Daerah dalam bentuk Satuan Tugas (Satgas) untuk menyelenggarakan administrasi umum dalam kaitannya dengan pelaksanaan konsolidasi tanah. Bagian ini dikembangkan lebih lanjut menjadi badan pelaksanaan konsoldiasi tanah pemerintah.

? BPN

BPN berperan untuk memperkuat fungsi organisasi bagi promosi, bimbingan teknis dan praktis serta koordinasi sehingga berdaya guna dan dapat membantu asosiasi konsolidasi tanah dan Pemerintah Daerah. BPN mempunyai peran yang sangat besar dalam konsolidasi tanah terutama dalam penguasaan teknis dan praktis konsolidasi tanah.

Semua pihak di atas dengan keterlibatan badan hukum pemerintahan dan swasta (sesuai kesepakatan dengan peserta konsolidasi tanah) bertanggung jawab atas tugas yang dibebankan padanya. Semua tugas itu merupakan pembagian tugas dari tugas pelaksanaan konsolidasi tanah yang meliputi:

a. Membuat program pelaksanaan konsolidasi tanah

b. Melaksanakan koordinasi antara pemilik tanah dengan Penanggung Jawab, Tim Koordinasi dan pihak-pihak lain.

c. Membuat Desain Konsolidasi Tanah (DKT) d. Menerapkan Desain Konsolidasi Tanah (DKT)

e. Melaksanakan konstruksi prasarana (seperti jalan/irigasi)

Tatanan kelembagaan konsolidasi tanah perkotaan ini hendaknya dapat memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk mengambil inisiatif dalam pelaksanaan konsolidasi tanah. Dalam hal ini, harus disediakan mekanisme bagi pelaksanaan konsolidasi tanah yang dilaksanakan secara swadaya oleh masyarakat. Di samping itu juga dimungkinkan kesempatan yang luas bagi swasta untuk aktif terlibat dalam pelaksanaan konsolidasi tanah.

3. Pembiayaan

Sumber-sumber pembiayaan dalam konsolidasi tanah terdiri atas 3 macam yaitu dari pemerintah (APBN/APBD) masyarakat (swadaya), dan kemitraan dengan pihak ketiga seperti bank/koperasi (dalam bentuk pinjaman). Pembiayaan oleh pemerintah melalui APBN/APBD hanyalah bersifat stimulan sambil menunggu tumbuhnya kemandirian masyarakat dalam hal pembiayaan konsolidasi tanah.

Untuk memperoleh dana dari APBN, Kantor Pertanahan setempat harus mengajukan proposal proyek kepada BPN Pusat melalui Kantor Wilayah BPN Propinsi setempat. Proposal itu harus terlebih dahulu disetujui oleh instansi terkait di propinsi seperti Bappeda dan Dinas Pekerjaan Umum, sehingga dana dapat dikeluarkan berdasarkan DUP/DIP yang diusulkan. Biasanya proyek dapat disetujui oleh Pemda setempat melalui Bappeda jika lokasinya berada di pinggiran kota sebagai upaya antisipasi urbanisasi pada masa sekarang dan yang akan datang. Jadi prosedur yang sama juga berlaku untuk pendanaan dari Pemerintah Daerah yang melalui DUPDA/DIPDA.

Sementara pembiayaan dari masyarakat/asosiasi pemilik tanah dengan kemitraan dengan pihak ketiga adalah dengan cara mengumpulkan dana dari pemilik tanah oleh perusahaan yang merupakan mitra dari peserta yang bergabung dengan koperasi dan selanjutnya itu bekerjasama dengan pihak bank dalam bentuk kerjasama Bank dan Koperasi dimana pemilik tanah menjadi anggotanya. Dengan demikian sumber keuangan yang digunakan dalam bentuk pinjaman dari bank dengan bunga ringan. Biaya ini mencakup pelaksanaan penataan sampai dengan sertifikasi tanah, biaya konstruksi, biaya untuk pembangunan infrastruktur (jaringan jalan) dan fasilitas lainnya, serta pembangunan rumah peserta. Penggantian dana ini diperoleh dari hasil penjualan TPBP. TPBP dapat dijual kepada developer (swasta), Perum Perumnas, BUMN, BUMD dan sebagainya. Pembiayaan swadaya tanpa kemitraan dengan pihak ketiga dapat dilakukan jika masyarakatnya memang benar-benar mampu menutupi biaya awal pelaksanaan konsolidasi tanah sampai konstruksi selesai.

Tarif pelaksanaan konsolidasi tanah perkotaan dari dana APBN/APBD (dana proyek) bervariasi di berbagai propinsi. Untuk tahap persiapan (Siap KT) berkisar antara Rp. 18,000,000 s/d Rp. 30,000,000 per Satuan Pekerjaan (SP) atau ± 250 bidang. Maka untuk persiapan konsolidasi tanah tarifnya berkisar antara Rp. 72,000 s/d Rp. 120,000 per bidang. Sedangkan tarif untuk pembinaan (Bina KT) berkisar antara Rp. 40,000,000 s/d Rp.75,000,000 per SP. Maka untuk pembinaan konsolidasi tanah tarifnya berkisar antara Rp. 160,000 s/d Rp. 300,000 per bidang. Sehingga dapat diambil suatu kisaran tarif kegiatan konsolidasi tanah (Siap KT dan Bina KT) yang dibiayai oleh Pemerintah rata-rata Rp. 232,000 s/d Rp. 420,000 per bidang.

Tidak berbeda dengan tarif pelaksanaan konsolidasi tanah perkotaan dengan dana APBN/APBD, pelaksanaan proyek yang sama secara swadaya pun menggunakan tarif yang bervariasi di setiap beberapa tempat. Hal ini antara lain disebabkan karena kondisi fisik dan sosial masing-masing wilayah yang berbeda satu sama lain khususnya dalam hal tingkat kepadatan penduduk, kondisi aksesibilitas lokasi dan pendapatan masyarakat. Sebagai pedoman ditetapkan beberapa kategori tarif menurut pembagian wilayah, antara lain: a. Pulau Sumatera dan sekitarnya berkisar antara Rp. 200,000 s/d Rp. 267,000 per bidang.

b. Pulau Jawa, Bali dan Lombok berkisar antara Rp. 250,000 s/d Rp. 375,000 per bidang. c. Pulau Kalimantan dan sekitarnya berkisar antara Rp. 180,000 s/d Rp.250,000 per bidang. d. Pulau Sulawesi dan sekitarnya berkisar antara Rp. 200,000 s/d Rp. 500,000 per bidang. e. Propinsi Nusa Tenggara Timur ditetapkan sebesar Rp. 75,000 per bidang.

Dengan demikian, kisaran tarif pelaksanaan konsolidasi tanah perkotaan di seluruh Indonesia adalah antara Rp. 180,000 s/d Rp. 500,000 per bidang. Sehingga diperoleh tarif rata-rata sebesar Rp. 340,000 per bidang dengan pengecualian si Propinsi Nusa Tenggara Timur sebesar Rp. 75,000 per bidang. Penentuan tarif ini belum termasuk biaya-biaya lain yang merupakan kegiatan yang tidak terpisahkan dari penyelenggaraan konsolidasi tanah. Biaya-biaya tersebut antara lain biaya pengukuran dan pemetaan, biaya pembentukan dan pembersihan jalan, parit dan prasarana jalan (konstruksi) serta biaya lainnya yang mendukung pelaksanaan konsolidasi tanah perkotaan.

3.6. Permasalahan yang mungkin Timbul dalam Pelaksanaan Konsolidasi Tanah dan