• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sistem Penanggulangan Bencana Longsor

B. Prosedur Umum Pelaksanaan Konsolidasi Tanah Perkotaan

VI. PENGENALAN DAN PENGENDALIAN KAWASAN

4. SISTEM PENANGGULANGAN BENCANA LONGSOR

4.2. Sistem Penanggulangan Bencana Longsor

Sistem penanggulangan bencana longsoran dapat dibedakan menjadi : 1. Saat darurat (Emergency)

2. Jangka menengah (dalam periode 1 tahun s.d. 3 tahun) 3. Jangka panjang (dalam periode lebih dari 3 tahun s.d. 5 tahun) 4.2.1. Sistem Penanggulangan Bencana Saat Darurat

Untuk tahap ini jelas peranan SATLAK ataupun SATKORLAK bersama dengan aparat setempat sangat penting, terutama dalam hal penanganan korban bencana. Akan tetapi untuk mengantisipasi terjadinya

9 Karnawati, Dwikorita, Pengenalan dan Pengendalian Kawasan Rawan Longsor, dibawakan dalam Diskusi Pedoman Pembangunan, Bappenas, 1 November 2001

bencana susulan serta meminimalkan potensi terjadinya korban dan kerusakan berikutnya, perlu juga dilakukan:

1. Sosialisasi darurat petunjuk praktis mengantisipasi longsoran secara dini dan memantau lereng yang rawan longsor, serta petunjuk praktis menghindari bahaya longsoran. Sosialiasasi harus dapat disampaikan secara sederhana dan mudah dipahami masyarakat desa.

2. Pemantauan retakan-retakan tanah ataupun retakan jalan dan bangunan pada daerah rawan longsoran selama musim hujan, Retakan ini akan berbentuk khas memanjang ataupun melengkung seperti tapal kuda. Pemantauan retakan juga harus dilakukan setiap hari selama musim hujan pada tanah-tanah yang berdekatan dengan bangunan air ataupun bangunan fasilitas urnum, seperti pada tanah-tanah di sekitar bendungan, bendungan, saluran air, tanggul air, jalan kereta api dan jalan raya.

Secara detail, jika bencana tanah longsor terjadi maka langkah pertama yang harus dilakukan adalah pengamanan penduduk. Tindakan selanjutnya adalah memulihkan ketenangan penduduk, merehabilitasi daerah-daerah yang rusak dan menggiatkan kembali roda ekonomi dan kehidupan normal daerah yang terkena bencana. Tindakan-tindakan pengamanan maupun tindakan rehabilitasi mencakup kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh beberapa Instansi/Departemen. Kesatuan tindak dalam bidang teknis maupun non teknis yang terkoordinir sangat dianjurkan. Ini dapat dilakukan melalui koordinasi oleh Pemerintah Daerah/Satkorlak/Satlak Penanggulangan Bencana setempat. Setiap bencana memintakan korban dan penderitaan, oleh karenanya diharapkan agar setiap langkah yang diambil harus bertujuan untuk memperkecil angka korban dan untuk mengurangi serta menghilangkan beban penderitaan secepatnya.

Tindakan segera yang harus dilakukan pada waktu terjadi bencana adalah mengungsikan penduduk, jika memungkinkan juga harta-benda dan hewan piaraan, ketempat-tempat yang aman terdekat. Di daerah-daerah rawan tanah longsor, tempat-tempat pengungsian ini sudah harus disiapkan jauh-jauh hari. Pada tempat-tempat strategis perlu dibangun pos-pos pengawasan yang dapat memberikan isyarat tanda bahaya (tong-tong, sirene, dll) agar penduduk siap-siaga dan siap untuk diungsikan. Pos-pos pengawasan ini agar disiagakan terus menerus pada waktu musim hujan untuk tidak terperangkap oleh kejadian yang mendadak. Pencatatan curah hujan, terutama di musim penghujan di daerah rawan, harus dilakukan terus-menerus. Bila tercatat curah hujan di atas normal; penduduk segera harus disiagakan. Latihan-latihan seperlunya bagi petugas-petugas pos pada waktu-waktu tertentu dianjurkan.

Sesuai lokasi dan ruang lingkup kejadian, tindakan-tindakan yang perlu dilakukan pada waktu terjadi gejala tanah longsor adalah berbeda-beda. Tindakan-tindakan yang dianjurkan disini bersifat preventif sederhana. Jika gejalanya meluas dan memerlukan penanganan yang lebih teknis, penanganannya harus oleh seorang ahli. Secara terperinci tindakan-tindakan ini adalah sebagai berikut :

4.2.1.1. Permukiman

? Menutup segera retakan dan belahan tanah dengan tanah lempung agar tidak dapat merembeskan air atau air hujan ke dalam tanah. Tindakan ini juga berguna untuk mengetahui apakah gerakan masih berlangsung.

? Rumah-rumah yang terletak di daerah belahan, maupun yang berjarak 30 meter dari batas belahan agar dikosongkan untuk sementara waktu.

? Kolam-kolam ikan di daerah belahan segera dikeringkan dan bila perlu ditutup.

? Selokan-selokan dan saluran penyalur air dari mataair yang mengalir ke daerah belahan segera ditutup atau dialihkan agar air yang mengalir tidak masuk ke daerah belahan.

? Sawah-sawah atau kolam-kolam ikan yang terletak di lereng atas dalam jarak sampai 50 meter dari daerah belahan agar segera dikeringkan.

? Pada waktu musim hujan agar dibuatkan saluran penadah dan pengalih aliran air hujan di bagian atas dari daerah belahan. Ini dilakukan untuk mencegah air hujan mengalir langsung ke daerah belahan. ? Jika semua tindakan tersebut telah diambil dan tanah longsor berhenti maka rumah-rumah yang tadinya

dikosongkan dapat ditempati kembali. Kewaspadaan tetap dimintakan dan agar di daerah-daerah yang tadinya basah atau tergenang air tetap dikeringkan atau dijadikan tegalan.

Sementara itu, jika semua tindakan tersebut di atas telah diambil sedang tanah longsor masih tetap berlangsung maka penduduk setempat segera dipindahkan ke daerah yang lebih aman terdekat.

4.2.1.2. Persawahan

? Jika terjadi retakan dan belahan hingga beberapa centimeter pada tanah pesawahan maka daerah pesawahan sekelilingnya dengan radius 30 - 50 meter dari daerah belahan harus dikeringkan dan air irigasi yang mengalir ke daerah ini ditutup.

? Apabila terjadi tanah longsor di daerah pesawahan maka sawah-sawah di sekeliling daerah longsor harus dikeringkan untuk mencegah meluasnya longsoran. Radius daerah pengaruh adalah 30 - 50 meter.

? Untuk memantapkan tanah daerah pesawahan yang rawan terhadap gerakantanah, air-air yang mengalir di sebdah-menyebelah dan pada bagian atas daerah tersebut agar dikeringkan atau dialihkan dalam batas-batas yang aman. Saluran air irigasi di dekat tanah longsor sebaiknya ditembok untuk mencegah perembesan. Desa atau pernukiman yang terletak di bawah dan pada jalur tanah longsordi daerah pesawahan, demi pengamanan. sebaiknya dipindahkan menjauhi alur tanah longsor tersebut. ? Daerah pesawahan yang sering longsor atau berpotensi untuk longsor sebaiknya dijadikan tanah tegalan

atau lahan usaha kering. Meskipun dengan sistim pengairan (drainage system) yang baik masih dapat digunakan sebagai pesawahan tetapi tetap dianjurkan untuk tidak dilakukan. Untuk penentuan jenis tanaman atau lahan usaha yang sesuai dengan medan dan kondisi tanah agar menghubungi ahli pertanian.

4.2.1.3. Tegalan

Di daerah tanah tegalan atau pertanian kering dapat pula terjadi tanah longsor. Satu-satunya jalan untuk mengatasi adalah menghutankan kembali. Jika bahaya tanah longsor hanya bersifat setempat dapat diatasi dengan menanam pohon-pohon perdu yang fungsinya sebagai pengikat dan penahan tanah. Untuk jenis tanaman dan cara penanaman yang sesuai, dianjurkan menghubungi ahli pertanian.

4.2.1.4. Bangunan Prasarana dan Sarana Fisik

Jalan-jalan maupun bangunan-bangunan gedung dan jembatan sering pula terkena bencana tanah longsor dengan kerugian yang cukup besar. Lokasi prasarana d sarana fisik di daerah-daerah rawan tanah longsor perlu selalu diawasi dan dipantau secara terus-menerus. Mengingat tata cara pengamanannya sangat teknis maka tidak akan dibicarakan di sini. Jika terlihat gejala retakan atau belahan yang dapat membahayakan prasarana dan sarana fisik ini, agar segera menghubungi petugas-petugas yang kompeten di desa/tempat masing-masing.

4.2.3. Sistem Jangka Menengah

Tujuan utama dari midterm action ini adalah untuk mengkondisikan agar masyarakat survive dengan kondisi alam yang ada. Hal ini dapat dilakukan dengan pemetaan ulang daerah rawan longsoran dan pemasangan rambu-rambu pada lokasi longsor. Mengingat longsoran terjadi urnumnya hanya selama musim hujan dan potensi terjadinya dapat diminimalkan, maka masyarakat yang tetap ingin tinggal di daerah tersebut perlu diberi bekal pengetahuan untuk mengelola lingkungan yang rawan longsor. Pedoman praktis pemeliharaan lingkungan ini sebaiknya disebarluaskan ke berbagai daerah rawan longsor, misalnya melalui leaflet dan kalender mitigasi bencana longsor. Namun sosialisasi pengetahuan praktis ini maslh tetap harus terus digalakkan dengan melibatkan peranan bersama antara aparat pemerintah setempat dan masyarakat. Untuk daerah/kawasan berpotensi longsor yang belum terlanjur berkembang, sebaiknya diterapkan sebagai daerah terlarang. Artinya, daerah tersebut tidak dapat dikernbangkan sebagai permukiman dan pusat aktivitas permanen yang mengundang banyak orang. Diharapkan larangan ini diperkuat dengan hukum/peraturan dengan sangsi bagi pelanggarnya. Proses penetapan peraturan disarankan juga melibatkan masyarakat dan akademisi. Ditetapkannya peraturan/hukum tentang suatu sempadan lereng, seperti hal sempadan sungai dan sempadan pantai yang sebelumnya telah ditetapkan, sangat penting guna meminimalkan permasalahan lingkungan akibat longsor. Sangat disayangkan bahwa saat ini banyak bermunculan perumahan tipe sederhana yang dibangun di lereng-lereng bukit atau lereng gunung yang rawan longsor. Barangkali hal ini terjadi karena harga tanah pada lereng-lereng rawan ini jauh lebih murah, terutama yang letak relatif jauh dari pusat kota. Pembangunan perumahan yang kurang memperhatikan aspek keselamatan dan kenyamanan penghuninya sangat perlu lebih dikontrol oleh pemerintah, meskipun untuk perumahan tipe sangat sederhana.

Dalam jangka menengah ini diperlukan pula suatu teknologi sederhana dan tepat untuk meminimalkan resiko longsoran. Teknologi ini misalnya berupa:

1. Pengaturan drainase

2. Penamanan vegetasi yang sesuai dan diusahakan yang bernilai ekonomi 3. Pembuatan teras-teras pada lereng-lereng.

4.2.4. Sistem Jangka Panjang

Long term action diperlukan untuk melakukan pengendalian kawasan rawan secara terpadu berdasarkan

pendekatan perlindungan ekosistem. Selain karena kondisi lerengnya secara alamiah memang sudah rentan longsor, pemicu utama longsoran adalah terganggunya sistem tata air pada suatu ekosistem. Pada saat ini gangguan sistem tata air umumnya disebabkan karena perubahan penggunaan lahan diatas lereng dan sekitarnya, misalnya karena pembukaan ataupun pengembangan suatu kawasan/daerah secara tidak terkontrol. Jadi pengendalian kawasan rawan longsoran secara tuntas tidak cukup dilakukan hanya dengan mengendalikan/memperkuat/ memperbaiki kestabilan suatu lereng pada suatu lokasi.

Penelitian perlu pula dilakukan untuk mengetahui penyebab dan memprediksi terjadinya longsoran, serta menetapkan teknologi yang praktis dan tepat guna. Dapat diprediksinya kondisi yang memicu terjadi longsoran, akan sangat membantu usaha peringatan dini bencana longsoran. Penelitian sosial untuk mengetahui dampak longsoran terhadap kehidupan sosial masyarakat perlu pula dilakukan. Hal ini dapat menunjang peningkatan pemahaman, keyakinan, dan tindakan masyarakat dalam upaya penanggulangan longsor.

Pendidikan/pemberdayaan masyarakat sangat perlu pula guna meningkatkan pemahaman masyarakat dalam usaha mencegah terjadinya longsoran dan meminimalkan dampak longsoran. Dengan pendidikan ini kewaspadaan terhadap potensi bencana longsor, serta kesadaran mereka dalam memelihara dan menata lingkungannya dapat ditingkatkan dan dipelihara. Pendidikan ini dapat dilakukan secara informal semacam

penyuluhan, pelatihan untuk pelatih, dan teater rakyat atau kesenian tradisional. Target dari program pemberdayaan /pendidikan ini adalah generasi muda hingga generasi tua. Jadi targetnya mulai dari anak-anak sekolah hingga tokoh-tokoh/pemuka masyarakat dan aparat pemerintah di daerah-daerah yang rawan longsor.

Peranan media massa sangat penting. Telah terbukti dari kejadian bencana selama ini, pemberitaan media masa berhasil meningkatkan kepedulian dan kewaspadaan masyarakat dalam menghadapi longsor.

4.2.5. Sistem Peringatan Dini

Sistem peringatan dini dilakukan dengan sistem pemberdayaan masyarakat, dengan melibatkan aparat pemerintah dan akademisi sebagai fasilitator dan motivator. Sistem pemberdayaan masyarakat ini harus dapat meningkatkan knowledge, attitude, and practise dari tiap komponen yang ada dalam sistem tersebut. Peringatan dini dapat dilakukan dengan cara:

1. Penyajian informasi berupa:

? Peta mitigasi longsoran, baik skala makro dan skala mikro (tingkat desa/kecamatan). Penyusunan peta ini tidak cukup hanya berdasarkan data permukaan (kondisi lahan, morfologi, penduduk, dan titik-titik yang sudah longsor) tetapi juga berdasarkan kondisi bawah permukaan yang mengontrol terjadinya longsoran (geologi, hidrogeologi, dan struktur geologi).

? Pemasangan rambu-rambu zona rawan longsor ? Pedoman praktis antisipasi bencana longsor 2. Menetapkan sempadan lereng /tebing.

3. Pelaksanaan pelatihan dan konsultasi untuk meningkatkan knowledge, attitude, dan practise.

4. Melakukan monitoring pada lereng dan penelitian prediksi terjadinya longsoran, misalnya berdasarkan kondisi geologi dan karakteristik hujan.

5. Memperkuat jaringan komunikasi/kerjasama dengan beberapa instansi terkait yang berkompeten dalam hal survei dan penanganan bencana longsor.

Agar sistem berjalan dengan baik, diperlukan komitmen pribadi dan action nyata dari tiap individu/institusi, komunikasi yang baik antar individu/komponen dalam sistem, dan koordinasi yang tepat. Koordinasi hanya efektif untuk dilakukan pada level yang tepat dan setiap institusi/individu yang terlibat sudah saling mengenal dan mengerti peranan dan tanggung jawab masing-masing. Pembentukan suatu organisasi/institusi baru bukan jaminan untuk mengefektifkan sistem peringatan dini.

5. PENUTUP