• Tidak ada hasil yang ditemukan

MORALITY AND EDUCATIONAL STUDY

B. Kajian Aspek Didaktik

Kata didaktik berasal dari Bahasa Inggris didactic yang berarti bersifat mendidik (Echols, 1993: 181 ; Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1990: 204). Dalam semua masyarakat terdapat aktivitas atau tindakan manusia berinteraksi dengan manusia lain, dalam hal memberi pelajaran (Koentjaraningrat, 1990: 163). Hal ini sesuai kodrat manusia yang selalu ingin berinteraksi dengan makhluk lainnya.

Sehubungan dengan hal itu, Serat Atmawiyata dapat dikatakan sebagai teks yang bersifat mendidik. Naskah ini penuh dengan pesan-pesan moral dan ajaran-ajaran yang sangat bermanfaat bagi kehidupan masa kini maupun yang akan datang. Diharapkan pembaca dapat memahami pesan didaktik yang terkandung dalam Serat Atmawiyata. Ajaran-ajaran yang terdapat dalam Serat Atmawiyata antara lain berupa nasihat agar orang tidak malas bekerja; membina keharmonisan antara anggota keluarga; orang tua harus menjadi contoh baik bagi anak; orang harus berbuat dan bersikap baik; membina cinta kasih dalam rumah tangga; dan menciptakan kepercayaan anak terhadap orang tua; serta harus mampu menyimpan rahasia keluarga.

1. Tidak Boleh Malas Bekerja

Dalam teks disebutkan bahwa orang tidak boleh malas bekerja. Seorang abdidalem harus mempunyai kesibukan dan rajin bekerja di sela-sela saat menghadap raja. Dengan bekeja akan mengurangi pikiran yang tidak-tidak dan memperbesar rasa prihatin. Orang yang hanya senang makan minum dan tidak suka bekerja keras sama saja dengan perbuatan binatang. Orang yang dihargai adalah orang yang suka berprihatin dan suka bekerja keras. Setiap pekerjaan dikerjakan dengan bersungguh-sungguh, rajin, tekun, penuh rasa tanggung jawab. Dalam pupuh I Dhandhanggula bait 7 disebutkan sebagai berikut.

I.7. Mangka saben antareng sumiwi/ dimen limut mring salwir panggagas/ kang tan daya puwarane/ mengeti welingipun/ ing awreda lewihing lewih/ cacadireng agesang/ rare ingkang lumuh/ (4a) mring saniskareng pakaryan/ karem bukti tan arsa mardaweng budi/ satu lan sato kewan//

Terjemahan:

I.7. Sebagai sambilan di antara waktu seba (menghadap) agar terhibur dari segala pikiran yang tidak ingat pesan orang tua lebih-lebih lagi bahwa seburuk-buruk orang hidup adalah anak yang enggan pada segala pekerjaan, suka makan, tak senang berolah pikiran. (Orang seperti itu) sama saja dengan binatang.

2. Harus Membina Keharmonisan Antaranggota Keluarga

Kerukunan dalam suatu rumah tangga merupakan faktor penting untuk menciptakan suasana tenang dan bahagia. Dalam rumah tangga yang rukun, anggota keluarga akan merasa bahagia dan kerasan tinggal di rumah. Keadaan itu dapat membuat anak-anak tumbuh dan berkembang dengan baik sesuai dengan tingkat perkembangan yang wajar. Oleh karena itu, diharapkan ayah dan ibu mampu menciptakan suasana harmonis dan rukun dalam rumah tangganya. Dalam Serat Atmawiyata disebutkan pada pupuh I Dhandhanggula bait 11 sebagai berikut.

I.11. Panglipure jalaran katarik/ sing gedhening sih katresnanira/ sumarma aran begja yen/ laki bisa arukun/ marang rabinira tanapi/ yayah kalawan rena/ maring para sunu/ sedulur wadon lan lanang/ samya asih sinihan saeka kapti/ sanadyan ana perang

Terjemahan :

I.11. Penghiburannya karena terikat oleh besarnya rasa cinta kasihnya. Oleh karena itu, sangat beruntunglah apabila suami dapat rukun dengan isterinya serta ayah dan ibu kepada anak-anaknya, saudara laki-laki kepada saudara perempuan semua saling mengasihi dan bersatu padu walaupun ada peperangan.

3. Orang Tua Harus Menjadi Contoh Baik Bagi Anak

Orang tua adalah pembimbing dan pengasuh dalam rumah tangga. Orang tua harus berusaha sebaik-baiknya untuk menjadi contoh dan panutan bagi anak-anaknya. Dengan sifat sabar, waspada, penuh pengertian, orang tua akan mampu memberikan suasana batin yang tenang kepada anak-anaknya. Kasih sayang dan perhatian yang diberikan kepada anak akan dapat menciptakan kondisi harmonis. Dengan demikian, anak pun akan peka terhadap curahan kasih sayang itu. Dalam Serat Atmawiyata dijelaskan pada pupuh II Maskumambang bait 34 dan 35 sebagai berikut.

II.34. Panindake kang sareh lawan nastiti/ dadiya tuladha/ mring batih myang para ahli/ bangkita masung pratandha//

II.35. Ing sihira supaya bisa males sih/ purihen angambah/ dalan kotamaning urip/ sirnakena medanira//

Terjemahan:

II.34. Bertindaknya dengan sabar dan hati-hati agar menjadi teladan bagi keluarga dan saudara. Pandai-pandailah memberikan tanda

II.35. akan kasihmu agar (mereka) dapat membalas kasih. Usahakan menjalani jalan keutamaan hidup, hilangkanlah kemarahannya

4. Orang Harus Berbuat dan Bersikap Baik

Dalam kehidupan sehari-hari orang harus selalu berbuat, berpikir, dan berkata-kata yang baik. Perbuatan baik itu tidak hanya dilakukan di hadapan orang banyak, namun juga ketika orang sedang sendiri di tempat sepi. Jika dalam keadaan sepi orang terbiasa berbuat kebaikan, sikap dan perbuatan baik itu akan selalu terbawa dalam pergaulan sehari-hari. Jangan sampai orang melakukan perbuatan buruk walaupun dalam keadaan sepi atau sendirian. Dalam Serat Atmawiyata dijelaskan pada pupuh II Maskumambang bait 43- 45 sebagai berikut.

II.43. Ing wasana saruning panganggep dadi/ sabab sirnanira/ marang ing pangrengkuh becik/ sanadyan remeh kang nalar//

II.44. Temah dadya jalaran pisahireki/ marma sira aywa/ ngemungaken aneng ngarsi/ nira wong akeh kewala//

II.45. Sanajana amung dhewe tanpa kanthi/ iku sayogyanya/ nandukna pangrengkuh becik/ ywa nganggo saru ing patrap//

Terjemahan :

II.43. Akhirnya rasa malu menjadi penyebab hilangnya sikap baik, walaupun remeh dalam pikiran

II.44. Akhirnya dapat menjadikan penyebab perpisahan. Oleh karena itu, engkau jangan hanya kalau di hadapan orang banyak.

II.45. Walaupun hanya sendiri tanpa teman, sebaiknya melakukan perbuatan yang baik, jangan melakukan perbuatan yang tercela.

Sikap baik yang dilakukan tidak hanya kepada orang lain, tetapi kepada anak, isteri, dan para pembantu harus berbuat dan bersikap baik pula. Sikap dan perbuatan baik kepada

orang-orang yang dekat merupakan hal utama yang harus dilakukan. Demikian pula jika orang-orang akan marah kepada anak atau isterinya, harus dilakukan dengan bijaksana, penuh pengertian, jangan asal memarahi. Untuk marah harus melihat situasi dan kondisi. Jika memarahi seseorang, usahakan tidak ada orang lain mengetahui. Dengan demikian, orang yang dimarahi tidak akan merasa malu sehingga tidak dendam kepada orang yang memarahinya. Dalam

Serat Atmawiyata dijelaskan dalam pupuh III Kinanthi bait 1-3 sebagai berikut.

III.1. (12) Pangrengkuh becik puniku/ nora ngemungaken maring/ awaking liyan sanadyan/ marang anak lawan rabi/ myang batur-batur ta iya/ nandukna pangrekuh becik//

III.2. Sarta yen sira ananduk/ aken srengen dipun bangkit/ anampik lawan miliha/ miwah kudu srana mawi/ tembung sareh manis lejar/ aja pisan-pisan kanthi//

III.3. Gora-godha tembung saru/ sarta kalamun sireki/ sung srengen mring para weka/ tanapi kang para batih/ ywa nganti katon ngakathah/ nanging prenahna kang sepi//

Terjemahan :

III.1. Sikap baik itu tidak hanya untuk orang lain namun juga untuk anak dan isteri serta para pembantu bersikaplah dengan baik.

III.2. Dan jika engkau akan marah usahakanlah untuk memilah-milah perkara serta harus dengan kata-kata dengan lemah lembut dan manis. Jangan sekali-kali (marah) dengan-III.3. banyak tingkah dan kata-kata yang memalukan. Jika engkau memarahi anak-anakmu

ataupun anggota keluarga yang lain, jangan sampai terlihat orang lain, tetapi lakukanlah di tempat yang sepi.

5. Cinta Kasih dalam Rumah Tangga

Untuk menciptakan suasana rumah tangga yang harmonis dan bahagia harus ada dasar cinta kasih antar anggota rumah tangga. Seorang suami harus mencintai isterinya dengan sungguh-sungguh dan sepenuh hati. Demikian pula isteri harus dapat mengimbangi cinta kasih suami dengan sungguh-sungguh dan penuh pengabdian. Jangan sampai ada salah satu yang berbuat pura-pura atau berbohong kepada lainnya. Jangan saling menyalahkan, saling mengancam, dan saling membohongi. Dalam Serat Atmawiyata disebutkan pada pupuh III Kinanthi bait 15 dan 16 sebagai berikut.

III.15. Mungguh awit saka iku/ iya wong salaki rabi/ dipadha animbangana/ temen tumemen tresna sih/ ing salah siji ywa pisan/ karya pratingkah sengadi//

III.16. (14) Rewa-rewa lengut nepsu/ lawan aja pisan sami/ ancam-ingancam panyipta/ sanadyana namung dadi/ guguyon miwah sembranan/ lan aja sira ngrasani//

Terjemahan :

III.15. Oleh karena itu, orang yang bersuami isteri berbuatlah saling memberi menerima mengasihi dengan sungguh-sungguh, jangan sekali-kali salah satu berbuat kebohongan.

III.16. suka berlagak dan marah-marah. Juga jangan sekali-kali berfikiran saling mengancam, walaupun hanya untuk bergurau atau bercanda. Juga jangan engkau membicarakan/menggunjing.

6. Menciptakan Kepercayaan Anak Kepada Orang Tua

Orang tua yang baik harus mampu menciptakan kepercayaan anak kepada orang tuanya. Anak harus dididik dan dibimbing agar selalu jujur dalam segala hal, serta bekerja dengan tekun dan penuh tanggung jawab. Anak dilatih untuk selalu menyampaikan apa saja yang menjadi kemauannya dengan cara yang positif dan sportif. Anak dilatih dan dibiasakan agar

selalu berpikir logis dan penuh tanggung jawab. Dengan cara demikian, anak akan selalu berpikir positif dan berkeinginan logis, tidak muluk-muluk dan tidak bertindak semaunya sendiri. Anak dilatih agar mengutarakan maksudnya dengan jujur dan terus terang. Dalam

Serat Atnawiyata disebutkan dalam pupuh III Kinanthi bait 19 dan 20 sebagai berikut.

III.19. Dene mungguh para sunu/ padha purihen ywa kongsi/ sirna piyandele marang/ ing yayah kalawan bibi/ gulangen waleh utawa/ pasaja mubarang karti//

III.20. Miwah (14a) kekarepipun/ lawan pratingkah salwiring/ ingkang bakal tinindakan/ kabeh amantahna sami/ sedya kaletheking rarywa/ sarta dipun dugi-dugi//

Terjemahan :

III.19. Adapun bagi anak-anak, usahakan jangan sampai hilang kepercayaannya kepada ayah dan ibu. Ajarilah agar selalu jujur atau berterus terang dalam segala hal.

III.20. Serta keinginannya dan segala perbuatan yang akan dilakukan hendaknya dikatakan terus-terang segala kehendak anak disertai dengan pertimbangan.

7. Harus Mampu Menyimpan Rahasia Keluarga

Suami isteri harus dapat menyimpan rahasia keluarganya. Dalam suatu rumah tangga tentu ada hal-hal yang dirahasiakan dan tidak boleh diketahui oleh orang lain. Oleh karena itu, suami atau isteri harus pandai menyimpan rahasia tersebut. Jika rahasia rumah tangga sudah diketahui oleh orang lain ibarat rumah tangganya sudah dikuasai orang lain. Dapat saja orang itu menyebarluaskan rahasia tersebut kepada orang lain hingga akhirnya seluruh masyarakat mengetahui keburukan atau rahasia keluarga. Dengan demikian, orang harus pandai-pandai menyimpan rahasia keluarga. Apalagi jika ada orang yang suka berbuat jahil, suka menjelek-jelekkan dan menjatuhkan nama baik satu keluarga. Dalam Serat Atmawiyata disebutkan pada pupuh IV Asmaradana bait 1 sebagai berikut.

IV.1. Wadimu sajroning panti/ aywa kongsi kawanguran/ iya mring janma liyane/ lamun kongsiya kawiyak/ marang ing janma liyan/ prasasat jroning wismamu/ winengku dening wong liya//

Terjemahan :

IV.1. Rahasiamu dalam rumah tangga jangan sampai diketahui oleh orang lain. Jika sampai rahasia keluarga ketahuan orang lain, ibarat rumah tanggamu dikuasai oleh orang lain.

Uraian di atas menunjukkan bahwa dalam Serat Atmawiyata terdapat ajaran-ajaran yang sangat bermanfaat bagi pembinaan sikap dan mental keluarga terutama orang tua kepada anak-anaknya majikan kepada pembantunya. Ajaran-ajaran tersebut perlu disebarluaskan kepada keluarga-keluarga dalam masyarakat.

IV. RELEVANSI ISI SERAT ATMAWIYATA PADA MASA SEKARANG

Berdasarkan uraian pada bab tiga, dapat diketahui apa saja unsur-unsur atau nilai-nilai ajaran yang masih dapat diterapkan untuk kehidupan masa sekarang. Pada umumnya naskah-naskah lama berisi ajaran-ajaran atau pesan-pesan moral dan didaktik yang sangat berguna bagi masyarakat. Dalam pembangunan fisik Indonesia perlu dibarengi dengan pembangunan dan pembinaan mental manusianya. Pembangunan mental dapat diusahakan dengan berbagai cara, misalnya melalui ajaran agama maupun etika, moral, dan sebagainya.

Serat Atmawiyata sebagai salah satu karya lama mengungkapkan banyak permasalahan yang aktual dan sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian dari Serat Atmawiyata itu dapat diangkat pesan-pesan moral dan didaktis yang akan sangat membantu

pengembangan dan pembinaan mental anggota keluarga, terutama seorang ayah dan ibu rumah tangga, serta generasi muda yang akan meneruskan tampuk kepemimpinan bangsa Indonesia. Dalam bagian ini akan dibahas aspek-aspek moral dan didaktik dalam Serat Atmawiyata dengan relevansinya dalam kehidupan sehari-hari.