• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA TEORETIS, DAN KONSEP

2.3 Kerangka Teoretis

2.4.5 Kajian Budaya (Cultural Studies)

2.4.5 Kajian Budaya (Cultural Studies)

Kajian Budaya (Cultural Studies) merupakan suatu studi budaya interdisipliner yang dipopulerkan oleh Stuart Hall (1932 – 2014) melalui Pusat

Studi Kebudayaan Kontemporer Birmingham (Birmingham Centre for Contemporary Cultural Studies) di Inggris mulai tahun 1964. Menurut Edgar dan Sedgwick (2005: 29 , 68 , 251), Cultural Studies pada hakikatnya adalah kelanjutan dari Teori Kritis Mazhab Frankfurt, yang mengnyinergikan ilmu sosiologi, sastra dan sejarah untuk menelusuri keterkaitan antara kekuasaan (power) dan kepentingan (importance) dalam suatu media maupun produk kebudayaan modern (popular culture) lainnya. Maka dari itu, fokus kajian dari studi yang dimaksud adalah pada fenomena-fenomena sosial (realitas) seperti ideologi, kelas sosial, suku, ras, gender dan lain-lain.

Sebagai kajian kritis, lingkup pembahasan Kajian Budaya (Cultural Studies) sangat berbeda jika dibandingkan dengan kajian budaya konvensional.

Adapun Cultural Studies cenderung mengkaji tentang realitas budaya populer (yang bersifat kolektif dan multikultural) dan permainan bahasa (language games), sedangkan kajian budaya konvensional hanya berfokus pada penelusuran terhadap unsur-unsur tradisi suatu etnis (adat istiadat). Lebih lanjut mengenai hal tersebut dijelaskan Gramsci (dalam Surbakti 2008: 44), antara lain sebagai berikut:

“…Memahami budaya dalam kajian budaya berhubungan dengan apa yang disebut dengan budaya populer (budaya pop) yang membedakannya dengan kajian tentang budaya dan peradaban (study of culture and civilization). Budaya populer, menurut Gramsci (Sardar dan van Loon, 2001: 49), adalah salah satu situs kunci tempat terjadinya perjuangan bagi hegemoni dan dalam arena kebudayaan tersebut, isu-isu kepemimpinan moral dan intelektual dipecahkan” (Surbakti, 2008: 44).

Menurut Sardar dan van Loon (2001: 3 , 36), Kajian Budaya berpusat pada realitas budaya masyarakat modern, bukan terhadap masyarakat itu sendiri.

Oleh sebab itu, ia cenderung melakukan pengamatan sekaligus evaluasi terhadap perilaku sosial dan politik di tempat berlangsungnya suatu kebudayaan. Sebagai hasilnya, ilmu tersebut akan memahami dan mengubah struktur dominasi tertentu melalui gerakan-gerakan emansipatoris dan wacana pencerahan.

Dalam realisasinya, Kajian Budaya (Cultural Studies) mengkaji tentang ideologi budaya, hegemoni kebudayaan, struktur kekuasaan dan pembacaan sandi (decoding) informasi (Morisson, 1995: 438 – 440). Dengan demikian, ia berkaitan langsung dengan usaha kritik terhadap wacana-wacana ideologi dan politik. Lebih lanjut mengenai hal tersebut, dijelaskan Agger (2004: 263) sebagai berikut:

“…Even R Johnson (1986–1987) dalam bukunya What is Cultural Studies Anyway, dan buku Hall (1980b), Cultural Studies: Two Paradigms meletakkan Cultural Studies secara langsung dalam konteks politik… Cultural Studies sebagai satu intervensi politik secara langsung, dan bukan hanya sebagai satu aktivitas akademik yang didesain untuk membangun curriculum vitae dan karir. Mazhab Birmingham menolak gaya resmi Mazhab Frankfurt maupun ekonomisme Marxisme Ortodoks karena tidak satupun dari keduanya yang memikirkan secara serius isu hegemoni budaya dan kontra-hegemoni”.

Penggunaan konsep Kajian Budaya (Cultural Studies) dalam penelitian ini tak lain bertujuan untuk menjelaskan fungsi dari Puisi-Puisi Liris karya Tengku Amir Hamzah. Untuk itu, peneliti akan melaksanakan analisis sesuai prinsip Morisson (1995), yakni dengan terlebih dulu mengamati unsur-unsur

ideologi budaya, hegemoni kebudayaan, struktur kekuasaan dan informasi yang terkandung di dalam karya.

3.1 Pengantar

Pada Bab III akan dijelaskan tentang metodologi penelitian yang meliputi 6 (enam) tahap, antara lain: (1) pendekatan, rancangan dan kerangka model penelitian, (2) lokasi penelitian, (3) sumber data, (4) teknik pengumpulan data, (5) teknik analisis data dan (6) model penelitian. Sebagai dasar pijakan, metodologi akan dilengkapi dengan dalil-dalil representatif.

Bagian pendekatan, rancangan dan kerangka model penelitian berisi tentang penjelasan format dan skema penelitian kualitatif. Adapun penelitian yang dimaksud menggunakan format Analisis Konten (Content Analysis) guna menyingkap fenomena-fenomena sosial yang terkandung dalam Puisi-Puisi Liris karya Tengku Amir Hamzah. Maka dari itu, penelitian akan dilaksanakan secara rigoris serta memposisikan peneliti sebagai instrumen kunci yang menilai data empiris berdasarkan pandangan emik.

Pada bagian lokasi penelitian, akan diterangkan mengenai tempat dilaksanakannya penelitian. Adapun penelitian tersebut berlangsung pada 2 (dua) lokasi, yakni: di (1) Kota Medan, Provinsi Sumatra Utara dan di (2) Pekan Tanjung Pura, Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatra Utara. Pada tahap selanjutnya, peneliti akan melaksanakan studi pustaka di Kota Medan dan studi lapangan di Pekan Tanjung Pura.

data primer dan (2) sumber data sekunder. Sumber data primer terdiri atas data deskriptif, yaitu berupa teks asli objek penelitian (15 Puisi Liris karya Tengku Amir Hamzah). Di sisi lain, sumber data sekunder terdiri atas fakta-fakta ilmiah yang terkandung dalam esai, jurnal, buku dan internet.

Teknik pengumpulan data akan dilaksanakan dalam 4 (empat) tahap yakni: (1) membaca 15 Puisi Liris karya Tengku Amir Hamzah dengan seksama, (2) melakukan studi pustaka terhadap sumber data sekunder, (3) melaksanakan Diskusi Kelompok Terarah (FGD) bersama 8 orang informan dan (4) melaksanakan kegiatan studi dokumen.

Teknik analisis data akan dilaksanakan dalam 4 (empat) tahap, yakni: (a) mengkategorisasikan data secara sistematis, (b) mengklasifikasi unsur data, (c) mengorganisasikan hasil klasifikasi data dan (d) membuat kerangka sistem data.

Lebih lanjut, data akan dimaknai secara interpretatif, komprehensif dan integratif sesuai teori dan konsep yang digunakan.

Pada bagian model penelitian, peneliti akan menerangkan tentang bagan yang mengacu pada landasan ontologi, epistemologi dan aksiologi. Adapun landasan ontologi mencakup tentang keterkaitan unsur untrinsik dan ekstrinsik karya terhadap pembaca. Pada bagian epistemologi, dibahas mengenai pembongkaran makna (dekonstruksi) terhadap Puisi-Puisi Liris karya Tengku Amir Hamzah. Di sisi lain, bagian aksiologi akan menjelaskan tentang fungsi dari Puisi-Puisi Liris karya Tengku Amir Hamzah dan peran penting sastrawan yang menciptakannya.

Penelitian ini menggunakan format Analisis Konten (Content Analysis), yakni metode kualitatif yang bertitik berat pada permukaan data dibandingkan kedalaman data. Adapun metode tersebut dikategorikan sebagai salah satu jenis penelitian sosial yang cenderung mengamati tentang kehadiran fakta-fakta fenomenologis dalam suatu objek pembahasan. Oleh karena itu, penelitian terhadap objek yang dimaksud kerap dilakukan secara intuitif, dialektis (saling berkaitan), serta bermanifestasi pada hakikat pengalaman sadar langsung penelitinya (Bungin, 2007a: 68).

Menurut Hutomo (dalam Bungin, 2007b: 90), penelitian kualitatif memiliki ciri-ciri, antara lain: (1) sumber data bersifat ilmiah: peneliti memahami fenomena sosial yang terjadi dalam kehidupan masyarakat, (2) peneliti sendiri merupakan instrumen penelitian dalam pengumpulan dan pengintepretasian data, (3) penelitian kualitatif bersifat deskriptif: artinya mencatat secara teliti segala gejala dengan membandingkan, mengombinasikan, mengabstraksikan, dan menarik kesimpulan, (4) analisis bersifat induktif, (5) kebenaran data harus diperiksa dengan data lain, (6) penelitian difokuskan pada pandangan emik:

peneliti menekankan perhatian pada masalah serta objek yang penting untuk diteliti. Maka dari itu, ia seyogianya berangkat dari penelusuran data empiris.

Terkait penelitian sastra, analisis konten cenderung berfungsi untuk menelusuri makna dari sebuah karya. Adapun makna-makna yang dimaksud sering kali terletak pada unsur ekstrinsik karya sastra, terutama amanat pengarang

Endraswara (2008: 160) sebagai berikut:

“Pada dasarnya, analisis konten dalam bidang sastra tergolong upaya pemahaman karya dari aspek ekstrinsik. Aspek-aspek yang melingkupi di luar estetika struktur sastra tersebut, dibedah, dihayati, dan dibahas mendalam. Unsur ekstrinsik sastra yang menarik perhatian analisis konten cukup banyak, antara lain meliputi: (a) pesan moral/etika, (b) nilai pendidikan (didaktis), (c) nilai filosofis, (d) nilai religius, (e) nilai kesejarahan, dan sebagainya. Dengan kata lain, peneliti baru memanfaatkan analisis konten apabila hendak mengungkap kandungan nilai tertentu dalam karya sastra”.

Sesuai keterangan tersebut, analisis konten secara praktis akan bertindak sebagai sarana penafsiran. Maka dari itu, peneliti karya sastra dituntut untuk lebih memusatkan perhatiannya pada unsur-unsur yang berada di luar teks (ekstrinsik).

Sebagai sarana penafsiran, analisis konten wajib mengkaji keajekan komunikasi dalam teks sastra secara kualitatif, yakni berpusat pada kecermatan penelitinya. Lebih lanjut, Bungin (2007a: 158) berpendapat bahwa peneliti wajib untuk dapat memperhatikan kultur di mana komunikasi itu terjadi. Dengan demikian, akan diperoleh pemahaman menyeluruh tentang bentuk-bentuk komunikasi yang disuarakan oleh masyarakat dalam karya.

Menurut Endraswara (2008: 5), pelaksanaan analisis konten karya sastra sebaiknya didasari oleh lima prinsip penting, yakni sebagai berikut:

“(1) peneliti merupakan instrumen kunci yang akan membaca secara cermat sebuah karya sastra, (2) penelitian dilakukan secara deskriptif, artinya terurai dalam bentuk kata-kata atau gambar jika diperlukan, bukan berbentuk angka, (3) lebih mengutamakan proses dibandingkan hasil, karena karya sastra merupakan fenomena yang banyak

Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat dipahami bahwa karya sastra sejatinya berkaitan erat dengan kegiatan interpretasi. Dengan demikian, maka tafsir terhadap karya itu sejatinya dibangun dari kemampuan peneliti untuk memaknai hubungan objek (karya sastra) dan subjek penelitian (pengarang) sesuai dengan teori dan konsep yang digunakannya.

Dokumen terkait