• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KONSEP, KERANGKA TEORI DAN

2.3 Kajian Pustaka

Beberapa penelitian terdahulu yang memberi kontribusi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

Tesis Evizariza (2002) yang berjudul “Tindak Tutur Permintaan dalam Bahasa Indonesia Studi Kasus Penutur Bahasa Melayu Riau pada Ranah Keluarga di Pekan Baru” mengkaji tentang tindak tutur permintaan, cara mengungkapkan tindak tutur serta kesopanan yang direfleksikan dalam tindak tutur permintaan dalam bahasa Indonesia oleh penutur bahasa Melayu Riau pada ranah keluarga di Pekan Baru. Temuan dalan penelitian ini adalah bahwa bentuk tindak tutur permintaan dalam

Kesantunan Berbahasa

Teori Wajah (Face)

Brown & Levinson (1987) Teori Tindak Tutur Searle (1969)

Strategi Kesantunan Berbahasa Masyarakat Pasisi Barus

Pola Kesantunan Berbahasa Masyarakat Pasisi Barus Kearifan Lokal Kesantunan Berbahasa Masyarakat Pasisi Barus

interaksi antara penutur dengan mitra tutur pada ranah keluarga di Pekan baru didapat sebelas pola tutur sebagai kinerja verbalnya. Beliau menyimpulkan bahwa interaksi kinerja verbal tindak tutur permintaan dalam ranah keluarga ini mempertimbangkan aspek kesopanan, Kesopanan direfleksikan dalam tuturan yang mengakibatkan orang lain melakukan sesuatu yang dimaksudkan penutur. Kontribusi penelitian beliau terhadap penelitian yang telah dilakukan ini adalah pemilihan ranah keluarga sebagai ruang lingkup penelitian sebab ranah keluarga merupakan ranah awal sebagai tempat pengajaran kesantunan dalam berbahasa.

Dalam jurnal LOGAT volume 1 di halaman 87-95 yang berjudul “Perangkat Tindak Tutur dan Siasat Kesantunan Berbahasa (Data Bahasa Mandailing)” Namsyah Hot Hasibuan (2005) mengklasifikasikan tindak tutur data bahasa Mandailing berdasarkan sistematisasi Searle yang mengelompokkannya ke dalam lima jenis tindak tutur utama, yakni tindak tutur representatif, direktif, komisif, ekspresif dan deklaratif. Penelitian beliau memberi kontribusi terhadap penelitian yang telah dilakukan ini karena dalam penelitian mengenai kesantunan dan tindak tutur ini, beliau juga menggunakan teori kesantunan Brown dan Levinson. Dalam simpulan penelitian ini dinyatakan bahwa dalam masyarakat Mandailing, prinsip kesantunan diperoleh melalui pembelajaran agama dan norma adat setempat, baik formal maupun informal.

Dalam jurnal PELLBA 18 yang berjudul “Implikatur dan Kesantunan Berbahasa: Beberapa Tilikan dari Sandiwara Ludruk”, Asim Gunarwan (2007) mencoba menunjukkan bahwa teori pragmatik, tepatnya teori kesantunan, dapat dipakai untuk menganalisis bahasa di dalam praktik penggunaannya. Bahasan beliau

dalam tulisan tersebut didasarkan pada teori Brown dan Levinson. Beliau menganalisis ujaran-ujaran dalam lakon ludruk Jawa dengan memilih dialog-dialog yang potensial mengandung kesantunan, baik yang positif maupun yang negatif, atau ketiadaan kesantunan. Penelitian beliau memberikan kontribusi terhadap penelitian yang telah dilakukan ini dalam hal pemilihan tuturan yang mengandung kesantunan pada data-data bahasa yang didapat.

Disertasi Sri Minda Murni (2009) yang berjudul “Kesantunan Linguistik dalam Ranah Sidang Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara” berkenaan dengan kajian realisasi kesantunan linguistik dalam ranah sidang Dewan Perwakilan Rakyat daerah Provinsi Sumatera Utara. Penelitian beliau memberikan kontribusi terhadap penelitian ini dalam hal penggunaan teknik observasi partisipatoris yang bersifat pasif, teknik rekam dan teknik dokumentasi. Penelitian ini juga memberikan kontribusi dalam hal mengenai strategi kesantunan positif dan negatif yang didasarkan pada teori Brown dan Levinson. Hasil penelitian beliau menunjukkan bahwa dua tindak tutur yakni tindak tutur meminta penjelasan dan memberikan pendapat direalisasi melalui modus, pronomina, pemarkah kesantunan, kata berpagar (hedges), perujuk diri (committers), dan penurun (downtoner). Beliau juga menemukan bahwa kesantunan linguistik di dalam rapat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara ditandai dengan sifat ketidaklangsungan ujaran yang ditunjukkan melalui modus.

Pada jurnal Bahasa dan Seni Tahun 40 Nomor 1, Syarifuddin Achmad (2012) dalam jurnalnya yang berjudul “Strategi Kesopanan Berbahasa Masyarakat Bugis

Pinrang Provinsi Sulawesi Selatan” mengkaji tentang (1) bentuk dan ciri-ciri linguistik kesopanan berbahasa; (2) wujud strategi kesopanan berbahasa; (3) implikasi realisasi nilai makna budaya siri’ dalam masyarakat Bugis Pinrang. Penelitian ini menggunakan metode etnometodologi, dengan teknik analisis discourse analysis ditinjau dari pragmatik, semiotik dan konsep face want dari Brown dan Levinson (1987). Hasil penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) ciri dan bentuk linguistik kesopanan penggunaan afiksasi pemarkah kesopanan yaitu morfem proklitika t dan ta, enklitika pronomina ta, ki’, ni’ kosakata honorifik dan sebutan, leksikal iye, tabe, taddampenga, (2) ditemukan ragam pragmatik kesopanan bahasa dalam beberapa maksim yaitu maksim kebijakan, kemurahan, penerimaan, kerendahan hati/simpati, (3) ragam strategi perwujudan kesopanan dalam bald on record, kesopanan positif, kesopanan negatif, kesopanan off record, (4) realisasi dan implikasi budaya siri’ yang terwujud dalam konsepsi nilai dasaretika dan kesopanan berbahasa, aktualisasi diri, citra diri, keberanian, solidaritas, dan kerjasama.

Nazaya Zulaikha (2013) dalam tesisnya yang berjudul “Analisis Partikel Pemarkah Emotif Bahasa Jepang: Satu Kajian Pragmatik” membahas partikel/joshi

bahasa Jepang sebagai pemarkah makna emotif , makna emotif yang dibawa oleh partikel, dan hubungan makna emotif dengan konteks situasi percakapan. Penelitian ini menggunakan sumber data berupa komik “Gals!” karya Mihona Fujii jilid 1, 2, dan 3 dengan memberi penekanan analisis pada konteks situasi percakapannya. Landasan teori yang digunakan adalah studi pragmatik berdasarkan teori Leech, yakni studi yang mengkaji makna dengan mempertimbangkan konteks situasi percakapan, dan konteks situasi berdasarkan teori Sinar. Dengan demikian, makna emotif dapat diketahui. Dalam menganalisis data, dipertimbangkan

leksikal yang merujuk pada makna emotif tertentu dan bagian-bagian dalam konteks situasi, yakni medan wacana, pelibat wacana, dan sarana wacana. Teknik analisis substitusi dan teknik delesi digunakan sebagai instrumen pembuktian keabsahan makna emotif yang dikaji. Hasil temuan menunjukkan, terdapat 17 partikel yang menunjukkan makna emotif yang kesemuanya berperan sebagai partikel akhir kalimat, 3 buah diantaranya memiliki makna emotif yang lebih dari satu. Selain itu, ditemukan bahwa medan wacana memiliki peran yang amat penting dalam menentukan makna emotif suatu partikel dan semua partikel tidak dapat disubstitusi maupun dilesapkan karena menyebabkan terjadi perubahan makna emotif dan kerancuan dalam penerjemahan. Kontribusi penelitian tersebut pada penelitian ini adalah mengenai teori yang menjelaskan kesantunan dengan partikel.

Dokumen terkait