• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pola Kesantunan Berbahasa Masyarakat

BAB V PAPARAN DATA DAN PEMBAHASAN

5.3 Pembahasan

5.3.2 Pola Kesantunan Berbahasa Masyarakat

Dari strategi-strategi kesantunan berbahasa yang digunakan oleh masyarakat

Pasisi Barus, didapat 10 pola kesantunan yang dijelaskan sebagai berikut.

Tindak tutur menolak yang menunjukkan kesantunan berbahasa masyarakat

Pasisi Barus dapat dilihat sebagai berikut: (1) Nandak pai pulo ambo bekko.

Hendak pergi pula saya nanti

(2) Indak bakareta pulo ambo, Ti.

Tidak (membawa sepeda motor) pula saya, Ti. (3) Nandak pai ambo, Ning.

Hendak pergi saya, Ning. (4) Manunggu Kuti ambo.

Menunggu Kuti saya.

Dari data-data di atas maka didapat pola kesantunan berbahasa pada tindak tutur menolak dengan strategi memberi alasan sebagai berikut:

Seperti halnya pola bahasa tutur masyarakat Pasisi Barus pada umumnya, pola kesantunan dengan menggunakan strategi memberi alasan juga diawali dengan verba yang diikuti dengan subjek pronomina orang pertama ambo (saya). Pada data tuturan di atas kata pai (pergi), bakareta (membawa kereta) dan manunggu

(menunggu) berfungsi sebagai verba. Sementara kata nandak (hendak), indak (tidak) dan kata sapaan merupakan opsional atau boleh ada dan boleh tidak ada.

Pada data berikut ditemukan letak subjek yang berbeda dari pola yang ditunjukkan di atas.

(5) Dak ambo makkan sipuluk.

Tidak saya makan (penganan berbahan) beras pulut. Pola kalimat di atas adalah sebagai berikut:

Tindak tutur menolak dengan strategi meminta maaf ditunjukkan pada data berikut:

(1) Maap, Oncu. Maaf, Oncu.

(2) Ya maap bana, Mak. Aduh maaf sekali, Mak.

Dari data-data di atas maka didapat pola sebagai berikut:

Kata maap sebagai pemarkah kesantunan dapat diikuti oleh kata ya dan bana, keduanya opsional yang berarti dapat disertakan ataupun tidak disertakan mengikuti kata maap. Pada contoh data di atas, kata sapaan berada di akhir tuturan. Pada tuturan pertama terdapat kata sapaan Oncu yang berarti sapaan untuk adik perempuan dari ayah penutur dan pada tuturan kedua terdapat kata sapaan Mak yang ditujukan ibu si penutur yang menjadi mitra tutur pada pertutura tersebut.

(Dak) + Subjek + Verba

Data-data berikut merupakan tuturan menolak dengan strategi berterima kasih.

(1) Mo kasi, Mami.

Terima kasih, Mami

(2) Mo kasi, Ning.

Terima kasih, Ning.

Dari data-data tersebut didapatkan pola kesantunan berbahasa pada tindak tutur menolak dengan strategi berterima kasih sebagai berikut:

Frase Mo kasi yang merupakan bentuk singkat dari kata tarimo (terima) lebih lazim digunakan dalam bahasa tutur masyarakat Pasisi Barus daripada bentuk lengkapnya tarimo kasi. Pada tindak tutur menolak dengan strategi berterima kasih, frase mo kasi biasanya diikuti oleh kata sapaan. Pada contoh tuturan pertama terdapat kata sapaan mami yang berarti tuturan sapa untuk adik perempuan dari ibu dan pada tuturan kedua terdapat kata sapaan Ning (Uning) yang merupakan bentuk sapaan untuk kakak perempuan.

Data tuturan kesantunan dengan strategi menunda ditunjukkan sebagai berikut:

(1) Sabanta, Mak.

Sebentar, mak.

(2) Tunggu sabanta lai, Mak.

Tunggu sebentar, Mak (3) Sabanta.

Sebentar.

(4) Sabanta lai la.

Sebentar lagilah.

(5) Bekko la.

Nantilah.

(6) Bekko ambo japuk. Nanti saya jemput.

Data-data tersebut menunjukkan bahwa kata yang menjadi pemarkah kesantunan dalam tuturan menolak dengan strategi menunda adalah kata sabanta

(sebentar) dan bekko (nanti). Sehingga dapat disimpulkan pola kesantunan pada tuturan menolak dengan strategi menunda sebagai berikut:

1)

2)

Pola kesantunan pada tindak tutur menolak dengan strategi menunda pada pola pertama menggunakan kata sabanta (sebentar) sebagai pemarkah yang dapat didahului kata tunggu (tunggu) dan diikuti partikel lai (lagi) dan la (lah). Sementara pemarkah kesantunan pada pola kedua adalah kata bekko (nanti) yang dapat diikuti partikel la (lah), subjek dan verba.

Pola kesantunan pada strategi kesantunan dengan menggunakan kalimat berpagar pada tindak tutur menolak, meminta dan memerintah dapat disimpulkan dari data-data berikut:

(1) Kok bisa jangan lai ambo, Oncu.

Kalau bisa jangan lagi saya, Oncu.

(2) Kok jadi munak pai, Ri, lalukan ikko ka si emi yo,

Kalau jadi kalian pergi, Ri, singgahkan ini kepada Emi ya.

(3) Kok bisa japukkan sajo sakajak ka ruma.

Kalau bisa jemput saja sebentar ke rumah.

(4) Kok ado anyo agi sajola

Kalau memang ada berikan saja..

(5) Kok sampat mamak, parancak ikko da.

Kalau Mamak sempat, perbaiki ini ya.

(Tunggu) + Sabanta + (lai) + (la) + Kata Sapaan

Maka pola kesantunan pada strategi kalimat berpagar yang terdapat pada tindak tutur menolak, meminta dan memerintah adalah:

Kata kok (kalau/seandainya) yang merupakan pemarkah kesantunan dengan strategi kalimat berpagar biasanya disandingkan dengan kata bisa atau jadi atau

sampat (sempat) atau ado (ada) merupakan konjungsi koordinatif dan dapat diikuti kata anyo, kemudian verba dan subjek. Subjek yang digunakan biasanya berbentuk sapaan untuk orang kedua.

Strategi kesantunan dengan menunjukkan kesangsian atau bersikap pesimis dapat dilihat pada contoh tuturan berikut:

(1) Talok sorang ang mambaoknyokko, Mam?

Apakah kamu mampu membawa ini sendirian, Mam?

(2) Talok ang anyo mampature lampu ko, Pan?

Apakah kamu mampu memperbaiki lampu ini, Pan?

(3) Talok umak anyo manjago urang ko?

Apakah Umak mampu manjaga anak-anak ini?

(4) Bisa agaknyo ambo pakke sabanta kareta munak tu, Er?

Mungkinkah saya bisa memakai sepeda motormu itu, Er.

Pola kesantunan yang dapat disimpulkan dari contoh tuturan di atas adalah: 1)

atau 2)

3)

Konjungsi Koordinatif + (anyo) + V + S

Talok + S + (anyo) + V

Talok + (anyo) + S + V

Kata anyo dapat disandingkan langsung setelah kata talok yang merupakan pemarkah kesantunan pada strategi kesantunan bersikap pesimis dan dapat pula digunakan setelah subjek. Sementara strategi kesantunan dengan pemarkah kata bisa

sering kali disandingkan dengan kata agaknyo. Tetapi kata agaknyo bersifat opsional yang berarti dapat digunakan dan dapat pula tidak disertakan.

Strategi kesantunan dengan menggunakan ujaran tidak langsung dikenali dengan melihat modus yang digunakan penutur dalam tuturannya. Misalnya, ketika penutur menggunakan modus interogatif untuk memerintah seseorang melakukan sesuatu, berarti tuturan tersebut merupakan tidak langsung. Begitu juga jika seseorang menggunakan modus deklaratif untuk meminta atau memerintahkan sesuatu maka tuturan tersebut juga tuturan tidak langsung. Dengan kata lain, jika kalimat yang digunakan dalam tuturan tidak sesuai dengan fungsinya secara konvensional (kalimat deklaratif untuk memberi informasi, kalimat interogatif untuk bertanya dan kalimat imperatif untuk meminta atau memberi perintah), tuturan tersebut dikatakan tuturan tidak langsung. Berarti pola kesantunan pada strategi ujaran atau tuturan tidak langsung memiliki banyak variasi sesuai dengan bentuk kalimat yang digunakan untuk menyampaikan maksud penutur.

Dokumen terkait