• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN PENGAJUAN HIPOTESIS

1. Kajian Teoritis Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi

Menurut Gilmer dalam Kuswana, berpikir merupakan suatu pemecahan masalah dan proses penggunaan gagasan atau simbol-simbol pengganti suatu aktivitas yang tampak secara fisik. Berpikir juga sebuah proses dari penyajian suatu peristiwa internal dan eksternal, kepemilikan masa lalu, masa sekarang, dan masa depan yang satu sama lain saling berinteraksi.1

Berpikir dianggap sebagai sebuah tindakan dan kegiatan. Berpikir adalah tindakan yang melebihi informasi yang diberikan dan kegiatan untuk menemukan pengetahuan yang benar.2

Berpikir terkenal sulit untuk didefinisikan, tetapi jika kita ingin mendefinisikannya, berpikir adalah proses psikologi abstrak yang memanipulasi pengetahuan. Proses-proses yang abstrak tidak dapat dibatasi oleh keterangan-keterangan dari pengalaman sebelumnya dan berpikir abstrak merupakan dasar dari klaim rasionalitas manusia. Tidak seperti mengingat sebagai proses berpikir abstrak yang dibatasi oleh peristiwa sebelumnya, meskipun pengetahuan atau isi pikiran itu sendiri mungkin menjadi pengalaman sebelumnya.3

“Costa menyatakan bahwa berpikir terdiri atas kegiatan atau proses berupamenemukan hukum sebab akibat, pemberian makna terhadap sesuatu

1

Wowo Sunaryo Kuswana, Taksonomi Berpikir, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011), Cet. 1, h. 2

2

Maya Kusumaningrum dan Abdul Aziz Saefudin, “Mengoptimalkan Kemampuan Berpikir Matematika Melalui Pemecahan Masalah Matematika”, Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika FMIPA UNY, 10 November 2012, ISBN : 978-979-16353-8-7, h. 573

3

R. Read Hunt dan Henry C. Ellis, Fundamentals of Cognitive Psychology, (New York: McGraw-Hill Higher Education, 2004), p. 347

yang baru; , mendeteksi keteraturan di antara fenomena, penentuan kualitas bersama (klasifikasi); dan menemukan ciri khas suatu fenomena”4

Berpikir terkait dengan fungsi otak bagian tertentu sehingga perlu diasah supaya terbentuk pola pemikiran yang baik dengan terbiasa berpikir secara logis, kompleks, realitis, dan sistematis. Oleh karena itu, diperlukan strategi berpikir untuk mengembangkannya. Strategi berpikir atau taktik berpikir adalah sekumpulan keterampilan berpikir yang digunakan secara bersama-sama.5

Keterampilan adalah aksi kompleks yang membutuhkan pengetahuan, melibatkan perbuatan, dan mudah dipelajari dalam waktu yang singkat.6Sehingga dapat dikatakan keterampilan tidak hanya melibatkan fungsi kognitif (pengetahuan) tetapi juga gerakan (motorik).

Keterampilan berpikir dibagi menjadi berpikir dasar dan berpikir kompleks. Proses berpikir dasar adalah menemukan hubungan, menghubungkan sebab akibat, mentransformasikan, mengklasifikasi, dan memberi kualifikasi. Sedangkan proses berpikir kompleks yang dikenal sebagai proses berpikir tingkat tinggi dikategorikan dalam 4 kelompok yaitu pemecahan masalah, pembuatan keputusan, berpikir kritis, dan berpikir kreatif.7

Keterampilan berpikir sejalan dengan wacana meningkatkan mutu pendidikan melalui proses pembelajaran yang sesuai dengan tuntutan hasil belajar. Hasil belajar yang diharapkan adalah hasil belajar yang sampai pada tahapan berpikir tingkat tinggi. Menurut Gagne, hasil belajar yang paling tinggi adalah kemampuan menyelesaikan masalah karena ketika seseorang berhasil menyelesaikan masalah maka seseorang telah mencapai dua hal

4

Kowiyah, “Kemampuan Berpikir Kritis”, Jurnal Pendidikan Dasar, Vol. 3, No. 5, Desember 2012, h. 175

5

Dian Musial. et al., Foundations of Meaningful Educational Assessment, (New York: McGraw-Hill, 2009), p. 83

6

Thomas M. Haladyna, Writing Test Items to Evaluate Higher Order Thinking, (USA: Alyyn and Bacon, 1997), p. 8

7

Hilda Karli, “Model Pembelajaran Untuk Mengembangkan Keterampilan Berpikir”, Jurnal Pendidikan Penabur, No. 18, Tahun ke 11, Juni 2012, h. 60

sekaligus yaitu jawaban terhadap masalahnya (pengetahuan) dan cara menyelesaikan masalah (proses).

Maka dapat disimpulkan bahwa keterampilan berpikir adalah usaha aktif seseorang menggunakan fungsi otak untuk memperoleh dan mengolah pengetahuan yang ada guna menyelesaikan berbagai persoalan yang ada.

b. Pengertian Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi

Taksonomi Bloom dianggap sebagai dasar untuk mengelompokkan keterampilan berpikir.Dalam taksonomi Bloom revisi, kemampuan analisis, evaluasi, dan mengkreasi dikategorikan dalam transferring atau processing yang merupakan bagian dari berpikir tingkat tinggi, sementara kemampuan mengingat, memahami, dan mengaplikasikan masuk ke dikategorikan ke dalam recalling yang merupakan bagian kemampuan berpikir tingkat rendah.8

Mc Loughlin dan Luca dalam Widodo dan Kadarwati menyatakan bahwa berpikir tingkat tinggi berarti kemampuan untuk memahami informasi lebih dari yang diberikan, mengadopsi sikap kritis, memiliki kesadaran metakognitif, dan mampu memecahkan masalah.9Kemampuan berpikir tingkat tinggi (High

Order Thingking Skills – HOTS) merupakan merupakan kemampuan

menghubungkan, memanipulasi, dan mentransformasi pengetahuan serta pengalaman yang sudah dimiliki untuk berpikir secara kritis dan kreatif dalam upaya menentukan keputusan dan memecahkan masalah pada situasi baru.10

Menurut Susan M. Brookhart keterampilan berpikir tingkat tinggi dikelompokkan ke dalam tiga kategori. Kategori tersebut adalah mendefinisikan keterampilan berpikir tingkat tinggi dalam istilah transfer, mendefinisikan keterampilan berpikir dalam hal berpikir kritis, dan

8

Ibrahim, loc. cit.

9

Tri Widodo dan Sri Kadarwati, “Higher Order Thinking Berbasis Pemecahan Masalah untuk Meningkatkan Hasil Belajar Berorientasi Pembentukan Karakter Siswa”,Jurnal Cakrawala Pendidikan, Nomor 1 Th. XXXII, Februari 2013, h. 163.

10

mendefinisikan keterampilan berpikir tingkat tinggi dalam hal pemecahan masalah.11

Berdasarkan definisi di atas, muara keterampilan berpikir tingkat tinggi adalah keterampilan pemecahan masalah. Menurut Woolfook dalam Eka Sastrawati keterampilan pemecahan masalah adalah suatu keterampilan seorang siswa dalam menggunakan proses berpikirnya untuk memecahkan masalah melalui pengumpulan fakta, analisis informasi, menyusun berbagai alternatif pemecahan, dan memilih pemecahan masalah yang paling efektif.12

Dapat disimpulkan keterampilan berpikir tingkat tinggi adalah keterampilan seseorang untuk mengkritisi, menyelesaikan masalah yang sifatnya kompleks dan mampu memberikan berbagai solusi alternatif dari pemecahan masalah dengan memanipulasi berbagai informasi yang ia dapatkan. Manusia bukan satu-satunya makhluk yang dapat memecahkan masalah, namun pemecahan masalah diidentifikasikan sebagai hal yang paling khas dari aktivitas manusia.13

c. Taksonomi Bloom

Pada tahun 1956, Benyamin S Bloom membagi domain belajar kognitif ke dalam enam jenjang yaitu pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi. Kemudian pada tahun 2001, Anderson dan Krathwohl merasa perlu melakukan revisi pada kawasan kognitif karena menurut pendapat mereka proses berpikir itu dinamis sehingga harus dinyatakan menggunakan kata kerja dan terdapat kerancuan sehingga sulit membedakan

11

Susan M. Brookhart, How to Assess Higher-Order Thinking Skills in Your Classroom, (Alexandria: ASCD, 2010), p. 3

12

Eka Sastrawati., Muhammad Rusdi, dan Syamsurizal, “Problem-Based Learning, Strategi Metakognisi, dan Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi Siswa”. Tekno-Pedagogi. Vol. 1, No. 2, September 2011, ISSN: 2088-205X, h. 5.

13

Stephen K. Reed, Kognisi: Teori dan Aplikasi, Terj dari Cognition: Theory and Applications oleh Aliya Tusyani, (Jakarta: Salemba Humanika, 2011), h. 306.

setiap levelnya.14 Menurut mereka terdapat dua kategori yaitu dimensi proses kognitif dan dimensi pengetahuan.

1) Dimensi Proses Kognitif

Dimensi proses kognitif merupakan pengklasifikasian proses-proseskognitif siswa yang terdapat dalam tujuan bidang pendidikan. Pada dimensi proses kognitif ada enam jenjang tujuan belajar yaitu mengingat, mengerti, mengaplikasikan, menganalisis, menilai, dan mencipta.15

Level pertama adalahremembering (mengingat). Level ini merujuk pada kemampuan peserta didik untuk mengingat kembali (recall) apa yang disampaikan oleh gurunya. Peserta didik menyampaikan informasi sederhana secara lisan atau tulisan. Misalnya tentang tanggal lahir suatu tokoh, nama-nama ilmuwan, nama-nama presiden, menghafal puisi, dll. Jadi sifatnya ingatan semata tanpa ada interpretasi atau manipulasi dari peserta didik sebab yang diingat dan disampaikan adalah data dan fakta belaka.

Level kedua adalah understanding (memahami). Level ini merujuk pada kemampuan peserta didik untuk memahami, menjabarka atau menegaska informasi yang masuk seperti menafsirkan dengan bahasa sendiri, member contoh, menjelaskan ide, membuat rangkuman, dan melakukan interpretasi sederhana terhadap data serta memperkirakan kecenderungan masa depan. Contohnya, peserta didik diminta untuk menafsirkan informasi yang diberikan dari satu media ke media lain atau memberikan penjelasan sesuatu dengan kata-kata mereka sendiri.

Level ketiga adalahapplying (menerapkan).Aplikasi memerlukan informasi yang dipelajari untuk digunakan dalam mencapai solusi atau menyelesaikan tugas. Contohnya, peserta didik menerapkan aturan tata bahasa ketika menulis makalah atau menerapkan teorema geometris ketika memecahkan masalah geometri. Untuk dikategorikan sebagai kegiatan mengaplikasikan, soal yang disajikan harus unik. Dalam level ini, peserta

14

Ibrahim, loc. cit

15

Yuli Kwartolo, “Multiple Intelligences dan Implementasinya dalam Taksonomi Bloom”, Jurnal Pendidikan Penabur, No. 18, Tahun ke 11, Juni 2012, h. 71

didik dapat melakukan aktivitas belajar dengan melaksanakan, menggunakan, menjalankan, melakukan, mempraktikan, memilih, menyusun, memulai, menyelesaikan, mendeteksi, dsb.

Level keempat adalah analysis (menganalisis). Level ini merujuk pada kemampuan anak didik dalam menguraikan, membandingkan, mengorganisir, menyusun ulang, mengubah struktur, membuat kerangka, menyusun outline, mengintegrasikan, membedakan, menyamakan, mengelompokka, menjelaskan cara kerja sesuatu, menganalisis hubungan antara bagian-bagian, mengenali motif, dsb. Seorang guru sains misalnya bertanya bagaimana sistem peredaran darah manusia bekerja. Seorang guru kelas VIII meminta gagasan tentang cara menggunakan sebuah kata dalam sebuah kalimat. Sedangkan seorang guru IPS meminta peserta didik untuk menjelaskan sikap yang bertanggung jawab terhadap lingkungan.

Level kelima adalah evaluating (mengevaluasi). Level ini merujuk pada kemampuan peserta didik memberikan penilaian terhadap sesuatu yang dievalusi. Peserta didik dengan sendirinya memiliki berbagai bahan pertimbangan yang diperlukan untuk member nilai. Selain itu, peserta didik mampu menyusun hipotesis, mengkritik, menguji, membenarkan, menyalahkan, dsb. Contoh, peserta didik diminta menentukan sumber energi terbaik bagi Indonesia. Intinya, peserta didik diminta memutuskan yang terbaik maupun yang terburuk; mengidentifikasi paling tidak atau paling penting yang membutuhkan pemikiran dan penalaran tingkat tinggi.

Level keenam adalah creating (berkreasi). Level ini merujuk pada kemampuan peserta didik memadukan berbagai macam informasi dan mengembangkannya sehingga terjadi suatu bentuk baru. Selain itu juga ditunjukkan dengan kemampuan dalam merancang, membangun, merencanakan, memproduksi, menemukan, membaharui, menyempurnakan, memperkuat, memperindah, menggubah, dsb.

2) Dimensi Pengetahuan

Dimensi pengetahuan merupakan klasifikasi jenis pengetahuan yang dipelajari di kelas. Dimensi pengetahuan dibagi menjadi empat kategori yaitu faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif.16

Pengetahuan faktual berisi elemen-elemen dasar yang harus diketahui siswa jika mereka akan diperkenalkan dengan suatu masalah tertentu atau suatu mata pelajaran tertentu. Elemen-elemen ini lazimnya berupa simbol-simbol yang berkaitan dengan makna konkret atau simbol-simbol yang menyampaikan informasi penting.

Pengetahuan faktual dibedakan menjadi dua subjenis yaitu pengetahuan tentang terminologi dan pengetahuan tentang detail-detail dan elemen-elemen yang spesifik. Pengetahuan tentang terminologi merupakan pengetahuan tentang label dan simbol verbal dan nonverbal. Contoh pengetahuan tentang terminologi antara lain pengetahuan mengenai alphabet, istilah tertentu misal nama-nama bagian sel, pengetahuan tentang kosakata dalam seni rupa, dan pengetahuan tentang simbol-simbol yang digunakan untuk menggambarkan pengucapan kata yang tepat. Pengetahuan tentang detail dan elemen-elemen yang spesifik merupakan pengetahuan yang meliputi semua informasi yang mendetail dan spesifik. Contohnya pengetahuan tentang fakta-fakta pokok perihal kebudayaan dan masyarakat tertentu; pengetahuan tentang nama orang, lokasi, tanggal, dan peristiwa yang signifikan di koran, pengetahuan tentang produk utama dan produk ekspor negara-negara tertentu, pengetahuan tentang sumber-sumber informasi yag terpercaya tentang pembelian yang tepat.

Pengetahuan konseptual meliputi skema-skema, model-model mental, atau teori eksplisit dan implicit dalam beragam model psikologi kognitif. Skema-skema, model-model dan teori-teori ini menunjukkan pengetahuan

16

Lorin W. Anderson and David R. Krathwohl, Kerangka Landasan untuk Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen: Revisi Taksonomi Pendidikan Bloom, Terj. dari A Taxonomy for Learning, Teaching, and Assesing; A Revivon of Bloom Taxonomy of Educational Objective oleh Agung Prihantoro, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), Cet. 1, h. 67-71

yang seseorang miliki mengenai bagaimana pokok bahasan tertentu diatur dan disusun, bagaimana bagian-bagian informasi yag berbeda saling berhubungan dan berkaitan dalam suatu cara yang lebih sistematis, bagaimana bagian-bagian ini berfungsi bersama-sama.

Pengetahuan konseptual terdiri dari tiga subjenis yaitu pengetahuan tentang klasifikasi dan kategori, pengetahuan tentang prinsip dan generalisasi, dan pengetahuan tentang teori, model, dan struktur. Pengetahuan klasifikasi dan kategori meliputi kategori, kelas, pembagian, dan penyusunan spesifik yang digunakan dalam pokok bahasan yang berbeda. Contohnya pengetahuan tentang macam-macam bentuk usaha, pengetahuan tentang beraneka kalender, dan pengetahuan tentang berbagai jenis masalah psikologi. Pengetahuan prinsip dan generalisasi meliputi pengetahuan dari abstraksi-abstraksi tertentu yang merangkum pengamatan-pengamatan fenomena. Contohnya, pengetahuan tentang hukum-hukum fisika dasar, pengetahua tentang prinsip-prinsip kimia yang relevan dengan proses kehidupan dan kesehatan, dan pengetahuan tentang implikasi-implikasi kebijakan perdagangan Amerika pada perekonomian dunia dan sikap masyarakat internasional. Sementara itu, pengetahuan tentang teori, model, dan struktur meliputi pengetahuan tentang prinsip dan generalisasi serta interelasi antara keduanya yang menghadirkan pandangan yang jelas, utuh, dan sistemik tentang sebuah fenomena, masalah, atau materi kajian yang kompleks. Contohnya pengetahuan mengenai semua struktur MPR, pengetahuan perihal rumusan lengkap teori evolusi, dan pengetahuan tentang model-model genetika.

Pengetahuan prosedural adalah pengetahuan tentang cara melakukan sesuatu. Melakukan sesuatu ini boleh jadi mengerjakan latihan rutin sampai menyelesaikan masalah-masalah baru.

Pengetahuan prosedural dibedakan menjadi tiga subjenis yaitu pengetahuan tentang keterampilan dalam bidang tertentu dan algoritme, pengetahuan tentang teknik dan metode dalam bidang tertentu, dan pengetahuan tentang kriteria untuk menentukan kapan harus menggunakan

prosedur yang tepat. Pengetahuan tentang keterampilan dalam bidang tertentu dan algoritma sebagai suatu rangkaian langkah-langkah yang secara kolektif dikenal sebagai prosedur. Contohnya pengetahuan tentag keterampilan-keterampilan yang dipakai dalam melukis dengan cat air. Pengetahuan tentang teknik dan metode dalam bidang tertentu mencakup pengetahuan yang galibnya merupakan hasil kesepakatan dalam disiplin ilmu bukan hasil pengamatan atau eksperimen. Contohnya pengetahuan tentang metode-metode untuk mengevaluasi konsep-konsep kesehatan. Sementara itu, contoh pengetahuan tentang kriteria untuk menentukan kapan harus menggunakan prosedur yang tepat contohnya pengetahuan tentang kriteria untuk menentukan metode apa dalam menyelesaikan persamaan-persamaan aljabar.

Pengetahuan metakognitif adalah pengetahuan tentang kognitif secara umum dan kesadaran akan serta pengetahuan tentang kognisi diri sendiri. Penekanan kepada murid untuk lebih sadar dan bertanggung jawab untuk pengetahuan dan pemikiran mereka sendiri membuat gaya belajar mereka menjadi lebih baik.

Peserta didik perlu memiliki, menyadari, dan memahami tiga jenis pengetahuanuntuk meningkatkan kemampuan metakognitif . Ketiga jenis penetahuan itu adalah pengetahuan deklaratif (declarative knowledge), pengetahuan prosedural (procedural knowledge), dan pengetahuan kondisional (conditional knowledge).17

Pengetahuan deklaratif adalah informasi faktual yang diketahui oleh seseorang. Pengetahuan ini dapat diungkapkan baik dengan lisan maupun tulisan. Contoh dari pengetahuan ini misalnya adalah seorang peserta didik mengetahui bahwa formula untuk menghitung momentum dalam mata

17

Djemari Mardapi, Metakognisi dan Tipe-Tipe Pengetahuan, 2015, tersedia melalui http://pps.uny.ac.id/berita/metakognisi-dan-tiga-tipe-pengetahuan.html diakses pada tanggal 4 April 2015

pelajaran fisika. Formula momentum adalah massa dikalikan dengan kecepatan.

Pengetahuan prosedural adalah pengetahuan bagaimana seseorang melakukan sesuatu, pengetahuan bagaimana cara seseorang dalam menjalankan langkah-langkah dalam suatu proses. Contoh dari pengetahuan ini adalah seorang peserta didik mengetahui masa suatu benda, kecepatannya, dan bagaimana prosedur menentukan momentum benda tersebut.

Pengetahuan kondisional adalah pengetahuan terkait kapan suatu prosedur digunakan dan kapan tidak digunakan, pada kondisi apa suatu prosedur dapat digunakan, dan mengapa suatu prosedur lebih baik dari prosedur yang lain. Contoh dari pengetahuan ini misalnya identifikasi suatu kasus/ soal cerita yang mensyaratkan perhitungan momentum sebagai salah satu bagian dalam menentukan solusi penyelesaian.

d. Indikator Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi

Menurut Krathwohl dalam A revision of Bloom Taxonomy: an overview-Theory Into Practice menyatakan bahwa indikator untuk mengukur berpikir tingkat tinggi yaitu cara berpikir yang sifatnya menganalisis, mengevaluasi, dan mengkreasi.

Indikator untuk berpikir analisis yaitumenganalisis informasi yang masuk dan membagi-bagi atau menstrukturkan informasi ke dalam bagian yang lebih kecil untuk mengenalipola atau hubungannya, mengenali serta membedakan faktor penyebab dan akibat dari sebuahskenario yang rumit, dan mengidentifikasi atau merumuskan pertanyaan.

Indikator untuk berpikir evaluasi antara lain memberikan penilaian terhadap solusi, gagasan, dan metodologi dengan menggunakan kriteria yang cocok atau standar yang ada untuk memastikan nilai efektivitas atau manfaatnya, membuat hipotesis, mengkritik dan melakukan pengujian, serta menerima atau menolak suatu pernyataan berdasarkan kriteria yangtelah ditetapkan.

Mengkreasi, merupakan tahapan berpikir yang terdiri dari membuat generalisasi suatu ide atau cara pandang terhadap sesuatu, merancang suatu cara untuk menyelesaikan masalah, mengorganisasikan unsur-unsur atau bagian-bagian menjadi strukturbaru yang belum pernah ada sebelumnya.18

Menilai keterampilan menganalisis siswa, dapat dilihat dari bagaimana mereka menemukan informasi, membagi suatu informasi menjadi bagian-bagiannya dan mencari hubungan dari setiap informasi yang ditemukan. Kemudian, siswa mengajukan pertanyaan atau masalah yang jawabannya memerlukan berbagai cara penyelesaian. Menjelaskan alasan yang digunakan untuk menghubungkan berbagai bagian satu sama lainnya sering menjadi bagian dari suatu tugas analisis.19

Menilai keterampilan mengevaluasi siswa, dapat dilihat dari bagaimana siswa menilai manfaat beberapa materi menggunakan sudut pandangnya sendiri. Penilaian yang diberikan oleh siswa bukan berdasarkan kesukaan yang sifatnya personal melainkan harus didukung dengan data dan alasan yang logis. 20

Menilai keterampilan siswa dalam mencipta, dapat dinilai dari bagaimana siswa mengorganisaskan berbagai hal yang ada untuk menjadi sesuatu yang baru. Caranya dengan memberikan siswa tugas yang tuntutannya adalah memberikan berbagai solusi, merencanakan suatu prosedur untuk menyelesaikan suatu tujuan tertentu, atau memproduksi sesuatu yang baru.21

e. Cara Meningkatkan Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi

Kesulitan (difficulty) mengacu kepada besarnya upaya yang dibutuhkan dalam penyelesaian masalah. Kerumitan (complexity) merujuk pada proses berpikir yang dilakukan otak dalam memproses informasi. Menciptakan siswa ditengah sesuatu yang sulit merupakan hal yang mudah. Siswa cukup

18

Lewy, Zulkardi, dan Nyimas Aisyah, loc. cit

19

Susan M. Brookhart, op. cit, h. 42 20

Ibid., h.53 21

diperintahkan untuk mengucapkan fakta-fakta yang ada atau menghafal rumus dengan cara pengulangan terus menerus. Contohnya menghafal karakteristik dan anggota semua divisi fungi. Hal ini mudah dan sepintas kelihatannya murid sudah melakukan suatu proses pembelajaran yang mendalam karena mampu mengingat banyak fakta. Tetapi contoh tersebut menempati level paling bawah dalam aspek kognitif menurut taksonomi Bloom walau memerlukan upaya yang besar dari siswa. 22

Perintah guru agar siswa menghafal beberapa fakta tidaklah salah asal siswa diberi kesempatan untuk bisa masuk ke dalam tahapan berpikir yang lebih tinggi. Sangat disayangkan jika murid hanya menghabiskan banyak waktu dan energi untuk melakukan proses berpikir tingkat rendah. Murid yang mampu menghafal dengan baik jelas akan mendapatkan nilai yang tinggi. Tapi tidak ada jaminan jika ia dikenal sebagai orang yang cerdas dan mampu berpikir tingkat tinggi.

HOT dapat dipelajari dan dapat diajarkan kepada siswa. Otak akan berkembang dengan maksimal dalam lingkungan yang kaya akan multi sensori dan tantangan berpikir.23 Kondisi lingkungan yang seperti itu dapat meningkatkan komunikasi diantara sel-sel otak. Sel-sel otak selalu berusaha mecari dan menciptakan arti dari suatu pembelajaran. Sehingga otak sangat membutuhkan rangsangan dari luar yang bersifat segera dan menawarkan banyak pilihan.

Jika pemecahan masalah merupakan bagian dari berpikir tingkat tinggi, maka tujuan pembelajaran adalah memfasilitasi siswa agar mampu mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah dalam urusanakademik dan masalah kehidupan sehari-hari yang mereka alami.24 Oleh karena itu, penting bagi guru untuk mendesain pembelajaran di mana siswa lebih sering mengerjakan soal yang berbasis pemecahan masalah (problem solving test)

22

Adi W. Gunawan, Genius Learning Strategy: Petunjuk Praktis untuk Menetapkan Accelerated Learning, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2004), h. 170

23

Ibid., h. 9. 24

bukan menyelesaikan soal latihan (exercise test). Adapun perbedaan problem solving dan exercise solving test yaitu:25

Tabel 2.1 Perbedaan Problem Solving Test dan Exercise SolvingTest

No. Problem Solving Test Exercise Solving Test 1. Membutuhkan banyak cara yang

belum diketahui untuk menemukan jawaban yang benar.

Melibatkan satu cara dan sudah ada satu jawaban yang benar

2. Situasinya tidak bisa diprediksikan, masalah tidak diungkapkan secara eksplisit oleh guru sehingga siswa harus berusaha untuk menemukan sebuah permasalahan dalam ketidakteraturan

Masalah dimunculkan secara eksplisit dalam soal.

3. Permasalahan yang diajukan bersifat baru bagi siswa. Siswa belum pernah menghadapi kasus itu sebelumnya di tiap pembelajaran.

Soal sama seperti yang ada di buku atau pernah dijelaskan oleh guru sebelumnya.

4. Tidak ada instruksi yang jelas bagi siswa untuk menentukan langkah-langkah pemecahan masalahnya (apa yang perlu dicari, alat bahan, dan cara kerja)

Ada instruksi yang jelas bagi siswa untuk memecahkan masalah yang diminta.

5. Menimbulkan banyak solusi Hanya ada satu solusi 6. Tidak ada rumus Ada rumusnya

7. Mengintegrasikan berbagai cabang ilmu

Satu topik di dalam satu cabang ilmu pengetahuan 8. Menuntut kemampuan

berkomunikasi secara lisan dan tulisan dalam memecahkan masalah.

Tidak menuntut kemampuan berkomunikasi dalam ememcahkan masalah.

Siswa juga dituntut untuk bisa mengembangkan keterampilan HOT secara mandiri. Maksudnya supaya siswa tergantung kepada guru. Selain itu, mencoba mengembangkan HOT secara mandiri berarti memberikan

25

N, J Mourtos., DeJong Okamoto and J. Rhee. Defining, Teaching, and Assessing Problem solving skills”, 7th

UICEE Annual Conference on Engineering Education, Mumbai, 9-13 February 2014, p.2.

kesempatan bagi siswa untuk bertanggung jawab dalam mengendalikan isi pikirannya sehingga ketika ia sudah dewasa diharapkan ia mampu