• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

D. Pembahasan Hasil Penelitian

Hasil ketercapaian sub-konsepketerampilan berpikir tingkat tinggi biologi siswa secara keseluruhan sudah mencapai ketuntasan karena mencapai >50%. Nilai ketercapaian kelas eksperimen I dan eksperimen II berbeda tipis yaitu 1-2%

pada tiap sub-konsep. Nilai ketercapaian paling tinggi di kedua kelas tersebut yaitu pada sub-konsep peranan jamur. Hal ini dikarenakan selama proses pembelajaran di kedua kelas tersebut lebih mengedepankan aspek peranan jamur dalam kehidupan seperti yang tercantum dalam RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran). Dari hasil data tersebut, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran PBL (Problem Based Learning) dan PjBL (Project Based Learning) sama efektifnya dalam meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi biologi siswa.

Hasil ketercapaian keterampilan berpikir tingkat tinggi biologi siswa tiap ranah pengetahuan dan jenjang kognitif secara keseluruhan sudah mencapai ketuntasan karena > 50% pada kelas eksperimen I dan eksperimen II kecuali pada ranah metakognitif jenjang C2. Nilai ketercapaian tertinggi pada kedua kelas yaitu pada ranah faktual jenjang kognitif C4 dan C5. Dari hasil data tersebut, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran PBL (Problem Based Learning) dan PjBL (Project Based Learning) sama efektifnya dalam meningkatkan keterampilan berpikir tingkat tinggi biologi siswa.

Nilai rata-rata keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa pada kedua kelas eksperimen belum mencapai KKM Biologi sebesar 75 (68,44 pada kelas eksperimen I dan 67,38 pada kelas eksperimen II). Hal ini dikarenakan siswa belum terbiasa menghadapi soal ulangan biologi dalam bentuk tes uraian dengan distribusi soal jenjang kognitif C4-C6. Berdasarkan hasil wawancara dengan Dra. Tri Hardani selaku guru Biologi kelas X MIA 1 dan X MIA 2, diketahui bahwa soal ulangan yang biasa dibuat oleh guru biologi yaitu dalam bentuk tes pilihan ganda sejumlah 40-50 soal dengan distribusi soal dari C1-C4.11 Siswa yang tuntas KKMnya pada materi sebelum Fungi dengan bentuk soal tersebut yaitu lebih dari 70% pada materi virus, 90% pada materi Archaebacteria dan Eubacteria serta Protista.12

Adapun mengenai rata-rata hasil belajarpretest dan posttest mengalami kenaikan baik pada kelas eksperimen I maupun kelas eksperimen II. Kedua model

11

Lampiran 21 12

pembelajaran ini dapat mempengaruhi peningkatan hasil belajar kognitif pada kedua kelas sampel penelitian. Hasil N-Gain kelas eksperimen I per sub-konsep lebih tinggi dibandingkan dengan kelas eksperimen II pada sub-konsep ciri umum jamur, klasifikasi jamur, asosiasi jamur, dan peranan jamur. Namun hasil N-Gain per sub-konsep tertinggi pada kelas eksperimenII dibandingkan dengan kelas eksperimen I terdapat pada sub-konsep reproduksi jamur. Dari hasil ketercapaian sub-konsep jamur menunjukkan bahwa model pembelajaran PBL (Problem Based Learning) lebih efektif terhadap seluruh sub-konsep jamur dibandingkan kelas PjBL (ProjectBased Leaning) , kecuali pada sub-konsep reproduksi jamur.

Ketercapaian suatu sub-konsep, ranah pengetahuan dan jenjang kognitif keterampilan berpikir tingkat tinggi dan keteraampilan berpikir tingkat rendahbaik pada kelas eksperimen I dan kelas eksperimen II ini dipengaruhi oleh kelebihan dan kekurangan dari masing-masing model dan pendekatan yang diterapkan selama proses pembelajaran. Kelebihan model PBL (Problem Based Learning) yakni membantu siswa dalam mengembangkan dan mengaplikasikan pengetahuan dasar yang ia dapatkan untuk menyelesaikan masalah dunia nyata.Sementara itu, kekurangan dari model PBL (Problem Based Learning) yakni membutuhkan waktu yang cukup lama untuk membuat pembelajaran menjadi bermakna karena siswa perlu memahami materiterlebih dahulu sebelum mereka berusaha memecahkan masalah. Sedangkan kelebihan PjBL (Project Based Learning) adalah melatih siswa untuk memecahkan masalah dunia nyata, melatih cara siswa berpikir kreatif da inovatif melalui pembuatan proyek yang diberikan. Di lain sisi, PjBL juga memiliki kekurangan yaitu alokasi waktu yang lebih lama dibandingkan PBL karena pembelajaran lebih difokuskan kepada pengerjaan proyek bukan membangun pengetahuan konten siswa. PjBL juga Ini juga yang menyebabkan nilai rata-rata kognitif kelas eksperimen II lebih rendah dari kelas eksperimen I.

Berdasarkan uji normalitas pretest dan posttest keterampilan berpikir tingkat tinggi dan keterampilan berpikir tingkat rendah diperoleh beberapa data yang tidak normal. Oleh karena itu, untuk menghindari biasnya penelitian, maka uji

statistik yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari nilai Gain siswa. Nilai ini mengukur selisih nilai posttest dan pretest masing-masing siswa.

Hasil uji normalitas Gain keterampilan berpikir tingkat tinggi kelas eksperimen I yaitu tidak normal sedangkan data berdistribusi normal di kelas eksperimen II. Oleh karena distribusi data yang beragam tersebut (data berdistribusi normal dan tidak normal), maka uji statistik lanjutan sebagai uji beda adalah uji non parametrik jenis uji Mann Whitney U. Data uji beda berdasarkan hasil uji Mann Whitney diperoleh hasil bahwa nilai probabilitas uji Mann Whitney U pada hasil belajar kemampuan berpikir tingkat tinggi Ha ditolak, yang artinya tidak ada perbedaan kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa yang menggunakanmodel PBL (Problem Based Learning) dan PjBL (Project Based Learning).

Berdasarkan uji Mann Whitney U, secara umum keterampilan berpikir tingkat tinggi kelas eksperimen I dan II adalah sama. Tetapi, keterampilan berpikir tingkat tinggi pada kelas eksperimen I dan eksperimen II dapat dilihat beberapa perbedaannya berdasarkan nilai ketercapaian ranah pengetahuan dan jenjang kognitif. Kelas eksperimen I unggul 19% dari kelas eksperimen IIpada kemampuan metakognitif jenjang C4 (71%) dan 52%). Berdasarkan uji beda Mann Whitney U untuk pengetahuan metakognitif jenjang C4 diperoleh data Ho ditolak karena nilai Sig lebih kecil dari harga α (0,000 < 0,05) artinya terdapat perbedaan pengetahuan metakognitif jenjang C4 antara kelas eksperimen I (Problem Based Learning) dan kelas eksperimen II (Project Based Learning).13Nilai N-Gain pengetahuan metakognitif jenjang C4 kelas eksperimen I lebih besar dibandingkan kelas eksperimen II (0,69> 0,48). Nilai kelas eksperimen I pada ranah pengetahuan metakognitif jenjang C4 lebih baik karena mereka lebih mempunyai banyak waktu untuk untuk menganalisis suatu kondisi yang terjadi sedangkan kelas eksperimen II mereka lebih terfokus kepada pembuatan proyek. Walaupun begitu, nilai N-Gain metakognitif jenjang C4 kelas eksperimen II berada direntangan yang sama dengan nilai kelas eksperimen I yaitu termasuk kategori sedang artinya baik model PBL dan PjBL keduanya sama-sama

13

dapat meningkatkan keterampilan metakognitif analisis siswa dengan standar yang cukup atau sedang.

Sejauh ini belum banyak penelitian yang lebih mendalam terkait dengan perbedaan pengetahuan metakognitifantara model Problem Based Learning (PBL) dan Project Based Learning (PjBL). Oleh sebab itu diperlukan beberapa penelitian untuk membuktikannya pada masing-masing model pembelajaran.Beberapa penelitian di bawah ini membahas mengenai kemampuan metakognitif pada model Problem Based Learning (PBL) dan Project Based Learning (PjBL). Penelitian mengenai metakognitif dilakukan oleh Lina Gassner yang menghasilkan data bahwa pembelajaran PBL memberikan pengaruh secara langsung bagi siswa untuk membangkitkan kesadaran metakognitifnya karena model PBL mengharuskan siswa berpikir mengenai apa dan mengapa untuk dapat memecahkan masalah.14Penelitian lainnya dilakukan oleh Brian Wicaksono dkk, kesimpulan yang dihasilkan yaitumodel pembelajaran PBL (Problem Based Learning) dapat meningkatkan kemampuan metakognitif siswa di siklus ke I dan ke II sehingga meningkatkan hasil belajar siswa15. Sementara itu, penelitian mengenai PjBL terhadap kemampuan metakognitif pernah dilakukan oleh Milyarda Shadaika, Murni Ramli, dan Nurmiyati, kesimpulan yang dihasilkan yaitu model pembelajaran PjBL berbasis potensi Makroalga daerah pesisir dapat meningkatkan pengetahuan metakognitif siswa lebih baik dari kelas kontrol yang menggunakan model konvensional.16

Kelas eksperimen II unggul 9% dari kelas eksperimen I pada kemampuan prosedural jenjang C4 (79%) dan70%). Hasil uji Mann Whitney U untuk pengetahuan prosedural jenjang C6 menunjukkan hasil bahwa Ho ditolak karena nilai Sig lebih kecil dari nilai α (0,029 < 0,05) yang artinya terdapat perbedaan

14

Lina Gassner, Developing Metacognitive Awareness – a modified model of a PBL Tutorial, Bachelor Thesis of Odontology in Oral Health, 15 ECTS, June 2009, pp. 8-13.

15

Brian Wicaksono, dkk, “Peningkatan Kemampuan Metakognitif Fisika Melalui Model

Pembelajaran Problem Based LearningPada SMK Pancasila 1 Kutoarjo”, Radiasi, Vol. 3 No.2, 2013, h. 184.

16Milyarda Shadaika, Murni Ramli, dan Nurmiyati, “Pengaruh Model Project Based

Learning Berbasis Potensi Makrolga Daerah Pesisir Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Siswa

di SMAN 1 Tanjungari Gunung Kidul D.I. Yogyakarta”, Seminar Nasional Konservasi dan Pemanfaatan Sumber Daya Alam 2015, 2015, h. 286

keterampilan prosedural jenjang C6 pada kelas eksperimen I (Problem Based Learning) dan kelas eksperimen II (Project Based Learning).17 Nilai N-Gain pengetahuan metakognitif jenjang C4 kelas eksperimen II lebih besar dibandingkan kelas eksperimen I (0,74> 0,61). Perbedaan ini disebabkan karena model Project Based Learning menuntut siswa untuk bekerja secara sistematis sesuai prosedur supaya karya yang dihasilkan sesuai harapan. Mereka dituntut untuk menciptakan suatu hal yang baru dengan pikiran dan tangan mereka sendiri. Sementara itu pada Problem Based Learning, siswa kurang dituntut untuk bekerja melalui serangkaian prosedur karena hasil akhir dari kegiatan pembelajaran PBL bukan suatu produk atau karya melainkan cukup dengan sebuah presentasi atau malakah untuk memecahkan masalah.

Model Project Based Learning menghadirkan tugas berupa suatu investigasi ataupenyelidikan sejak dari perencanaan, pengumpulan data, pengorganisasian, pengolahan danpenyajian data. Dalam penelitian Grant and Branch (2005) melaporkan bahwa benda, laporan penelitian, dan lukisan yang diproduksi dalam kegiatan PjBL menunjukkan bahwa siswa mampu berpindah dari orang baru menjadi ahli dalam ranah pengetahuan dan mereka menyatukan beberapa kemampuan yang diperoleh selama pembelajaran di dalam pembuatan benda-benda terkait proyek yang diberikan.18 Penelitian Hernandez-Ramosand Pas (2009) menyatakan bahwa siswa yang belajar melalui model PjBL tidak membuat dirinya hanya memiliki kemampuan mengumpulkan fakta saja tetapi siswa dapat menginterpretasikan informasi, memiliki semangat kerja secara kolaborasi yang lebih tinggi dan memiliki sikap yang lebih positif.19. Hal ini juga terlihat jelas pada ketercapaian ranah faktual jenjang kognitif C4 (87%), faktual C5 (81%) dan ranah prosedural jenjang kognitif C6 (79%).

Sejumlah kasus dan proyek yang dihadirkan dalam kelas eksperimen I dan kelas eksperimen II diambil berdasarkan peristiwa kehidupan sehari-hari (faktual).

17

Lampiran 23 18

Suha R Tamim dan Michael M Grant, Definitions and Uses: Case Study of Teacher Implementary Project Based Learning, Interdisiciplinary journal of Problem Based Learning, May 2013, Vol. 71 (2), h. 73

19

Melalui kegiatan pembelajaran selama 3 kali pertemuan yang didasarkn pada peristiwa faktual, kemampuan berpikir siswa pada ranah pengetahuan faktual meningkat sangat baik di kedua kelas eskperimen. Pada pengetahuan faktual jenjang kognitif C4, kedua kelas memperoleh pencapaian yang sangat baik (92% dan 87%). Begitu juga dengan pengetahuan faktual siswa jenjang C5, ketercapaian kelas eksperimen I termasuk baik (76%) dan kelas eksperimen II sangat baik (81%).

Guru perlu memastikan bahwa siswanya sudah memiliki pengetahuan kerja istilah, fakta, dan konsep yang kuat sebelum mereka dapat mengatasi masalah atau membuat proyek. Pengetahuan tersebut dapat diberikan melalui pembelajaran ekspositori atau instruksi langsung. Setelah siswa memiliki dasar pengetahuan yang cukup, maka melalui pembelajaran PBL dan PjBL kemampuan siswa dalam berpikir bisa meningkat ke ranah prosedural dan metakognitif serta ke jenjang kognitif yang bersifat analisis, evaluasi dan kreasi.

Sementara itu, hasil uji normalitas Gain hasil belajarketerampilan berpikir tingkat rendah siswa menunjukkan sebaran data di kedua kelas eksperimen terdistribusi normal. Dengan begitu, untuk uji Gain keterampilan berpikir tingkat rendah, langkah uji statistik selanjutnya yaitu uji statistik parametrik. Uji homogenitas menunjukkan kedua kelas eksperimen memiliki varians yang homogen. Data uji hipotesis berdasarkan hasil uji t diperoleh hasil bahwa nilai probabilitas uji t pada hasil belajar keterampilan berpikir tingkat rendah Ha ditolak, yang artinya tidak ada perbedaan kemampuan kognitif siswa yang menggunakan model PBL (Problem Based Learning) dan PjBL (Project Based Learning).

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa model pembelajaran PBL (Problem Based Learning) dan PjBL (Project Based Learning) tidak mempunyai perbedaan terhadap kemampuan berpikir tingkat tinggi dan keterampilan berpikir tingkat rendahsiswa. Hal ini disebabkan oleh persamaan model PBL (Problem Based Learning) dan PjBL (Project Based Learning) memiliki kesamaan yaitu student centered, memberikan tugas-tugas yang bersifat otentik, open ended dan berorientasi pada masalah yang ada dalam dunia nyata supaya dapat memperluas

belajar siswa dan merangsang keterampilan berpikir tingkat tinggi. PBL (Problem Based Learning) dan PjBL (Project Based Learning) paling baik digunakan guru ketika ingin membantu siswa memahami makna dari konsep materi yang mereka pelajari melalui pembelajaran yang mandiri.

89 A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan keterampilan berpikir tingkat tinggi antara siswa yang diajarkan menggunakan Problem Based Learning (PBL) dengan siswa yang menggunakan Project Based Learning (PjBL). Hal ini dapat dilihat dari hasil perbandingan pada nilai rata-rata posttest siswa kelas eksperimen I (problem based learning) sebesar 68,44 dan kelas eksperimen II (project based learning) sebesar 67,38. Nilai rata-rata keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa pada kedua kelas eksperimen masih dibawah 75 sebagai KKM Biologi. Nilai keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa pada uji Mann Whitney U (probabilitas) >0,05 (0,264 > 0,05), maka Ha ditolak, artinya keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa kelas eksperimen I dan kelas eksperimen II pada konsep Fungi tidak memiliki perbedaan. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa keterampilan berpikir tingkat tinggi antara kelas eksperimen I dan II sama kuatnya.

Sementara itu, berdasarkan uji Mann Whitney U pada hasil ketercapaian keterampilan berpikir tingkat tinggi ranah pengetahuan dan jenjang kognitif, diperoleh dua data untuk Ho ditolak artinya ada perbedaan antara kelas eksperimen I dan kelas eksperimen II. Pertama, pada keterampilan metakognitif jenjang C4 diperoleh nilai uji Mann Whitney U (probabilitas) < 0,05 ( 0,000 < 0,05) dan kedua pada keterampilan procedural jenjang C6 diperoleh nilai uji Mann Whitney U (probabilitas) < 0,05 (0,029 < 0,05). Kelas eksperimen I terlihat lebih baik pada ranah metakognitif jenjang C4 sementara kelas eksperimen II lebih unggul pada ranah prosedural jenjang C6.

Permasalahan yang dihadirkan pada kelas ekperimen I dan kelas eksperimen II selama tiga kali pertemuan berdasarkan pada masalah dalam kehidupan sehari-hari. Kedua model yang menghadirkan masalah dalam kehidupan sehari-hari berhasil meningkatkan kemampuan pengetahuan faktual jenjang C4 dan faktual jenjang C5 siswa dengan kategori N-Gain tinggi.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan dari penelitian ini, saran-saran yang diajukan adalah sebagai berikut:

1. Guru perlu menerapkan pembelajaran dengan menggunakan Problem

Based Learning (PBL) dan Project Based Learning (PjBL) pada

konsep-konsep biologi yang lain.

2. Perlu optimaliasi peran guru sebagai fasilitator untuk menggunakan model Problem Based Learning (PBL) danProject Based Learning (PjBL)sehingga dapat diketahui perbedaan diantara keduanya secara lebih nyata.

3. Guru perlu mengembangkan keterampilan metakognitif siswa terutama pada model Project Based Learning sebagai bahan self regulation. 4. Peneliti selanjutnya mengungkap semua aspek pengetahuan dan jenjang

kognitif lebih lengkap dan proporsional seperti ranah pengetahuan metakognitif dengan jenjangkognitif Bloom yang lebih tinggi (C3, C5, dan C6).

5. Dengan segala keterbatasan dalam penyajian kasus dan rancangan proyek dalam penelitianini, diharapkan ada penelitian lebih lanjut dengan kasus dan proyek yang lebih kompleks.

91

DAFTAR PUSTAKA

Afcariono, Muchamad. “Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Siswa pada Mata Pelajaran Biologi. Jurnal Pendidikan Inovatif. Vol. 3. No. 2. 2008.

Amir, M. Taufiq. Inovasi Pendidikan Melalui Problem Based Learning

Bagaimana Pendidik Memberdayakan Pemelajar di Era

Pengetahuan.Jakarta: Kencana Prenada Media Group, Cet II, 2010.

Anderson, Lorin Wdan David R. Krathwohl. Kerangka Landasan untuk Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen: Revisi Taksonomi Pendidikan Bloom. Terj. dari A Taxonomy for Learning, Teaching, and Assesing; A Revivon of Bloom Taxonomy of Educational Objective oleh Agung Prihantoro.Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Cet I, 2010.

Arifin,Zainal. Evaluasi Pembelajaran: Prinsip, Teknik, Prosedur. Bandung: Remaja Rosdakarya, Cet V, 2013.

Arikunto, Suharsimi. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan Edisi Revisi. Jakarta: Bumi Aksara, Cet X, 2009.

Arikunto, Suharsimi.Manajemen Penelitian Ed. Revisi. (Jakarta: Rineka Cipta, Cet VII, 2005.

Atikasari, Sandra, Wiwi Isnaeni, Andreas Priyono Budi Susetyo. “Pengaruh Pendekatan Problem Based Learning dalam Materi Pencemaran Lingkungan Terhadap Kemampuan Analisis. Unnes Journal of Biology Education. Vol. 1. No. 3. Desember 2012.

Backer, Erica, dkk. Project Based Learning Model: Relevant Learning for the 21st Century. Washington: Pacific Education Institute. 2011.

Brookhart, Susan M.How to Assess Higher-Order Thinking Skills in Your Classroom. Alexandria: ASCD, 2010.

Campbell, Neil A, Jane B. Reece, dan Lawrence G. Mitchell.Biologi. Jakarta: Erlangga, Jilid II, 2010.

Eterington, Matthew B. “Investigative Primary Science: A Problem-based Learning Approach”. Australian Journal of Teacher Education. Vol. 36. No. 9. September 2011.

Gassner, Lina.“Developing Metacognitive Awareness – a modified model of a PBL Tutorial”. Bachelor Thesis of Odontology in Oral Health. 15 ECTS. June 2009.

Gunawan, Adi W. Genius Learning Strategy: Petunjuk Praktis untuk Menetapkan Accelerated Learning. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2004.

Haladyna, Thomas M.Writing Test Items to Evaluate Higher Order Thinking. USA: Alyyn and Bacon, 1997.

Herlanti,Yanti.Science Education Research, Tanya Jawab Seputar Penelitian

Pendidikan SainsUniversitas Islam Negeri

Jakartadiaksesdarihttp://dhetik.weebly.com. 16 Desember 2014.

Hunt, R. Read dan Henry C. Ellis. Fundamentals of Cognitive Psychology. New York: McGraw-Hill Higher Education, 2004.

Ibrahim, Muslimin, “Berpikir Tingkat Tinggi (Higher Order Thinking)”, Seminar Pendidikan FMIPA Universitas Negeri Jakarta. Seminar. 2015.

Irnaningtyas. Biologi Untuk SMA/MA Kelas X Kelompok Peminatan Matematika dan Ilmu Alam. Jakarta: Erlangga. 2014.

Karli, Hilda. “Model Pembelajaran Untuk Mengembangkan Keterampilan Berpikir”. Jurnal Pendidikan Penabur. No. 18. Tahun ke 11. Juni 2012. Kemdikbud. Perubahan Pola Pikir Dalam Kurikulum 2013 diakses dari

Kemdikbud.go.id.14 April 2015.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 2013. Kompetensi Dasar Sekolah

Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah

(MA)diaksesdari http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pendidikan/drs-sudarmaji-mpd/03-kompetensi-dasar-sma-2013.pdf. 5 Februari 2015.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. “Konsep dan Implementasi Kurikulum”. Paparan Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Bidang Pendidikan. 2014.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. “Kurikulum 2013 Kompetensi Dasar Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA)”. 2013 .

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. “Salinan Lampiran Permendikbud No

65 Tahun 2013 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah diakses dari akmadsudrajat.wordpress.com. 12 Mei 2015.

Kertayasa, I Ketut. Indonesia Pisa Center diakses dari

http://www.indonesiapisacenter.com/2014/03/tentang-website.html. 14 April

2015.

Kowiyah. “Kemampuan Berpikir Kritis”. Jurnal Pendidikan Dasar. Vol. 3. No. 5. Desember 2012.

Kubiatko, Milan dan Ivana Vaculova. “Project-based learning:characteristic and the experiences with application in the science subjects”. Energy Education Science and Technology Part B: Social and Educational Studies.Vol. 3. No. 1. 2011.

Kusumaningrum, Maya dan Abdul Aziz Saefudin. “Mengoptimalkan Kemampuan Berpikir Matematika Melalui Pemecahan Masalah Matematika”. Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika FMIPA UNY. ISBN : 978-979-16353-8-7. 10 November 2012,

Kuswana, Wowo Sunaryo. Taksonomi Berpikir. Bandung: Remaja Rosdakarya, Cet I, 2011.

Kuswana, Wowo Sunaryo. Taksonomi Berpikir. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011. Kwartolo,Yuli. “Multiple Intelligences dan Implementasinya dalam Taksonomi

Bloom”. Jurnal Pendidikan Penabur. No. 18, Tahun ke 11. Juni 2012

Lewy, Zulkardi, Nyimas Aisyah. “Pengembangan Soal Untuk Mengukur Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Pokok Bahasan Barisan Dan Deret Bilangan Di Kelas IX Akselerasi SMP Xaverius Maria Palembang”. Jurnal Pendidikan Matematika. Vol. 3. Desember 2009.

Luthvitasari, Navies, Ngurah Made D. P, dan Suharto Linuwih. “Implementasi Pembelajaran Fisika Berbasis Proyek Terhadap Keterampilan Berpikir Kritis, Berpikir Kreatif Dan Kemahiran Generik Sains”. Journal of Innovative Science Education. Vol. 1, No. 2. ISSN: 2252-6412 November 2012.

Mahendru, Priyanka dan D.V. Mahindru.“Problem Based Learning:Influence on

Students’s Learning in an Electronics & Communication Engineerig

Course”.Global Journal of Researces in Engineering Electronic and Electronics Engineering. Vol. 11. ISSN: 2249-4588. Desember 2011. Mardapi,Djemari. Metakognisi dan Tipe-Tipe Pengetahuan diakses

dari(http://pps.uny.ac.id/berita/metakognisi-dan-tiga-tipe-pengetahuan.html). 1 April 2015

Miri, Barak. “Purposely Teaching for The Promotion of Higher Order Thinking Skills: A Case of Critical Thinking”.Journal Res Sci Educ. vol 37.12 Januari 2007.

Mourtus, N, J, DeJong Okamoto and J. Rhee. “Defining, teaching, and assessing

problem solving skills”, 7th UICEE Annual Conference on Engineering

Education. Mumbai. 9-13 Februari 2014.

Musial. Dial, et al.Foundations of Meaningful Educational Assessment. New York: McGraw-Hill. 2009.

Nasution, S.Mengajar Dengan Sukses. Jakarta: Bumi Aksara,Edisi II, Cet I, 1995. Nurohman,Sabar.Pendekatan project based learning sebagai upaya internalisasi

scientific method bagi siswa calon guru fisika diakses

melaluihttp://staff.uny.ac.id/sites/default/files/132309687/projectbasedlearni ng.pdf. 30 Desember 2013.

OECD, PISA 2012 Results in Focus: What 15-year-olds know and what they can

do with what they know diakses dari

http://www.oecd.org/pisa/keyfindings/pisa-2012-results-overview.pdf. 14

April 2015.

Parkay, Forrest W dan Beverly Hardcastle Stanford. Menjadi Seorang Guru. Terj. dari Becoming a Teacher 7th Edition oleh Dani Dharyani. Jakarta: PT Indeks, Cet I, 2008.

Pujiyanto, Sri.Menjelajah Dunia Biologi 1: Untuk Kelas X SMA dan MA Kelompok Peminata Matematika dan Ilmu Alam. Solo: Platinum, 2014. Putrayasa, Ida Bagus. Buku Ajar Landasan Pembelajaran. Singaraja: Undiksha

Press. 2013.

Rais,Muh.“Pengembangan “Proyek’’ dalam Project-Based Learning : Suatu Upaya Memahami, Mengembangkan, dan Menerapkan Pendekatan Scientific Learning Implementasi Kurikulum 2013 dalam Pendidikan Vokasional”.Prosiding Konvensi Nasional Asosiasi Pendidikan Teknologi dan Kejuruan (APTEKINDO) ke 7 FPTK Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung. 13-14 November 2014.

Reed, Stephen K.Kognisi: Teori dan Aplikasi. Terj dari Cognition: Theory and Applications oleh Aliya Tusyani. Jakarta: Salemba Humanika, 2011.

Rofiah, Emi, Nonoh Siti Aminah, Elvin Yusliana Ekawati, “Penyusunan Instrumen Tes Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Fisika Pada Siswa SMP”.Jurnal Pendidikan Fisika. Vol. 1. No. 2. ISSN: 2338 – 0691. September 2013.

Rusman. Model-Model Pembelajaran: Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta: Rajawali Press, Cet IV, 2011.

Rusmono. Strategi Pembelajaran Dengan Problem Based Learning Itu Perlu. Bogor: Ghalia Indonesia, 2012.

Salmiah. Metode Pembelajaran Berbasis Masalah Untuk Meningkatkan Kompetensi Peserta Diklat Guru Mata Pelajaran Aqidah Akhlak

Kementerian Agama Se-Provinsi Sumatera Utara dan

Acehdiaksesmelaluihttp://sumut.kemenag.go.id. 10 April 2015.

Sani, Ridwan Abdullah.Pembelajaran Saintifik untuk Implementasi Kurikulum