• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN PENGAJUAN HIPOTESIS

3. Kajian Teoritis Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based

Learning)

a. Pengertian Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)

Pada dasarnya tujuan akhir pembelajaran adalah menghasilkan siswa yang memiliki keterampilan dalam memecahkan masalah yang akan dihadapinya di masyarakat. Tentunya diperlukan serangkaian kegiatan pembelajaran pemecahan masalah yang diterapkan di sekolah untuk menghasilkan siswa yang memiliki kompetensi handal dalam pemecahan masalah. Serangkaian kegiatan itu bisa diterapkan di kelas dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning).

Rumusan mengenai pengertian PBL yang cukup mewakili, salah satunya rumusan yang diungkapkan menurut Prof. Howard Barrows dan Kelson:34

Problem Based Learining (PBL) adalah kurikulum dan pembelajaran. Dalam kurikulumnya, dirancang masalah-masalah yang menuntut mahasiswa mendapatkan pengetahuan yang penting, membuat mereka mahir dalam memecahkan masalah, dan memiliki strategi belajar sendiri serta memiliki kecakapan berpartisipasi dalam tim. Proses pembelajarannya

33

Rusman, Model-Model Pembelajaran: Mengembangkan Profesionalisme Guru, (Jakarta: Rajawali Press, 2011), Cet. 4, h. 231

34

M. Taufiq Amir, Inovasi Pendidikan Melalui Problem Based Learning Bagaimana Pendidik Memberdayakan Pemelajar di Era Pengetahuan, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), Cet. 2, h.21

menggunakan pendekatan sistemik untuk memcahkan masalah atau menghadapi masalah atau menghadapi tantangan yang nanti diperlukan dalam karier dan kehidupan sehari-hari.

Menurut Boud, Felleti dan Fogarty dala Wena strategi belajar berbasis masalah merupakan suatu pendekatan pembelajaran dengan membuat konfrontasi kepada siswa dengan masalah-masalah praktis, berbentuk ill-strctured atau open ended melalui stimulus dalam belajar.35 Pada umumnya, permasalahan yang ditawarkan oleh guru menjurus pada masalah di kehidupan nyata dan bersifat terbuka. Jawaban dari masalah tersebut belum pasti. Guru dan setiap siswa dapat mengembangkan kemungkinan jawaban.

PBL or Problem Based Learning, is an instructional method of group-based learning centered on utilizing each member of the group's own information, resources, and personal experiences.36 Selama memecahkan masalah secara berkelompok, masing-masing siswa saling mengkonstruk pengetahuannya dan mengembangkan kemampuan penyelesaian masalah sebaik mungkin.

Menurut Tan dalam Rusman, Pembelajaran Berbasis Masalah merupakan inovasi dalam pembelajaran karena dalam pembelajaran ini kemampuan berpikir siswa dioptimalisasikan melalui proses kerja kelompok sehingga siswa dapat memberdayakan, mengasah, menguji, dan mengembangkan kemampun berpikirnya secara berkesinambungan.37

Berdasarkan beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa model Pembelajaran Berbasis Masalah merupakan pembelajaran yang menyajikan materi berupa suatu permasalahan yang memungkinkan banyak jawaban alternatif untuk diselesaikan siswa bersama-sama, mampu membangun rasa ingin tahu dan berpikir aktif siswa.

35

Made Wena, Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer: Suatu Tinjauan Konseptual Operasional, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2011), Cet, 6, h. 91.

36

Priyanka Mahendru dan D.V. Mahindru, Problem Based Learning:Influence on Students’s

Learning in an Electronics & Communication Engineerig Course,Global Journal of Researces in Engineering Electronic and Electronics Engineering, Vol. 11, Desember 2011, ISSN: 2249-4588, p. 3.

37

b. Karakteristik Problem Based Learning(PBL)

Savoie dan Hughes dalam Wena menyatakan bahwa strategi belajar berbasis masalah memiliki enam karakteristik. Karakteristik tersebut antara lain permasalahan merupakan pintu pembuka proses pembelajaran, permasalahan yang diajukan berhubungan dengan dunia nyata, pembelajaran berpusat di sekitar permasalahan bukan di seputar displin ilmu, memberikan tanggung jawab yang besar dalam menjalankan proses belajarmereka sendiri, pembelajaran dilakukan dengan membentuk kelompok kecil, dan siswa dituntut untuk mendemonstrasikan apa yang telah dipelajarinya dalam bentuk produk dan kinerja.38

Dari enam karakteristik tersebut, dikerucutkan lagi menjadi tga ciri utama. Terdapat tiga ciriutama PBL yaitu merupakan serangkaian aktivitas pembelajaran yang artinya dalamimplementasimodel ini ada sejumlah kegiatan yang harus dilakukan siswa. PBL menuntut siswa untuk aktif berpikir, berkomunikasi, mencari dan mengolah data, dan akhirnya menyimpulkan, bukan hanya sekedar mendengar, mencatat, dan menghafal materi. Kedua, aktivitas pembelajaran diarahkan untuk menyelesaikan masalah. Masalahditempatkan sebagai kata kunci dari proses pembelajaran. Jadi tanpa masalah, tidak akan ada proses pembelajaran. Ketiga, pendekatan masalah dilakukan dengan pendekatan berpikir ilmiah. Berpikir dengan metode ilmiah yaitu dengan proses berpikir deduktif dan induktif. Proses berpikir dilakukan secara sistematis dan empiris. Sistematis artinya berpikir ilmiah dilakukan melalui tahapan-tahapan tertentu; sedangkan empiris artinya proses penyelesaian masalah didasarkan pada data dan fakta yang jelas.39

38

Made Wena. loc. cit

39

Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group,2008), h. 214.

Pengertian masalah dalam strategi PBL ialah kesenjangan antara situasi nyata dan kondisi yang diharapkan.40 Sehingga masalah atau materi pembelajaran yang disajikan melalui PBL ini tidak terbatas pada materi yang bersumber dari buku saja, tetapi juga dari sumber lain seperti peristiwa tertentu yang terjadi dalam masyarakat yang menimbulkan kerisauan atau keluhan dan sesuai dengan kurikulum yang berlaku.

Menurut Sanjaya dalam Rusmono, setidaknya terdapat lima kriteria dalam memilih materi pelajaran untuk digunakan dalam pembelajaran berbasis masalah. Lima kriteria tersebut yaitu materi pelajaran harus mengandung isu yang dapat bersumber dari berita, video, radio, dan lainnya; materi yang dipilih familiar dengan siswa supaya semua siswa dapat mengikutinya dengan baik; materi yang dipilih berhubungan dengan keperluan orang banyak sehingga dirasakan manfaatnya; materi yang dipilih mendukung kompetensi yang harus dimiliki siswa sesuai dengan kurikulum yang berlaku; materi yang dipilih sesuai dengan minat siswa sehingga siswa merasa penting untuk mempelajarinya.41

c. Langkah Problem Based Learning (PBL)

Secara operasional, ada lima tahapan dalam model pembelajaran PBL yang disajikan pada Tabel 2.2 di bawah ini.42

Tabel 2.2 Sintaks PBL

Tahapan Pembelajaran Perilaku Guru Tahap 1 : Memberikan orientasi

tentang permasalahannya kepada siswa

Guru membahas tujuan pembelajaran, mendeskripsikan dan memotivasi siswa untuk terlibat dalam kegiatan mengatasi masalah

Tahap 2 : Mengorganisasikan siswa untuk meneliti

Guru membantu siswa untuk mendefinisikan dan mengorganisaskan tugas belajar

40

Rusmono, Strategi Pembelajaran Dengan Problem Based Learning Itu Perlu, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2012), h. 78

41

Ibid.

42

Sugiyanto, Model-Model Pembelajaran Inovatif, (Surakarta: Yuma Pustaka bekerja sama dengan FKIP UNS Surakarta, 2010), Cet. 2, h. 136

yang terkait dengan permasalahannya

Tahap 3 : Membantu investigasi mandiri dan kelompok

Guru mendorong siswa untuk mendapatkan informasi yang tepat, melaksanakan eksperimen, dan mencari penjelasan serta solusi Tahap 4 : Mengembangkan dan

mempresentasikan hasil

Guru membantu siswa selama merencanakan dan menyiapkan hasil-hasil yang tepat, seperti laporan, rekaman video, dan model-model dan membantu mereka menyampaikan kepada orang lain

Tahap 5 : Menganalisis dan mengevaluasi proses mengatasi masalah

Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi terhadap investigasinya dan proses-proses yang mereka gunakan

Tahapan pembelajaran PBL lainnya juga diungkapkan oleh Ridwan Abdullah Sani. Menurut Sani ada tujuh sintaks PBL. Ketujuh sintaks itu adalah guru menyampaikan masalah kepada siswa atau siswa mengajukan permasalahan yang relevan dengan topik yang dikaji, siswa mendiskusikan permasalahan dalam kelompok kecil, siswa membuat perencanaan untuk menyelesaikan masalah dengan berbagi tugas pencarian, masing-masing siswa melakukan penelusuran informasi, siswa berdiskusi kembali bersama kelompoknya menyampaikan hasil penelusuran informasi yang didapat, tiap kelompok menyajikan solusi permasalahan kepada teman sekelas, dan anggota kelompok melakukan review terhadap solusi yang telah dilakukan dan menilai kontribusi dari masing-masing anggota.43

Menurut M. Taufiq Amir juga mengungkapkan ada tujuh langkah proses PBL. Tujuh langkah yang dimaksud yaitu mengklarifikasi istilah dan konsep yang belum jelas, merumuskan masalah, menganalisis masalah, manata gagasan dan secara sistematis menganalisisnya secara mendalam,

43

Ridwan Abdullah Sani, Pembelajaran Saintifik untuk Implementasi Kurikulum 2013, (Jakarta: Bumi Aksara, 2014), Cet ke 1, h.153-514

memformulasikan tujuan pembelajaran, mencari informasi tambahan dari sumber lain, mensintesis dan menguji informasi serta membuat laporan.44

Berdsarkan tiga pendapat di atas, peneliti memilih menggunakan sintaks PBL menurut Sugiyono yang lebih sngkat. Hal ini didasarkan atas pertimbangan waktu jam pelajaran biologi di kelas yang tidak terlalu lama (45 menit untuk satu jam pelajaran).

d. Kelebihan dan kekurangan Problem Based Learning (PBL)

Pembelajaran berbasih masalah yang berdasar pada teori konstruktivis tentunya memiliki banyak kelebihan. Adaenam kelebihan daripembelajaran berbasis masalah yang diungkapkan oleh Smith dalam M. Taufiq Amir.45

Pertama, siswa menjadi lebih ingat dan meningkatkan pemahamannya atas materi ajar. Pengetahuan yang didapatkan lebih dekat dengan konteks praktiknyaakan lebih mudah diingat. Dengan konteks yang dekat dan sekaligus melakukan deep learning (banyak mengajukan pertanyaan menyelidik) bukan surface learning (sekedar hafalan saja) maka materi akan lebih mudah diserap.

Kedua, meningkatkan fokus siswa pada pengetahuan yang relevan.Kritikansbagi dunia pendidikan adalah materi yang diajarkan di kelas jauh dari apa yang terjadi di dunia praktik. Pembelajaran berbasis masalah yang baik mencoba untuk mengatasi kritikan itu. Dengan kemampuan pendidik membangun masalah yang dekat dengan kehidupan sehari-hari, siswa bisa merasakan lebih baik konteks operasinya di lapangan. Ketiga,mendorong siswa untuk berpikir. Pembelajaran ini melatih siswa untuk bertanya, berpikir kritis dan reflektif. Siswa tidak disarankan untuk terburu-buru menyimpulkan, mencoba menemukan landasan atas argumennya, dan fakta-fakta yang mendukung alasan. Daya nalar siswa dilatih dan kemampuan berpikir ditingkatkan sehingga ia tidak hanya sekedar tahu.

44

M. Taufiq Amir, op. cit., h. 25

45

Keempat, membangun kerja tim, kepemimpinan, dan keterampilan sosial. Kegiatan pemecahan masalah dilakukan secara berkelompok, maka Pembelajaran Berbasis Masalah yang baik dapat meningkatkan kecakapan kerja tim dan kecakapan sosial. Siswa diharapkan memahami perannya dalam kelompok, menerima pendapat orang lain, dan bisa memberikan pengertian bahkan untuk orang-orang yang mungkin tidak mereka senangi.

Kelima, membangun kecakapan belajar siswa (life-long learning skills). Ilmu dan keterampilan yang siswa butuhkan nantinya akan terus berkembang.Struktur masalah di dunia kerja bersifat mengambang bahkan open-endedsehingga mereka harus terbiasa belajar untuk mengembangkan bagaimana kemampuan untuk belajar.

Keenam, memotivasi pemelajar. Tantangan yang sesungguhnya bagi seorang guru adalah bagaiana memotivasi siswa, terlepas dari apapun metode yang digunakan. PBL memberikan peluang kepada guru untuk membangkitkan minat belajar siswa guru dan siswa saling menciptakan masalah dengan konteks pekerjaan. Memang tidak semua siswa semangat ketika melakukan pemecahan masalah yang menantang. Mungkin beberapa diantara mereka ada yang justru merasa kebingungan. Di sinilah peran pendidik menjadi sangat ditentukan.

Selain memiliki kelebihan, pembelajaran berbasis masalah juga memiliki beberapa kekurangan. Kekurangan yang dimaksud antara lain:46

Pertama,diperlukan guru yang terampil dalam menentukan masalah yang tingkat kesulitannya sesuai dengan tingkat berpikir siswa, tingkat sekolah, dan kelasnya serta pengetahuan dan pengalaman yang telah dimiliki siswa. Disini dapat dilihat bahwa peran guru sebagai fasilitator tidaklah mudah. Guru perlu mempersiapkan segala materi dan hal yang dibutuhkan dalam pembelajaran sesuai dengan kondisi yang telah disebutkan supaya siswa tidak merasa sulit dalam pembelajaran.

46

Salmiah, Metode Pembelajaran Berdasarkan Masalah untuk Meningkatkan Kompetensi Peserta Diklat Guru Mata Pelajaran Aqidah Akhlak Kementerian Agama Se-Provinsi Sumatera Utara danAceh, 2015, (http://sumut.kemenag.go.id)

Kedua, memerlukan waktu yang cukup banyak dan terkadang terpaksa mengambil jam pelajaran lain. Hal ini dikarenakan siswa perlu waktu untuk mengumpulkan dan menganalisis berbagai sumber informasi sebelum ia menemukan solusi pemecahan masalah.

Ketiga, perlu adaptasi siswa terhadap perubahan kegiatan belajar. Mengubah kebiasaan siswa belajar dengan mendengarkan dan menerima informasi dari guru menjadi belajar dengan banyak berpikir memecahkan masalah sendiri atau kelompok yang memerlukan berbagai sumber belakar merupakan kesulitan sendiri bagi siswa.

e. Pengertian Model Pembelajaran Berbasis Proyek (Project Based Learning)

Di SMA Mountlake Terrace, di Moutlake Terrace, Washington, tim dari murid kelas geometri SMA mendesign SMA yang canggih untuk tahun 2050.47 Siswa membuat rencana lokasi, design arsitek yang sederhana dari ruang dan model fisik, budget, dan laporan narasi. Hasil proyek mereka diserahkan kepada arsitek untuk dinilai. Cerita tersebut merupakan gambaran pembelajaran berbasis proyek. Pembelajaran berbasis proyek adalah sebuah model pembelajaran yang inovatif, dan lebih menekankan pada belajar kontekstual melalui kegiatan-kegiatan yang kompleks.48

Pembelajaran berbasis proyek merupakan pembelajaran yang melibatkan peserta didik di dalam transfer pengetahuan dan keterampilan melalui proses penemuan dengan serangkaian pertanyaan yang tersusun dalam tugas atau proyek (Buck Institute of Education49. Istilah proyek diambil dari manual arts (pekerjaan tangan) di mana anak-anak harus menyelesaikan suatu

47

Forrest W. Parkay dan Beverly Hardcastle Stanford, Menjadi Seorang Guru, Terj. dari

Becoming a Teacher, 7th Edition oleh Dani Dharyani, (Jakarta: PT Indeks, 2008), Cet. I, h. 505. 48

Made Wena, op. cit., h. 145. 49

Navies Luthvitasari, Ngurah Made D. P, dan Suharto Linuwih, “Implementasi Pembelajaran Fisika Berbasis Proyek Terhadap Keterampilan Berpikir Kritis, Berpikir Kreatif Dan Kemahiran Generik Sains”,Journal of Innovative Science Education, Vol. 1, No. 2, November 2012, ISSN: 2252-6412, h. 93.

pekerjaan tertentu.50 Proyek yang dirancang merupakan hasil pikiran siswa sendiri secara berkelompok, bukan ide dari guru. Jika siswa melaksanakan suatu kegiatan yang idenya dari guru, maka itu bukan sebuah proyek.

Definisi secara lebih komperehensif tentang Project Based

Learningdiungkapkanoleh The George Lucas Educational Foundation.

Definisi yang diuraikan antara lain:51

Pertama, project-based learning is curriculum fueled and standards based. Project Based Learning. merupakan pendekatan pembelajaran yang menghendaki adanya standar isi dalam kurikulumnya. Melalui Project Based Learning, proses inquiry dimulai dengan memunculkan pertanyaan penuntun (a guiding question) dan membimbing peserta didik dalam sebuah proyek kolaboratif yang mengintegrasikan berbagai subjek (materi) dalam kurikulum. Pada saat pertanyaan terjawab, secara langsung peserta didik dapat melihat berbagai elemen mayor sekaligus berbagai prinsip dalam sebuah displin yang sedang dikajinya.

Kedua, project-based learning asks a question or poses a problem that each student can answer. Project Based Learning adalah model pembelajaran yang menuntut pengajar dan atau peserta didik mengembangkan pertanyaan penuntun (a guiding question). Mengingat bahwa masing-masing peserta didik memiliki gaya belajar yang berbeda, maka Project Based Learning memberikan kesempatan kepada para peserta didik untuk menggali konten (materi) dengan menggunakan berbagai cara yang bermakna bagi dirinya, dan melakukan eksperimen secara kolaboratif. Hal ini memungkinkan setiap peserta didik pada akhirnya mampu menjawab pertanyaan penuntun.

Ketiga, project-based learning asks students to investigateissues and topics addressing real-world problems while integrating subjects across the

50

S. Nasution, Mengajar Dengan Sukses , (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), Ed. 2, Cet. 1, h. 14 51

Sabar Nurohman, Pendekatan project based learning sebagai upaya internalisasi scientific method bagi siswa calon guru fisika, 2013,h. 7-8,(http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/132309687/project-based-learning.pdf).

curriculum. Project Based Learning merupakan pendekatan pembelajaran yang menuntut peserta didik membuat “jembatan” yangmenghubungkan antar berbagai subjek materi. Melalui jalan ini, peserta didik dapat melihat pengetahuan secara holistik. Lebih daripada itu, Project Based Learning merupakan investigasi mendalam tentang sebuah topikdunia nyata, hal ini akan berharga bagi atensi dan usaha peserta didik.

Keempat, project-based learning is a method that fosters abstract, intellectual tasks to explore complex issues. Project Based Learning merupakan pendekatan pembelajaran yang memperhatikan pemahaman. Peserta didik melakukan eksplorasi, penilaian, interpretasi dan mensintesisinformasi melalui cara yang bermakna.

Berdasarkan beberapa definisi di atas, dapat diartikan jika Project Based Learning adalah sebuah model pembelajaran yang menekankan aktivitas motorik siswa untuk memecahkan sebuah masalah yang dekat dengan kehidupan sehari-hari. Proyek yang diciptakan merupakan hasil ide siswa secara kolaboratif di dalam masing-masing kelompoknya.

f. Karakteristik Project Based Learning(PjBL)

Ada delapan karakteristik belajar berbasis proyek menurut Buck Institute for Education dalam Made Wena. Kedelapan karakteristik tersebut adalah siswa membuat keputusan dan kerangka kerja, terdapat masalah yang pemecahannya tidak ditentukan sebelumnya, siswa merancang proses untuk mencapai hasil, siswa bertanggung jawab untuk mendapatkan dan mengelola informasi yang dikumpulkan, siswa melakukan evaluasi secara kontinu, siswa secara teratur melihat kembali apa yang mereka kerjakan, hasil akhir berupa produk dan dievaluasi kualitasnya, kelas memiliki atmosfir yang memberi toleransi kesalahan dan perubahan.52

Sedangkan karakteristik penting dari strategi proyek menurut Nolker & Schoenfeldt dalam Made Wena adalah siswa dapat menerapkan berbagai keterampilan teori dan praktik yang dimiliki guna menanggulangi gugus

52

tugas konkret dan berfaedah dengan berhasil.53 Agar siswa dapat menerapkan keterampilantersebut,iaperlu memiliki pengetahuan awal yang matang.

The AutoDesk Foundation yang terdapat dalam Sabar Nurohman mengungkapkan setidaknya Project Based Learning memiliki enam karakteristik. Enam karakteristik tersebut antara lain peserta didik membuat keputusan tentang sebuah kerangka kerja, adanya permasalahan atau tantangan yang diajukan kepada peserta didik, peserta didik mendesain proses untuk menentukan solusi atas permasalahan, peserta didik secara kolaboratif bertanggungjawab untuk mengakses dan mengelola informasi untuk memecahkan permasalahan, proses evaluasi dijalankan secara kontinyu, dan peserta didik secara berkala melakukan refleksi atas aktivitas yang sudah dijalankan.54

g. Langkah Project Based Learning (PjBL)

Project Based Learning memiliki delapan tahapan kegiatan pembelajaran. Delapan kegiatan pembelajaran Project Based Learning meliputi:55

Pertama, mendeskripsikan konsep/materi yang sedang dipelajari. Guru menugaskan siswa untuk menggambarkan atau mendeskripsikan konsepyangsedang dipelajari. Misal siswa sedang belajar materi ekosistem, siswa ditugaskan untuk mendeskripsikan unsur-unsur biologis, geografis, dan fisik yang ada di sebuah ekosistem dan bagaimana ketiga unsur tadi berinteraksi.

Kedua, menentukan permasalahan.Guru mengarahkan siswa untuk membentuk sebuah pertanyaan dengan melihatdeskripsi konsep yang sudah

53

Ibid., h. 107 54

Sabar Nurohman. loc. cit. 55

Erica Backer, dkk, Project Based Learning Model: Relevant Learning for the 21st Century, (Washington: Pacific Education Institute, 2011), h. 4

siswa buat. Siswa diarahkan untuk mengidentifikasi permasalahan kecil yang menyangkut suatu sistem secara utuh.

Ketiga, mengkaji permasalahan.Dengan menggunakan pemikiran yang lebih mendalam, siswa diajak untuk memahamipermasalahan sebagai langkah awal untuk menemukan solusi yang efektif. Siswa bekerja secara kooperatif dengan teman-temannya untuk mencari tahu apa yang mereka butuhkan bukan hanya menentukan apa saja yang sudah mereka ketahui. Guru berperan sebagai fasilitator dengan memberikan beberapa sumber informasi yang bisa digunakan oleh siswa, menyempurnakan pertanyaan yang diajukan oleh siswa, dan menghubungkan siswa dengan ahli terkait.

Keempat, memahami pihak-pihak yang terlibat. Siswa melakukan diskusi dengan ahli yang terkait. Jika hal tersebut tidakmemungkinkan, maka ia bisa membuka web primer dari ahli tersebut dan membaca beberapa penelitiannya.

Kelima, menentukan pemecahan masalah/solusi. Solusi atas pemecahan masalah yang diambil harus berlandaskan keputusanbersamadengan memperhitungkan aspek keterbatasan dan kemudahan. Guru menjelaskan kepada siswanya bahwa solusi yang didambil harus berdasarkan kriteria berikut ini yaitu hasil rangkuman beberapa solusi yang memungkinkan berdasarkan pertanyaan siapa, apa, dimana, kapan, dan bagaimana; mempertimbangkan aspek positif dan negatif; berbasis pendapat pihak yang terlibat/ahli terkait; dan tingkat kesulitan dari masing-masing solusi.

Keenam, merencanakan proyek. Secara berkolaboratif siswa dan guru menyusun jadwal aktivitas dalammenyelesaikan proyek yag meliputi timeline, deadline, alat bahan, dan cara kerja.

Ketujuh, melaksanakan proyek. Proyek dilaksanakan juga secara kolaboratif antarsiswa dalam kelompok. Padatahapanini guru memfasilitasi peserta didik pada setiap proses. Guru menggunakan rubrik yang dapat merekam seluruh aktivitas siswauntuk mempermudah proses monitoring. Selain itu, guru juga mencatat kesulitan apa saja yang siswa hadapi.

Kedelapan, menyimpulkan, mengevaluasi, dan merefleksi. Pada tahapan ini guru memberikan penilaian terhadap proyek yang sudah dibuat siswa. Guru dan siswa saling berdiskusi dalam menyimpulkan, mengevaluasi, dan merefleksi kegiatan pembelajaran yang sudah dilakukan. Tahapan terakhir ini berguna untuk memperbaiki kinerja selama proses pembelajaran sehingga pada akhirnya ditemukan suatu cara yang efektif untuk ke depannya dalam membentuk sebuah proyek yang baik.

h. Kelebihan dan Kekurangan Project Based Learning(PjBL)

Dibandingkan dengan belajar yang hanya dari buku teks, pendekatan ini memilikibanyak manfaat untuk murid, termasuk pengetahuan yang lebih dalam mengenai masalah tersebut, meningkatkan pengarahan diri, dan motivasi, dan meningkatkan kemampuan riset dan menyelesaikan masalah.56 Menurut George Lucas dalam Forrest W. Parkay, ProjectBased Learning mempromosikan kecerdasan emosional yang lebih penting di dunia nyata dibandingkan kecerdasan intelektual yang tinggi karena apa yag kita lakukan di masa depan adalah bekerja dengan orang lain.57

Moursund dalam Made Wena juga mengungkapkan setidaknyaProject Based Learningmemiliki lima keunggulan. Kelima keuungulan yang dimaksud yaitu:58

Pertama, increased motivation. Pembelajaran berbasis proyek dapat meningkatkan motivasi belajar siswa. Denganmembuat suatu proyek, siswa dilatih untuk bekerja keras dan belajar secara tekun. Beberapa laporan juga menyatakan siswa lebih merasa bergairah dalam pembelajaran dan keterlambatan dalam kehadiran berkurang.

Kedua, increased problem-solving ability. Beberapa sumber menyatakan bahwa lingkungan belajar berbasis proyek dapatmeningkatkan kemampuan memecahkan masalah, membuat siswa lebih aktif dan berhasl memecahkan masalah yang bersifat kompleks.

56

Forrest W. Parkaydan Beverly Hardcastle Stanford., op. cit, h. 504 57

Ibid.

58

Ketiga, improved library research skills. Keterampilan siswa untuk mencari dan mendapatkan informasi akan meningkat karena pembelajaran berbasis proyek mempersyaratkan siswa harus mampu secara cepat memperoleh informasi melalui sumber-sumber informasi.

Keempat, increased collaboration. Pentingnya kerja kelompok dalam proyek membuat siswa perlu untuk mengembangkan dan mempraktikan keterampilan komunikasi. Kelompok kerja kooperatif, evaluasi siswa, pertukaran informasi secara online adalah aspek-aspek kolaboratif dari sebuah proyek.

Kelima, increased resource management skills.Pembelajaran berbasis