• Tidak ada hasil yang ditemukan

4 KAJIAN TINGKAT KEBERLANJUTAN PENGELOLAAN KAWASAN PESISIR LOKASI PERTAMBANGAN NIKEL POMALAA

Pendahuluan

Ekosistem pesisir merupakan ekosistem sangat unik karena di tempat ini tiga komponen planet bumi bertemu; hidrosfir, litosfir dan biosfir (Pallewatta, 2010). Keunikan lain dari kawasan ini adalah terdapatnya beberapa habitat yang sangat produktif seperti estuari, laguna, lahan basah dan karang tepi (Clark, 1995). Keunikan kawasan ini menghasilkan berbagai sektor bernilai komesial tinggi, seperti pangan, pemukiman, parawisata, perikanan dan industri. Perputaran roda ekonomi dari sektor-sektor tersebut menyebabkan terjadinya peningkatan populasi yang sangat cepat di wilayah ini. Di berbagai negara, wilayah pesisir merupakan wilayah yang lebih cepat berkembang, baik dalam tingkat perekonomian maupun tingkat populasinya. Pallewatta (2010) menyebutkan hampir separuh dari kota-kota besar dunia berada dalam jarak 50 kilometer dari daerah pesisir, dan kepadatan populasi di daerah ini dapat mencapai 2,6 kali lebih padat dari seluruh pulau tersebut.

Besarnya potensi kekayaan alam pesisir telah menimbulkan berbagai permasalahan lingkungan hidup seperti kelebihan tangkap (over fishing) di sektor perikanan, perusakan hutan mangrove, terumbu karang dan padang lamun serta abrasi pantai dan gelombang pasang hingga masalah kerusakan akibat adanya

pembukaan lahan oleh industri tambang. Permasalahan di pesisir di atas bila dikaji lebih lanjut memiliki akar permasalahan yang mendasar. Menurut Dahuri (2003) ada lima faktor, yaitu pertama tingkat kepadatan penduduk yang tinggi dan kemiskinan, kedua konsumsi berlebihan dan penyebaran sumberdaya yang tidak merata, ketiga kelembagaan, keempat, kurangnya pemahaman tentang ekosistem alam, dan kelima kegagalan sistem ekonomi dan kebijakan dalam menilai ekosistem alam. Pengelolaan sumberdaya alam pada prinsipnya merupakan upaya terencana, sistematis dan terpadu dalam pemanfaatannya guna mencapai tujuan yakni kesejahteraan masyarakat (social welfare) dengan tetap menjaga kelestarian sumberdaya alam. Hal tersebut sejalan dengan pandangan Todaro dan Smith (2003), bahwa suatu proses pembangunan baru dapat dikatakan berkesinambungan apabila total stok/modal jumlahnya tetap atau meningkat dari waktu ke waktu.

Konsepsi pengelolaan dalam pandangan undang-undang No. 32 tahun 2009 disebutkan bahwa perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum. Pembangunan berkelanjutan adalah upaya sadar dan terencana yang memadukan aspek lingkungan hidup, sosial, dan ekonomi ke dalam strategi pembangunan untuk menjamin keutuhan lingkungan hidup serta keselamatan, kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan. Oleh karena itu, kajian tingkat pengelolaan menjadi sangat penting, mengingat fungsi lingkungan dan manfaat yang dapat diperoleh dari sumberdaya alam, merupakan modal utama dalam pembangunan berkelanjutan.

Secara geografis, lokasi Penambangan Nikel Pomalaa merupakan wilayah berbukit dengan kisaran ketinggian antara 100-600 m d.p.l dan kisaran kemiringan lereng antara 15-40 derajat serta curah hujan yang lebih dari 2000 mm pertahun. Adanya sistem penambangan yang sifatnya terbuka (open cut mining), maka pembukaan lahan yang masif menjadi konsekuensi yang tidak dapat dihindari. Akibatnya, peluang terjadinya erosi sangat besar. Bila ini terjadi, maka pihak yang paling merasakan dampaknya adalah masyarakat pesisir karena erosi yang tidak terkendali dapat menyebabkan sedimentasi dan penurunan kualitas air pada perairan pesisir dan berujung pada terjadinya degradasi sumberdaya secara keseluruhan. Dari sisi sosial ekonomi, dampak lanjutan yang kemudian akan terjadi adalah terganggunya sistem mata pencaharian penduduk yang menggantungkan hidupnya pada laut. Perairan kawasan pesisir lokasi pertambangan nikel Pomalaa banyak memberikan fungsi dan manfaat bagi lingkungan dan manusia. Selain berfungsi sebagai kawasan strategi nasional, kawasan pertambangan nikel Pomalaa juga berfungsi sebagai zona penyangga (buffer zone) dan daerah tangkapan air (catchment area).

Mengingat lokasi ini merupakan bagian dari wilayah pesisir, maka konsep dan pendekatan pengelolaan terpadu (integrated approach), menjadi sangat penting, dalam hal ini pengaruh dari daratan dan lautan memberikan dampak yang besar terhadap karakteristik wilayah perairan kawasan pertambangan nikel Pomalaa. Dahuri et al. (1996), mengemukakan bahwa pembangunan kawasan pesisir, pantai dan pulau-pulau kecil secara berkelanjutan hanya dapat terwujud jika pengelolaan dilakukan secara terpadu (integrated). Pentingnya hal keterpaduan dalam pengelolaan wilayah pesisir juga dikemukan oleh Cincin-Sain and Knecht

(1998), pada prinsipnya pengelolaan wilayah pesisir dan laut terdiri dari lima hal yaitu (1) sustainable development; (2) integration approach; (3) responsible decentralization; (4) people-centered management; dan (5) global and regional cooperation regime. Menurut Dahuri et al., (1996), pembangunan berkelanjutan di wilayah pesisir memiliki empat dimensi, yaitu; ekologis, sosial ekonomi budaya, sosial politik, serta hukum dan kelembagaan. Lebih jauh Adrianto dan Kusumastanto (2005), mengemukakan bahwa pengelolaan wilayah pesisir pada dasarnya diarahkan untuk mencapai dua tujuan, yaitu: (1) Pendayagunaan potensi pesisir dan lautan untuk meningkatkan kontribusi terhadap pembangunan ekonomi nasional dan kesejahteraan pelaku pembangunan kelautan khususnya, dan (2) untuk tetap menjaga kelestarian sumberdaya kelautan khususnya sumberdaya dapat pulih dan kelestarian lingkungan.

Kajian tingkat pengelolaan perairan pesisir kawasan pertambangan nikel Pomalaa, dimaksudkan untuk mengetahui status keberlanjutan dan variabel pengungkit dalam pengelolaan perairan pesisir kawasan pertambangan nikel Pomalaa. Kajian ini dilakukan dengan pendekatan analisis multi-dimensional scalling (MDS).

Metodologi Jenis Dan Sumber Data

Jenis data yang dikumpulkan meliputi; data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung di lapangan, berupa hasil wawancara dan data hasil analisis tingkat pencemaran perairan pesisir lokasi pertambangan nikel Pomalaa. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber bacaan atau dokumen terkait dengan pengelolaan perairan kawasan pesisir lokasi pertambangan. Jenis dan sumber data, lebih rinci disajikan pada Tabel 17. Tabel 17 Jenis dan sumber data kajian tingkat pengelolaan perairan pesisir

kawasan pertambangan nikel Pomalaa

Aspek kajian Variabel Jenis data Sumber data

Tingkat/status keberlanjutan pengelolaan

Dimensi dan atribut keberlanjutan Data primer Data sekunder Hasil analisis, Data Sekunder Variabel/atribut pengungkit dalam keberlanjutan pengelolaan Atribut pengungkit dari masing-masing dimensi

Data primer Kuesioner (stakeholders)

Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dilakukan dengan metode survei dan metode studi literatur. Metode survei dilakukan untuk pengumpulan data primer dengan melakukan wawancara dan observasi (pengamatan visual) terhadap tingkat pengelolaan yang ada. Sedang metode studi literatur dilakukan untuk pengumpulan data sekunder berupa dokumen terkait tingkat pengelolaan kawasan perairan lokasi

tambang nikel Pomalaa. Metode pengumpulan data, lebih rinci disajikan pada Tabel 18.

Tabel 18 Metode pengumpulan data

Tujuan Variabel Jenis data Metode Pengumpulan Data

Kajian tingkat keberlanjutan pengelolaan kawasan perairan lokasi tambang nikel Pomalaa

Dimensi dan atribut keberlanjutan Data primer Data sekunder - Survei (pengukuran dan observasi) - Studi literatur Kajian variabel kunci dalam

pengelolaan kawasan perairan lokasi tambang nikel Pomalaa

Atribut pengungkit dari masing-masing dimensi

Data primer - Survei (wawancara)

Berdasarkan kebutuhan data untuk kajian tingkat pengelolaan, maka digunakan metode studi literatur dan metode survei. Metode studi literatur dimaksudkan untuk mengumpulkan data berupa hasil penelitian sebelumnya yang terkait dengan pengelolaan perairan kawasan pesisir lokasi pertambangan nikel Pomalaa. Sedangkan metode survei menggunakan teknik kuesioner.

Teknik kuesioner yang dikembangkan adalah sistem tertutup, yakni responden disodorkan pertanyaan dengan pilihan-pilihan respon/jawaban telah tersedia. Responden yang menjadi target adalah stakeholders yang berperan dalam pengelolaan dan pemanfaatan perairan kawasan pesisir lokasi pertambangan nikel Pomalaa. Terkait analisis keberlanjutan, total responden yang digunakan dalam penelitian ini yaitu sebanyak 25 responden yang terdiri masyarakat sebanyak 20 responden yang mewakili berbagai subsektor perikanan. Decision maker sebanyak tigaresponden yang berasal dari dua dari Dinas Kelautan dan Perikanan serta satu responden berasal dari Badan Lingkungan Hidup Daerah. Khusus untuk pihak perusahaan diambil dua responden. Pada analisis prospektif, jumlah responden yang digunakan sebanyak lima responden yang terditi dari tiga pakar pada bidang perikanan dan lingkungan hidup serta dua responden yang berasal dari Dinas Kelautan dan Perikanan.

Metode Analisis Data

Metode analisis data disesuaikan dengan tujuan penelitian. Metode tersebut meliputi; analisis MDS dengan penggunaan software RapFish dan analisis prospektif. Metode analisis data, lebih rinci disajikan pada Tabel 19.

Tabel 19 Metode analisis data

Tujuan Variabel Metode Analisis Output Analisis Kajian tingkat/status

keberlanjutan pengelolaan perairan kawasan tambang nikel Pomalaa

Dimensi dan atribut keberlanjutan - Analisis MDS (RapFish) - Status keberlanjutan - Variabel sensitif - Trade off dimention

Kajian variabel/atribut kunci dalam pengelolaan perairan kawasan tambang nikel Pomalaa

Atribut pengungkit dari masing-masing dimensi - Analisis prospektif - Variabel penentu - Variabel penghubung - Variabel terikat - Variabel bebas Analisis Keberlanjutan (MDS)

Analisis keberlanjutan pengelolaan dimaksudkan untuk memperoleh gambaran status keberlanjutan dari masing-masing dimensi pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan perairan kawasan tambang nikel Pomalaa. Analisis keberlanjutan pengelolaan dilakukan dengan pendekatan analisis MDS (multi-dimensional scalling) dengan bantuan software RapFish.

RapFish (Rapid Appraisal for Fisheries), yang dikembangkan oleh Pitcher (1999). Alder et al. (2000) menjelaskan bahwa penilaian kondisi perikanan secara terpadu meliputi empat aspek yaitu aspek ekologi, ekonomi, sosial, dan teknologi. Dalam kajian ini, aspek keberlanjutan ditambahkan satu dimensi yaitu dimensi kelembagaan, sehingga jumlah dimensi seluruhnya sebanyak lima dimensi yaitu ekologi, ekonomi, sosial, teknologi dan kelembagaan. Pendekatan ini lebih didasarkan pada prinsip Multi Criteria Analysis (MCA) dengan mengandalkan algoritma yang disebut sebagai algoritma MDS (Fauzi dan Anna 2005). Tahapan operasional RapFish, sebagai berikut:

- Menentukan tema/topik kajian, yakni keberlanjutan pengelolaan kawasan pesisir tambang di lokasi tambang nikel Pomalaa.

- Menentukan dimensi kajian, meliputi; dimensi ekologi, dimensi ekonomi, dimensi sosial, dimensi teknologi dan dimensi kelembagaan.

- Menentukan atribut dari setiap dimensi kajian, meliputi; dimensi ekologi (11 atribut), dimensi ekonomi (10 atribut), dimensi sosial (delapan atribut), dimensi teknologi (sembilan atribut) dan dimensi kelembagaan (sembilan atribut).

- Memberikan skoring (bad-good) pada setiap atribut.

- Menginput nilai/skor hasil penilaian dari masing-masing atribut kedalam software RapFish.

- Me-run RapFish.

- Memunculkan rap analysis (persentase keberlanjutan). Rap analysis dimaksudkan untuk mengetahui persentase keberlanjutan dari setiap dimensi.

- Me-run leveraging untuk memperoleh leverage of atrribute, yang

merupakan penentuan atribut yang berpengaruh dominan/atribut pengungkit dari setiap dimensi. Atribut pengungkit merupakan atribut yang keberadaannya berpengaruh sensitif terhadap peningkatan atau penurunan status keberlanjutan, semakin besar nilai RMS maka semakin besar peranan

atribut tersebut terhadap sensitivitas status keberlanjutan (Kavanagh dan Pitcher 2004).

- Me-run Monte Carlo dengan selang kepercayaan 95%. Analysis Monte

Carlo dimaksudkan untuk melihat pengaruh galat (error), dalam upaya meningkatkan kepercayaan terhadap hasil analisis. Perbedaan hasil analisis Monte Carlo yang kecil terhadap hasil analisis RapFish, menunjukkan bahwa dampak dari kesalahan pemberian skor relatif kecil. Apabila nilai selisih kedua analisis tersebut (Analisis Monte Carlo RapFish>5%) maka hasil analisis tidak memadai sebagai penduga nilai indeks keberlanjutan, dan apabila nilai selisih kedua analisis tersebut (Analisis Monte Carlo RapFish<5%) maka hasil analisis dianggap memadai untuk menduga nilai indeks keberlanjutan.

- Memunculkan nilai squared correlation (R2) sebagai penilaian ketepatan (goodness of fit). Squared Correlation (R2) adalah kuadrat dari koefisien

korelasi yang menunjukkan proporsi varian dari the optimally scaled data, yang

disumbangkan oleh prosedur penskalaan multidimensional yang merupakan

ukuran kecocokan/ketepatan (goodness of fit measure). Nilai R2 menunjukkan

bahwa banyaknya/besarnya varians data yang dapat dijelaskan dalam model. Nilai squared correlation digunakan untuk mengetahui kedekatan

antara data dengan perceptual map apakah data terpetakan dengan baik atau

tidak. Nilai R2 semakin mendekati 1 berarti data yang ada semakin terpetakan

dengan sempurna atau denga kata lain semakin tinggi nilai R2, maka semakin

baik model tersebut dalam menjelaskan varians data. Kavanagh (2001) menyebutkan bahwa nilai Squared Correlation (R2) lebih dari 80% menunjukkan bahwa model pendugaan indeks keberlanjutan baik dan memadai digunakan.

- Memunculkan nilai stress untuk menunjukkan ukuran ketidakcocokan (a lack of fit measure). Nilai stress merupakan kebalikan dari nilai R2. Nilai stress digunakan untuk melihat apakah hasil output mendekati keadaan yang sebenarnya atau tidak. Semakin mendekati nol, maka output yang dihasilkan semakin mirip dengan keadaan yang sebenarnya. Semakin rendah nilai stress,

maka semakin baik/cocok model tersebut. Sebaliknya, semakin tinggi nilai

stress, maka semakin tidak cocok model tersebut. Nilai stress yang dapat ditolerir adalah kurang dari 20%.

- Memunculkan nilai Root Mean Square (RMS) dari masing-masing dimensi. Semakin besar nilai RMS, maka semakin besar peranan atribut tersebut terhadap sensitivitas status keberlanjutan (Kavanagh dan Pitcher, 2004). - Membuat diagram layang-layang (kite-diagram) dari dimensi keberlanjutan

perairan kawasan tambang nikel Pomalaa. Kite-diagram berguna sebagai trade-off keberlanjutan.

Adapun keberlanjutan ekologi dan skornya disajikan pada Tabel 20, keberlanjutan ekonomi pada Tabel 21, keberlanjutan sosial Tabel 22, keberlanjutan teknologi Tabel 23 dan keberlanjutan kelembagaan Tabel 24.

Tabel 20 Dimensi keberlanjutan ekologi

No Dimensi Skor Baik Buruk Keterangan

1 Kualitas Perairan 0; 1; 2; 3 0 3 Kualitas perairan atau status mutu air merupakan penggambaran dari status/kondisi pencemaran yang terjadi berdasarkan Kepmen-LH No.115 Tahun 2003 tentang pedoman penentuan status mutu air. Status Mutu Air di kawasan pesisir lokasi tambang nikel Pomalaa didasarkan pada perhitungan STORET.

Skoring atau penilaian mengacu pada Kepmen-LH No.115 Tahun 2003.

Nilai/Skor; Nilai STORET (0) memenuhi baku mutu [0], STORET (-1 s.d -10) Cemar Ringan [1], STORET (-11 s.d -30) Cemar Sedang [2], STORET (≤ -31 Cemar Berat [3]

2 Ketersediaan lahan untuk pengembangan

1; 2; 3 3 1 Luasan lahan yang secara teknis dapat dikembangkan sebagai kawasan budidaya perikanan yaitu kemiringan lahan < 2%. Nilai/Skor; ada dan cukup luas [3], ada dan cukup [2], ada tetapi sedikit [1]

3 ketersediaan zonasi peruntukan lahan wilayah pesisir,

0; 1; 2 2 0 Merujuk pada RTRW Kabupaten Kolaka yaitu PERDA No.16 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kolaka Tahun 2012-2031.

Nilai/Skor; Ada dan berjalan dengan baik [2], Ada tetapi tidak dijalankan [1], Tidak ada [0]

4 Status mangrove 1; 2; 3 3 1 Keanekaragaman jenis mangrove. Data Merujuk pada hasil kajian Kerangka Acuan-ANDAL Pembangunan dan Operasi PLTU dengan Kapasitas Maksimum 2x75 MW dan Fasilitas Penunjang Lainnya.

Nilai/Skor; keanekaragaman tinggi (H‟>9,97 atau H‟>3) [3],

Kanekaragaman sedang (3,20<H‟<9,97 atau 1<H‟<3) [2], keanekaragaman rendah (H' < 3,2 atau H' < 1) [1] 5 Status lamun 1;2;3 3 1 Persentase tutupan lamun.

Keanekaragaman jenis mangrove. Data Merujuk pada hasil kajian Kerangka Acuan-ANDAL Pembangunan dan Operasi PLTU dengan Kapasitas Maksimum 2x75 MW dan Fasilitas Penunjang Lainnya.

Nilai/Skor; tutupan tinggi >50% [3], tutupan sedang 25-49,9% [2], tutupan rendah <25% [1]

6 Status terumbu karang 1; 2; 3 3 1 Persentase tutupan karang. Keanekaragaman jenis mangrove. Data Merujuk pada hasil kajian Kerangka Acuan-ANDAL Pembangunan dan Operasi PLTU dengan Kapasitas

No Dimensi Skor Baik Buruk Keterangan

Maksimum 2x75 MW dan Fasilitas Penunjang Lainnya.

Nilai/Skor; tutupan tinggi >50% [3], tutupan sedang 25-49,9% [2], tutupan rendah <25% [1]

7 Jenis pakan 0; 1; 2 2 0 Jenis pakan yang digunakan sebagai pakan pada ikan budidaya.

Nilai/Skor; Agroindustri [2], Campuran [1], seadanya/alami [0]

8 Kejadian kematian ikan 0; 1; 2 2 0 Nilai/Skor; Tidak pernah terjadi [0], Kadan-kadang [1], Sering [2]

9 Laju Sedimentasi 0; 1; 2 0 2 Laju sedimentasi mengacu pada Peraturan Dirjen Rehabilitasi Lahan Nilai/Skor; laju sedimentasi rendah [0], laju sedimentasi sedang [1], laju sedimentasi tinggi [2]. 10 Debit sungai 0; 1; 2 2 0 Nilai/Skor; Semakin besar [2], Tetap [1],

menurun [0]. 11 Tutupan Lahan/

Landcover

0; 1; 2;3 0 3 Persentase perubahan tutupan lahan yang terjadi. Membandingkan persentase tutupan lahan antara tahun 2006 dan tahun 2014.

Nilai/Skor; 0-25% tergolong rendah [0], 26-50% tergolong sedang [1], 51-75% tergolong cukup tinggi [2], 76-100% tergolong sangat tinggi [3].

Tabel 21 Dimensi keberlanjutan ekonomi

No Dimensi Skor Baik Buruk Keterangan

1 Income/ Pendapatan Masyarakat

0;1;2 2 0 Rata-rata pendapatan masyarakat. Mengacu pada Peraturan Gubernur Nomor 86 Tahun 2013 tentang Upah Minimum Kabupaten Kolaka. Besaran untuk sektor umum Rp. 1.600.000,00 dan untuk sektor bangunan Rp. 1.700.000,00.

Nilai/Skor; tinggi atau diatas UMK/UMP [2], tergolong sedang atau sama dengan UMK/UMP [1], rendah atau di bawah UMK/UMP [0]

2 Kepemilikan Aset 0;1;2 2 0 Nilai/Skor; Kepemilikan asset bertambah [2], Kepemilikan asset tetap [1],

Kepemilikan asset berkurang [0] 3 Alternatif pendapatan

non perikanan

0; 1; 2 2 0 Nilai/Skor; Ada [2], Kurang [1], Tidak ada [0]

4 Akses nelayan pada sumberdaya permodalan

0; 2 2 0 Nilai/Skor; Baik [2], Sulit [0]

5 Marketable right / pemindahan atau perubahan kepemilikan

0; 1; 2 2 0 Nilai/Skor; umumnya dijual [0], sebagian dapat dijual [1], tidak ada yang dapat dijual [2]

6 Rantai pemasaran 0;1;2 2 0 Nilai/Skor; masyarakat tidak memiliki pilihan lain dalam menjual hasil selain kepada pengumpul [0], akses sedang, terdapat pilihan untuk menjual hasil selain

No Dimensi Skor Baik Buruk Keterangan

kepada pengumpul [1], akses tinggi, masyarakat bebas menjual hasil kepada siapa saja, termasuk mudahnya menjual ke pasar [2]

7 Akses terhadap sumberdaya

0;1;2 2 0 Nilai/Skor; Akses rendah, sumberdaya sulit di akses [0], akses sedang, terdapat batasan/aturan namun, tidak ada hukuman jika melanggar serta tidak ada pengawas [1], akses tinggi, tidak terdapat aturan/batasan/larangan/kuota [2]

8 Sektor Unggulan Perikanan

0; 1 2; 3 3 0 Sektor unggulan adalah beberapa komoditas yang paling menguntungkan untuk diusahakan/dikembangkan pada suatu wilayah, mempunyai prospek pasar, mampu meningkatkan pendapatan petani dan keluarga, mempunyai potensi sumberdaya lahan yang cukup luas serta memiliki sifat-sifat genetik unggul

Nilai/Skor;

LQ>1 dan DLQ>1 (sektor unggulan) [3], LQ<1 dan DLQ>1 (sektor andalan) [2], LQ<1 dan DLQ<1 (sektor prospektif) [1], LQ<1 dan DLQ<1 (sektor tertinggal) [0] 9 Kontribusi terhadap

Pendapatan Asli Daerah

0; 1; 2 2 0 Besarnya kontribusi sektor perikanan Kecamatan Pomalaa terhadap PDRB Kabupaten Kolaka.

Nilai/Skor; Meningkat [2], Tetap [1], Menurun [0]

10 Pertumbuhan subsektor perikanan

0; 1; 2 2 0 Pertumbuhan subsektor perikana adalah jumlah produksi perikanan dalam 5tahun terakhir berdasarkan data BPS Kab. Kolaka Nilai/Skor; Tumbuh [2], Tetap [1], Menurun [0]

Tabel 22 Dimensi keberlanjutan sosial

No Dimensi Skor Baik Buruk Keterangan

1 Tingkat Partisipasi Masyarakat

0; 1; 2;3 3 0 Nilai/Skor; terdapat ruang dengan tingkat partisipasi yang tinggi [3], terdapat ruang tapi tingkat partisipasi cukup [2], terdapat ruang tapi tingkat partisipasi rendah [1] tidak ada ruang/wadah untuk menyampaikan aspirasi [0]

2 Environmental Knowledge

0; 1; 2;3 3 0 Nilai/Skor; memiliki pengetahuan tentang lingkungan dengan sangat baik [3], memiliki pengetahuan tentang lingkungan yang cukup baik namun tidak terimplementasi [2], memiliki pengetahuan tentang lingkungan tapi masih sangat minim [1], tidak memiliki pengetahuan tentang lingkungan [0] 3 Education level 0; 1; 2 2 0 Sernakin tinggi tingkat pendidikan

rata-rata rnasyarakat perikanan rnaka cenderung akan sernakin rneningkatkan kepedulian rnasyarakat (public awareness) terhadap keberlanjutan usaha

No Dimensi Skor Baik Buruk Keterangan

perikanandi wilayah unit analisis. Nilai/Skor; rata-rata pendidikan masyarakat tamat SMA [2], rata-rata pendidikan masyarakat tamat SMP [1], rata-rata pendidikan masyarakat tamat SD dan tidak tamat SD [0]

4 Conflict status/ Potensi Konflik

0; 1; 2 0 2 Umumnya kelestarian usaha perikanan di wilayah/unit analisis akan lebih terjarnin jika tidak pernah terjadi konflik, baik konflik antar stakeholder usaha perikanan maupun konflik antara stakeholder usaha perikanan dengan perusahaan tambang. Nilai/Skor; Sering terjadi [2], Kadang-kadang terjadi [1], Tidak ada/tidak terjadi [0] 5 Pertumbuhan RTN dalam 5 thn terakhir 0;1;2;3 3 0 Nilai/Skor; >20% (baik) [2], 10-20% (kurang) [1], <10% (buruk) [0] 6 Pemanfaatan pengetahuan lokal dalam pengelolaan sumberdaya ikan (termasuk di dalamnya TEK, traditional ecological knowledge)

0;1;2 2 0 Nilai/Skor; ada dan efektif digunakan [2], ada tapi tidak efektif [1], Tidak ada [0]

7 Pola hubungan masyarakat /Struktur Sosial

0;1 0 1 Nilai/Skor; pola komunikasi tertutup [1], pola komunikasi terbuka [0]

8 Pekerjaan dilakukakn secara individual atau kelompok

0;1;2 2 0 Nilai/Skor; kerjasama kelompok [2], kerjasama satu keluarga [1], Pekerjaan dilakukan secara individual [0]

Tabel 23 Dimensi keberlanjutan teknologi

No Dimensi Skor Baik Buruk Keterangan

1 Aplikasi teknologi ramah lingkungan berbasis integrated multi tropic aquaculture (IMTA)

0; 1; 2 2 0 Nilai/Skor; Ada dan selalu diterapkan [2], Ada tapi hanya diterapkan beberapa kali [1], Tidak ada [0]

2 Penanganan pasca panen

0; 1; 2 2 0 Nilai/Skor; Penggunaan teknologi [2], Sebagain teknologi dan sebagain tidak [1], Tidak menggunakan teknologi [0]

3 Teknologi budidaya perikanan kolam dan tambak

0; 1; 2 0 2 Nilai/Skor; Tambak/kolam intensif [2], Tambak/kolam semi-tradisional [1], Tambak/kolam tradisional [0] 4 Teknologi budidaya

perikanan laut

0; 1; 2 2 0 Nilai/Skor; Modern dan ramah lingkungan [2], semi-tradisional [1], tradisional [0] 5 Ketersediaan bibit

unggul

0;1;2;3 2 0 Nilai/Skor; Ada dan mudah didapatkan [2], Ada namun sulit didapatkan [1], Tidak ada [0]

No Dimensi Skor Baik Buruk Keterangan 6 Ketersedian

infrastruktur pelabuhan/TPI

0; 1; 2 2 0 Nilai/Skor; Ada dan berfungsi dgn baik [2], Ada dan tidak berfungsi [1], Tidak ada [0] 7 Akses informasi /

penyuluhan perikanan

0; 1; 2 2 0 Nilai/Skor; terdapat penyuluhan dan intens (mengikuti musim tanam) [2], terdapat penyuluhan tetapi jarang (1 kali setahun) [1], tidak terdapat penyuluhan [0]

8 Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL)

0; 1; 2 2 0 Nilai/Skor; Terdapat IPAL pada setiap perusahaan yang menghasilkan limbah cair [2], Terdapat IPAL tapi jumlah terbatas hanya perusahaan2 tertentu [1], Tidak terdapat IPAL [0]

9 Ketersediaan Check Dam pada lokasi tambang

0;1;2 2 0 Nilai/Skor; Ada dan berfungsi [2], Ada tetapi tidak berfungsi maksimal [1], Tidak ada [0]

Tabel 24 Dimensi keberlanjutan kelembagaan

No Dimensi Skor Baik Buruk Keterangan

1 Ketersediaan kelompok nelayan

0; 1; 2 2 0 Nilai/Skor; Ada dan berjalan [2], Ada dan tidak berjalan [1], Tidak ada [0]

2 Ketersediaan lembaga penyuluh perikanan

0; 1; 2 2 0 Nilai/Skor; Ada dan berjalan [2], Ada tetapi tidak berjalan [1], Tidak ada [0]

3 Sinkronisasi kebijakan antara pemerintah daerah dgn perusahaan tambang

0; 1; 2 2 0 Nilai/Skor; Sinkron [2], Kurang sinkron [1], Tidak sinkron [0]

4 Perencanaan pengelolaan sumberdaya

0; 1; 2 2 0 Nilai/Skor; telah ada perencanaan dan telah diimplementasikan [2], telah ada perencanaan namun belum dimplementasikan [1], belum ada perencanaan [0] 5 Tingkat sinergisitas kebijakan dan kelembagaan pengelolaan perikanan

0; 1; 2 2 0 Nilai/Skor; Sinergi antar lembaga berjalan baik [2], Komunikasi antar lembaga tidak efektif [1], Konflik antar lembaga [0]

6 Ketersediaan Lembaga keuangan mikro (bank/kredit)

0; 1; 2 2 0 Nilai/Skor; Ada dan berjalan [2], Ada dan tidak berjalan [1], Tidak ada [0]

7 Keberadaan lembaga

masyarakat (LSM-LKMD)

0; 1; 2 2 0 Nilai/Skor; terdapat kelembagaan masyarakat dan telah berjalan dengan baik [2], Terdapat kelembagaan masyarakat namun belum optimal [1], Tidak terdapat kelembagaan masyarakat [0]

8 Keberadaan program, penelitian dan pengabdian masyarakat

0; 1; 2 2 0 Nilai/Skor; terdapat program/penelitian/bentuk pengabdian masyarakat secara kontinyu (terprogram) [2], terdapat program/penelitian/ bentuk pengabdian masyarakat namun hanya waktu-waktu tertentu saja [1], Tidak terdapat

No Dimensi Skor Baik Buruk Keterangan program/penelitian/bentuk pengabdian masyarakat [0] 9 Ketersediaan Perda pengelolaan lingkungan

0; 1; 2 2 0 Nilai/Skor; Ada dan berjalan [2], Ada dan tidak berjalan [1], Tidak ada [0]

Penyusunan indeks dan status keberlanjutan pengelolaan perairan pesisir lokasi Pertambangan Nikel Pomalaa dari masing-masing dimensi, dan atribut mengikuti konsep yang dikembangkan oleh Pitcher (1999). Skor penilaian setiap