Menurut Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (PWP-PK) Pasal 1 Ayat (2) pengertian wilayah pesisir adalah daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut. Selanjutnya, pada pasal 2 disebutkan bahwa: ”Ruang lingkup pengaturan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil meliputi daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut, ke arah darat mencakup wilayah administrasi kecamatan dan ke arah laut sejauh 12 mil laut di ukur dari garis pantai”. Ruang lingkupnya meliputi daerah pertemuan antara pengaruh perairan dan daratan, ke arah daratan mencakup wilayah administrasi kecamatan dan ke arah perairan laut sejauh 12 mil laut diukur dari garis pantai ke arah laut lepas dan/atau ke arah perairan kepulauan. Definisi wilayah pesisir seperti di atas memberikan pengertian bahwa ekosistem pesisir merupakan ekosistem yang dinamis dan mempunyai kekayaan habitat yang beragam, di darat maupun di laut, serta saling berinteraksi antara habitat tersebut. Selain mempunyai potensi yang besar, wilayah pesisir juga merupakan ekosistem yang paling mudah terkena dampak kegiatan manusia. Secara prinsip ekosistem pesisir mempunyai empat fungsi pokok bagi kehidupan manusia, yaitu sebagai penyedia sumberdaya alam, penerima limbah, penyedia jasa-jasa pendukung kehidupan, dan penyedia jasa-jasa kenyamanan. Terkait fungsinya sebagai tempat penampung limbah, ekosistem pesisir memiliki kemampuan terbatas yang sangat tergantung pada volume dan jenis limbah yang masuk. Apabila limbah tersebut melampaui kemampuan asimilasi perairan pesisir, maka kerusakan ekosistem dalam bentuk pencemaran akan terjadi.
Di sisi lain, perairan pesisir juga sangat rentang terhadap pencemaran, baik yang bersumber dari daratan maupun yang berasal dari laut, terbawa melalui pasang. Tekanan terhadap perairan pesisir akibat limbah yang berasal dari buangan aktivitas rumah tangga (limbah organik dan limbah anorganik), aktivitas industri (limbah organik, anorganik, limbah air panas dan limbah B3), aktivitas pertanian dan pertambakan (pestisida dan sedimentasi) dan berbagai aktivitas domestik lainnya, akan memberikan tekanan secara langsung terhadap perairan estuaria dan sumberdaya di dalamnya.
Dalam rangka pengembangan masyarakat pesisir, maka pengetahuan tentang kondisi eksisting sangat penting untuk dielaborasi mengingat kompleksnya permasalahan yang ada di kawasan pesisir lokasi tambang nikel Pomalaa. Adanya data tentang kondisi eksisting, akan memudahkan perencanaan dan upaya
implementasi pengembangan masyarakat. Kondisi eksisting yang akan dikaji dalam bab ini meliputi klimatologi dan oceanografi, Daerah Aliran Sungai (DAS) dan tutupan lahan, demografi dan kependudukan (sosial ekonomi) serta kondisi eksisting peraturan dan kelembagaan.
Metodologi Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang dikumpulkan dalam kajian karakteristik dan kondisi eksisting kawasan pesisir lokasi tambang nikel Pomalaa, meliputi data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung di lapangan, berupa hasil pengukuran, pengambilan sampel, pengisian kuesioner dan hasil observasi lapangan. Sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber bacaan dan berbagai sumber lainnya seperti dokumen, peraturan dan laporan hasil penelitian yang terkait. Jenis dan sumber data yang diperlukan lebih rinci disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Jenis dan sumber data karakteristik dan kondisi kawasan pesisir lokasi tambang nikel Pomalaa
Aspek kajian Variabel Jenis data Sumber data Klimatologi
Oceanografi DAS dan tutupan lahan
Ikilim, curah hujan Batimetri, arus, pasang-surut, gelombang Topografi, geologi, tanah,
DAS, vegetasi, tata guna lahan Komposit Data sekunder Data sekunder Data primer Data sekunder Data primer Data sekunder Studi literatur Studi literatur Observasi Lapan Observasi Lapan Demografi dan kependudukan (sosial ekonomi)
Jumlah penduduk Data sekunder BPS Kab. Kolaka Fasilitas pendidikan Data sekunder
Fasilitas ekonomi Data sekunder Fasilitas sosial Data sekunder Peraturan dan
kelembagaan
Peraturan pengelolaan Data sekunder Bappeda Kab. Kolaka Kelembagaan pengelola Data sekunder Bappeda Kab. Kolaka
Metode Analisis Data
Metode analisis data disesuaikan dengan tujuan penelitian. Lebih rinci disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Metode analisis data
Tujuan Variabel Metode Analisis Output Analisis Kajian kondisi eksisting klimatologi dan oceanografi Ikilim, curah hujan Batimetri, arus, pasang-surut, gelombang - Analisis deskriptif
Deskriptif iklim, curah hujan, batimetri, arus, pasang-surut,
gelombang Kajian kondisi
eksisiting DAS dan tutupan lahan
Topografi, geologi, tanah, DAS, vegetasi, tata guna lahan
- Analisis SIG Deskriptif topografi, geologi, tanah,DAS, vegetasi, tata guna lahan. Kajian kondisi eksisting demografi dan kependudukan (sosial ekonomi)
Jumlah penduduk - Analisis deskriptif Deskripsi kependudukan pada 13 desa/ kelurahan Fasilitas pendidikan - Analisis deskriptif Deskripsi fasilitas pendidikan pada 13 desa/kelurahan Fasilitas ekonomi - Analisis
deskriptif
Deskripsi fasilitas ekonomi pada 13 desa/kelurahan Fasilitas sosial - Analisis
deskriptif
Deskripsi fasilitas sosial pada 13 desa/ kelurahan Kajian kondisi eksisting peraturan dan kelembagaan kawasan pesisir Pomalaa Peraturan pengelolaan - Analisis deskriptif Deskripsi peraturan dalam pemanfaatan dan pengelolaan pesisir Pomalaa Kelembagaan pengelola - Analisis deskriptif Deskripsi kelembagaan dalam pemanfaatan dan pengelolaan kawasan pesisir Pomalaa Tutupan Lahan
Analisis kondisi eksisting Daerah Aliran Sungai (DAS) dan tutupan lahan dilakukan dengan pendekatan metode survei (ground check point/GCP) dan analisis sistem informasi geografis (SIG). Data tutupan lahan diperoleh dari akuisisi citra satelit (inderaja) Landsat 8 TM Path 113 Row 063 wilayah Kabupaten Kolaka tahun 2014.
Tahapan operasional analisis SIG sebagai berikut:
a. Pemulihan citra (image restoration) merupakan kegiatan yang bertujuan memperbaiki citra kedalam bentuk yang lebih mirip dengan pandangan aslinya. Perbaikan ini meliputi koreksi radiometrik dan koreksi geometrik. b. Penajaman citra (image enhancement) kegiatan ini dilakukan sebelum
abstracts citra digunakan dalam analisis visual, dimana teknik penajaman dapat diterapkan untuk menguatkan tampak kontras diantara penampakan dalam adegan. Pada berbagai tahapan langkah ini banyak meningkatkan jumlah informasi yang dapat diinterpretasi secara beheld dari data citra. c. Klasifikasi citra (image classification) dilakukan dengan pendekatan
dilakukan setelah melakukan ground check dengan panduan titik-titik koordinat yang telah diperoleh dari lapangan.
d. Klasifikasi terbimbing (supervised classification) membagi data citra yang digunakan kedalam delapan kelas penutupan lahan yakni; permukiman, kawasan industri, lahan pertanian, areal pertambakan, mangrove, semak belukar, lahan terbuka dan perairan. Tampilan true colour digunakan kombinasi kanal 5,4 dan 2 untuk layer red, green dan blue. Tahapan kegiatan yang dilakukan dalam klasifikasi terbimbing dengan bantuan software Erdas Imagine 8.5 sebagai berikut (Gambar 2)
- Pengenalan pola-pola spektral yang ditampilkan oleh citra dengan berpedoman titik kontrol yang diambil pada lokasi penelitian menggunakan GPS.
- Pemilihan daerah (training area) yang diidentifikasi sebagai satu tipe penutupan lahan berdasarkan pola-pola spektral yang ditampilkan oleh citra.
- Proses klasifikasi citra yang dilakukan secara otomatis oleh komputer berdasarkan pola-pola spektral yang telah ditetapkan pada saat proses pemilihan lokasi.
- Menggabungkan daerah-daerah yang memiliki tipe penutupan lahan yang sama (recode).
- Pengkoreksian citra hasil klasifikasi dengan membandingkannya dengan citra sebelum diklasifikasi.
Gambar 2 Tahapan analisis tutupan lahan dengan data citra (inderaja)
Jumlah Penduduk
Deskripsi jumlah penduduk dimaksudkan untuk memberikan gambaran tingkat kepadatan penduduk di wilayah penelitian. Kepadatan penduduk merupakan gambaran jumlah/rata-rata penduduk yang mendiami suatu wilayah per satuan luas
Citra Komposit (RGB: 542) Penentuan Training Sampel Uji keterpisahan masing-masing kelas Klasifikasi Max Likelihood
Revisi Citra Hasil Klasifikasi Peta Penutupan Lahan Analisis Tutupan Lahan Data Lapangan Data Sekunder
(km2). Kepadatan penduduk yang dianalisis dalam penelitian adalah kepadatan penduduk aritmatika yaitu kepadatan penduduk yang digambarkan dari jumlah penduduk rata-rata per satuan luas (km2) dari suatu wilayah/daerah tanpa memperhitungkan kualitas daerah maupun kualitas penduduk. Analisis kepadatan penduduk di wilayah penelitian dilakukan dengan pendekatan metode studi literatur dan analisis deskriptif.
1. Studi literatur (desk study)
Studi literatur dilakukan dengan mengumpulkan data jumlah penduduk dan luas wilayah pada tiga belas wilayah kelurahan yang merupakan wilayah administratif yang berada disekitar Kecamatan Pomalaa. Analisis kepadatan penduduk dimaksudkan untuk memperoleh gambaran tingkat kepadatan penduduk disetiap wilayah administratif tersebut, sehingga akan diperoleh gambaran besaran tekanan terhadap sumberdaya alam dan pencemaran lingkungan yang akan terjadi. Sumber data jumlah penduduk dan luas wilayah administratif diperoleh dari BPS Kabupaten Kolaka tahun 2014.
2. Analisis deskriptif
Analisis deskriptif merupakan analisis statistik sederhana yang dimaksudkan untuk memberikan gambaran tentang keadaan, gejala, atau persoalan yang ada dari suatu data. Analisis deskriptif untuk kepadatan penduduk dilakukan untuk melihat tingkat kepadatan penduduk pada 13 desa/kelurahan yang terdapat di Kecamatan Pomalaa. Persamaan analisis kepadatan penduduk sebagai berikut:
=
∑
A P KP Keterangan :KP = Kepadatan penduduk kelurahan (i)
∑
P = Jumlah penduduk kelurahan (i)A = Luas wilayah administratif kelurahan (i)
Hasil analisis akan diperoleh gambaran kepadatan penduduk kelurahan (i) yang selanjutnya akan menjadi indikator tingkat kepadatan penduduk di wilayah tersebut.
Fasilitas Pendidikan
Analisis fasilitas pendidikan dimaksudkan untuk memperoleh gambaran tentang jumlah sarana pendidikan yang tersedia di suatu wilayah. Dalam penelitian ini, analisis fasilitas pendidikan dilakukan dengan pendekatan metode studi literatur dan analisis deskriptif.
1. Studi literatur (desk study)
Studi literatur dilakukan dengan mengumpulkan data fasilitas pendidikan pada 13 desa/kelurahan yang merupakan wilayah adminitratif Kecamatan Pomalaa. Sumber data jumlah sarana pendidikan diperoleh dari BPS Kabupaten Kolaka tahun 2014.
2. Analisis deskriptif
Analisis deskriptif bertujuan untuk memperoleh gambaran tingkat pendidikan pada 13 wilayah kelurahan yang terdapat di Kecamatan Pomalaa. Pendekatan analisis yang dilakukan adalah membandingkan antara jumlah fasilitas pendidikan antar wilayah. Wilayah yang memiliki fasilitas pendidikan yang banyak memberikan indikasi pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan yang lebih baik. Hal tersebut dipahami bahwa pendidikan yang lebih baik akan memberikan ruang bagi pemahaman dan pengetahuan yang lebih baik terhadap pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan, terutama dalam sosialisasi pengelolaan dan pengendalian pencemaran lingkungan.
Fasilitas Ekonomi
Analisis fasilitas ekonomi dimaksudkan untuk memperoleh gambaran tentang jumlah sarana ekonomi yang tersedia di suatu wilayah. Dalam penelitian ini, analisis fasilitas ekonomi dilakukan dengan pendekatan metode studi literatur dan analisis deskriptif.
1. Studi literatur (desk study)
Studi literatur dilakukan dengan mengumpulkan data fasilitas ekonomi pada 13 desa/kelurahan yang merupakan wilayah adminitratif Kecamatan Pomalaa. Sumber data jumlah sarana pendidikan diperoleh dari BPS Kabupaten Kolaka tahun 2014.
2. Analisis deskriptif
Analisis deskriptif bertujuan untuk memperoleh gambaran kondisi ekonomi dari aspek sarana pada 13 desa/kelurahan yang terdapat di Kecamatan Pomalaa. Pendekatan analisis yang dilakukan adalah membandingkan antara jumlah fasilitas ekonomi antar wilayah. Wilayah yang memiliki fasilitas ekonomi yang banyak memberikan indikasi ketergantungan terhadap sumberdaya alam (eksploitasi) akan semakin rendah, dimana banyak terdapat pilihan dalam mata pencaharian seperti berdagang. Namun disisi lain, keberadaan sarana ekonomi yang banyak juga menjadi sumber tekanan terhadap lingkungan berupa limbah yang dihasilkan apabila tidak dikelola dengan baik akan langsung masuk ke perairan kawasan pesisir lokasi pertambangan nikel Pomalaa.
Fasilitas Sosial
Analisis fasilitas sosial dimaksudkan untuk memperoleh gambaran tentang jumlah sarana sosial yang tersedia di suatu wilayah. Dalam penelitian ini, analisis fasilitas sosial dilakukan dengan pendekatan metode studi literatur dan analisis deskriptif.
1. Studi literatur (desk study)
Studi literatur dilakukan dengan mengumpulkan data fasilitas sosail pada 13 (tiga belas) desa/kelurahan yang merupakan wilayah adminitratif Kecamatan Pomalaa. Sumber data jumlah sarana pendidikan diperoleh dari BPS Kabupaten Kolaka tahun 2014.
2. Analisis deskriptif
Analisis deskriptif bertujuan untuk memperoleh gambaran kondisi sosial dari aspek sarana pada 13 desa/kelurahan yang terdapat di sekitar lokasi
pertambangan nikel Pomalaa. Pendekatan analisis yang dilakukan adalah membandingkan antara jumlah fasilitas sosial antar wilayah. Wilayah yang memiliki fasilitas sosial yang banyak memberikan indikasi peluang pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan yang lebih baik, dengan semakin banyaknya media/wadah sosialisasi bagi masyarakat. Sosialisasi pengelolaan yang baik, akan mengurangi tekanan terhadap sumberdaya alam dan lingkungan.
Peraturan dan Kelembagaan
Analisis peraturan dan kelembagaan dimaksudkan untuk memperoleh gambaran tentang keberadaan peraturan dan kelembagaan pengelola dan pemanfaat sumberdaya alam dan lingkungan perairan kawasan pesisir lokasi pertambangan serta sejauh mana efektivitas peraturan dan fungsi kelembagaan yang ada tersebut. Analisis dilakukan pendekatan metode studi literatur dan analisis deskriptif. 1. Studi literatur (desk study)
Studi literatur dilakukan dengan mengumpulkan data tentang peraturan dan kelembagaan yang terkait dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan perairan kawasan pesisir lokasi pertambangan nikel Pomalaa. Data peraturan dan kelembagaan diperoleh dari instansi terkait dan hasil wawancara dengan masyarakat.
2. Analisis deskriptif
Analisis deskriptif bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang peraturan yang berlaku serta sejauh mana efektivitasnya serta memberikan gambaran tentang fungsi dan peran kelembagaan yang terkait dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan periaran pesisir Kecamatan Pomalaa. Selain itu diharapkan dapat diperoleh gambaran tingkat konflik dan hak kepemilikan (property right) yang terjadi. Ketiadaan dan tidak efektifnya peraturan dan kelembagaan yang ada akan sangat berpengaruh terhadap tingkat pengelolaan yang dilakukan.
Hasil Dan Pembahasan Iklim
Menurut World Meteorological Organization (WMO), iklim didefinisikan sebagai kondisi rata-rata dan ragam unsur-unsur fisika atmosfer seperti suhu, presipitasi, kecepatan dan arah angin pada periode yang panjang yaitu mulai dari bulanan hingga ribuan atau jutaan tahun. Berdasarkan ketentuan WMO, dibutuhkan periode data selama 30 tahun untuk menganalisis dan menentukan iklim di wilayah studi. Akan tetapi, berdasarkan penelitian Coumou (2011), durasi data iklim selama 10 tahun dinilai cukup untuk menggambarkan kondisi iklim di daerah tropis karena fluktuasi iklim yang relatif homogen. Oleh karena itu, penggambaran kondisi iklim di Kecamatan Pomalaa yang terletak di Kabupaten Kolaka, Propinsi Sulawesi Tenggara dapat menggunakan data unsur-unsur iklim selama sepuluh tahun.
Di samping periode data iklim, kesesuaian lokasi stasiun juga perlu dipertimbangkan dalam menganalisis kondisi iklim suatu wilayah. Ketepatan lokasi ditujukan untuk mengurangi bias dalam analisis iklim. Berdasarkan kaidah kesesuaian periode dan letak stasiun klimatologi, dengan demikian dalam menganalisis kondisi iklim di lokasi penelitian digunakan data unsur-unsur iklim
dari Stasiun Meteorologi Pomalaa, Kabupaten Kolaka, Provinsi Sulawesi Tenggara.
Berdasarkan data klimatologi berupa curah hujan dan suhu, maka sistem klasifikasi iklim yang tepat di menggambarkan kondisi iklim di wilayah Kecamatan Pomalaa adalah klasifikasi iklim menurut Koppen. Berdasarkan data iklim berupa suhu udara dari curah huian, diketahui bahwa suhu udara rata-rata bulanan di lokasi-studi adalah 27,8 0C dengan suhu maksimum bulanan 31,4 0C dan suhu minimum bulanan 25,9 0C kemudian data curah hujan (CH) tahunan di lokasi penelitian mencapai 2.735 mm dan terdapat kecenderungan panjang musim kering yang jelas walaupun diperiode yang pendek. Dengan demikian, curah hujan di wilayah studi dapat digolongkan ke dalam klasifikasi iklim monsun tropis (Af) menurut klasifikasi iklim Koppen atau tipe iklim B menurut klasifikasi Schmidt dan Fergusson. Kondisi iklim Af di lokasi penelitian mengindikasikan wilayah dengan unsur iklim yang cenderung stabil dan basah karena jumlah bulan kering relatif lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah bulan basah.
Curah Hujan
Data curah hujan selama periode 11 tahun (2003 - 2013) yang diperoleh dari Stasiun Meteorologi Pomalaa. Curah hujan terendah terjadi pada tahun 2004 yaitu 1.482 mm dan curah hujan tertinggi terjadi pada tahun 2010 dengan tinggi curah hujan 3.951,8 mm (Gambar 3). Fluktuasi tinggi curah hujan tahunan tersebut sejalan dengan adanya fenomena ENSO di Samudera Pasifik sebagaimana dijelaskan oleh NOAA (2013) yang menyatakan bahwa tahun 2004 terjadi El Nino lemah (weak El Nino) dan pada tahun 2010 terjadi La Nina kuat (strong La Nina). Dengan kecenderungan fluktuasi curah hujan tahunan di Kacamatan Pomalaa yang sejalan dengan kejadian ENSO, mengindikasikan bahwa tinggi curah hujan, tahunan tersebut dipengaruhi oleh fenomena ENSO (El-Nino Southern Oscillation). Berdasarkan definisinya ENSO merupakan salah satu fenomena alam yang terjadi akibat adanya perbedaan tekanan udara antara Kepulauan Tahiti dan Kepulauan Darwin yang mengakibatkan terjadinya penurunan/peningkatan curah hujan pada wilayah tertentu. Pada kejadian El Nino, sebagian wilayah Indonesia akan mengalami kekeringan, sebaliknya pada kejadian La Nina, sebagian wilayah Indonesia akan mengalami peningkatan intensitas curah hujan.
Selama periode curah hujan 11 tahun, terdapat kecenderungan musim hujan wilayah Kecamatan Pomalaa Kabupaten Kolaka terjadi pada bulan Desember hingga Mei dengan curah hujan tertinggi terjadi pada bulan April yaitu sebesar 305,15 mm. Periode terkering di Kecamatan Pomalaa terjadi pada bulan September dengan curah hujan 61,32 mm. Pada bulan Agustus selama periode sebelas tahun (2003-2014) terjadi setahun tanpa adanya hujan yakni pada tahun 2004 (Gambar 4).
Sumber : BMKG Stasiun Pomalaa Tahun 2014
Gambar 3 Diagram curah tahunan 2003-2013
Sumber : BMKG Stasiun Pomalaa Tahun 2014
Gambar 4 Diagram rata-rata curah hujan bulanan 2003-2013
Berdasarkan pola curah hujan bulanan di Kacamatan Pomalaa (Gambar 4) diketahui bahwa pola curah hujan di Kacamatan Pomalaa adalah pola hujan monsun dengan musim hujan terjadi pada bulan Oktober - Mei dan musim kemarau terjadi pada bulan Juni - September. Pada musim hujan, terdapat kecenderungan tinggi curah hujan lebih dari 150 mm dan pada musim kemarau, terutama pada bulan Agustus dan September, tinggi curah hujan bulanan kurang dari 150 mm. Akan tetapi secara menyeluruh curah hujan di Kacamatan Pomalaa cenderung tinggi. Kondisi tersebut dapat berfungsi sebagai pencuci polutan melalui proses washing out atau rain out (Yurekli, 2008; Furlan, 2010; Weng, 2008).
2.154,2 1.482,0 2.349,1 1.589,2 2.171,5 2.022,6 1.788,7 3.951,8 1.519,2 1.839,8 2.272,8 0 500 1.000 1.500 2.000 2.500 3.000 3.500 4.000 4.500 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 mm/ ta h u n 184,99 191,53 249,42 305,16 268,66 143,71 139,62 66,13 61,32 150,34 157,30 185,55 0 50 100 150 200 250 300 350
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des
mm/
b
u
la
Berdasarkan data jumlah hari hujan selama 12 tahun yang diperoleh dari BMKG Kecamatan Pomalaa, diketahui bahwa peningkatan curah hujan di Kecamatan Pomalaa, Kabupaten Kolaka, Provinsi Sulawesi Tenggara berbanding linier dengan jumlah hari hujan di daerah tersebut. Puncak kejadian hujan terjadi pada tahun 2010 seiring dengan menguatnya kejadian La Nina di Samudera Pasifik. Menguatnya kejadian La Nina pada tahun 2010, meningkatkan peluang hari hujan di Kecamatan Pomalaa. Peningkatan jumlah hari hujan ini diiringi dengan peningkatan tinggi curah hujan sebesar 3.951,8 mm.
Pada dasarnya, jumlah hari hujan bulanan di Kecamatan Pomalaa pada tahun normal (tahun tanpa pengaruh ENSO dan variabilitas iklim lain) berkisar antara 0 sampai 25 hari, tetapi pada tahun 2010, terjadi peningkatan jumlah hari hujan dari bulan Januari hingga Desember. Peningkatan jumlah hari hujan yang signifikan terjadi pada bulan September. Pada bulan September 2010 jumlah hari hujan mencapai 23 hari dari jumlah hari hujan pada tahun normal di bulan September selama 12 hari (Gambar 5).
Sumber: BMKG Stasiun Pomalaa Tahun 2014
Gambar 5 Diagram hari hujan tahunan 2003-2013 Oseanografi
Lokasi penelitian terletak di pesisir Kecamatan Pomalaa yang disebut dengan nama Teluk Mekongga. Teluk Mekongga merupakan salah satu teluk yang berada di Teluk Bone. Teluk Mekongga merupakan perairan semi tertutup dengan kepala teluk (bay head) berada di sisi timur laut - timur sekitar daerah Kolaka dan Pomalaa, dan mulut teluk (bay mouth) berada di sisi barat daya - barat yang menghadap langsung dengan perairan Teluk Bone. Di sekitar mulut teluk terdapat beberapa pulau besar dan kecil, seperti Pulau Padamarang yang merupakan pulau paling besar, Pulau Maniang, Pulau Buaya, Pulau Lemo, Pulau Lima, Pulau Lambasina Besar dan Pulau Lambasina Kecil. Kondisi dan posisi pulau-pulau tersebut sangat berperan dalam dinamika gerak air laut di sekitar perairan Teluk Mekongga. 191 150 79 42 173 175 182 216 173 195 195 0 50 100 150 200 250 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 h a ri
Batimetri
Teluk Mekongga terletak di sisi timur - tenggara Teluk Bone. Kedalaman rata-rata di Teluk Mekongga tidak lebih dari 50 m, kecuali di beberapa lokasi, seperti di Utara Pulau Padamarang yang kedalamannya mencapai 66 m. Pada Semakin keluar dari Teluk Mekongga, kedalaman laut semakin bertambah. Isodeth 200 m berada di luar pulau-pulau kecil yang membentengi garis pantai Kolaka dan Pomala kira-kira berjarak 17,3 mil laut dari garis pantai Pomalaa. Isodepth 1.000 m hanya berada sedikit lebih jauh, kira-kira 23,7 mil laut dari garis Pomalaa. Kedalaman semakin bertambah ketika mencapai titik terdalam dari Teluk Bone, yaitu sekitar 2.420 m di daerah mulut Teluk Bone (Gambar 6).
Selat-selat yang memisahkan pulau-pulau yang berada di Teluk Mekongga memiliki karakteristik sempit dan dalam. Dengan tipe pantai dengan slope yang tajam, kedalaman 20-30 m hanya berjarak kurang dari 2 mil laut dari garis pantai. Konfigurasi pulau-pulau dengan selat yang sempit dan dalam akan memberikan kontribusi fisik yang signifikan dalam perambatan pasut yang masuk ke dalam teluk melalui mulut teluk yang dalam dan lebar.
Sumber: PT ANTAM Tbk.
Gambar 6 Peta batimetri perairan pesisir Kecamatan Pomalaa
Arus dan Pasang-Surut
Fenomena gerakan massa air dari satu tempat ke tempat lain di laut dapat dibangkitkan oleh berbagai faktor. Di laut terbuka arus dapat dibangkitkan oleh angin, gelombang, pasang surut, perbedaan suhu dan salinitas. Pada perairan pantai
yang tertutup arus dominan dibangkitkan oleh pasang surut dan perbedaan densitas karena adanya muara sungai. Bentuk basin suatu perairan, baik teluk maupun selat akan menjadi faktor selanjutnya terhadap kecepatan arus. Pola arus yang terjadi di perairan pantai Pomalaa dapat diketahui dengan dua cara, pertama melakukan pengukuran arus di lapangan dengan menggunakan current meter. Kedua dengan membuat model arus yang dibuat berdasarkan masukan data batimetri, angin dan pasang surut yang terjadi di lokasi dan sekitarnya. Dalam penelitian ini, model arus yang digunakan mengacu pada hasil kajian Proyek Perluasan dan Modernisasi