• Tidak ada hasil yang ditemukan

UPACARA-UPACARA KEAGAMAAN

E. KALENDER KEAGAMAAN

Menurut Penulis, kurban bakaran adalah persembahan, sedangkan kurban penebus salah adalah kerugian sehingga benar-benar merupa-kan kurban yang sebenarnya.

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa:

a). Persembahan adalah bahagian harta/kekayaan yang diberikan sebagai tanda kesetiaan dan ketaatan, dan bukannya suatu kerugian;

b). Kurban adalah bahagian dari harta/kekayaan yang diberikan sebagai akibat dari melakukan kesalahan dan kekalahan, dan atau demi untuk mencapai suatu maksud tertentu, sehingga merupakan kerugian bagi yang bersangkutan.

Dalam Bab IV sudah dijelaskan, bahwa menyembelih hewan untuk dipersembahkan atau pun untuk dikurbankan, harus dengan tata cara yang sopan dan terhormat. Memotong hewan berlebihan sebenarnya salah, apalagi kalau hanya untuk “mencari nama”.

Kalender Adat (=Tanda Wulangu) atau Kalender Keagamaan orang Sumba adalah jadwal kegiatan berupa kebaktian-kebaktian pemujaan terhadap dan persembahan kepada Marapu. Jadwal itu harus pula sesuai dengan irama gerak alam semesta, yang mempunyai musim-musim tertentu. Sudah barang tentu kalender adat ini yaitu kegiatan dalam setahun penuh ini agak berbeda atau pun sama baik nama, waktu mau pun kegiatannya pada berbagai tempat di pulau Sumba.

Janet Hoskins (1997) mencatat nama-nama bulan dalam Kalender Keagamaan tersebut di Sumba Timur mau pun di Sumba Barat seperti pada tabel-tabel V.1 dan V.2 berikut ini.

Tabel V.1: Nama-nama bulan dalam Kalender Keagamaan di bekas-bekas swapraja di Sumba Timur:

SWAPRAJA KAMBERA KAPUNDUK UMALULU MANGILI

Bulan 1 H i b u Hábu Hibu Hábu

2 Mangata Ngali Kudu/ Ngeli Kudu/ Ngali Kudu Wai Kamawa Wai Kamawa

3 Ngeli Kudu Ngali Bokulu/ Ngali Bokulu/ Ngali Bákalu Mbuli Ana Mbuli Ana

4 Ngeli Bokulu Mangata Mangata Mangata 5 Paludu Paludu Paludu Paludu 6 Langu Praingu Ngura Ngura Ngura 7 Wula Tua Tua Kudu Tua Kudu Tua Kudu 8 Kawuluru Kudu Tua Bokulu Tua Bokulu Tua Bákalu 9 Kaw. Bokulu Kaw. Kudu Kaw. Kudu / Kaw. Kudu

Landa

10 Wai Kamawa Kaw. Bokulu Kaw. Bokulu Kaw. Bákalu 11 Ringgi Manu Ringgi Manu Ringgi Manu Ringgi Manu 12 Amu Landa Tula Kawulu Tula Kawuru Tula Kawuru Tabel V.2: Nama-nama bulan dalam Kalender Keagamaan di bekas-bekas swapraja di Sumba

Bagian Barat:

SWAPRAJA L A U L I WANUKAKA LAMBOYA ANAKALANG

Bulan 1 Mangata Hi’u Mangata Mangata

2 Nale Lamboya Nale Laboya Nale Laboya Nale Laboya 3 Nale Wanokaka Nale Wanukaka Nale Gauru Nyale Bakul 4 Nale Mubbu Ngura Nale Moro Nibu 5 Ngura Tua Ro Hull Mura 6 Boda Rara Bada Rata Nale Ngisi Tua 7 Meting Katiku Metingo Katiku Nale Mabu Bada Rata 8 Menamo Uting Mahi Kaba Ro Yayu Regi Manu 9 Pattina Mesi Dapangara / Kaba Pari Biru Dapa Disa

Pidu Tou Danga

10 Podu Lamboya Pidu Lamboya Podu Lamboya Wadu Kei /

Wadu Bakul 11 Podu Lolina Kaba Padu Patialla Pidu 12 Koba Mangata Kaba Kaba, Hibu

Nama-nama atau istilah-istilah dalam nama bulan menurut Kalender Keagamaan ini adalah makhluk hidup yang muncul sesuai musimnya, atau kemunculannya bersamaan dengan irama gerak alam.

Hibu artinya “sarang burung”, mangata adalah nama bunga berwarna putih, Ngeli, Nale, atau Nyale adalah semacam cacing laut, Paludu artinya menyanyi, podu artinya pahit atau pemali, wandu artinya kemarau, kawuluru artinya pancaroba/peralihan musim dan lain sebagainya.

Dalam setiap negeri (paraingu) selalu ada kabihu yang tugasnya untuk selalu memperhatikan penanggalan dalam satu tahun, yaitu dengan tugas sebagai Na Makatutu Ndaungu – Na Makapáji Wulangu (yang meneliti tahun – yang memperhatikan bulan), dengan memperhatikan tanda-tanda alam, sedangkan Kalender Keagamaan dalam satu tahun itu disebut Ndau Pakatutu – Wula Pakapáji (Tahun yang diteliti – bulan yang diperhatikan).

Ini sama juga dengan di Sumba Barat (Louli): katutu dou – katutu wula.

Contoh-contoh Kalender adat/Keagamaan yang berlaku di kalangan orang Sumba yaitu di Umalulu dan di Mangili adalah sebagai berikut:

E1. KALENDER KEAGAMAAN DI UMALULU 1a. Wula Mangata (Maret-April).

Bulan pertama ini merupakan bulan padira ura tana – padira wula mbaki, yaitu bulan batas tahun kepicikan dan tahun kelimpahan. Pada bulan inilah dilaksanakan pesta dan upacara Pamangu Langu Paraingu (pesta dan upacara tahun baru), sebagai suatu saat untuk menghabiskan hasil tahun yang lama dan menanti hasil pada tahun yang baru. Segala yang lama harus diganti dengan yang baru. Rumah-rumah, halaman, kubur-kubur dan kampung harus dibersihkan, demikian pula dengan alat-alat rumah tangga dan pakaian harus dibersihkan atau diganti dengan yang baru.

Pada perayaan ini, setiap keluarga saling mengunjungi dan saling memaafkan atas segala kesalahan yang telah dibuat. Di setiap kampung dilakukan upacara Na ruku aku marapu — li marapu yaitu upacara pengakuan dosa dan kebaktian kepada para marapu yang dilaksanakan di katoda paraingu dengan membawa persembahan pahápa, kawádaku dan

mangejingu. Selain itu pada setiap malam diadakan tari-tarian dengan diiringi nyanyian Ludu langu paraingu yang dibawakan oleh para pemuda dan pemudi.

Di kebun (di luar kampung) dilaksanakan pula upacara Homba ihi woka (menyucikan isi kebun) yang dimaksudkan agar para marapu dan para arwah

penjaga kebun dan memberi kesuburan serta kelimpahan hasil kebun itu.

Upacara ini dilakukan di “katoda woka”.

1b. Wula Paludu (April-Mei).

Pada bulan ini dilakukan upacara Habarangu pápu wataru yaitu upacara memohon ijin untuk memetik jagung. Setiap keluarga batih yang hendak panen jagung membawa persembahan pahápa, kawádaku dan uhu mangejingu. Upacara pemujaan ini dilaksanakan di “katoda woka”.

Bagi pemuda dan pemudi yang hendak menikah, mereka melakukan upacara Paihingu marapu ba papa yang dimaksudkan untuk memberi tahu agar para Marapu memberi ijin mereka untuk melangsungkan pernikahan. Upacara ini dilaksanakan di rumah si pemuda atau si pemudi yang hendak menikah.

Pada malam hari, ketika membersihkan dan mengikat jagung, penduduk desa baik pria maupun wanita, tua dan muda mengadakan wunda dekangu (berteka-teki), wunda pangerangu (berdongeng) yang disertai nyanyian-nyanyian pantun seperti panawa, padira analalu dan ludu hema.

1c. Wula Ngura (Mei -Juni).

Hal-hal yang dilakukan di dalam bulan ketiga ini antara lain melaksanakan upacara Paihingu marapu ba muti, yaitu upacara memberi tahu dan meminta ijin kepada para marapu untuk menuai padi. Upacara ini dilaksanakan di “uma bokulu” (rumah besar) dan di “katoda paraingu”

dengan mempersembahkan pahápa, kawádaku dan uhu mangejingu.

Pada malam harinya dilakukan upacara yang sama di ladang atau di sawah. Kemudian dilanjutkan dengan resitasi “li marapu” yang disertai oleh nyanyian-nyanyian. Keesokan harinya dilakukan upacara dan pesta potong padi yang disebut Habarangu muti uhu (kebaktian menuai padi). Pada waktu menuai, diundang pula orang-orang dari kampung lain sehingga merupakan suatu keramaian. Malam harinya dilanjutkan dengan parina uhu (injak padi) yang dilakukan sambil menari dan menyanyi sampai pagi hari atau sampai habisnya padi dirontokkan.

Profil para tua-tua adat (Ratu, Rato), pemimpin upacara keagamaan di Sumba Timur, atas, dan di Sumba Barat, bawah. (Dok.: atas, koleksi pribadi Penulis, bawah, koleksi Pater R. Ramone).

Penuai padi dan penginjak padi adalah “undangan”, adalah tamu yang datang membantu tuan rumah. Mereka tidak diupah, nanti ada juga saatnya mereka diberikan sedikit hulu hasil.

1d. Wula Tua Kudu (Juni – Juli).

Pada bulan ini di ladang dilakukan pesta dan upacara Kanduku woka yaitu upacara tutup panen yang dilaksanakan untuk menyatakan rasa terima kasih kepada para marapu dan kepada “Mapadikangu Awangu Tana” (Alkhalik) yang telah memberikan hasil panen yang baik. Pesta tutup panen ini ber-langsung beberapa malam yang diisi dengan nyanyi, tari dan pajulu (bermain, adu ketangkasan).

Pada waktu penutupan dilakukan upacara paluhu kalámba (membuang sekam padi) dan upacara paluhu táda (membuang kulit jagung) ke luar kampung dengan maksud agar para marapu menghilangkan segala hal yang buruk dari hasil-hasil yang diperoleh dan memohon agar di waktu mendatang diberi hasil yang lebih baik.

Dalam bulan ini (khususnya dalam bulan Juli) tidak diperbolehkan melaksanakan urusan-urusan menyangkut perkawinan.

1e. Wula Tua Bokulu (Juli – Agustus).

Upacara-upacara yang dilakukan pada bulan kelima ini antara lain upacara Pamangu Kawunga (kebaktian atas hulu hasil), habarangu la katoda bungguru dan upacara-upacara yang berkaitan dengan siklus hidup manusia. Upacara Pamangu Kawunga ialah upacara permujaan untuk mernpersembahkan hulu hasil kepada para marapu terutama kepada Marapu Ratu yang dilaksanakan setiap empat tahun sekali di rumah pemujaan Uma Ndapataungu. Upacara ini bertepatan pula dengan diperbaikinya rumah pemujaan tersebut dan merupakan suatu pesta adat dari para kaum keluarga yang mempunyai hubungan dengan marapu yang bersangkutan.

Dalam upacara ini setiap kabihu diwajibkan mempersembahkan hulu hasil yang berupa hunggu maraku (persembahan yang berupa hasil pertanian, terutama padi, dan hasil peternakan), pahápa dan kawádaku.

Biasanya dalam masa-masa persiapan sudah diadakan tari-tarian, resitasi li marapu yang disertai nyanyian-nyanyian hingga upacara selesai. Upacara Habarangu la katoda bungguru ialah upacara yang dilaksanakan ketika akan membuka hutan untuk dijadikan ladang baru.

Upacara ini dilaksanakan di katoda bungguru (katoda bersama) dengan maksud agar semua dewa-dewa dan arwah-arwah yang berada di seluruh perladangan dan hutan memberkati pekerjaan mereka.

Adapun upacara-upacara siklus hidup yang dilakukan pada bulan ke lima ini ialah upacara yang tidak berhubungan dengan kelahiran dan kematian, melainkan upacara yang berhubungan dengan inisiasi dan perkawinan. Upacara-upacara itu ialah upacara puru la wai (turun ke air, = sunat) untuk pemuda, upacara “nggutingu” (gunting rambut) untuk pemudi, kemudian dilakukan pula upacara rondangu (potong gigi), kamiti (menghitamkan gigi) dan katátu (rajah tubuh, tattoo) yang dilakukan oleh dan terhadap pemuda dan pemudi. Selain itu pada bulan ini dilakukan pula upacara

pamau papa (perkawinan). Artinya, pada bulan ini boleh melaku-kan upacara-upacara perkawinan.

1f. Wula Kawuluru Kudu (Agustus – September).

Pada bulan ini dilakukan upacara Pamangu lii ndewa – lii pahomba atau disebut juga upacara Wunda lii hunggu — lii maraku, yaitu upacara persembahan dan pesta perjamuan para dewa. Pesta dan upacara ini memerlukan persiapan tujuh tahun lamanya dan pada tahun ke delapan baru dapat dilaksanakan. Pesta dan upacara ini sebenarnya bukan bersifat umum, melainkan khusus untuk satu atau dua kabihu yang bersangkutan saja. Akan tetapi setiap kabihu yang berada di bawah pengaruh kabihu yang mengadakan pesta itu diwajibkan membawa persembahan pula berupa pahapa, kalaja wingiru - kalaja bara (nasi kebuli kuning dan kebuli putih), wolu la pahiki - wolu la papanda (tuak dalam guci dan tuak dalam botol kuningan), kanata huluku - kanata kuluru (sirih pinang yang digulung). Dalam bulan ini tidak diperbolehkan melaksanakan urusan-urusan menyangkut perkawinan.

Persembahan yang harus disajikan adalah: Kawádaku marara — mabara (keratan mas dan perak) dan manu palunggu - karambua papawiringu (ayam yang terbaik dan kerbau pilihan). Upacara ini dilaksanakan di “uma bokulu’

dan di rumah pemujaan Uma Ndapataungu sebagai tanda bakti kepada Marapu Ratu dan para marapu lainnya dengan harapan agar diberi kesuburan dan kemakmuran. Pada malam hari diadakan tari-tarian, nyanyian-nyanyian dan resitasi lii marapu. Apabila sedang tidak melakukan upacara-upacara tersebut, biasanya orang melakukan upacara lainnya, misalnya upacara wulu uma (upacara membuat rumah), atau upacara pamau papa (upacara perkawinan).

1g. Wula Kawuluru Bokulu (September – Oktober).

Pada bulan ini upacara-upacara yang biasa dilakukan ialah upacara wulu uma (membangun rumah) dan upacara pamau papa. Bagi keluarga-keluarga yang hendak menanam jagung, maka harus melakukan upacara Paihingu marapu ba tondungu wataru (memberi tahu dan memohon ijin menanam jagung) di katoda kawindu dengan membawa persembahan pahápa, kawádaku dan uhu mangejingu. Kemudian dilakukan lagi upacara Habarangu tondungu wataru di katoda woka.

1h. Wula Ringgi Manu (Oktober - Nopember).

Pada bulan ini dilakukan upacara Hiri paraingu — paluhu maranga, (menjaga kota – mengusir penyakit) yaitu upacara membersihkan kampung dari bahaya penyakit dengan mempersembahkan pahápa,

kawádaku dan uhu mangejingu. Upacara-upacara lainnya yang dapat dilakukan pada bulan ini ialah upacara pamau papa (perkawinan) dan upacara pataningu (pengebumian,=pemakaman).

1i. Wula Tula Kawuru (Nopember—Desember).

Bulan kesembilan ini disebut pula bulan “kahána” (sepi), karena hampir tidak ada upacara yang dilakukan penduduk. Upacara-upacara yang dapat dilakukan pada bulan ini ialah upacara pataningu (pemakaman).

1j. Wula Hibu (Desember – Januari).

Pada bulan ini dilakukan upacara Paihingu marapu ba tondungu yaitu upacara untuk pa ihingu (=memberi tahu) dan meminta ijin kepada para marapu agar diperbolehkan mulai menanam. Upacara ini dilakukan oleh setiap kepala keluarga di “katoda kawindu” dengan membawa persembahan pahápa, kawádaku dan uhu mangejingu. Setelah itu diadakan pula upacara di ladang atau di sawah, yaitu upacara Habarangu tondungu yang dilaksanakan di katoda woka dan di katoda padira tana dengan maksud agar para marapu dan para arwah yang berada di ladang memberi kesuburan dan tidak mengganggu tanaman yang akan ditanam. Bagi keluarga-keluarga yang hendak memetik jagung siram diharuskan melakukan upacara Habarangu pápu wataru (kebaktian petik jagung).

1k. Wula Wai Kamawa (Januari – Pebruari).

Seperti halnya bulan ke sembilan, bulan ke sebelas ini disebut pula bulan “kahána” (bulan sepi). Pada bulan ini angin bertiup sangat keras disertai hujan deras sehingga adakalanya membawa bencana, karena itu bulan ini disebut wai kamawa. Tidak banyak kegiatan di bulan ini.

1l. Wula Mbuli Ana (Pebruari – Maret).

Pada bulan ini dilakukan upacara Hemi rau uhu - rau wataru, yaitu upacara yang dilakukan ketika jagung mulai berbuah dan padi mulai berbunga.

Upacara di lakukan di ladang dan dimulai pada malam hari dengan menceritakan “lii marapu” semalam suntuk. Pagi harinya dilakukan upacara mengusap daun jagung dan daun padi dengan air santan yang telah diberkati oleh ratu. Bagi orang-orang yang hendak pergi berburu diwajibkan melakukan upacara Patamangu dengan mempersembahkan “pahápa, kawadaku dan uhu mangejingu” di katoda bungguru.

E2. KALENDER KEAGAMAAN DI MANGILI

Contoh kedua, adalah seperti yang telah disusun oleh Dr. Umbu Hina Kapita, mungkin yang berlaku hanya di Mangili saja, yaitu seperti pada tabel berikut.

Tabel V.3: Kalender Adat/Keagamaan di Mangili.

No NAMA BULAN SUMBA KEGIATAN DI KEGIATAN DI

(BULAN MASEHI) KAMPUNG DUSUN / KEBUN

1. Wula Paludu Pamangu Langu Pariangu Habarangu Pápu (Maret – April) (tahun baru) Wataru (Petik jagung) 2. Wula Ngura Peka muti Habarangu Muti

(April – Mei) (Undang menuai padi) (Kebaktian menuai) 3. Wula Tuwa Kudu Peka kanduku woka Kanduku Woka

(Mei – Juni) (Undang tutup panen) (Pesta tutup panen) 4

.

Wula Tuwa Bákalu Pantang upacara kawin, Habarangu jarangu (Juni – Juli) bangun rumah dsb (kebaktian tanam padi) 5. Wula Kawularu Kudu Pamangu Kawunga Pamangu Katoda

(Juli – Agustus) Pesta Hulu Hasil Bungguru ; mulai membalik tanah 6. Wula Kawularu Bákalu Pamangu Ndewa, Pamau sda

(Agustus–September) Papa, wulu uma dll

7. Wula Wandu Kudu sda sda

(September – Oktober)

8. Wula Wandu bákalu Hawari Pariangu Kangohungu, tu oka, (= Tula Kawuru) (upacara menyucikan bersihkan kebun, (Oktober-Nopember) Negeri) membuat/perbaiki pagar 9. Wula Hábu Kahána (teduh) Kahána (teduh)

(Nopember-Desember)

10. Wula Mangata Peka tondungu la marapu Habarangu Tondungu (Desember – Januari) (minta ijin utk tanam) (kebaktian menanam) 11. Wula Nyali Kudu Peka hemi ru uhu ru Habarangu Hemi

(Bulan cacing kecil) wataru la Marapu ru wataru ru uhu (Januari – Februari) (meminta berkat bagi (sembahyang untuk

Tanaman dari Marapu berkat bagi tanaman) 12. Wula Nyali Bákalu Tanggenggalu pamangu Pamangu Katoda

(bulan cacing besar) Langu Paraingu (Persiapan woka/latangu

(Februari-Maret) upacara langu praingu) Pakábaha da ihi woka

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa ada sedikit perbedaan nama atau istilah, waktu dan jenis kegiatan dari dua contoh kalender Keagamaan di Sumba Timur itu, mau pun di seluruh pulau Sumba.