• Tidak ada hasil yang ditemukan

Untuk mengatasi apa yang diklaimnya sebagai kultus dan fundamentalisme itu, NM mengajukan resepnya:

“Mencari bentuk penganutan dan penghayatan nilai kega-maan, jika mungkin yang lebih sehat. Jika tidak mungkin, maka yang sekurang-kurangnya yang dapat mencari alternatif bagi kultus atau fundamentalisme tanpa akibat buruk suatu kultus dan fundamentalisme”.

Untuk itu, dia berusaha mencari titik-titik temu antar aga-ma-agama yang ada Bahkan, mengklaim bahwa semua agama

itu pada dasarnya adalah sama, dengan cara memanipulasi makna-makna ayat, menyalahpahami hadits-hadits Nabi n, dan mengotori kata-kata ulama. NM tidak segan-segan menggugat definisi-definisi yang sudah baku dan mapan, seperti definisi “Is-lam”.

Dalam rangka melegitimasi pendapatnya bahwa semua agama itu sesungguhnya adalah sama, NM memanipulasi ayat-ayat Al- Qur’an khususnya yang berkaitan dengan Ahli Kitab. Ia memberi interpretasi atas ayat-ayat itu secara keliru dan tidak mengikuti standar pemahaman para ulama. Di antara ayat-ayat itu adalah sebagai berikut:

“Sesungguhnya telah Kami bangkitkan dalam setiap umat seorang Rasul, (dengan membawa risalah), “(Wahai umat-ku), sembahlah Allah dan jauhilah thaghut!” Di antara mere-ka, ada yang diberi Allah petunjuk dan di antara mereka ada yang benar-benar sesat”. (an-Nahl: 36)

Demikian pula dengan surah Ali Imran ayat 64, asy-Syu-ura ayat 13 dan 15, an-Nisaa’ ayat 163-165, al-Baqarah ayat 136, dan al-Ankabuut ayat 46. Dari ayat-ayat itu NM berkesimpulan bahwa semua agama adalah sama. Karena kesemuanya mempu-nyai mempumempu-nyai ajaran yang sama (kalimatun sawa’). Kesamaan itu, menurut NM, terletak pada perintah meninggalkan praktek mengangkat sesama kita sebagai “tuan-tuan”. Maksudnya, hen-daknya kita berusaha membebaskan diri dari objek-objek yang membelenggu kita dan menjerat kerohanian kita. Maka konsep “La Ilaha Illallah”, menurut NM identik dengan konsep “teologi pembebasan” dalam agama Katolik.53)

Kekeliruan NM, yang cukup fatal ialah menganggap bahwa agama Yahudi dan Nasrani yang ada sekarang adalah agama yang dibawa oleh Nabi Musa dan Isa q Demikian pula kitab suci “ Taurat” dan “ Injil” adalah kitab suci yang masih sah dan di-akui. Padahal sesungguhnya dalam pandangan Islam, kedua Nabi dan Rasul itu –sebagaimana Rasul-rasul lainnya– turun mem-bawa agama Islam. Jadi Islam adalah agama seluruh nabi yang datang dari Allah. Inti ajaran mereka (Islam itu) adalah menanam-kan kepada umatnya ketauhidan pada Allah l dan mengingkari

Thaghut (pribadi atau sistem yang bertentangan dengan aturan

Allah l). Yang berbeda hanyalah syariat masing-masing. Hal ini didasarkan pada firman Allah l:

“Dan untuk tiap-tiap umat di antara kamu, Kami berikan syariat dan minhaj (jalan yang terang)”. (al-Maa’idah: 48)

Setiap Nabi yang diutus Allah sebelum Nabi Muhammad hanya membawa misi sebatas kaumnya. Sedangkan, Muham-mad n diutus untuk seluruh alam. Oleh karena itu, setelah Al-lah mengutus Nabi Muhammad, maka praktis syariat yang ditu-runkan sebelumnya melalui Musa dan Isa sudah tidak berlaku lagi. Para pengikut kedua nabi itu diperintahkan agar mengikuti ajaran yang dibawa oleh Muhammad n Di dalam kitab-kitab suci sebelum Al- Qur’an ( Taurat, Zabur, dan Injil) pun, ketentuan ini telah dijelaskan.

Kemudian Al- Qur’an menceritakan bahwa kitab-kitab suci sebelum Al- Qur’an itu telah mengalami perubahan, penyelewen-gan dan pemalsuan yang dilakukan oleh orang Yahudi dan Nas-rani. Sedangkan apa yang dikenal sekarang ini dengan agama “ Yahudi” dan “ Nasrani” telah jauh menyimpang dari ajaran yang

dibawa oleh Nabi Musa dan Isa yang sebenarnya. Karena itu, dalam pandangan tauhid, Yahudi dan Nasrani bukanlah agama yang diakui oleh Islam sebagai agama Allah. Firman Allah dalam Al- Qur’an :

“Sesungguhnya telah kafir, mereka yang mengatakan bahwa Allah itu adalah Al-Masih putra Maryam”. (al-Maa’idah: 17)

Dalam ayat lain Allah berfirman :

“Orang-orang Yahudi berkata: “Uzair itu putra Allah” dan orang Nasrani berkata: “Al-Masih itu putera Allah”. Itu ada-lah ucapan mereka dengan mulut mereka. Mereka meniru perkataan orang-orang kafir yang terdahulu. Dilaknati Al-lah-lah mereka, bagaimana mereka sampai berpaling?” (at-Taubah: 30)

Kemudian Allah menceritakan kesyirikan dan kekafiran Yahudi dan Nasrani, karena mereka mempertuhankan pemuka-pemuka agama dan rahibnya. Firman-Nya:

“Mereka menjadikan tokoh-tokoh agamanya dan rahib-ra-hib mereka sebagai Tuhan selain Allah dan (juga mereka mem-pertuhankan) Al-Masih putera Maryam. Padahal mereka hanya disuruh menyembah Ilah Yang Maha Esa. Tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha Suci Allah dari apa yang mere-ka persekutumere-kan”.

Demikian tegasnya ayat-ayat di atas menerangkan keka-firan mereka, bagaimana mungkin NM mengklaim persamaan antara akidah tauhid dengan akidah syirik yang mempertuhan-kan manusia?

Tentang pemalsuan dan penyelewengan yang mereka lakukan terhadap kitab-kitab Allah dengan tegas dan tandas hal

itu diungkap dalam Al- Qur’an:

“Maka, celakalah orang-orang yang menulis Al-Kitab den-gan tanden-gan mereka sendiri, lalu dikatakannya : “Ini dari Al-lah” (dengan maksud) untuk memperoleh keuntungan yang sedikit dengan perbuatan itu. Maka, celakalah bagi mereka, akibat dari apa yang ditulis oleh tangan mereka sendiri dan kecelakaan besarlah bagi mereka, akibat dari apa yang mereka kerjakan”. (al-Baqarah: 79)

Oleh karena itu, yang diperintahkan Allah kepada Nabi Mu-hammad n untuk mengakui “kitab-kitab suci” adalah kitab suci yang asli, yang tidak dikotori oleh campur tangan manusia. Bukan sembarang kitab suci. Alangkah dustanya NM yang menuduh Nabi Muhammad n diperintah Allah untuk mempercayai kitab suci manapun.54) Apakah terhadap kitab suci yang sudah bercam-pur baur dengan pendapat manusia, Allah masih memerintahkan agar Nabi n mempercayainya?

Adapun makna “kalimatun sawa’” yang tertera dalam Ali Im-ran ayat 64 adalah sebuah ajakan Rasulullah n kepada Ahli Kitab untuk berpegang teguh pada prinsip yang disepakati oleh semua orang yang mengaku beriman kepada Allah dan mengikuti pada nabi. Karena semua nabi dan rasul yang diutus Allah membawa misi yang sama, yaitu sebagai berikut:

1. Tidak menyembah selain Allah. 2. Tidak mensyirikkan Dia.

3. Sebagian kita tidak menjadikan sebagian yang lain sebagai “tuhan-tuhan” selain Allah.

Dari tiga prinsip ini sudah barang tentu orang yang meny-embah dan mempertuhankan berhala, patung, thaghut, manu-sia, dan sebagainya; tidak termasuk dalam seruan itu. Oleh kare-na itu, ajakan tersebut sesungguhnya merupakan seruan untuk mengikuti Rasulullah n Karena orang yang masih berpegang pada kitab suci yang asli, pasti akan menemukan perintah untuk mengikuti Nabi Muhammad n yang diutus setelah Musa dan Isa

q.