• Tidak ada hasil yang ditemukan

Seperti disinggung di atas bahwa kecemburuan NM atas kebangkitan umat Islam tampaknya disebabkan kegagalannya dalam mengemban misinya selama ini. Betapa tidak dikatakan gagal, NM yang mati-matian memperjuangkan sekularisme se-jak tahun tujuh puluhan, tapi fenomena yang muncul di permu-kaan menunjukkan bahwa paham itu semakin tidak mendapat tempat di hati umat Islam. Pemahaman kaum Muslimin atas uni-versalitas Islam semakin tumbuh secara positif. Kajian-kajian Is-lam di kalangan generasi muda, khususnya mahasiswa, semakin

cukup berbahaya jika dikaitkan dengan Q.S. 3:188 30) Makalah NM, op.cit, hal. 9

semarak, dengan menempuh pola dan pemahaman yang berto-lak beberto-lakang dengan gagasan NM. Kampus-kampus non agama semakin gencar dengan kegiatan-kegiatan Islami. Sebuah feno-mena yang sama sekali menunjukkan arah yang berbeda dengan konsep yang menunjukkan arah yang berbeda dengan konsep yang “diperjuangkan” NM selama ini. Bahkan, lebih jelas lagi bahwa NM adalah figur yang kurang mereka senangi.

Betapa tidak gagal, NM yang tidak senang pada jilbab, tapi kenyataan menunjukkan bahwa jumlah pemakai jilbab kian hari kian banyak. Bahkan, pos-pos yang selama ini dianggap meru-pakan basisnya NM - seperti IAIN, HMI dan ICMI- ternyata tidak mendukung gagasan dan ide-idenya secara utuh. Sebab, para pengkritik NM yang cukup keras dan lantang muncul dari lemba-ga-lembaga itu. Dari IAIN, tercatat tokoh-tokoh seperti Prof. Peu-noh Dali, DR. Mukhtar Aziz dan sejumlah doktor alumni negara-negara Arab secara diam-diam menentang ide NM. Dari kalangan alumni HMI, Drs. Ridwan Saidi, sahabat terdekat NM waktu di HMI adalah tokoh yang cukup vokal menentang ide-ide NM di TIM itu. Soemargono SE dan Lukman Hakiem, ditambah sederetan na-ma-nama di “Dewan Dakwah” dan Media Dakwah adalah orang-orang yang pernah menjadi aktifis HMI.

Selain itu, di kalangan tokoh-tokoh ICMI sendiri, pemikiran NM banyak yang mereka tolak. Pengkritik NM dari organisasi in-telektual Muslim ini umpamanya DR. Moh. Amin Ra’is, DR. A.M. Saifuddin, DR.Ir. Sri Bintang Pamungkas, DR. Fuad Amsyari walau-pun mereka tidak mengatasnamakan ICMI. Lain lagi tokoh-tokoh senior seperti Prof. Dr. H. M. Rasjidi, Prof. DR. Deliar Noer, Prof. Hasbullah Bakri, Endang Saifuddin Anshari dan lain-lain adalah figur-figur yang sudah sejak lama menghempang “gerbong kere-ta” NM dan gerakan “pembaruannya”.

Puncak keruntuhan sekularisme NM barangkali dapat dili-hat dalam beberapa momentum acara yang jelas-jelas ditujukan untuk menghujat NM. Di antaranya, acara besar yang diselengga-rakan oleh Lembaga Manajemen Pengembangan Infaq (LMPI) di Masjid Amir Hamzah, Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta. Dalam diskusi eksklusif dengan tema: “Tela’ah Kritis atas Gerakan

Pemba-haruan Keagamaan” itu, lebih dari 4000 orang yang membanjiri

Masjid itu, sebagian besar adalah mahasiswa dan kaum terpelajar dan dihadiri oleh NM sendiri. Mereka melampiaskan unek-unek mereka yang terpendam selama ini. Pembicara demi pembic-ara yang tampil seluruhnya menelanjangi pemikiran NM dari pagi hingga sore, disambut dengan teriakan “Allau Akbar” yang menggetarkan Masjid. Hingga majalah Panji Masyarakat menulis laporan diskusi itu dengan judul “Cak Nur Babak Belur”.32)

Setelah momentum bersejarah itu, sejumlah acara besar di-gelar dengan tujuan serupa oleh berbagai kalangan umat Islam. Untuk lapisan bawah, Masjid-Masjid di wilayah Jakarta hangat dengan tema-tema penghujatan NM. Para khatib dengan latar belakang yang berbeda tidak ketinggalan menghajar pikiran NM.

Di kampus-kampus, acara penghujatan itu cukup semarak. Di antaranya, diskusi yang digelar di auditorium Kampus IKIP Surabaya 28 Februari 1992 (Ramadhan 1413 H) yang dihadiri ribuan mahasiswa. Di masjid Universitas Airlangga, Surabaya, juga digelar acara yang sama. Di IKIP Malang, 1 Maret, masjid se-tempat bagai tidak mampu menampung ledakan jamaah. Dan berikutnya tanggal 17 Maret di Universitas Sebelas Maret ( UNS),

Surakarta, Jawa Tengah, dengan jumlah pengunjung sekitar 4000 orang memadati Masjid Kampus UNS. Acara serupa juga dilak-sanakan di Kampus Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.33)

Di Sumatera, penghujatan terhadap NM tidak kalah meriah dengan acara yang berlangsung di sekitar Jawa. Di Universitas Riau (Unri), Pekanbaru dan akhir Juli 1993 di USU Medan, sebuah seminar khusus diadakan untuk menghajar pemikiran NM dan menghadirkan NM sendiri. Tapi NM sengaja tidak menyentuh masalah kontroversialnya itu untuk mengalihkan perhatian para pembandingnya yang sudah menyiapkan diri akan menghujat NM. Di antara pembandingnya waktu di Medan itu ialah sdr. So-fyan Sauri Siregar MA, wakil Lembaga Dakwah Arab Saudi

(Darul-Ifta’) di Belanda. Pembanding lain mengungkap analisis yang

cukup menarik. Menurut Sofyan, NM dalam ceramahnya di TIM bulan Oktober itu banyak mengangkat masalah kultus dan fun-damentalisme. Dan NM juga membuat semacam kriteria dan ciri khas gerakan itu. Nah, bila kriteria itu diterapkan, maka sebenarn-ya kelompok NM sudah merupakan gerakan kultus. Sebab, katan-ya, NM sendiri menyebut bahwa kultus biasanya berpusat pada ketokohan seorang pribadi yang menarik, berdaya pikat, dan re-torikanya yang memukau. Kriteria ini cukup terpenuhi pada prib-adi NM. Demikian pula tentang jaringan keorganisasiannya yang terlihat, ketika NM dihujat umat di TIM bulan Desember 1992. Setelah itu segenap “pasukannya” bangkit melalui berbagai me-dia massa, membela NM. Hingga majalah “Ulumul-Qur’an” dalam salah satu nomornya, secara total dari awal hingga akhir, memuat pembelaan berlebihan terhadap NM. Dan dari segi alieansi, maka kelompok NM, boleh dikatakan tergolong sebagai kelompok

yang terdepak oleh arus Islamisasi di kalangan umat Islam. Di Jajaran Ulama , masalah NM juga sudah lama menjadi pembicaraan mereka, karena ide-idenya yang cukup meresah-kan itu. Di Jombang, Jawa Timur, daerah asal NM sendiri, sejum-lah Ulama di Pesantren “Darul-Ulum” mengadakan mudzaka-rah (diskusi) menghantam NM yang dihadiri langsung oleh NM sendiri. Mereka mengecam keras NM yang melemparkan ide-ide kontroversial selama ini.

Khusus di kalangan Ulama Betawi, digelar lagi acara mudza-karah besar-besaran oleh K.H. Abd. Rasyid ‘Abdullah Syafi’i, pimpinan pesantren “Asy-Syfi’iyah” di Masjid Al-Barkah. Sejumlah besar Ulama Betawi hadir dalam diskusi itu dengan menampil-kan pembicara utama DR. Mukhtar Aziz dan K.H. Irfan Zidny M.A. Keduanya mengkritik tajam pikiran-pikiran NM, filsafat, Syi’ah dan orientasi ke Barat.34)

Yang terakhir dialog yang diadakan oleh LMPI bekerja sama dengan Korps Muballigh Jakarta (KMJ), Majalah “Media Dakwah” dan HMI Korkom IKIP Jakarta tanggal 25 Juli 1993 dengan tema

“Hijrah, membangun izzah umat”. Dalam diskusi yang dihadiri

oleh sekitar 3000-an pengunjung itu, turut dibicarakan masalah-masalah kontroversial akhir-akhir ini, Prof. DR. Deliar Noer, DR. Ir. Sri Bintang Pamungkas, Wahid Alwi, M.A. dan penulis sendiri.35)

Dengan gencarnya serangan dan respons umat seperti yang terlihat di atas, masihkah majalah TEMPO menjuluki NM se-bagai “lokomotif umat Islam”, padahal “gerbong-gerbong” kereta sudah melindas sang “lokomotifnya”?

34) Harian “Pelita” 24 April 1993. 35) Harian “Pelita” 26 Juli 1993.

Di media massa, polemik tentang NM dan kelompok “pembaruannya” tidak dapat dihindari. Setelah NM menyampai-kan pidatonya di TIM akhir November 1992 itu, maka koran per-tama yang memuat polemik adalah harian sore “Terbit”. Setelah itu berpindah ke “Republika”. Karena harian ini banyak dikuasai oleh kelompok “Pembaruan”, maka polemik berpindah ke “Media

Indonesia”. Kemudian pindah ke “Pelita” dan akhirnya di “Media Dakwah” yang sampai Agustus 1993 tidak berhenti membalas

lontaran-lontaran NM cs di jurnal “Ulumul-Qur’an”.

Melihat gencarnya reaksi umat Islam atas ide-ide yang dilon-tarkan kelompok yang mengaku sebagai “ pembaru” ini, menurut analisis Jamal Sulthan, kolumnis terkenal Mesir, bagi mereka han-ya ada dua alternatif. Pertama, dan ini han-yang terbaik, ialah kembali ke pangkuan Islam dan bertobat atas pikiran-pikiran mereka yang tidak sesuai dengan Islam. Atau, kedua, tetap bertahan dengan ide dan jalan yang ditempuhnya. Tapi senantiasa akan mengha-dapi reaksi-reaksi keras umat yang tidak akan pernah berhenti.36)

G. FENOMENA SEKULARISME DAN REAKSI UMAT