• Tidak ada hasil yang ditemukan

Menurut pengamatan NM, gerakan kultus tidak hanya menimpa Amerika, tapi juga muncul di negeri Muslim seperti In-donesia. NM menulis,

“Semuanya di Amerika, namun hal yang serupa dan yang analog dengan itu juga muncul di mana-mana, termasuk

akhir-akhir ini di negeri kita”.

Yang disesalkan, NM tidak menyebutkan contoh, walau sat-upun, dari gejala kultus yang katanya, baru-baru ini hadir di neg-eri kita. Padahal contoh-contoh di Amneg-erika, dia sebutkan dalam jumlah yang cukup memadai. Saya melihat, bahwa ini adalah salah satu sikap pengecut dari NM. Dia tidak berani mengemu-kakan contoh gerakan kultus yang diamatinya itu. Ini bukanlah sikap seorang ilmuwan yang bertanggung jawab.

Sebenarnya, NM ingin mengatakan bahwa di negeri ini, su-dah mulai muncul gerakan kultus yang berwarna Islam. Itu terli-hat dari ungkapannya di atas dan kata-kata berikut,

“Maka sebuah kultus, meskipun diberi label keagamaan formal (Budhisme, Hinduisme, Islam, Kristen dan lain-lain) adalah sesungguhnya sebuah religion illicita, atau erzats religion, agama palsu. Kultus merupakan pelarian spiritual karena kebingungan dan kesepian yang tidak dapat disele-saikan oleh agama formal atau terorganisasi”.26)

Jadi, agaknya sudah terlihat bahwa yang dimaksudkan NM dengan kultus di sini adalah kultus dengan label Islam, paling tidak salah satu di antara kultus yang muncul, yang dia tidak be-rani menyebutkan salah satu contohnya. Hal itu lebih jelas lagi bila kita ikuti terus makalahnya, di mana NM menulis,

“Namun seperti telah dikemukakan, kultus dan fundamen-talisme bukanlah monopoli Amerika. Di negeri ini pun, seba-gaimana sudah disinggung, juga terdapat gejala-gejala kul-tus dan fundamentalisme (yakni fundamentalisme dalam arti gejala kefanatikan dan ketertutupan dalam corak

ganutan agama)”.27)

Sekali lagi yang anda sebut dengan kultus dan fundamen-talisme, yang didefinisikan sebagai gejala kefanatikan dan keter-tutupan dalam corak penganutan agama, manakah buktinya? Ini penting, supaya NM tidak dikatakan sebagai mengkhayal saja.

Saat ini telah berdirinya bank yang beroperasi dengan sis-tem Syariat Islam; tampak semaraknya syi’ar-syi’ar agama seperti shalat Jumat dan tarawih bersama di kantor-kantor, departemen-departemen, gedung-gedung mewah, bahkan di hotel; terlihat menjamurnya jumlah wanita yang memakai busana muslimah di tengah fitnah, tekanan, dan risiko yang mereka terima dari orang-orang yang tidak senang pada Islam. Selain itu, juga tam-pak meriahnya kajian-kajian Islam di kampus-kampus umum dan menjamurnya Taman Al- Qur’an; “hijaunya” lembaga perwakilan rakyat dengan hangatnya jalinan solidaritas yang diperlihatkan kaum Muslimin di negeri ini terhadap saudara-saudara mereka yang tertindas dan menderita di berbagai belahan bumi lainnya; dan ada tanda-tanda mulai tumbuhnya semangat persatuan di antara umat Islam, untuk melupakan berbagai khilafat (perselisi-han) yang sudah “basi” dan sebagainya. Apakah terhadap gejala kebangkitan ini, NM menuduh bahwa di negeri ini telah mulai tampak gejala fundamentalisme? Itu semua memang suatu ge-jala yang meresahkan pihak-pihak yang tidak senang terhadap Islam sejak dulu.28)

27) Makalah NM, op.cit, hal. 8.

28) Lihat misalnya komentar Geonawan Muhammad tentang semaraknya kehidupan beragam di Indonesia : “Sekarang ini terjadi santrinisasi. Semua kantor ada Mushalla.

Jam shalat Ashar dan Maghrib selalu diingatkan di televisi. Dan pejabat-pejabat yang biasa dianggap pada priayi dan abangan, kini menyemarakkan agama. Bahkan ter-jadi birokrasi ibadah. Misalnya tarawih harus ramai-ramai di departemen. Di rumah menteri digelar shalat tarawih dan berbuka bersama. Kalau beragama sudah

dikon-Maha benar Allah dengan firman-Nya,

º¹ ¸ ¶ μ ´ ³ ² ± °

“Jika kamu memperoleh kebaikan, niscaya mereka bersedih hati; tetapi jika kamu mendapat bencana, mereka bergem-bira karenanya”. (Ali Imran: 120)

Dari ungkapan-ungkapan NM di atas, dapat diambil be-berapa kesimpulan berikut:

1. Di negeri ini telah muncul gejala kultus dan fundamental-isme, dengan sifat-sifatnya seperti diterangkan di atas, sep-erti yang telah menjamur di Amerika itu.

2. Di antara kultus-kultus itu sudah barang tentu adalah kul-tus Islam. Bahkan, yang dimaksudkan NM sesungguhnya adalah kultus dan fundamentalisme Islam. Ini terlihat dari konteks pembicaraan dan penekanannya dalam ceramah itu adalah pada Islam. Padahal sesungguhnya istilah “ funda-mentalisme” itu sendiri tidak dikenal dalam Islam. Itu adalah terminologi Kristen yang tidak ada analognya dalam Islam. “Fundamentalisme” adalah istilah yang diciptakan dan di-populerkan Barat untuk memukul umat Islam yang ingin menerapkan Islam dalam kehidupannya, seperti diungkap Amin Ra’is. (Pelita 10/11/1992)

3. Yang ingin dikatakan NM bahwa kecenderungan orang

ter-trol atasan, sudah tidak sehat”. Selanjutnya Geonawan mengungkapkan

kesedi-hannya : “Tapi lepas dari itu semua, memang sekarnag menggejala santrinisasi dan

abangisasi telah mati. Garis demarkasi santri-abangan hancur berantakan”. (Jurnal “Ulumul-Qur’an” No. 1, jld. IV, Th. 1993, hal. 103).

hadap Islam yang telah mulai tampak akhir-akhir ini adalah sebuah agama palsu, pelarian spiritual, karena kebingungan dan kesepian yang tidak dapat diselesaikan oleh Islam.

La Haula Wa la Quwwata illa Billah

Perlu ditanyakan kepada NM, kesalahan apakah yang telah dilakukan oleh mereka yang merindukan Islam itu, sehingga NM sampai hati menuduh mereka demikian? Apakah mereka mel-akukan tindakan terorisme, seperti yang dilmel-akukan Yahudi dan Amerika? Apakah mereka membunuh dan membatasi umat lain, seperti yang dilakukan oleh Serbia dan Kroasia? Apakah mereka merekayasa sebuah konspirasi, mengadu domba dan memfitnah umat lain seperti yang dilakukan Amerika dan negara-negara Barat di Timur Tengah? Apakah mereka mengusir orang lain dari negerinya seperti kekejaman Myanmar terhadap warganya yang Muslim?

Atas dasar apa NM menyamaratakan gejala di Amerika dengan yang ada di negeri ini? Kepalsuan fundamentalisme di Amerika yang NM sebut, terungkap oleh terjadinya skandal-skandal para pemimpinnya sendiri, manakah analognya di sini? Bukankah ini semua hanya khayalan NM dan kecurigaannya yang mengada-ada pada gejala meningkatnya semangat mendalami agama bagi umat Islam akhir-akhir ini. Atau karena NM frustasi, sebab yang dilihatnya - kecenderungan umat yang ada sekarang - tidak seperti yang diinginkannya selama ini, sejak tahun tujuh puluhan itu. Dengan kata yang lebih tegas lagi, misi NM sebagai penarik “gerbong” umat Islam sejak tahun tujuh puluhan, tampak-nya gagal.29)

29) Majalah TEMPO menjuluki NM sebagai “lokomotif” penarik gerbong umat Islam di Indonesia. Sebuah julukan yang tidak ada landasanna dalam kenyataan. Dan ini

Betapa kasarnya tuduhan NM bahwa gejala orang men-emukan Islam sebagai kepuasan semu dan menyamaratakannya seperti narkotika. Coba ikuti ungkapan NM berikut,

“Karena itu, bagaimanapun kultus dan fundamentalisme hanyalah pelarian dalam keadaan tidak berdaya. Sebagai sesuatu yang hanya memberi hiburan ketenangan semu atau palliative, kultus dan fundamentalisme adalah sama berbahayanya dengan narkotika”.30)

Bahkan baginya, gejala di atas jauh lebih berbahaya daripada narkotika. Kata NM,

“ Tetapi, narkotika menampilkan bahaya hanya melalui pribadi ... Sedangkan, kultus dan fundamentalisme dengan sendirinya melahirkan gerakan dengan disiplin yang tinggi. Maka, penyakit yang terakhir ini adalah jauh lebih berba-haya daripada yang pertama”.31)