• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 4. HASIL PENELITIAN

4.2 Analisis Univariat

4.2.1 Karakteristik Balita

Karakteristik balita yang diamati dalam tabel ini meliputi umur dan jenis kelamin.Distribusi frekuensi karakteristik balita dapat dilihat pada Tabel 4.3 berikut.

Tabel 4.3 Distribusi Karakteristik Balita di Kecamatan Medan Marelan dan Kecamatan Medan Maimun Sepanjang Daerah Aliran

Sungai Deli Tahun 2018

No Karakteristik Balita Jumlah Persentase (%)

1 Umur kelompok usia yang paling sedikit adalah 49-60 bulan. Lebih banyak balita berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 59 balita (54,2%)

4.2.2 Hasil Pemerikasaan Air Sungai

Hasil pemerikasan air Sungai Deli yang dilakukan pada titik hulu dan hilir sungai, diperoleh hasil bahwa :

Tabel 4.4 Hasil Uji Laboratorium Air Sungai Deli

No Pemeriksaan Hasil (MPN/100ml) Baku

Mutu kanan tengah kiri

1 Coolifecal (Kecamatan Medan Maimun) 320 1700 330 1000 2 Coolifecal (Kecamatan Medan Marelan) 9200 9200 9200 1000 Pada Tabel 4.4 dapat diketahui bahwa berdasarkan hasil pemerikasaan laboratorium diketahui bahwa kadar Coolifecal hulu sungai bagian tengah sebesar 1700 MPN/100ml dan pada hilir sungai bagian kanan, tengah dan kiri kadarnya 9200 MPN/100ml, hal ini berarti angka ini telah melebihi baku mutu (1000MPN/100ml) bersadarkan Peraturan Pemerintah 81 tahun tahun 2001 tentang Pengolahan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, Kelas II. Pada Kecamatan Medan Marelan kondisi air sungai sudah lebih memprihatinkan dibandingkakan keadaan Kecamatan Medan Maimun.

4.2.3 Kejadian Diare

Kejadian diare pada balita adalah penyakit diare yang dialami oleh balita dalam satu bulan terakhir. Gambaran mengenai kejadian diare pada balita dapat dilihat pada Tabel 4.5 sebagai berikut.

Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Kejadian Diare pada Balita di Puskesmas Terjun dan Puskesmas Kp Aur Tahun 2018

No Kejadian Diare Puskesmas Terjun Puskesmas Kampung Baru

n % n %

1 Diare 22 45,8 20 41,7

2 Tidak Diare 26 54,2 28 58,3

Total 48 100,0 48 100

Pada Tabel 4.5 dapat diketahui balita yang mengalami diare dalam satu bulan terakhir di Puskesmas Terjun diperoleh 22 balita (45,8%) sedangkan balita yang mengalami diare di Puskesmas Kp. Aur sebanyak 20 balita (41,7%).

4.2.4 Faktor Sosiodemografi

Faktor sosiodemografi responden yang diamati dalam penelitian ini meliputi umur, pendidikan, pekerjaan, pendapatan. Distribusi frekuensi berdasarkan faktor sosiodemografi disajikan dalam Tabel 4.6 berikut.

Tabel 4.6 Distribusi Faktor Sosiodemografi di Sepanjang Daerah Aliran Sungai Deli Tahun 2018

Tabel 4.6 diketahui bahwa sebagian besar responden pada umur 20 – 35 tahun dengan rincian 31 orang (44,9%) balitanya mengalami diare dan 38 orang (55,1%) balita tidak mengalami diare Balita sebagian besar perempuan dengan rincian 23 orang (39,0%) balitanya mengalami diare dan 36 orang (61,0%) balitanya tidak

mengalami diare. Tingkat pendidikan sebagian besar responden berpendidikan tinggidengan rincian 18 orang (36,0%) balitanya mengalami diare dan 32 (64,0%) balitanya tidak mengalami diare. Pekerjaan sebagian besar responden yang tidak bekerja dengan rincian 38 orang (43,7%) balitanya mengalami diare dan 49 orang (56,3%) balitanya mengalami tidak diare dan. Pendapatan sebagian besar responden kurang dari UMK (Rp 2.749.074) dengan rincian 35 orang (45,5%) balitanya mengalami diare dan 42 orang (54,5%) balitanya tidak mengalami diare dan.

4.2.5 Faktor Perilaku Sehat

Faktor perilaku sehat dalam penelitian ini meliputi: perilaku penggunaan jamban, perilaku penggunaan air bersih dan perilaku mencuci tangan, dilihat pada Tabel 4.7 berikut.

Tabel 4.7 Distribusi Faktor Perilaku Sehat Ibu di Sepanjang Daerah Aliran Sungai Deli Tahun 2018

No Faktor Perilaku Sehat Diare Tidak Diare Total

n % n % n %

Berdasarkan Tabel 4.7 berdasarkan perilaku penggunaan jamban sebagian besar responden berperilaku tidak memenuhi syarat kesehatan dalam penggunaan

jamban dengan rincian 29 orang (52,7%) balitanya mengalami diare dan 26 orang (47,3%) balitanya tidak mengalami diare. Berdasarkan perilaku penggunaan air bersih sebagian besar responden berprilaku tidak memenuhi syarat kesehatan dalam penggunaan air bersih dengan rincian 27 orang (54,0%) balitanya mengalami diare dan 23 orang (46,0%) balitanya tidak mengalami diare. Berdasarkan perilaku mencuci tangan sebagian besar responden berprilaku memenuhi syarat dalam perilaku cuci tangan dengan rincian 20 orang (60,6%) balitanya mengalami diare dan 41 orang (65,1%) balitanya tidak mengalami diare.

4.2.5.1 Perilaku Penggunaan jamban

Distribusi hasil faktor perilaku sehat penggunaan jamban dalam penelitian ini dilihat pada Tabel 4.8 berikut.

Tabel 4.8 Distribusi Perilaku Ibu dalam Penggunaan Jamban di Sepanjang Daerah Aliran Sungai Deli Tahun 2018

No Perilaku Penggunaan Jamban n %

Berdasarkan Tabel 4.8 diketahui ada responden yang berperilaku tidak penggunaan jamban jika BAB (40,6%), selain umumnya BAB di jamban mereka BAB juga di tanah dan di kebun (67,7%), jambannya tidak memenuhi syarat (74%), ada yang tidak menggunakan air bersih (25%) dan berperilaku tidak menjaga kebersihan jamban (59,4%).

4.2.5.2 Perilaku Penggunaan Air Bersih

Distribusi perilaku sehat penggunaan air bersih yang mencakup pengolahan air minum, penutup tempat air, mandi mencuci peralatan makan, pakaian dengan air sungai, dapat dilihat pada Tabel 4.9 berikut.

Tabel 4.9 Distribusi Perilaku Ibu dalam Penggunaan Air Bersih di Sepanjang Daerah Aliran Sungai Deli Tahun 2018

No Perilaku Penggunaan Air Bersih n %

Berdasarkan Tabel 4.9 diketahui perilaku ibu dalam penggunaan air bersih sebagian besar responden menggunakan air sumur (47,9%), air minum tidak diolah

terlebih dahulu (61,5%), ada yang tempat air tidak pakai tutup (39,6%), umumnya mandi dengan air sungai (52,1%), ada yang memcuci alat masak dengan air sungai (45,8%) dan umumnya memncuci pakaian menggunakan air sungai (60,4%).

4.2.5.3 Perilaku Mencuci Tangan

Distribusi hasil distribusi perilaku mencuci tangan yang mencakup kebiasaan mencuci tangan setelah BAB, pakai air bersih, sabun, mencuci tangan sebelum menyuapi anak, setelah keluar rumah, dan mengajarkan anak cuci tangan, dapat dilihat pada Tabel 4.10 berikut.

Tabel 4.10 Distribusi Perilaku Ibu dalam Mencuci Tangan di Sepanjang Daerah Aliran Sungai Deli Tahun 2018

No Perilaku Mencuci Tangan n %

Tabel 4.10 (Lanjutan)

No Perilaku Mencuci Tangan n %

Kadang-kadang 55 57,3

Selalu 39 40,6

Berdasarkan Tabel 4.10 diketahui perilaku ibu dalam mencuci tangan sebagian besar responden selalu mencuci tangan setelah BAB (58,3%) dan yang kadang-kadang (39,6%); kadang-kadang mencuci tangan pakai air bersih (45,8%), ada yang tidak pakai sabun saat cuci tangan (10,4%), masih ada yang kadang-kadang mencuci tangan sebelum menyuapi anak (28,1%), masih ada yang kadang-kadang mencuci tangan setelah keluar rumah (45,8%), dan masih ada yang kadang-kadang mengajarkan anak cuci tangan (57,3%).

4.2.6 Kondisi Sanitasi Dasar

Kondisi sanitasi adalah sarana sanitasi yang dimiliki responden. Terdapat dua variable pada kondisi sanitasi yaitu: jamban keluarga dan pembuangan sampah.

Gambaran mengenai kondisi sanitasi yang dimiliki oleh responden berdasarkan lembar observasi diuraikan Tabel 4.11 di bawah ini:

Tabel 4.11 Distribusi Faktor Lingkungan di Sepanjang Daerah Aliran Sungai Deli Tahun 2018

No Faktor Lingkungan Diare Tidak Diare Total

n % n % n %

Berdasarkan Tabel 4.11 berdasarkan pengelolaan sampah sebagian besar responden tidak memenuhi syarat dengan rincian sebanyak 34 orang (56,7%) balitanya mengalami diare dan 26 orang (43,3%) balitanya tidak mengalami diare dan. Berdasarkan pembuangan tinja sebagian besar responden memenuhi syarat dengan rincian sebanyak 24 orang (55,8%) balitanya mengalami diare dan 35 orang (66,0%) balitanya tidak mengalami diare dan.

4.2.6.1 Pengelolaan Sampah

Distribusi hasil pengeloaan sampah yang mencakup konstruksi tempat sampah, mempunyai tutup dan mudah dibuka, mudah diangkut dan jarak pembuangan sampah, dapat dilihat pada Tabel 4.12 berikut.

Tabel 4.12 Distribusi Pengelolaan Sampah di Sepanjang Daerah Aliran Sungai Deli Tahun 2018

No Pengelolaan Sampah n %

Berdasarkan Tabel 4.12 diketahui pengelolaan sampah sebagian besar kontruksi tempat sampah tidak kuat (57,3%), tidak mudah ditutup dan dibuka (63,5%), tidak mudah diangkut (54,2%) dan masih ada yang jarak pembuangannya kurang dari 5 meter (41,7%).

4.2.6.2 Sarana Pembuangan Tinja

Distribusi sarana pembuangan tinja yang mencakup pencemaran, tidak berbau atau dijamah serangga, lantai miring tidak mencemari tanah, kemudahan untuk dibersikan, dinding dan atap, penerangan, lantai, ventilasi dan ketersedian air dan alat pembersih, dapat dilihat pada Tabel 4.13 berikut.

Tabel 4.13 Distribusi Sarana Pembuangan Tinjadi Sepanjang Daerah Aliran Sungai Deli Tahun 2018

No Sarana Pembuangan Tinja n %

Berdasarkan Tabel 4.13 diketahui sarana pembuangan tinja ada yang mencemari (37,5%), menimbulkan bau dan atau dijamah serangga (54,2%), ada yang lantainya tidak miring dan atau mencemari tanah (51%), ada yang tidak mudah dibersihkan (50%), tidak memiliki dinding dan atap (50%), penerangannya yang kurang (53,1%), lantainya tidak kedap air (52,1%), ada yang tidak memiliki vebtilasi yang cukup (47,9%) da nada yang tidak tersedianya air dan alat pembersih (31,3%).

4.3. Analisis Bivariat

Variabel yang diteliti disajikan secara deskripsi dalam distribusi frekuensi, selanjutnya dilakukan analisis bivariat. Analisis bivariat menggambarkan hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat menggunakan analisis tabulasi silang, untuk mengetahui besarnya nilai PR dengan tingkat kemaknaan statistik nilai p < 0,05.

4.3.1 Hubungan Faktor Sosiodemografi dengan Kejadian Diare di Sepanjang Daerah Aliran Sungai Deli Tahun 2018

Hasil analisis bivariat hubungan antara faktor sosiodemografi yang mencakup variabel umur, jenis kelamin balita, tingkat pendidikan, pekerjaan dan pendapatan terhadap kejadian diare di sepanjang daerah aliran sungai Deli Tahun 2018, disajikan tabel 4.14 berikut:

Tabel 4.14 Hubungan Faktor Sosiodemografi dengan Kejadian Diare di Sepanjang Daerah Aliran Sungai Deli Tahun 2018

No Faktor

Tabel 4.14 (Lanjutan)

Berdasarkan Tabel 4.14 diketahui bahwa tidak ada variabel sosiodemografi yang berhubungan dengan kejadian diare hal ini diketahui dari seluruh nilai p dari setiap variabel adalah p>0,05. Pendidikan juga tidak ada hubungan yang signifikan antar pendidikan dengan kejadian diare (p=0,111) tetapi karena nilai PR=1,338CI95% (0,928-1,931) berarti pendidikan merupakan salah satu faktor risiko penyebab terjadinya diare. Risiko diare 1,338 kali pada orang yang berpendidikan dasar dibandingkan orang berpendidikan lanjut.

Berdasarkan pekerjaan juga memiliki nilai PR>1 yaitu 1,014 dan CI95%

(0,549-1,871) berarti pekerjaan merupakan salah satu faktor risiko penyebab terjadinya diare. Risiko orang yang bekerjalebih berisiko 1,014 kali dibandingkan dengan orang yang tidak bekerja untuk terjadinya penyakit diare. Berdasarkan pendapatan nilai PR=1,158 dan CI95% (0,777-1,726) berarti pendapatan merupakan

salah satu faktor risiko penyebab terjadinya diare. Risiko diare 1,158 kali pada orang yang berpendapatan rendah < UMK (Rp 2.749.074) dibandingkan dengan orang yang berpendapatan >UMK (Rp 2.749.074).

Sedang untuk variabel umur diperoleh hasil tidak ada hubungan yang signifikan dengan kejadian diare (p=0,710) dan nilai PR=0,929; CI95% (0,637-1,357) artinya umur bukan salah satu faktor risiko penyebab kejadian diare. Variabel jenis kelamin diperoleh hasil tidak ada hubungan yang signifikan dengan kejadian diare (p=0,234) dan nilaiPR=0,797;CI95%(0,540-1,176) artinya jenis kelamin bukan salah satu faktor risiko penyebab kejadian diare.

4.3.2 Hubungan Faktor Perilaku Sehat Ibu dengan Kejadian Diare pada Balita di Sepanjang Daerah Aliran Sungai Deli Tahun 2018

Hasil analisis bivariat hubungan antara faktor perilaku sehat Ibu (perilaku penggunaan jamban, air bersih dan perilaku cuci tangan) terhadap kejadian diare pada balita di sepanjang DAS Deli Tahun 2018, disajikan pada Tabel 4.15 berikut:

Tabel 4.15 Hubungan Perilaku Sehat Ibu dengan Kejadian Diare pada Balita di Sepanjang Daerah Aliran Sungai Deli Tahun 2018

No Faktor Perilaku Sehat Diare Tidak

Diare Total

Berdasarkan Tabel 4.15 diketahui bahwa berdasarkan uji statistik chi-square ada hubungan antara perilaku penggunaan jamban dengan kejadian diare (p=0,040) dengan nilai PR=1,445 CI95% (1,020-2,047) berarti perilaku penggunaan jamban merupakan salah satu faktor terjadinya diare. Risiko diare 1,445 kali pada orang yang berperilaku tidak memenuhi syarat dalam penggunaan jamban dibandingkan dengan orang berperilaku memenuhi syarat dalam penggunaan jamban.

Berdasarkan Tabel 4.15 diketahui bahwa berdasarkan uji statistik chi-square variabel penggunaan air bersih menunjukkan hasil ada hubungan antara perilaku penggunaan air bersih dengan kejadian diare (p=0,035) dengan nilai PR=1,465CI95%

(1,021-2,103) berarti perilaku penggunaan air bersih merupakan salah satu faktor terjadinya diare. Risiko diare 1,465 kali pada orang yang berperilaku tidak memenuhi syaratdalam penggunaan air bersih dibandingkan dengan orang berperilaku memenuhi syarat dalam penggunaan air bersih.

Berdasarkan Tabel 4.15 diketahui berdasarkan uji statistik chi-square,variabel mencuci tangan menunjukkan hasil ada hubungan antara perilaku mencuci tangan dengan kejadian diare (p=0,016) dengan nilai PR=1,652 CI59% (1,043-2,618) berarti perilaku mencuci tangan merupakan salah satu faktor terjadinya diare. Risiko diare 1,652 kali pada orang yang berperilaku tidak memenuhi syarat dalam mencuci tangan dibandingkan dengan orang berperilaku memenuhi syarat dalam mencuci tangan.

4.3.3 Hubungan Faktor Lingkungan dengan Kejadian Diare pada Balita di Sepanjang Daerah Aliran Sungai Deli Tahun 2018

Hasil analisis bivariat hubungan antara faktor lingkungan (pengelolaan sampah dan pembuangan tinja) terhadap kejadian diare pada balita di sepanjang DAS Deli

Tahun 2018, disajikan pada Tabel 4.16 berikut:

Tabel 4.16 Hubungan Faktor Lingkungan dengan Kejadian Diare pada Balita di SepanjangDaerah Aliran Sungai Deli Tahun 2018

No Faktor Lingkungan Diare Tidak

Diare Total

Berdasarkan Tabel 4.16 diketahui bahwa untuk pengelolaan sampah menunjukkan hasil berdasarkan uji statistik chi-square ada hubungan antara pengelolaan sampah dengan kejadian diare (p=0,001) dengan nilai PR=1,795 CI95%

(1,280-2,517) berarti pengelolaan sampah merupakan salah satu faktor terjadinya diare.Risiko diare 1,795kali pada pengelolaan sampah tidak memenuhi syarat dibandingkan dengan pengelolaan sampah memenuhi syarat.

Variabel pembuangan berdasarkan uji statistik chi-square ada hubungan antara pengelolaan tinja dengan kejadian diare (p=0,032) dengan nilai PR=2,456 CI95% (1,014-2,202) berarti pengelolaan sampah merupakan salah satu faktor terjadinya diare. Risiko diare 2,456 kali pada pengelolaan tinjanya tidak memenuhi syarat dibandingkan dengan pengelolaan tinjanya memenuhi syarat.

4.4. Analisis Multivariat

Analisis multivariat adalah untuk mengetahui hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen, sehingga diketahui variabel mana yang paling

dominan terhadap variabel dependen. Multivariat dilakukan juga untuk mengetahuan seberapa besar sumbangan variabel bebas terhadap variabel terikat. Berapa besar hubungan atau sumbangan bersama seluruh faktor yang diteliti oleh peneliti terhadap terjadinya diare di Daerah aliran Sungai Deli tahun 2018. Semua variabel hasil uji bivariat dengan nilai p<0,25 adalah kandidiat yang akan di analis secara regresi logistik. Variabel tersebut adalah, pendidikan, perilaku cuci tangan, jenis kelamin balita, sarana air bersih, perilaku penggunaan jamban, pengelolaan sampah dan pembuangan tinja. Hasil analisis multivariat menunjukan ada tujuh variabel bebas yang layak untuk dipertahankan secara statistik berhubungan terhadap kejadian diare.

Analisis multivarat dengan regersi logistik berganda menggunakan metode (backward LR) yakni variabel yang tidak signifikan secara otomatis dikeluarkan dari dalam model secara bertahap. Hasil akhir analisis multivariat dapat dilihat pada Tabel berikut ini :

Tabel 4.17 Model Akhir Uji Regresi Logistik Berganda Hubungan Variabel Independen dengan Kejadian Diare pada Balita di Sepanjang Daerah

Aliran Sungai Deli Tahun 2018

No Variabel B p Exp(B) 95%CI

1 Cuci tangan 1,162 0,018 3,195 0,128– 8,385

2 Penggunaan Air bersih 1,024 0,030 2,783 1,107 – 7,003 3 Pengelolaan Sampah 1,593 0,002 4,918 1,814 – 13,332

4 Constant -2,254 0,003 0,105

Tabel di atas menunjukkan bahwa variabel yang berhubungan dengan kejadian diare adalah cuci tangan (p=0,018), penggunaan air bersih (p=0,030), dan pengelolaan sampah (p=0,002). Kekuatan hubungan dapat dilihat dari nilai Exp (B) variabel yang paling dominan adalah pengelolaan sampah Exp (B)=4,918; cuci

tangan Exp (B)=3,195; dan penggunaan air bersih Exp (B)=2,783 dengan kejadian Diarepada balita di DAS Deli Kota Medan Tahun 2018. Artinya risiko Diare 4,918 kali pada pengelolaan sampah yang tidak memenuhi syarat dibandingkan dengan yang memenuhi syarat. Model persamaan regresi logistik berganda yang dapat memprediksi cuci tangan, penggunaan air bersih dan pengelolaan sampah dengan kejadian diare pada balitaadalah sebagai berikut:

p(x) = 1 1+ e-(-2,254+1,162x

1+1,024x 2+1,593x

3)

p(x)=82,12%

Keterangan:

p : Probabilitas Kejadian Diare

x1 : Koefisien regresi cuci tangan = 1,162

x2 : Koefisien regresi penggunaan air bersih = 1,024 x3 : Koefisien regresi pengelolaan sampah = 1,593 Konstanta :-2,254

e : 2,718

Persamaan di atas diketahui bahwa pengelolaan sampah yang tidak memenuhi syarat, penggunaan air bersih yang tidak memenuhi syarat, serta cuci tangan yang tidak memenuhi syarat berpeluang untuk terjadinya diare sebesar 82,12% selebihnya dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak termasuk dalam variabel penelitian ini.

BAB 5 PEMBAHASAN

5.1. Kejadian Diare pada Balita di Daerah Aliran Sungai Deli Medan Tahun 2018

Balita yang mengalami diare dalam satu bulan terakhir di Puskesmas Terjun diperoleh 22 balita (45,8%) sedangkan balita yang mengalami diare di Puskesmas Kp. Aur sebanyak 20 balita (41,7%). Balita adalah usia yang rentan terhadap penyakit diare. Menurut Depkes RI (2005) Kuman penyebab diare biasanya menyebar melalui fecal oral antara lain melalui makanan atau minuman yang tercemar tinja dan atau

kontak langsung dengan tinja penderita.

Beberapa perilaku dapat menyebabkan penyebaran kuman enterik dan meningkatkan risiko terjadinya diare, antara lain menyimpan makanan masak pada suhu kamar, menggunakan air minum yang tercemar, tidak mencuci tangan sesudah buang air besar atau sesudah membuang tinja anak atau sebelum makan atau menyuapi anak, dan tidak membuang tinja dengan benar. Dan Umur adalah variabel yang selalu diperhatikan di dalam penyelidikan-penyelidikan epidemiologi. Angka-angka kesakitan maupun kematian di dalam hampir semua keadaan menunjukkan hubungan dengan umur (Notoatmodjo, 2011).

5.2. Faktor Sosiodemografi dan Kejadian Diare pada Balita di Daerah Aliran Sungai Deli Medan Tahun 2018

Distribusi responden berdasarkan kelompok umur sebagian besar responden beradapada kelompok umur 20-35 tahun dengan rincian 31 (44,9%) balitanya

mengalami diare dan 38 orang (55,1%) balitanya tidak mengalami diare. Usia ini adalah usia produktif dengan lebih mengandalkan pengetahuan yang masih baru, mengingat biasanya pada usia ini seorang ibu baru menamatkan pendidikan di sekolah lanjutan atas atau bahkan perguruan tinggi. Seorang ibu yang berpendidikan tinggi memiliki pengetahuan yang lebih tentang sanitasi lingkungan dan penatalaksanaan diare pada balita dibandingkan dengan ibu yang pendidikannya lebih rendah (Kemenkes RI, 2015). Masyarakat yang memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi lebih berorientasi pada tindakan preventif, mengetahui lebih banyak tentang masalah kesehatan dan memiliki status kesehatan yang lebih baik.

Hasil distribusi berdasarkan tingkat pendidikan diketahui bahwa sebagian besar responden berpendidikan tinggi dengan rincian 18 orang (36,0%) balitanya mengalami diare dan 32 (64,0%) balitanya tidak mengalami diare. Kebanyakan anak yang mudah menderita diare berasal dari pendidikan orang tuanya yang rendah (Suharyono, 2008). Pemahaman orang tua yang rendah akan kesehatan balitanya akan berdampak pada kuman penyakit yang akan menyerang balita. Pendidikan seseorang menentukan luasnya pengetahuan seseorang dimana orang yang berpendidikan rendah sangat sulit menerima sesuatu yang baru. Hal ini secara tidak langsung berpengaruh terhadap perilaku. Dimana pendidikan merupakan suatu hal yang penting, semakin tinggi pendidikan seseorang diharapkan mampu membuat seseorang untuk selalu melaksanakan sesuatu yang sifatnya penting untuk dirinya sendiri maupun orang disekitarnya.

Hasil distribusi berdasarkan pekerjaan dapat diketahui sebagian besar responden yang tidak bekerja dengan rincian 38 orang (43,7%) balitanya mengalami diaredan 49 orang (56,3%) balitanya mengalami tidak diare. Perkerjaan ini jelas berhubungan dengan profesinalitas seorang ibu dalam menjaga anaknya, baik dari segi waktu maupun perhatian yang penuh terhadap bayi. Kalaupun menggunakan jasa untuk merawat bayi tetap saja yang harus menjaga sepenuhnya adalah sang ibu dari bayi tersebut.

Hasil penelitian berdasarkan pendapatan diketahui sebagian besar responden berpendapatan kurang dari UMK (Rp 2.749.074) dengan rincian 35 orang (45,5%) balitanya mengalami diare dan 42 orang (54,5%) balitanya tidak mengalami diare.Pada ibu balita yang mempunyai pendapatan kurang akan lambat dalam penanganan diare misalnya karena ketiadaan biaya berobat ke petugas kesehatan yang akibatnya dapat terjadi diare yang lebih parah lagi. Pendapatan keluarga yang baik akan berpengaruh dalam menjaga kebersihan dan ketersediaan fasilitas kesehatan sertaada hubungan erat terhadap kejadian diare (DepkesRI, 2006).

5.3. Faktor Perilaku dan Kejadian Diare pada Balita di Daerah Aliran Sungai Deli Medan Tahun 2018

Berdasarkan faktor perilaku pada penggunaan jamban responden diare sebagian besar responden berperilaku tidak memenuhi syarat kesehatan dalam penggunaan jamban dengan rincian 29 orang (52,7%) balitanya mengalami diare dan 26 orang (47,3%) balitanya tidak mengalami diare. Menurut hasil penelitian Irianto (2004), anak balita yang berasal dari keluarga yang menggunakan jamban yang

dilengkapi dengan tangki septik, prevalensi diare 7,4% terjadi di kota dan 7,2% di desa. Sedangkan keluarga yang menggunakan kakus tanpa tangki septik 12,1% diare terjadi di kota dan 8,9% di desa. Kejadian diare tertinggi terdapat pada keluarga yang mempergunakan sungai sebagai tempat pembuangan tinja, yaitu 17% di kota dan 12,7 di desa.Pembuangan tinja yang tidak menurut aturan memudahkan terjadinya penyebaran penyakit antara lain diare. Pembuangan tinja merupakan bagian yang penting dari kesehatan lingkungan.

Pada penggunaan air bersih responden diare sebagian besar responden berprilaku tidak memenuhi syarat kesehatan dalam penggunaan air bersih dengan rincian 27 orang (54,0%) balitanya mengalami diare dan 23 orang (46,0%) balitanya tidak mengalami diare. Perilaku yang kurang baik terhadap pengkonsumsian air akan berdampak pada kesehatan. Menurut Depkes RI, (2005) pemenuhan kebutuhan akan air bersih haruslah memenuhi dua syarat yaitu kuantitas (jumlah air yang dibutuhkan setiap hari tergantung kepada aktifitas dan tingkat kebutuhan) dan kualitas (parameter fisik, kimia, radioaktivitas, dan mikrobiologis yang memenuhi syarat kesehatan menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 416/Menkes/Per/IX/1990 tentang Syarat-Syarat dan Pengawasan Kualitas Air). Menurut Kusnoputranto (2001), air berperan dalam memindahkan penyakit kepada manusia dengan empat cara yaitu :water borne disease, water washed disease, water based disease dan water related insects vectors.

Perilaku sehat mencuci tangan pakai sabun diare responden diare sebagian besar responden berprilaku memenuhi syarat kesehatan dalam perilaku cuci tangan

dengan rincian 20 orang (60,6%) balitanya mengalami diare dan 41 orang (65,1%) balitanya tidak mengalami diare. Perilaku mencuci tangan merupakan perilaku yang sangat penting penyebaran penyakit diare, karena tangan merupakan media yang sangat berperan dalam penyebaran penyakit melalui fecal oral. Tidak mencuci tangan sebelum menyuapkan makanan pada anak, setelah buang air besar dapat meningkatkan risiko terjadinya penyakit diare (Depkes RI, 2006).

5.4. Faktor Lingkungan dan Kejadian Diare pada Balita di Daerah Aliran Sungai Deli Medan Tahun 2018

Berdasarkan pengelolaan sampah responden sebagian besar responden tidak memenuhi syarat dengan rincian 34 orang (56,7%) balitanya mengalami diare dan 26 orang (43,3%) balitanya tidak mengalami diare. Pengelolaan sampah adalah penting untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan serta menjadikan spampah sebagai sumberdaya. Pengelolaan sampah dipandang baik jika sampah tersebut tidak menjadi media berkembangbiaknya bibit penyakit serta sampah tersebut tidak menjadi medium perantara menyebarluaskan suatu penyakit. Syarat lainnya yang harus dipenuhi, yaitu mencemari udara, air dan tanah, tidak menimbulkan bau (tidak mengganggu nilai estetis dan lainnya (Azwar, 1990).

Pada sarana pembuangan tinja air bersih responden yang diare sebagian besar responden memenuhi syarat dengan rincian 24 orang (55,8%) balitanya mengalami diare dan 35 orang (66,0%) balitanya tidak mengalami diare. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 tahun 2001, air limbah adalah sisa dari

suatu hasil usaha dan atau kegiatan yang berwujud cair. Sementara menurut Notoatmodjo (2011) air limbah buangan merupakan air yang tersisa dari kegiatan manusia, dibuang dalam bentuk yang sudah kotor (tercemar) dan pada umumnya

suatu hasil usaha dan atau kegiatan yang berwujud cair. Sementara menurut Notoatmodjo (2011) air limbah buangan merupakan air yang tersisa dari kegiatan manusia, dibuang dalam bentuk yang sudah kotor (tercemar) dan pada umumnya