• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN PERILAKU SEHAT IBU DAN LINGKUNGAN SANITASI DASAR DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI DAERAH ALIRAN SUNGAI DELI KOTA MEDAN TAHUN 2018 TESIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "HUBUNGAN PERILAKU SEHAT IBU DAN LINGKUNGAN SANITASI DASAR DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI DAERAH ALIRAN SUNGAI DELI KOTA MEDAN TAHUN 2018 TESIS"

Copied!
137
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

Oleh

ELVITA SUSANTI 167032005

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA TAHUN

2018

(2)
(3)

T E S I S

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan Masyarakat (M.K.M) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Peminatan Kesehatan Lingkungan

pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Oleh

ELVITA SUSANTI 167032005

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2018

(4)
(5)

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : 1. Prof. Dr. Dra. Irnawati Marsaulina, MS 2. Dra. Nurmaini, M.K.M, Ph.D

3. Prof. Harlen Marpaung 4. Dr. dr. Taufik Ashar, M.K.M

(6)

ALIRAN SUNGAI DELI KOTA MEDAN TAHUN 2018

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan disuatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, 24 Agustus 2018 Peneliti

Elvita Susanti 167032005

(7)

sebanyak 390 orang dan dari Puskesmas Medan Marelan jumlah penderita diare sebanyak 1.094 orang (Dinkes Kota Medan, 2017). Tujuan penelitian ini adalah hubungan perilaku sehat ibu dan lingkungan sanitasi dasar terhadap kejadian diare pada balita di Daerah Aliran Sungai Deli Kota Medan Tahun 2018. Metode penelitian ini adalah survei analitik dengan desain Cross Sectional. Lokasi penelitian adalah masyakat yang tinggal Daerah Aliran Sungai Deli.Sampel 96 orang, yang diambil secara Consecutive Sampling. Veriabel dependen dalam penelitian ini kejadian diare, dan variabel independennya adalah perilaku sehat (penggunaan jamban, air bersih dan mencuci tangan) dan lingkungan sanitasi dasar (pengelolaan sampah, tinja dan limbah rumah tangga). Data dianalisis dengan menggunakan uji chi square dan regresi logistic. Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan perilaku penggunaan jamban, perilaku penggunaan air bersih, perilaku Cuci Tangan Pakai Sabun, Sarana pengelolaan sampah, dan pembuangan tinja dengan kejadian diare pada balita.Berdasarkan hasil uji multivariate variabel yang paling berhubungan dengan kejadian diare pada balita di daerah aliran Sungai Deli adalah sarana pengelolaan sampah. Disarankan kepada Puskesmas menggalang kerjasama dengan lintas sektor yang terdekat untuk meningkatkan penyuluhan secara berkesinambungan tentang prilaku hidup bersih dan sehat, meningkatkan gerakan Cuci Tangan pakai sabun bekerjasama dengan organisasi-organisasi lainnya, baik pemerintah maupun swasta untuk meningkatkan persentase cuci tangan pakai sabun. Dinas Kebersihan perlu menyediakan sarana Pengelolaan Sampah Sementara.

Kata Kunci: Diare, Perilaku Sehat, Sarana Sanitasi

(8)
(9)

hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Hubungan Perilaku Sehat Ibu dan Lingkungan Sanitasi Dasar dengan Kejadian Diare di Daerah Aliran Sungai Deli Kota Medan tahun 2018.

Penulisan tesis ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan penelitian pada program S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat peminatan Kesehatan Lingkungan pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari penulisan ini tidak dapat terlaksana tanpa bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan banyak terima kasih yang tidak terhingga kepada:

1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH., M.Hum selaku Rektor Universitas Sumatera Utara

2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Ir. Etti Sudaryati, M.K.M., Ph.D selaku Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Universitas Sumatera Utara.

4. Destanul Aulia, SKM., MBA., M.Ec., Ph.D selaku Sekertaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

(10)

penulisan tesis selesai.

6. Prof. Harlem Marpaung dan Dr.dr.Taufik Azhar.M.K.M selaku komisi penguji yang telah bersedia menguji dan mengarahkan guna penyempurnaan tesis ini.

7. Ahmad Yanof, Jendra Saputra, Nurhayani Dalimunte, Sukirlan dan seluruh staf pengajar program studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat yang sangat berarti selama penulis mengikuti pendidikan.

8. Kepalaan Staf di Litbang Sumutra Utara ,Kepala dan staf Puskesmas Medan Maimun(Puskesmas Kampung Baru) dan Kepala dan Staf Puskesmas Medan Marelan(Puskesmas Terjun) telah memberikan Izin dan Data kepada penulis untuk melakukan penelitian di Kecematan Medan Maimun dan Medan Marelan.

9. Ibunda H. Zainab yang sangat penulis sayangi yang sabar mendengar keluh kesah dan memberikan semangat kepada penulis dan saudara yang tercinta kkd Syaharman Zanhar S.Sos,Mulyadi Zanhar, H. Didi Suryadi.SE dan Add Ade Irma Suryani.

10. Secara khusus ucapan terima kasih yang tulus penulis tujukan kepada suami (Mayor Ikhwan Tanjung, S.Si. Apt) dan ananda (Salsabila Revitan) tercinta yang sangat baik dan penuh pengertian dan juga kesabaran, perhatian, semangat, waktu dan dukungan moral maupun materil yang telah diberikaan kepada penulis.

(11)

Madhona, Sutan Daulay, Mutiara, Rizki, Nisa, Dea, Muel Eva,Agung dan Vero yang selalu memberi dukungan dan semangat.

12. Terima kasih kepada Panglima TNI AD (Mayjen Lodewyk Pusung), Kakesdam I/BB (Kolonel Ckm dr. Anjar, SpPD), dan Karumkit Tk II Putri Hijau Kesdam I/BB (Kolonel Ckm dr. Sukirman, SpKK., M.Kes) yang telah memberikan izin untuk penulis mengikuti program pendidikan S2 Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih banyak terdapat kekurangan, untuk itu kritik dan saran yang kontruktif sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini.Akhirnya penulis berharap semoga tesis ini dapat bermanfaat.

Medan, 24 Agustus 2018

Penulis

Elvita Susanti

167032005

(12)

1974di Cimpago, beragama Islam, tinggal di Jl. Perwira IV No. 28 Gatot Subroto Km. 7 Medan Binjai. Penulis merupakan anak dari Bgd Tahaurrauddin Duya (Ayah) dan H. Zainab (Ibu) yang saat penulis sudah menikah dengan Mayor Ckm Ikhwan Tanjung, S.Si.Apt (Suami) dan memiliki satu anak yang bernama Salsabila Revitan.

Pendidikan formal penulis di mulai dari Sekolah Dasar Negeri 1 Cimpago pada Tahun 1981 sampai dengan tahun 1987. SMP di Negeri Sei Rotan pada tahun 1987 sampai dengan 1990.SMA Negeri 1 Pariaman mulai tahun 1990 sampai dengan 1993.Kemudian melanjutkan D3 Kesehatan Lingkungan tahun 1993 sampai 1996.Pada tahun 2010 mengikuti pendidikan S1 di Universitas Sari Mutiara sampai dengan tahun 2012. Kemudian pada tahun 2016 penulis melanjutkan pendidikan Pasca Sarjana Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Peminat Kesehatan Lingkungan Universitas Sumatera Utara.

Penulis adalah salah satu anggota Pegawai Negeri Sipil Kementrian Pertahanan Keamanan yang bertugas di Rumah Sakit Tk II Putri Hijau Kesdam I/BB bagian Unit Kesehatan Lingkungan mulai dari tahun 2007 sampai dengan sekarang.

(13)

KATA PENGANTAR... ... iii

RIWAYAT HIDUP... ... vi

DAFTAR ISI ... ... vii

DAFTAR TABEL... xi

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

DAFTAR ISTILAH ... xiv

BAB 1.PENDAHULUAN ... 1

1.1 LatarBelakang ... 1

1.2 PerumusanMasalah ... 8

1.3 TujuanPenelitian ... 8

1.4 ManfaatPenelitian ... 8

BAB 2.TINJAUAN PUSTAKA ... 10

2.1 Penyakit Diare ... 10

2.1.1 Pengertian Diare ... 10

2.1.2 Etiologi Diare ... 10

2.1.3 Jenis Diare ... 12

2.1.4 Gejala Diare ... 13

2.1.5 Epidemiologi penyakit diare ... 14

2.2 Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Penyakit Diare... 15

2.2.1 Faktor Sosiodemografi ... 15

2.2.2FaktorLingkungan ... 18

2.2.2.1Sanitasi Dasar ... 18

2.2.2.2 Kondisi Jamban ... 25

2.2.2.3 Kondisi Tempat Sampah ... 28

2.2.2.4 Kondisi Saluran Pembuangan Air Limbah ... 30

2.2.3 Faktor Perilaku Ibu ... 31

2.3 Landasan Teori... 32

2.4 Kerangka Konsep Penelitian ... 34

2.5 Hipotesis Penelitian ... 34

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 35

3.1 Jenis Penelitian ... 35

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 35

(14)

3.3.3 Teknik Pengambilan Sampel ... 37

3.3.4 Objek Pengambilan Air Sungai ... 38

3.4 Sumber Data, Teknik dan Intrument Pengumpulan Data ... 40

3.4.1 Sumber Data ... 40

3.4.2 Teknik Pengumpulan Data ... 40

3.5 Variabel dan Definisi Operasional ... 41

3.5.1 Variabel Penelitian ... 41

3.5.2 Definisi Operasional... 42

3.5.3 Metode Pengukuran ... 43

3.6 Teknik Pengolahan dan Analisis Data ... 46

3.6.1 Metode Pengolahan Data ... 46

3.6.2 Teknik Analisis Data ... 47

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 50

4.1Gambaran Daerah Penelitian... 50

4.1.1 Puskesmas Terjun Kecamatan Medan Marelan ... 51

4.1.2 Puskesmas Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun ... 53

4.1.3 Visi dan Misi Puskesmas ... 54

4.2 Analisis Univariat... 55

4.2.1 Karakteristik Balita ... 55

4.2.2 Hasil Pemeriksaan Air Sungai ... 55

4.2.3Kejadian Diare ... 56

4.2.4 Faktor Sosiodemografi ... 57

4.2.5Faktor Perilaku Sehat ... 58

4.2.6 Kondisi Sanitasi Dasar ... 62

4.3 Analisis Bivariat ... 65

4.3.1 Hubungan Faktor Sosiodemografi dengan kejadian Diaredi Daerah Aliran Sungai Deli Medan Tahun 2018 ... 65

4.3.2 Hubungan Faktor Perilaku Sehat Ibu dengan kejadian Diare di Daerah Aliran Sungai Deli Medan Tahun 2018 ... 67

4.3.3 Hubungan Faktor Lingkungan Sanitasi Dasar dengan Kejadian Diare di Daerah Aliran Sungai Deli Medan Tahun 2018 ... 68

4.4 Analisis Multivariat ... 69

(15)

di Daerah AliranSungai Deli Medan Tahun 2018... 72

5.3 Faktor Perilaku dan Kejadian Diare pada Balita di Daerah Aliran Sungai Deli Medan Tahun 2018 ... 72

5.4 Faktor Lingkungan dan Kejadian Diare pada Balita di Daerah AliranSungai Deli Medan Tahun 2018... 76

5.5 Hubungan Sosiodemografi dengan Kejadian Diarepada Balita di Daerah AliranSungai Deli Medan Tahun 2018... 77

5.5.1 Hubungan Umur dengan Kejadian Diarepada Balita di Daerah AliranSungai Deli Medan Tahun 2018... 77

5.5.2 Hubungan Jenis Kelamin dengan Kejadian Diarepada Balita di Daerah Aliran Sungai Deli Medan Tahun 2018 .... 78

5.5.3 Hubungan Pendidikan dengan pada Balita Kejadian Diare di Daerah Aliran Sungai Deli Medan Tahun 2018 ... 79

5.5.4 Hubungan Pekerjaan dengan Kejadian Diare di Daerah Aliran Sungai Deli Medan Tahun 2018 ... 80

5.5.5 Hubungan Pendapatan dengan Kejadian Diarepada Balita di Daerah Aliran Sungai Deli Medan Tahun 2018... 81

5.6 Hubungan Perilaku Sehat dengan Kejadian Diarepada Balita di Daerah AliranSungai Deli Medan Tahun 2018... 83

5.6.1 Hubungan Perilaku Penggunaan Jamban dengan Kejadian Diare pada Balita di Daerah Aliran Sungai Deli Medan Tahun 2018 ... 83

5.6.2 Hubungan Perilaku Penggunaan Air Bersih dengan Kejadian Diarepada Balita di Daerah Aliran Sungai Deli Medan Tahun 2018 ... 85

5.6.3 Hubungan Perilaku Mencuci Tangan dengan Kejadian Diarepada Balita di Daerah Aliran Sungai Deli Medan Tahun 2018 ... 88

5.7 Hubungan Faktor Lingkungan dengan Kejadian Diare di Daerah Aliran Sungai Deli Medan Tahun 2018... 90

5.7.1 Hubungan Pengelolaan Sampah dengan Kejadian Diare di Daerah Aliran Sungai Deli Medan Tahun 2018... 90

5.7.2 Hubungan Pembuangan Tinja dengan Kejadian Diar di Daerah Aliran Sungai Deli Medan Tahun 2018... 93

5.8Analisis Multivariat ... 100

5.9 Implikasi Penelitian ... 100

5.10 Keterbatasan Penelitian ... 101

(16)

DAFTAR PUSTAKA ... 104 LAMPIRAN

(17)

1.1 Data 10 Penyakit Terbesar di Kota Medan Tahun 2015 ... 5 3.1 Definisi Operasional Variabel dan Pengukuran Variabel ... 43 4.1 Jumlah Penduduk di Wilayah Kerja Puskesmas Terjun Tahun2016 ... 52 4.2 Jumlah Tenaga Kesehatan Puskesmas Terjun Kecamatan Medan

Marelan Tahun 2016 ... 53 4.3 Distribusi Karakteristik Balita di Kecamatan Medan Marelan dan

Kecamatan Medan Maimun Sepanjang Daerah Aliran SungaiDeli Kota Medan Tahun 2018 ... 55 4.4 Hasil Uji Laboratorium Air Sungai Deli ... 56 4.5 Distribusi Frekuensi Kejadian Diare di Puskesmas TerjunDan

Puskesmas Kp. Aur Tahun 2018 ... 56 4.6 Distribusi Frekuensi Sosiodemografi di Sepanjang Daerah

AliranSungai Deli Tahun 2018 ... 57 4.7 Distribusi Frekuensi Faktor Perilaku Sehat di Sepanjang Daerah

AliranSungai Deli Tahun 2018 ... 58 4.8 Distribusi Frekuensi Perilaku Ibu dalam Penggunaan Jambandi

Sepanjang Daerah Aliran Sungai Deli Tahun 2018 ... 59 4.9 Distribusi Frekuensi Perilaku Ibu dalam Penggunaan Air Bersihdi

Sepanjang Daerah Aliran Sungai Deli Tahun 2018 ... 60 4.10 Distribusi Frekuensi Perilaku Ibu dalam Mencuci Tangandi

Sepanjang Daerah Aliran Sungai Deli Tahun 2018 ... 61 4.11 Distribusi Faktor Lingkungan di Sepanjang Daerah Aliran Sungai

Deli Tahun 2018 ... 62

(18)

4.14 Hubungan Faktor Sosiodemografi dengan Kejadian Diare di

Sepanjang Daerah Aliran Sungai Deli Tahun 2018 ... 65 4.15 Hubungan Perilaku Sehat dengan Kejadian Diare di Sepanjang

Daerah Aliran Sungai Deli Tahun 2018 ... 67 4.16 Hubungan Faktor Lingkungan dengan Kejadian Diare di Sepanjang

Daerah Aliran Sungai Deli Tahun 2018 ... 69 4.17 Model Akhir Uji Regresi Logistik Berganda Hubungan Variabel

Independen dengan Kejadian Diare di Sepanjang Daerah Aliran

Sungai Deli Tahun 2018... 70

(19)

2.1 Diagram Skematik Patogenesis Penyakit ... 33 2.2 Kerangka Konsep Penelitian ... 34 3.1 Skema Tempat Pengambilan Air Sungai Deli ... 39

(20)

1. Informed Consent ... 108

2. Kuesioner Penelitian ... 109

3. Peta ... 114

4. Surat Izin Penelitian ... 115

5. Surat Rekomendasi Penelitian... 116

(21)

DAFTAR ISTILAH

ASI : Air Susu Ibu

CFR : Case Fortality Rate

BAB : Buang Air Besar

Depkes : Dapartemen Kesehatan DAS : Daerah Aliran Sungai E coli :Escherchia Coli KLB : Kejadian Luar Biasa Kemenkes : Kementerian Kesehatan

MCK : Mandi Cuci Kakus

PAM : Penyediaan Air Minum :

Rikesdas : Riset Kesehatan Daerah

TDS : Total Doose Solid

TPS : Tempat Pembuangan sampah

TPA : Tempat Pembuangan akhir WHO : World Health Organization

(22)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit diare masih merupakan salah satu penyebab utama kesakitan dan kematian. Hampir seluruh daerah geografis dunia dan semua kelompok usia diserang diare, tetapi penyakit berat dengan kematian yang tinggi terutama didapatkan pada bayi dan anak balita. Angka kejadian diare menurut WHO pada anak di dunia mencapai satu miliar kasus tiap tahun, di negara Amerika Utara anak-anak menderita diare lebih dari 12 kali pertahun sementara diare menyebabkan kematian sebesar 15- 34% dari semua kematian, kurang lebih 300 kematian per tahun (Pitono et al, 2006).

Menurut data WHO (2013), ada sekitar 4 miliar kasus penyakit diare terjadi setiap tahunnya di dunia. WHO melaporkan bahwa penyebab utama kematian pada balita adalah diare (post neonatal) 14% dan pneumonia (post neo-natal) 14%

kemudian malaria 8%, penyakit tidak menular (post neonatal) 4% injuri (post neonatal) 3%, HIV/AIDS 2%, Campak 1%, dan lainnya 13%, dan kematian bayi <1

bulan (newborns death) 41%.

Penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang seperti di Indonesia, karena morbiditas dan mortalitasnya masih tinggi.

Survei morbiditas yang dilakukan oleh Subdit Diare, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, di Indonesia dari tahun 2000 s/d 2010 terlihat kecenderungan insiden naik. Pada tahun 2000 IR penyakit diare 301/1000 penduduk, tahun 2003 naik

(23)

menjadi 374/1000 penduduk, tahun 2006 naik menjadi 423/1000 penduduk dan tahun 2010 menjadi 411/1000 penduduk. Kejadian luar biasa (KLB) diare juga masih sering terjadi, dengan CFR yang masih tinggi. Pada tahun 2008 terjadi KLB di 69 Kecamatam dengan jumlah kasus 8133 orang, kematian 239 orang (CFR 2,94%).

Tahun 2009 terjadi KLB di 24 kecamatan dengan jumlah kasus 5756 orang, dengan kematian 100 orang (CFR 1,74%), sedangkan tahun 2010 terjadi KLB diare di 33 kecamatan dengan jumlah penderita 4024 dengan kematian 73 orang (CFR 1,74%) (Kemenkes RI, 2011).

Pada tahun 2013 terjadi 8 KLB yang tersebar di 6 Propinsi, 8 Kabupaten dengan jumlah penderita 646 orang dengan kematian 7 orang (CFR 1,08%).

Sedangkan pada tahun 2014 terjadi 6 KLB Diare yang tersebar di 5 propinsi, 6 Kabupaten/Kota, dengan jumlah penderita 2.549 orang dengan kematian 29 orang (CFR 1,14%). Salah satu provinsi yang mengalami KLB adalah Provinsi Lampung (Kemenkes, RI, 2015).

Tahun 2006 dilaporkan 11 Kabupaten/Kota di Sumatera Utara; Deli Serdang, Asahan, Labuhan Batu, Tapanuli Tengah, Tapanuli Selatan, Nias, Dairi, Padang Sidempuan, Serdang Bedagai, Samosir dan Nias Selatan mengalami KLB diare dengan jumlah penderita 2.110 kasus dan jumlah kematian 62 orang dengan Case Fatality Rate (CFR) = 2,94%. Jumlah penderita terbanyak di Kabupaten Nias yaitu

613 penderita dan terendah di Kabupaten Asahan yaitu 24 penderita, sedangkan CFR tertinggi terjadi di Kabupaten Nias Selatan yaitu 10% dan terendah di Kabupaten Langkat yaitu 0%.

(24)

Berdasarkan laporan diperoleh bahwa jumlah penderita diare di Sumatera Utara tahun 2006 adalah 182.922 penderita, dengan Incidence Rate (IR) 6,9/1.000 penduduk dan angka kematian (CFR) 0,016% lebih rendah dari angka nasional yaitu 1,2%. Walaupun angka IR dan CFR rendah namun data tersebut belum menggambarkan keadaan yang sebenarnya di masyarakat, karena pencapaian target penemuan kasus diare masih sangat rendah yaitu 23,11% dari target 358.814 orang pada tahun 2006. Ini mengandung arti bahwa masih banyak kasus-kasus yang tidak terlaporkan (under-reporting) yang terjadi di tengah masyarakat. Diketahui bahwa 52,50% dari penderita adalah kelompok umur Balita (Profil Dinkes Sumut, 2007).

Blum (1974) menyatakan bahwa lingkungan merupakan salah satu faktor

penentu terjadinya penyakit. Faktor yang secara langsung maupun tidak langsung dapat menjadi pendorong terjadinya diare, terdiri dari faktor agent, host, environment.

Faktor penjamu yang menyebabkan meningkatnya kerentanan terhadap diare. Faktor lingkungan yang paling dominan yaitu sarana penyediaan air bersih dan pembuangan tinja, kedua faktor ini akan berinteraksi bersama dengan perilaku manusia. Apabila faktor lingkungan tidak sehat karena tercemar kuman diare serta berakumulasi dengan perilaku manusia yang tidak sehat pula, maka penularan diare dengan mudah dapat terjadi (Depkes RI, 2005).

Agen infeksius penyakit diare dapat ditularkan melalui makanan dan/atau minuman yang terkontaminasi serta adanya kontak langsung dengan tangan yang terkontaminasi. Beberapa faktor yang dikaitkan dengan peningkatan transmisi infeksi

(25)

penyakit diare meliputi faktor lingkungan, faktor perilaku, faktor sanitasi lingkungan, faktor sosio-ekonomi dan pengetahuan. Faktor lingkungan yang terkait berupa kepemilikan jamban di setiap rumah, ketersediaan air bersih, dan tempat pembuangan sampah dan air limbah. Sementara faktor perilaku mencakup kebiasaan mencuci tangan, cara pemberian makan terutama pada bayi dan balita, kebiasaan memasak air minum, dan pemakaian jamban untuk buang air besar (BAB) (Depkes RI, 2007).

Berdasarkan pendapat Mahfazah (2013), dapat disimpulkan bahwa penyakit diare memiliki hubungan erat dengan kurang tersedianya sarana air bersih, sarana pembuangan tinja, sarana tempat pembuangan sampah, dan pembuangan air limbah.

Faktor-faktor tersebut berhubungan langsung dengan kondisi lingkungan dan perilaku perorangan sehingga jika keduanya saling berinteraksi maka penyebaran penyakit diare semakin terus berkembang

Berdasarkan Profil Dinas Kesehatan Kota Medan tahun 2015 angka kesakitan diare di Kota Medan sebanyak 22.932 jiwa, angka ini turun dari tahun 2014 sebanyak 25.575 jiwa (12.364 laki-laki dan 13.211 perempuan), dengan mengevaluasi data ini dapat disimpulkan bahwa angka kesakitan diare dari tahun 2014 ke 2015 mengalami penurunan. Tetapi penurunan angka diare masih memiliki angka kesakitan yang relatif tinggi karena disebabkan oleh faktor yang mendukung seperti sanitasi serta banyak faktor lain. Berikut ini data 10 penyakit terbesar di Kota Medan Tahun 2015 Pada Tabel 1. di bawah ini terlihat bahwa penyakit Diare termasuk dalam urutan ke 5 dari 10 penyakit terbesar di Puskesmas kota Medan.

(26)

Tabel 1. Data 10 Penyakit Terbesar di Kota Medan Tahun 2015

No Nama Penyakit Persen (%)

1 ISPA 39,87

2 Hipertensi 14,51

3 Penyakit pada Otot dan Jaringan Pengikat 14,03 4 Penyakit lain pada Saluran Pernafasan Bagian Atas 6,58

5 Diare 5,34

6 Kulit Alergi 4,52

7 Penyakit Pulpa dan Jaringan Perlapikal 4,18

8 Kulit Infeksi 3,84

9 Tonsilitis 3,60

10 Gingivitis dan Penyakit Periondental 3,53

Sumber : Laporan SP2TP Puskesmas Kota Medan, 2015 Kasus diare merupakan salah satu masalah kesehatan yang perlu mendapatkan

perhatian dan penanganan yang serius. Penyakit ini merupakan penyakit yang banyak disebabkan karena kondisi lingkungan yang buruk dan perilaku kesehatan yang kurang baik serta kondisi demografis pada masyarakat tersebut. Secara demografis pendidikan, usia perkawinan, pekerjaan dan pendapatan keluarga dapat menjadi faktor yang terkait dengan diare. Sosial demografi antara lain usia, pendidikan dan pendapatan berkaitan dengan kejadian diare (Soentpiet, dkk, 2015).

Perilaku kesehatan ditenggarai menjadi penyebab munculnya diare, diantara perilaku kesehatan yang di maksud adalah kontaminasi makanan, kebiasaan mencuci tangan, kebiasaan buang tinja, kebiasaan menggunakan jamban dan lain sebagainya.

Adapun sanitasi lingkungan yang berkaitan dengan diare adalah sumber air minum, kondisi jamban, tempat sampah dan saluran pembuangan air limbah (SPAL).

Hasil penelitian Arimbawa, dkk (2014), menemukan perilaku kebiasaan memasak air minum berhubungan dengan kejadian diare. Sedangkan penelitian

(27)

Machmud (2013) menunjukkan bahwa ada hubungan signifikan antara pembuangan tinja (p=0,010;OR=4,5) sumber air minum (p=0,026;OR=3,7) SPAL (p=0,003;

OR=6) dan pengelolaan sampah dengan kejadian diare balita (p=0,043; OR=3,3) Pada tahun 2007 diperkirakan ada 60 % penduduk Kota Medan ini sulit untuk mendapat akses air bersih dan kebanyakan dari masyarakat berpenghasilan rendah.

Meski ini masih berupa persentase perkiraan, paling tidak pemerintah harus memberikan perhatian serius pada persoalan air bersih. Sulitnya penduduk memperoleh air bersih dapat menimbulkan persoalan baru salah satunya buruknya kesehatan masyarakat. Perumahan yang sehat tidak lepas dari ketersediaan prasarana dan sarana yang terkait, seperti penyediaan air bersih, sanitasi pembuangan sampah, transportasi, dan tersedianya pelayanan sosial (Angeline, dkk, 2012).

Kondisi Daerah Aliran Sungai (DAS) Deli ditinjau dari sudut sumber daya air cukup memprihatinkan. Di kawasan hulu, ancaman datang berupa penggundulan hutan melalui penebangan liar, konversi lahan, perambahan liar serta pencurian humus. Kerusakan ini sudah berlangsung Selama puluhan tahun tanpa adanya upaya memadai untuk menghentikan. Laporan Badan Penanggulangan Daerah Aliran Sungai (BP DAS) Wampu-Sei Ular (2005) menunjukkan bahwa tutupan hutan di DAS Deli tinggal 7,5% dari luas DAS dan ini jauh dari kondisi ideal. Selain itu dari segi kualitas ancaman pencemaran air datang dari limbah domestik dan limbah buangan industri. Dalam satu laporan disebutkan Medan termasuk di antara sepuluh kota tercemar berat di Indonesia (Analisa, 2003).

(28)

Pemukiman kumuh di bantaran Sungai Deli dan faktor manusia yang menggunakan bantaran sungai untuk mendirikan rumah tinggal dan tempat buangan sampah telah menyempitkan alur sungai. Penyumbatan sampah di alur-alur riol dan anak-anak sungai telah memperburuk keadaan lingkungan. Selain itu, sarana pembuangan air limbah rumah tangga memiliki kondisi yang tidak memenuhi syarat kesehatan, dimana terlihat air limbah rumah tangga yang dihasilkan langsung dibuang ke badan sungai. Kondisi ini jelas sangat berpengaruh pada kualitas sumber air bersih karena dapat mengandung senyawa kimia dan mikroorganisme berbahaya (Angelin, dkk, 2012).

Survei awal dan observasi yang dilakukan peneliti pada tanggal 19 Januari 2018 di dua titik/lokasi daerah aliran sungai Deli yaitu Medan Marelan (titik 1), Medan Maimun (titik 2). Dua lokasi tersebut mayoritas penduduknya masih menggunakan air sungai, untuk mencuci, mandi dan kakus (MCK), jika dilihat sungai Deli tersebut terlihat keruh, berwarna coklat kekuningan dan terlihat adanya buangan limbah industri domestik, sementara di hilir sungai, sebagian besar masyarakat masih menggunakan air sungai Deli untuk Mandi Cuci Kakus (MCK). Selain itu, sarana pembuangan air limbah rumah tangga memiliki kondisi yang tidak memenuhi syarat kesehatan dimana terlihat air limbah rumah tangga yang dihasilkanlangsung dibuang ke badan sungai. Kondisi ini jelas sangat berpengaruh pada kesehatan jika masih menggunakan air sungai tersebut dan sebagai penyebab penyakit diare.

Data penderita diare dari Puskesmas Medan Maimun jumlah penderita diare sebanyak 390 orang dan dari Puskesmas Medan Marelan jumlah penderita diare sebanyak 1.094 orang (Dinkes Kota Medan, 2017).

(29)

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka peneliti tertarik melakukan penelitian “Hubungan Perilaku Sehat Ibu dan Lingkungan Sanitasi Dasar dengan Kejadian Diare pada Balita di Daerah Aliran Sungai Deli Kota Medan Tahun 2018”.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan survei awal diperoleh bahwa penyakit diare termasuk 10 penyakit terbesar di wilayah Medan Maimun dan Medan Marelan. Dari peninjauan lokasi, masih tingginya pencemaran air sungai di daerah aliran Sungai Deli yang disebabkan oleh perilaku masyarakat sekitar Daerah Sungai Deli yang membuang sampah di badan sungai, dan disebabkan oleh perkembangan daerah industri yang menghasilkan limbah perindustrian di sepanjang Sungai Deli.

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan “Hubungan Perilaku Sehat Ibu dan Lingkungan Sanitasi Dasar dengan Kejadian Diare pada Balita di Daerah Aliran Sungai Deli Kota Medan Tahun 2018”.

1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Bagi Instansi Terkait

Memberikan informasi khususnya bagi Puskesmas Medan Maimun, dan Medan Marelan tentan hubungan perilaku sehat dan lingkungan sanitasi dasar dengan kejadian diare pada balita, sehingga dapat dijadikan dasar dalam pengambilan kebijakan dalam penanggulangan diare.

(30)

1.4.2 Bagi Petugas Pukesmas

Sebagai masukan bagi petugas kesehatan dalam rangka meningkatkan upaya- upaya pencegahan diare

1.4.3 Bagi Peneliti/Akademisi

Sebagai masukan bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang kesehatan masyarakat dan sebagai dasar pertimbangan serta referensi bagi penelitian sehingga diharapkan dapat menyumbangkan model-model penelitian yang lebih sempurna dengan topik-topik yang sama.

(31)

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Diare

2.1.1 Pengertian Diare

Menurut World Health Organization diare didefinisikan sebagai buang air cair tiga kali atau lebih dalam sehari semalam. Diare adalah suatu kondisi dimana seseorang buang air besar dengan konsistensi lembek atau cair, bahkan dapat berupa air saja dan frekuensinya lebih sering (biasanya tiga kali atau lebih) dalam satu hari (Kemenkes RI, 2011).

Diare merupakan penyakit yang ditandai dengan bertambahnya frekuensi buang air besar lebih dari biasanya (> 3 kali sehari) disertai dengan perubahan konsistensi tinja menjadi cair atau lembek, dengan/tanpa darah dan/atau lendir (Suraatmadja, 2010).

Sedangkan menurut Irianto (2004), diare adalah suatu kondisi dimana seseorang buang air besar dengan konsistensi lembek atau cair, serta frekuensinya labih dari 3 kali sehari.

2.1.2 Etiologi Diare

Penyebab diare secara klinis dapat dikelompokkan dalam enam golongan besar, yaitu infeksi, malabsorbsi, alergi, keracunan, imunodefisiensi dan diare karenap sebab-sebab lain, tetapi yang sering ditemukan adalah diare yang disebabkan oleh infeksi dan keracunan (Kemenkes RI, 2011).

Infeksi virus merupakan penyebab terbanyak terjadi gangguan fungsi saluran cerna sehingga timbul diare, penyebab lain adalah gangguan non infeksi

(32)

dalam saluran cerna seperti makanan atau minuman yang merangsang dinding saluran cerna, bakteri obat-obatan dan parasit. Menurut Widiyono (2008), penyebab diare dapat dikelompokkan menjadi:

a) Virus, Rotavirus

b) Bakteri, Escherchia Coli, Shigela sp dan vibrio colera

c) Parasit, Entamoeba histolyticia, Giardia lambia dan Cryptospidium.

d) Makanan (makanan yang tercemar: basi beracun, terlalu banyak lemak, sayuran mentah dan kurang matang)

e) Malabsorbsi, karbohidrat, lemak, dan protein. Alergi makanan susu sapi Imunodefisiensi

Penjelasan mengenai faktor penyebab diare dijelaskan di bawah ini:

1. Faktor infeksi. Infeksi pada saluran pencernaan merupakan penyebab utama diare pada anak. Jenis-jenis infeksi yang umumnya menyerang antara lain :

a) Infeksi oleh bakteri: E Coli, Salmonella thyposa, Vibrio cholerae (kolera), dan serangan bakteri lain yang jumlahnya berlebihan pseudomonas.

b) Infeksi basil (disentri), c) Infeksi virus rotavirus,

d) Infeksi parasit oleh cacing (Ascaris lumbricoides), e) Infeksi jamur (Candida albicans),

f) Infeksi akibat organ lain, seperti radang tonsil, dan radang tenggorokan g) Keracunan makanan

(33)

2. Faktor Malabsorpsi. Faktor malabsorpsi dibagi menjadi dua yaitu malabsorpsi karbohidrat dan lemak. Malabsorpsi karbohidrat, pada bayi kepekaan terhadap lactoglobulis dalam susu formula dapat menyebabkan diare. Gejalanya berupa diare berat, tinja berbau sangat asam, dan sakit di daerah perut. Sedangkan Gejalanya berupa diare berat, tinja berbau sangat asam, dan sakit di daerah perut.

Sedangkan malabsorpsi lemak, terjadi bila dalam makanan terdapat lemak yang disebut triglyserida. Triglyserida, dengan bantuan kelenjar lipase, mengubah lemak menjadi micelles yang siap diabsorpsi usus. Jika tidak ada lipase dan terjadi kerusakan mukosa usus, diare dapat muncul karena lemak tidak terserap dengan baik.

3. Faktor Makanan. Makanan yang mengakibatkan diare adalah makanan yang tercemar, basi, beracun, terlalu banyak lemak, mentah (sayuran) dan kurang matang. Makanan yang terkontaminasi lebih mudah mengakibatkan diare pada anak-anak balita.

4. Faktor Psikologi. Rasa takut, cemas, dan tegang, jika terjadi pada anak dapat menyebabkan diare kronis. Tetapi jarang terjadi pada anak balita, umumnya terjadi pada anak yang lebih besar.

2.1.3 Jenis Diare 1. Diare Akut

Diare akut yaitu, diare yang berlangsung kurang dari 14 hari. Akibatnya adalah dehidrasi yang merupakan penyebab utama bagi penderita diare.

(34)

2. Disentri

Disentri yaitu, diare yang disertai darah dalam tinjanya.Akibat disentri adalah anoreksia, penurunan berat badan dengan cepat, dan kemungkinan terjadinnya komplikasi pada mukosa.

3. Diare persisten

Diare secara terus menerus.Akibat diare persisten adalah penurunan berat badan dan gangguan metabolisme.

4. Diare dengan masalah lain

Anak yang menderita diare (diare akut dan diare persisten) mungkin juga disertai dengan penyakit lain, seperti demam, gangguan gizi atau penyakit lainnya.

2.1.4 Gejala Diare

Menurut Widjaja (2014), gejala-gejala diare adalah sebagai berikut :

a) Bayi atau anak menjadi cengeng dan gelisah. Suhu badannya pun meninggi.

b) Tinja bayi encer, berlendir atau berdarah,

c) Warna tinja kehijauan akibat bercampur dengan cairan empedu, d) Lecet pada anus,

e) Gangguan gizi akibat intake (asupan) makanan yang kurang, f) Muntah sebelum dan sesudah diare,

g) Hipoglikemia (penurunan kadar gula darah), dan h) Dehidrasi (kekurangan cairan).

Dehidrasi dibagi menjadi tiga macam, yaitu dehidrasi ringan, sedang dan berat. Dehidrasi ringan jika cairan tubuh yang hilang 5%. Jika cairan yang hilang

(35)

lebih dari 10% disebut dehidrasi berat. Pada dehidrasi berat, volume darah berkurang, denyut nadi dan jantung bertambah cepat tetapi melemah, tekanan darah merendah, penderita lemah, kesadaran menurun dan penderita sangat pucat (Widjaja, 2014).

2.1.5 Epidemiologi Penyakit Diare

Menurut Depkes RI (2005), epidemiologi penyakit diare adalah sebagi berikut:

1. Penyebaran kuman yang menyebabkan diare

Kuman penyebab diare biasanya menyebar melalui fecal oral antara lain melalui makanan atau minuman yang tercemar tinja dan atau kontak langsung dengan tinja penderita. Beberapa perilaku dapat menyebabkan penyebaran kuman enteric dan meningkatkan risiko terjadinya diare, antara lain menyimpan makanan masak pada suhu kamar, menggunakan air minum yang tercemar, tidak mencuci tangan sesudah buang air besar atau sesudah membuang tinja anak atau sebelum makan atau menyuapi anak, dan tidak membuang tinja dengan benar.

2. Faktor pejamu yang meningkatkan kerentanan terhadap diare

Faktor pada pejamu yang dapat meningkatkan insiden, beberapa penyakit dan lamanya diare. Faktor-faktor tersebut adalah tidak memberikan ASI sampai umur 2 tahun, kurang gizi, campak, imunodefisiensi atau imunosupresi dan secara proposional diare lebih banyak terjadi pada golongan balita.

3. Faktor lingkungan dan perilaku

Penyakit diare merupakan salah satu penyakit yang berbasis lingkungan. Dua faktor yang dominan, yaitu sarana air bersih dan pembuangan tinja. Kedua faktor ini akan berinteraksi dengan perilaku manusia. Apabila faktor lingkungan tidak

(36)

sehat karena tercemar kuman diare serta berakumulasi dengan perilaku yang tidak sehat pula, yaitu melalui makanan dan minuman, maka dapat menimbulkan kejadian diare, artinya makanan minuman tersebut terkontamisasi oleh bakteri

2.2 Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Penyakit Diare 2.2.1 Faktor Sosiodemografi

Demografi adalah ilmu yang mempelajari persoalan dan keadaan perubahan- perubahan penduduk yang berhubungan dengan komponen-komponen perubahan tersebut sepert kelahiran, kematian, migrasi sehingga menghasilkan suatu keadaan dan komposisi penduduk menurut umur dan jenis kelamin tertentu (Lembaga Demografi FE UI, 2005).

Dalam pengertian yang lebih luas, demografi juga memperhatikan berbagai karakteristik individu maupun kelompok yang meliputi karakteristik sosial dan demografi, karakteristik pendidikan dan karakteristik ekonomi.

Karakteristik sosial dan demografi meliputi: jenis kelamin, umur, status perkawinan, dan agama. Karakteristik pendidikan meliputi: tingkat pendidikan.

Karakteristik ekonomi meliputi jenis pekerjaan, status ekonomi dan pendapatan (Mantra, 2000).

Widyastuti, (2005) menyatakan faktor sosiodemografi terdiri dari : 1. Tingkat pendidikan

Jenjang pendidikan memegang peranan cukup penting dalam kesehatan masyarakat. Menurut Notoatmojo (2011), pendidikan adalah setiap usaha, pengaruh, perlindungan dan bantuan yang diberikan kepada anak didik yang

(37)

menuju kedewasaan. Pendidikan seseorang menentukan luasnya pengetahuan seseorang dimana orang yang berpendidikan rendah sangat sulit menerima sesuatu yang baru. Hal ini secara tidak langsung berpengaruh terhadap perilaku. Dimana pendidikan merupakan suatu hal yang penting, semakin tinggi pendidikan seseorang diharapkan mampu membuat seseorang untuk selalu melaksanakan sesuatu yang sifatnya penting untuk dirinya sendiri maupun orang disekitarnya.

Masyarakat yang memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi lebih berorientasi pada tindakan preventif, mengetahui lebih banyak tentang masalah kesehatan dan memiliki status kesehatan yang lebih baik. Kebanyakan anak yang mudah menderita diare berasal dari pendidikan orang tuanya yang rendah (Suharyono, 2008). Seorang ibu yang berpendidikan tinggi akan memiliki pengetahuan yang lebih tentang sanitasi lingkungan dan penatalaksanaan diare pada balita dibandingkan dengan ibu yang pendidikannya lebih rendah (Kemenkes RI, 2015).

2. Jenis Pekerjaan

Karakteristik pekerjaan seseorang dapat mencerminkan pendapatan, status sosial, pendidikan, status sosial ekonomi, risiko cedera atau masalah kesehatan dalam suatu kelompok populasi. Pekerjaan juga merupakan suatu determinan risiko dan determinan terpapar yang khusus dalam bidang pekerjaan tertentu serta merupakan prediktor status kesehatan dan kondisi tempat suatu populasi bekerja.

3. Umur Ibu

Sifat manusia yang dapat membawa perbedaan pada hasil suatu penelitian atau yang dapat membantu memastikan hubungan sebab akibat dalam hal

(38)

hubungan penyakit, kondisi cidera, penyakit kronis, dan penyakit lain yang dapat menyengsarakan manusia, umur merupakan karakter yang memiliki pengaruh paling besar. Umur mempunyai lebih banyak efek pengganggu daripada yang dimiliki karakter tunggal lain. Umur merupakan salah satu variabel terkuat yang dipakai untuk memprediksi perbedaan dalam hal penyakit, kondisi, dan peristiwa kesehatan, dan karena saling diperbandingkan maka kekuatan variabel umur menjadi mudah dilihat (Widyastuti, 2005).

Umur adalah variabel yang selalu diperhatikan di dalam penyelidikan- penyelidikan epidemiologi. Angka kesakitan maupun kematian di dalam hampir semua keadaan menunjukkan hubungan dengan umur (Notoatmodjo, 2011).

4. Pendapatan Keluarga

Menurut Badan Pusat Statistik (2013), pendapatan adalah imbalan yang diterima baik berbentuk uang maupun barang, yang dibayarkan perusahaan/

kantor/ majikan. Semakin tinggi pendapatan keluarga, maka semakin tinggi persentase anak yang diare yang mendapat perawatan dari tenaga kesehatan dibanding dengan anak lainnya (Kemenkes RI, 2011). Penyakit diare erat hubungannya dengan pendapatan keluarga. Karena prevalensi diare cenderung lebih tinggi pada kelompok dengan pendapatan keluarga lebih rendah.

Keadaan ekonomi yang rendah akan mempengaruhi status gizi anggota keluarga. Hal ini terlihat dari ketidak mampuan ekonomi keluarga untuk memenuhi kebutuhan gizi keluarga sehingga mereka cenderung memiliki status gizi kurang bahkan status gizi buruk yang memudahkan terjangkitnya penyakit

(39)

diare. Balita dari keluarga berekonomi rendah biasanya tinggal di daerah yang tidak memenuhi syarat kesehatan sehingga memudahkan seseorang untuk terkena diare (Berg, 1986 dalam Notoatmodjo, 2011).

Pada ibu balita yang mempunyai pendapatan kurang akan lambat dalam penanganan diare misalnya karena ketiadaan biaya berobat ke petugas kesehatan yang akibatnya dapat terjadi diare yang lebih parah lagi. Pendapatan keluarga menentukan ketersediaan fasilitas kesehatan. Pendapatan keluarga yang baik akan berpengaruh dalam menjaga kebersihan dan penanganan yang selanjutnya berperan dalam prioritas penyediaan fasilitas ada hubungan erat antara pendapatan keluarga terhadap kejadian diare (Depkes RI, 2006).

2.2.2 Faktor Lingkungan 2.2.2.1 Sanitasi Dasar

Sanitasi dasar adalah sanitasi minimum yang diperlukan untuk menyediakan lingkungan sehat yang memenuhi syarat kesehatan yang menitikberatkan pada pengawasan berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi derajat kesehatan manusia (Slamet, 2009) Upaya sanitasi dasar meliputi penyediaan air bersih, pembuangan kotoran manusia (jamban), pengelolaan sampah dan saluran pembuangan air limbah.

1. Penyediaan Sarana Air Bersih

Air merupakan salah satu bahan pokok yang mutlak dibutuhkan oleh manusia sepanjang masa. Air mempunyai hubungan yang erat dengan kesehatan. Apabila tidak diperhatikan maka air yang dipergunakan masyarakat dapat mengganggu

(40)

kesehatan manusia untuk mendapatkan air yang baik, sesuai dengan standar tertentu, saat ini menjadi barang yang mahal karena air sudah banyak tercemar oleh bermacam-macam limbah dari hasil kegiatan manusia, baik limbah dari kegiatan industri dan kegiatan lainnya (Wardhana, 2009).

Di dalam tubuh manusia sebagian besar terdiri dari air. Tubuh orang dewasa sekitar 55-60% berat badan terdiri dari air, untuk anak-anak sekitar 65% dan untuk bayi sekitar 80%. Kebutuhan manusia akan air sangat kompleks antara lain untuk minum, masak, mandi, mencuci dan sebagainya. Di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia tiap orang memerlukan air antara 30-60 liter per hari. Di antara kegunaan air tersebut, yang sangat penting adalah kebutuhan untuk minum. Maka untuk keperluan minum dan masak air harus mempunyai persyaratan khusus agar air tersebut tidak menimbulkan penyakit bagi manusia (Notoatmodjo, 2011). Salah satunya adalah penyakit diare.

Menurut Slamet (2009) macam-macam sumber air minum antara lain:

a) Air permukaan adalah air yang terdapat pada permukaan tanah.

b) Air tanah yang tergantung kedalamannya bisa disebut air tanah dangkal atau air tanah dalam. Air dalam tanah adalah air yang diperoleh pengumpulan air pada lapisan tanah yang dalam.Misalnya air sumur, air dari mata air.

c) Air angkasa yaitu air yang berasal dari atmosfir, seperti hujan dan salju.

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 416/MenKes/Per/IX/1990, yang di maksud air bersih adalah air bersih yang digunakan untuk keperluan sehari- hari yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah di

(41)

masak. Air bersih merupakan salah satu kebutuhan manusia untuk memenuhi standar kehidupan manusia secara sehat.ketersediaan air yang terjangkau dan berkelanjutan menjadi bagian terpenting bagi setiap individu baik yang tinggal di perkotaan maupun di perdesaan.

Sarana sanitasi air adalah bangunan beserta peralatan dan perlengkapannya yang menghasilkan, menyediakan dan membagi-bagikan air bersih untuk masyarakat.

Jenis sarana air bersih ada beberapa macam yaitu PAM, sumur gali, sumur pompa tangan dangkal dan sumur pompa tangan dalam, tempat penampungan air hujan, penampungan mata air, dan perpipaan. Sirkulasi air, pemanfaatan air, serta sifat-sifat air memungkinkan terjadinya pengaruh air terhadap kesehatan. Secara khusus, pengaruh air terhadap kesehatan dapat bersifat langsung maupun tidak langsung (Slamet, 2009).

a.Manfaat Air

Pemanfaatan air untuk berbagai keperluan adalah sebagai berikut : 1) Untuk keperluan air minum.

2) Untuk kebutuhan rumah tangga I (cuci pakaian, cuci alat dapur, dan lain-lain).

3) Untuk kebutuhan rumah tangga II (gelontor, siram-siram halaman) 4) Untuk konservasi sumber baku PAM.

5) Taman Rekreasi (tempat-tempat pemandian, tempat cuci tangan).

6) Pusat perbelanjaan (khususnya untuk kebutuhan yang dikaitkan dengan proses kegiatan bahan-bahan/ minuman, WC dan lain-lain).

7) Pertanian/ irigasi

(42)

8) Perindustrian I (untuk bahan baku yang langsung dikaitkan dalam proses membuat makanan, minuman seperti minuman bersoda dan perusahaan roti).

9) Perikanan.

b. Syarat Air Bersih

Pemenuhan kebutuhan akan air bersih haruslah memenuhi dua syarat yaitu kuantitas dan kualitas (Depkes RI, 2005).

1. Syarat Kuantitatif

Syarat kuantitatif adalah jumlah air yang dibutuhkan setiap hari tergantung kepada aktifitas dan tingkat kebutuhan. Makin banyak aktifitas yang dilakukan maka kebutuhan air semakin besar. Secara kuantitas di Indonesia diperkirakan dibutuhkan air sebanyak 138,5 liter/orang/hari dengan perincian yaitu untuk mandi, cuci kakus 12 liter, minum 2 liter, cuci pakaian 10,7 liter, kebersihan rumah 31,4 liter, taman 11,8 liter, cuci kendaraan 21,8 liter, wudhu 16,2 liter, lain-lain 33,3 liter (Slamet, 2009).

2. Syarat Kualitatif

Syarat kualitas meliputi parameter fisik, kimia, radioaktivitas, dan mikrobiologis yang memenuhi syarat kesehatan menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 416/Menkes/Per/IX/1990 tentang Syarat-Syarat dan Pengawasan Kualitas Air.

1. Parameter Fisik

Air yang memenuhi persyaratan fisik adalah air yang tidak berbau, tidak berasa, tidak berwarna, tidak keruh atau jernih, dan dengan suhu sebaiknya di bawah suhu udara sedemikian rupa sehingga menimbulkan rasa nyaman, dan jumlah zat padat terlarut (TDS) yang rendah.

(43)

a) Bau. Air yang berbau selain tidak estetis juga tidak akan disukai oleh masyarakat. Bau air dapat memberi petunjuk akan kualitas air.

b) Rasa. Air yang bersih biasanya tidak memberi rasa/tawar. Air yang tidak tawar dapat menunjukkan adanya zat-zat yang dapat membahayakan kesehatan.

c) Warna. Air sebaiknya tidak berwarna untuk alasan estetis dan untuk mencegah keracunan dari berbagai zat kimia maupun mikroorganisme yang berwarna. Warna dapat disebabkan adanya tannin dan asam humat yang terdapat secara alamiah di air rawa, berwarna kuning muda, menyerupai urin, oleh karenanya orang tidak mau menggunakannya.Selain itu, zat organik ini bila terkena khlor dapat membentuk senyawa-senyawa khloroform yang beracun. Warnapun dapat berasal dari buangan industri.

d) Kekeruhan. Kekeruhan air disebabkan oleh zat padat yang tersuspensi, baik yang bersifat anorganik maupun yang organik. Zat anorganik biasanya berasal dari lapukan batuan dan logam, sedangkan yang organik dapat berasal dari lapukan tanaman atau hewan. Buangan industri dapat juga sumber kekeruhan.

e) Suhu. Suhu air sebaiknya sejuk atau tidak panas terutama agar tidak terjadi pelarutan zat kimia yang ada pada saluran/pipa yang dapat membahayakan kesehatan, menghambat reaksi-reaksi biokimia di dalam saluran/pipa, mikroorganisme pathogen tidak mudah berkembang biak, dan bila diminum air dapat menghilangkan dahaga.

f) Jumlah Zat Padat Terlarut. Jumlah zat padat terlarut (TDS) biasanya terdiri atas zat organik, garam anorganik, dan gas terlarut. Bila TDS bertambah maka

(44)

kesadahan akan naik pula. Selanjutnya efek TDS ataupun kesadahan terhadap kesehatan tergantung pada spesies kimia penyebab masalah tersebut.

2. Parameter Kimia

Dari segi parameter kimia, air yang baik adalah air yang tidak tercemar secara berlebihan oleh zat-zat kimia yang berbahaya bagi kesehatan antara lain air raksa (Hg), alumunium (Al), Arsen (As), barium (Ba), besi (Fe), Flourida (F), Kalsium (Ca), derajat keasaman (pH), dan zat kimia lainnya. Air sebaiknya tidak asam dan tidak basa (Netral) untuk mencegah terjadinya pelarutan logam berat dan korosi jaringan distribusi air pH yang dianjurkan untuk air bersih adalah 6,5 – 9,3.

Pengaruh air bagi Kesehatan Air dalam keadaan manusia, selain memberikan manfaat yang menguntungkan dapat juga memberikan pengaruh buruk terhadap kesehatan. air yang tidak memenuhi persyaratan kesehatan merupakan media penularan penyakit karena air merupakan salah satu media dari berbagai macam penularan, terutama penyakit perut (Slamet, 2009).

3. Parameter Mikrobiologis

Sumber air di alam pada umumnya mengandung bakteri.Jumlah dan jenis bakteri berbeda sesuai dengan tempat dan kondisi yang mempengaruhinya.Oleh karena itu air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari harus bebas dari bakteri pathogen.Bakteri golongan coli tidak merupakan bakteri golongan pathogen, namum bakteri ini merupakan indikator dari pencemaran air oleh bakteri pathogen.

2. Pengaruh Air Terhadap Kesehatan

Air yang tidak dikelola dengan baik akan dapat menimbulkan dampak negatif

(45)

berupa penyakit bagi penggunanya. Kualitas dan kuantitas air di dunia harus menjadi perhatian serius. Menurut Kusnoputranto (2001), air berperan dalam memindahkan penyakit kepada manusia dengan empat cara yaitu :

a. Water Borne Disease

Kuman pathogen dapat berada di dalam air minum untuk manusia dan hewan.

Bila air yang mengandung kuman petogen ini terminum maka dapat terjadi penyakit.

Di antara penyakit-penyakit yang disebabkan olehnya seperti cholera, thypoid, hepatitis infeksiosa, dysentri basiler.

b. Water Washed Disease

Penularan dalam penyakit ini berkaitan erat dengan air bagi kebersihan umum, alat-alat terutama alat dapur dan makan serta kebersihan perorangan. Dengan terjaminnya kebersihan oleh tersedianya air yang cukup, maka penyakit ini banyak didapatkan di daerah yang beriklim tropis. Peranan terbesar air bersih dalam cara penularan water eashed disease terutama berada di dalam bidang hygiene dan sanitasi. Kelompok penyakit yang sangat dipengaruhi oleh penularan cara ini sangat banyak dan terbagi tiga kelompok yaitu:

1). Penyakit-penyakit infeksi saluran pencernaan seperti diare 2). Penyakit infeksi kulit dan selaput lendir

3). Penyakit infeksi yang ditimbulkan insekta parasit kulit dan selaput lendir c. Water Based Disease

Penyakit ini ditularkan oleh bibit penyakit yang sebagian besar siklus hidupnya di air seperti Schistosomiasis.Larva schistosomiasis hidup didalam keong-

(46)

keong air. Setelah waktunya larva ini akan mengubah bentuk menjadi cercaria dan menembus kulit kaki manusia yang berada di dalam air tersebut. Penyakit ini merupakan penyakit yang disebabkan oleh bibit penyakit yang sebagian siklus kehidupannya berhubungan dengan schistosomiasis.

d. Water Related Insects Vectors

Penyakit ditularkan melalui vector penyakit yang sebagian atau seluruhnya perindukan hidupnya tergantung air misalnya malaria, demam berdarah, filariasis.

2.2.2.2 Kondisi Jamban

Pembuangan tinja merupakan bagian yang penting dari kesehatan lingkungan.

Pembuangan tinja yang tidak menurut aturan memudahkan terjadinya penyebaran penyakit antara lain diare. Menurut Notoatmodjo (2011), syarat pembuangan kotoran yang memenuhi aturan kesehatan adalah:

a) Tidak mengotori permukaan tanah di sekitarnya, b) Tidak mengotori air permukaan di sekitarnya, c) Tidak mengotori air dalam tanah di sekitarnya,

d) Kotoran tidak boleh terbuka sehingga dapat dipakai sebagai tempat lalat bertelur atau perkembangbiakan vektor penyakit lainnya,

e) Tidak menimbulkan bau, f) Pembuatannya murah, dan g) Mudah digunakan dan dipelihara.

Menurut Notoatmodjo (2011), tipe jamban yang sesuai dengan teknologi pedesaan, antara lain:

(47)

a) Jamban cemplung (Pit latrine). Jamban cemplung ini sering dijumpai di daerah pedesaan. Jamban ini dibuat dengan jalan membuat lubang ke dalam tanah dengan diameter 80-120 cm sedalam 2,5 sampai 8 meter. Jamban cemplung tidak boleh terlalu dalam, karena akan mengotori air tanah dibawahnya. Jarak dari sumber minum sekurang-kurangnya 15 meter.

b) Jamban air (Water latrine). Jamban ini terdiri dari bak yang kedap air, diisi air di dalam tanah sebagai tempat pembuangan tinja. Proses pembusukannya sama seperti pembusukan tinja dalam air kali.

c) Jamban leher angsa (Angsa latrine). Jamban ini berbentuk leher angsa sehingga akan selalu terisi air. Fungsi air ini sebagai sumbat sehingga bau busuk dari kakus tidak tercium. Bila dipakai, tinjanya tertampung sebentar dan bila disiram air, baru masuk ke bagian yang menurun untuk masuk ke tempat penampungannya.

d) Jamban bor (Bored hole latrine). Tipe ini sama dengan jamban cemplung hanya ukurannya lebih kecil karena untukpemakaian yang tidak lama, misalnya untuk perkampungan sementara. Kerugiannya bila air permukaan banyak mudah terjadi pengotoran tanah permukaan (meluap).

e) Jamban keranjang (Bucket latrine). Tinja ditampung dalam ember atau bejana lain dan kemudian dibuang di tempat lain, misalnya untuk penderita yang tak dapat meninggalkan tempat tidur. Sistem jamban keranjang biasanya menarik lalat dalam jumlah besar, tidak di lokasi jambannya, tetapi di sepanjang perjalanan ke tempat pembuangan. Penggunaan jenis jamban ini biasanya menimbulkan bau.

(48)

f) Jamban parit (Trench latrine). Dibuat lubang dalam tanah sedalam 30-40 cm untuk tempat tinja.Tanah galiannya dipakai untuk menimbunnya. Penggunaan jamban parit sering mengakibatkan pelanggaran standar dasar sanitasi, terutama yang berhubungan dengan pencegahan pencemaran tanah, pemberantasan lalat, dan pencegahan pencapaian tinja oleh hewan.

g) Jamban empang/gantung (Overhung latrine). Jamban ini semacam rumah- rumahan dibuat di atas kolam, selokan, kali, rawa dan sebagainya.Kerugiannya mengotori air permukaan sehingga bibit penyakit yang terdapat didalamnya dapat tersebar kemana-mana dengan air, yang dapat menimbulkan wabah.

h) Jamban kimia (Chemical toilet). Tinja ditampung dalam suatu bejana yang berisi caustic soda sehingga dihancurkan sekalian didesinfeksi.Biasanya dipergunakan

dalam kendaraan umum misalnya dalam pesawat udara, dapat pula digunakan dalam rumah. Tempat pembuangan tinja yang tidak memenuhi syarat sanitasiakan meningkatkan risiko terjadinya diare berdarah pada anak balita sebesar dua kali lipat dibandingkan dengan keluarga yang mempunyai kebiasaan membuang tinjanya yang memenuhi syarat sanitasi

Menurut hasil penelitian Irianto (2004), anak balita yang berasal dari keluarga yang menggunakan jamban yang dilengkapi dengan tangki septik, prevalensi diare 7,4% terjadi di kota dan 7,2% di desa. Sedangkan keluarga yang menggunakan kakus tanpa tangki septik 12,1% diare terjadi di kota dan 8,9% di desa. Kejadian diare tertinggi terdapat pada keluarga yang mempergunakan sungai sebagai tempat

(49)

pembuangan tinja, yaitu 17% di kota dan 12,7 di desa.

2.2.2.3. Kondisi Tempat Sampah

Para ahli kesehatan masyarakat menyebutkan sampah adalah sesuatu yang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi ataupun sesuatu yang dibuang yang berasal dari kegiatan manusia dan tidak terjadi dengan sendirinya (Notoatmodjo, 2011). Menurut Mukono (2000), sampah padat dibedakan menjadi :

a) Kandungan zat kimia, dibedakan menjadi sampah anorganik dan sampah organik

b) Mudah sukarnya terbakar, dibedakan menjadi sampah yang mudah terbakar dan sampah yang sukar terbakar

c) Mudah sukarnya membusuk, dibedakan menjadi; sampah yang sukar membusuk dan sampah yang mudah membusuk

Tempat sampah adalah tempat untuk menyimpan sampah sementara setelah sampah dihasilkan, yang harus ada di setiap sumber/penghasil sampah seperti sampah rumah tangga

Menurut Entjang (2000) syarat tempat sampah yang baik, yaitu : a) Tempat sampah yang digunakan harus memiliki tutup.

b) Sebaiknya dipisahkan antara sampah basah dan sampah kering.

c) Terbuat dari bahan yang mudah dibersihkan.

d) Tidak terjangkau oleh vektor seperti tikus, kucing, lalat dan sebagainya.

e) Sebaiknya tempat sampah kedap air, agar sampah yang basah tidak berceceran sehingga mengundang datangnya lalat.

(50)

Pengelolaan sampah bertujuan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan serta menjadikan sampah sebagai sumberdaya. Dari sudut pandang kesehatan lingkungan, pengelolaan sampah dipandang baik jika sampah tersebut tidak menjadi media berkembangbiaknya bibit penyakit serta sampah tersebut tidak menjadi medium perantara menyebarluaskan suatu penyakit. Syarat lainnya yang harus dipenuhi, yaitu mencemari udara, air dan tanah, tidak menimbulkan bau (tidak mengganggu nilai estetis dan lainnya (Azwar, 1990).

Menurut Notoatmodjo (2011) cara-cara pengelolaan sampah sebagai berikut:

a. Pengumpulan dan Pengangkutan Sampah

Pengumpulan sampah menjadi tanggung jawab dari masing-masing rumah tangga atau institusi yang menghasilkan sampah. Oleh sebab itu setiap rumah tangga atau institusi harus mengadakan tempat khusus untuk mengumpulkan sampah, kemudian dari masing-masing tempat pengumpulan sampah tersebut harus diangkut ke Tempat Penampungan Sementara (TPS) dan selanjutnya ke Tempat Penampungan Akhir (TPA).

Mekanisme atau cara pengangkutannya untuk daerah perkotaan adalah tanggung jawab pemerintah daerah setempat, didukung oleh masyarakat produksi sampah, khususnya dalam hal pendanaan. Sedangkan untuk daerah perdesaan pada umumnya sampah dapat dikelola oleh masing-masing keluarga tanpa memerlukan TPS maupun TPA. Sampah umumnya dibakar atau dijadikan pupuk. Syarat-syarat tempat sampah antara lain :

(51)

1) Konstruksinya kuat agar tidak mudah bocor, mencegah berseraknya sampah.

2) Mempunyai tutup, mudah dibuka, dikosongkan isinya serta dibersihkan, sangat dianjurkan agar dapat dibuka atau ditutup tanpa mengotori tangan.

3) Terbuat dari bahan yang kedap air.

b. Pemusnahan dan Pengolahan Sampah

Pemusnahan atau pengelolaan sampah dapat dilakukan melalui berbagai cara:

1) Ditanam (landfill) yaitu pemusnahan sampah dengan membuat lubang diatas tanah kemudian sampah dimasukan dan ditimbun dengan sampah.

2) Dibakar (incenarator) yaitu memusnahkan sampah dengan jalan membakar di dalam tengku pembakaran.

3) Dijadikan pupuk (composting) yaitu pengelolaan sampah menjadikan pupuk, khususnya untuk sampah organik daun-daunan, sisa makanan dan sampah lain yang dapat membusuk.

2.2.2.4. Kondisi Saluran Pembuangan Air Limbah

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 tahun 2001, air limbah adalah sisa dari suatu hasil usaha dan atau kegiatan yang berwujud cair.

Sementara menurut Notoatmodjo (2011) air limbah atau air buangan merupakan air yang tersisa dari kegiatan manusia, baik kegiatan rumah tangga maupun kegiatan yang lainnya, dibuang dalam bentuk yang sudah kotor (tercemar) dan pada umumnya mengandung bahan-bahan atau zat-zat yang dapat membahayakan bagi kesehatan manusia serta mengganggu kesehatan hidup.

(52)

Menurut Kusnoputranto (1986), beberapa sumber dari air buangan/limbah antara lain adalah :

a) Air buangan rumah tangga (domestic wastes water) b) Air buangan kotapraja (municipal wastes water) c) Air buangan industri (industrial wastes water) 2.2.3 Faktor Perilaku Ibu

Menurut Octavia J.M, (2015) Ibu sebagai pengasuh dan yang memelihara balita merupakan salah satu faktor yang dapat menyebabkan terjadinya diare. Hal ini disebabkan karena perilaku ibu yang kurang baik. Perilaku ibu dipengaruhi tingkat pendidikan yang ibu peroleh, biasanya semakin tinggi tingkat pendidikan ibu maka semakin tinggi tingkat pengetahuan dan pemahaman ibu baik dalam mencegah ataupun merawat balita yang menderita diare (KemenkesRI, 2011).

Perilaku mencuci tangan merupakan perilaku yang sangat penting penyebaran penyakit diare, karena tangan merupakan media yang sangat berperan dalam penyebaran penyakit melalui fecal oral. Tidak mencuci tangan sebelum menyuapkan makanan pada anak, setelah buang air besar dapat meningkatkan risiko terjadinya penyakit diare (Depkes RI, 2006).

Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2011 Penyebab penyebaran kuman diare dan meningkatkan risiko terjadinya penyakit diare, yakni:

a) Tidak memberikan Air Susu Ibu (ASI) secara eksklusif pada bulan pertama ASI tidak diteruskan sampai dua tahun. ASI mengandung antibodi yang dapat melindungi bayi dari berbagai kuman penyebab diare.

(53)

b) Menggunakan botol susu. Penggunaan botol susu memudahkan pencemaran oleh kuman diare, karena botol susu susah dibersihkan.

c) Menyimpan makanan masak pada suhu kamar, bila makanan disimpan beberapa jam pada suhu kamar, makanan dapat tercemar oleh kuman.

d) Menggunakan air minum yang tercemar. Air mungkin sudah tercemar dari sumbernya atau pada saat disimpan dirumah. Pencemaran air dapat terjadi kalau tempat penyimpanan tidak tertutup atau apabila tangan tercemar menyentuh air.

2.3 Landasan Teori

Menurut teori Achmadi (2008), dalam perspektif manusia, lingkungan dapat dikelompokkan berbagai kategori, tergantung keperluan kita. Dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu berinteraksi dengan lingkungannya, dalam hubungan interaksi tersebut faktor komponen lingkungan seringkali mengandung atau memiliki potensi timbulnya penyakit. Misalnya kita meminum air sungai, yang ternyata di dalamnya terdapat sejumlah kuman. atau bisa juga ketika kita makan makanan yang ternyata tanpa diketahui makanan tersebut mengandung bahan toksik berupa bahan pengawet, bahan berwarna, logam berat, parasit atau bahan radioaktif. Contoh lain ikan yang mengandung merkuri atau daun lalapan yang mengandung pestisida.

Semua itu disebut interaksi dengan komponen lingkungan yang memiliki potensi bahaya penyakit. Fenomena inilah yang kita kenal sebagai proses perpidahan bibit penyakit. Hubungan interaksi antara manusia serta perilakunya dengan komponen lingkungan yang memiliki potensi bahaya penyakit juga dikenal sebagai proses

(54)

kejadian penyakit. Proses kejadian satu penyakit dapat pula disebut sebagai patogenesis penyakit. Tiap penyakit memiliki patogenesis sendiri-sendiri. Tanpa memahami patogenesis atau proses kejadian penyakit, kita tidak dapat melakukan pencegahan. Sebagai contoh kejadian diare, jika memahami patogenesis atau proses kejadian diare, maka kita bisa melakukan pencegahan, seperti mencuci tangan sebelum makan, atau setelah buang air besar dan buang air besar pada jamban yang telah disediakan. Patogenesis penyakit dapat dilihat pada diagram Skematik Patogenesis Penyakit berikut ini.

Gambar 2.1 Diagram Skematik Patogenesis Penyakit Sumber : Ahmadi,UF, 2008

Penduduk Sehat/sakit

Sumber penyakit

Komponen lingkunngan

Variabel lain yang berpengaruh

(55)

2.4 Kerangka Konsep Penelitian

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian 2.5 Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu penelitian (Setiadi, 2007), maka hipotesis dalam penelitian, yaitu : Ada hubungan faktor sosiodemografi, faktor perilaku sehat ibu, dan faktor lingkungan sanitasi dasar dengan kejadian diare pada balita di Daerah Aliran Sungai Deli Medan Tahun 2018.

Faktor Sosiodemografi - Umur

- Jenis Kelamin Balita - Tingkat Pendidikan - Pekerjaan

- Pendapatan

Faktor Lingkungan Sanitas Dasar

- Pengelolaan Sampah - Pembuangan Tinja

Kejadian Diare pada Balita Faktor Perilaku Sehat Ibu

- Penggunaan Jamban - Penggunaan Air Bersih - Perilaku Mencuci Tangan

Lingkungan Fisik - Fisika (Kekeruhan)

- Biologi (Total Coliform, Colifecal)

(56)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah survei bersifat analitik dengan desain Cross Sectional, yaitu untuk menggambarkan hubungan

perilaku sehat ibu dan lingkungan sanitasi dasar dengan kejadian diare pada balita di Daerah Aliran Sungai Deli Medan Tahun 2018.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di sepanjang bantaran Daerah Aliran Sungai Deli yaitu di daerah Kecamatan Medan Marelan dan Medan Maimun dengan alasan di tempat tersebut belum pernah dilakukan penelitian serupa di lokasi tersebut.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret sampai dengan bulan Juli 2018.

3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu rumah tangga yang memiliki balita berdomisili di sepanjang daerah aliran sungai Deli khususnya di wilayah kerja Kecamatan Medan Marelan (Puskesmas Terjun) dan Kecamatan Medan Maimun (Puskesmas Kampung Baru) dari bulan Maret sampai Juli 2018 berjumlah 160.834

(57)

orang.

3.3.2 Sampel

Sampel adalah suatu bagian dari populasi yang akan diteliti dan dianggap dapat menggambarkan populasinya. Sampel dalam penelitian adalahibu yang memiliki balita yang menderita diare dan berdomisili sepanjang daerah aliran sungai di wilayah kerja Kecamatan Medan Marelan (Puskesmas Terjun) dan Kecamatan Medan Maimun (Puskesmas Kampung Baru).

Besar sampel dalam penelitian ini dihitung dengan menggunakan rumus (Lameshow, et,al, 1997).

n≥ [ Z(1-α/2)√Рo(1-Po)+ Z(1-β)√ Pos(1 – Pa)]² ( Po – Pa )²

Keterangan :

n : besar sampel

Z

(1-α/2) : Nilai Deviasi normal pada tingkat kemaknaan = 0,05;

Z

(1-α/2)= 1,96

Z

(1-β) : Kekuatan Uji (ditetapkan peneliti) bila β 10 %, maka

Z

(1-β)= 1,282

P

o : Proporsi diare pada ibu rumah tangga yaitu 0,91

P

a : Proporsi pada balita terkena diare yang diteliti yaitu = 0,94 Pa – Po : Selisih proporsi yang bermakna ditetapkan sebesar = 0,03

n ≥

[

1,96

0,94

(

1-0,94

)+

1,282

0,91

(

1 – 0,91

) ] ²

(

0,94 – 0,91)² n≥

[

1,96

0,116

+

1,282

0,172

]

(0,03)

Gambar

Gambar 2.1 Diagram Skematik Patogenesis Penyakit  Sumber : Ahmadi,UF, 2008  Penduduk  Sehat/sakit Sumber penyakit Komponen lingkunngan
Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian  2.5  Hipotesis Penelitian
Gambar 3.1 Skema Tempat Pengambilan Air Sugai Deli

Referensi

Dokumen terkait

Tindakan perataan laba (Income Smoothing) adalah suatu sarana yang dapat digunakan manajemen untuk mengurangi fluktuasi pelaporan penghasilan dan memanipulasi

Teknik Perguruan Tinggi : Universitas Negeri Semarang.. Semarang, 10

8 Dari pendapat tersebut dapat disim- pulkan OPAC merupakan suatu sistem temu balik informasi yang berbasis teknologi in- formasi dan dapat digunakan oleh

Klien malu karena secantik orang lain dan karena rambutnya beruban,giginya ompong, kulitnya keriput,wajahnya tidak secantik orang lain dank arena ia adalah seorang pengangguran

Alhamdulillah puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan berkah, rahmat, hidayah serta kasih sayang-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini

Atau wanita menjadi sekretaris khusus bagi seorang direktur yang karena alasan kegiatan mereka sering berkhalwat (berduaan), atau menjadi penari yang merangsang nafsu

Dari penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa jenis-jenis rayap yang menyerang rumah-rumah adat Minangkabau ada tiga jenis yang tergolong ke dalam

empiris adalah senyatanya, usaha nyata, khususnya yang berkaitan dengan masalah tindakan nyata yang dilakukan Badan Pengawas. Obat dan Makanan dalam melakukan