• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Balita sebagai Populasi Berisiko

Dalam dokumen UNIVERSITAS INDONESIA (Halaman 30-36)

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Balita Sebagai Populasi Berisiko 1. Definisi Populasi Berisiko

2.1.2. Karakteristik Balita sebagai Populasi Berisiko

Stanhope dan Lancaster (2010) menjelaskan bahwa faktor risiko kesehatan adalah faktor yang mempengaruhi atau menentukan terjadinya penyakit atau kondisi yang tidak sehat. Faktor risiko kesehatan terdiri dari risiko usia dan biologis (biological and age risk), risiko sosial (social risk), risiko ekonomi (economic

risk), risiko gaya hidup (lifestyle risk), dan risiko yang peristiwa dalam kehidupan

(life events risk). Kontribusi faktor risiko tersebut terhadap munculnya masalah kesehatan pada balita adalah sebagai berikut:

2.1.2.1. Risiko Usia dan Biologi

Faktor biologi merupakan faktor genetik atau fisik yang berkontribusi terhadap timbulnya risiko tertentu yang mengancam kesehatan (Stanhope dan Lancaster, 2010). Balita berisiko mengalami masalah kesehatan jika dilihat dari faktor usia. Kelompok balita terbagi menjadi neonatus (0-1 bulan), infant (1 bulan-1 tahun),

toddler (1-3 tahun), dan preschool (3-5 tahun) (Stanhope dan Lancaster, 2010).

Faktor usia seringkali dihubungkan dengan tahapan perkembangan, tahapan perkembangan yang terjadi dapat berkontribusi terhadap timbulnya risiko masalah kesehatan. Pada usia balita pertumbuhan dan perkembangan dilihat dari aspek fisik, kognitif, dan psikososial. Pada usia ini balita senang memasukkan segala sesuatu kedalam mulutnya sehingga terjadi peningkatan risiko masuknya mikroorganisme seperti virus dan bakteri yang mengakibatkan balita memiliki risiko lebih besar untuk mengalami masalah kesehatan (Stanhope dan Lancaster, 2010). Perkembangan secara fisik untuk sistem kekebalan tubuh pada balita belum matang.

Usia merupakan karakter yang memiliki pengaruh paling besar dalam hal hubungannya dengan penyakit, kondisi cidera, penyakit kronis, dan penyakit lain. Usia merupakan salah satu variabel yang dipakai untuk memprediksikan perbedaan dalam hal penyakit, kondisi dan peristiwa kesehatan dan jika saling diperbandingkan maka kekuatan umur menjadi lebih mudah dilihat (Widyastuti, 2005). Pada usia balita terjadi keseimbangan antara perkembangan yang juga diikuti dengan meningkatnya risiko terhadap terjadinya masalah kesehatan. Pertumbuhan dan perkembangan pada balita terdiri dari fisik, kognitif dan psikososial (Potter dan Perry, 2003). Usia balita mengalami perkembangan motorik yang pesat seperti ketrampilan balita dalam berjalan, berlari dan

berlompat. Sistem kekebalan tubuh balita yang belum matang meningkatkan risiko balita untuk mengalamai masalah kesehatan (Whaley dan Wong, 1995).

Faktor biologi pada balita yang mengalami masalah kesehatan akan meningkatkan risiko terjadinya masalah kesehatan lainnya. Penyakit diare ini penularannya dapat melalui kontaminasi agent (penyebab penyakit) seperti virus, bakteri dan sebagainya dengan makanan, minuman yang kemudian dimakan oleh orang sehat. Penyakit ini biasanya juga termasuk dalam penyakit yang sumber penularannya melalui perantaraan air atau sering disebut sebagai water borne diseases. Agent penyebab penyakit diare sering dijumpai pada sumber-sumber air yang sudah terkontaminasi dengan agent penyebab penyakit, air yang sudah tercemar apabila digunakan oleh orang sehat bisa membuat orang tersebut terpapar dengan agent penyebab penyakit diare (Whaley dan Wong, 1995).

Kuman penyebab diare dapat ditularkan melalui kontaminasi makanan atau air dari tinja atau muntahan penderita yang mengandung kuman penyebab. Kuman pada kotoran dapat langsung ditularkan pada orang lain apabila melekat pada tangan dan kemudian dimasukkan ke mulut atau dipake untuk memegang makanan. Kontaminasi dari alat-alat rumah tangga yang tidak terjaga kebersihannya, tidak memakai sabun pada saat mencuci alat-alat makan dan minum, mencuci pakaian penderita di sekitar sungai dan sumber air lainnya (Departemen Kesehatan, 2007).

2.1.2.2. Risiko Sosial

Faktor sosial yaitu lingkungan merupakan salah satu faktor risiko terjadinya masalah kesehatan. Lingkungan sosial anak terdiri dari lingkungan keluarga dan lingkungan disekitarnya. Peranan ibu sangat dominan dalam hal pengasuhan dan perawatan balita. Karakteristik ibu sepert usia dan pendidikan ibu mempengaruhi perilaku kesehatan balita (Friedman, 2003). Usia ibu yang sudah dewasa berpengaruh pada peningkatan motivasi untuk merubah perilaku tidak baik menjadi baik (Siagian, 1995). Tingkat pendidikan ibu mempengaruhi kesadaran

akan pentingnya arti kesehatan untuk balita dan lingkungan sehingga akan mendorong kebutuhan akan pelayanan kesehatan (Muhaimin, 1996).

Lingkungan yang tidak sehat seperti penggunaan sumber air yang tercemar, pembuangan sampah dan limbah sembarangan dan minimnya fasilitas kesehatan merupakan salah satu faktor yang berisiko terjadinya masalah kesehatan pada keluarga (Stanhope dan Lancaster, 2010). Paparan virus dan bakteri di lingkungan yang tidak sehat pada saat bermain dapat meningkatkan risiko balita mengalami masalah kesehatan (Stanhope dan Lancaster, 2010). Lingkungan internal keluarga yang sehat merupakan sistem pendukung tercapainya kesehatan fisik dan psikologis bagi seluruh anggota keluarga (Friedman, 2003). Lingkungan sebagai karakteristik orang-orang disekitar tempat tinggal beserta sumber dan faislitas yang tersedia (Bowden dan Jones, 2003).

Usia balita terjadi peningkatan kemampuan sosial dan sosialisasi dengan teman sebaya dalam aktivitas bermain (Whaley dan Wong, 1998). Lingkungan yang terbuka meningkatkan terpaparnya virus dan bakteri sehingga saaat anak bermain risiko tinggi balita mengalami masalah kesehatan (Stanhope dan Lancaster, 2010). Risiko sosiakultural meliputi tingkat pendidikan dan akses pelayanan kesehatan (Allender dan Spradley, 2010). Pendidikan memegang peranan cukup penting dalam kesehatan masyarakat. Pendidikan masyarakat yang rendah menjadikan mereka sulit menerima informasi tentang pentingnya kebersihan perorangan dan sanitasi lingkungan untuk mencegah diare. Masyarakat yang pendidikannya rendah sulit menerima penyuluhan, menyebabkan mereka tidak peduli terhadap upaya pencegahan diare (Sander, 2005).

2.1.2.3. Risiko Ekonomi

Risiko ekonomi adalah ketidakseimbangan antara kebutuhan dengan penghasilan atau pendapatan dengan beban tanggungan, krisis ekonomi yang berkepanjangan mempengaruhi pemenuhan kebutuhan akan perumahan, pakaian, makanan, pendidikan dan kesehatan (Stanhope dan Lancaster, 2010). Faktor ekonomi

merupakan faktor yang memiliki hubungan secara langsung terhadap kemampuan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan (Friedman, 2003). Keluarga yang memiliki sumber keuangan yang cukup dapat memenuhi kebutuhan anggota keluarganya khususnya dalam masalah kesehatan. Balita yang tumbuh dalam keluarga yang mengalami kesulitan masalah ekonomi lebih berisiko mengalami masalah kesehatan (Stanhope dan Lancaster, 2010).

Permasalahan penyakit diawali masalah kesehatan berakar dari kemiskinan yang disebabkan oleh krisis ekonomi yang belum membaik (Khomsan, 2004). Sumber pendapatan keluarga menentukan kesanggupan untuk memperoleh pelayanan kesehatan bagi anggota keluarganya (Notoatmodjo, 2003). Faktor risiko ekonomi pada balita diperoleh dari orang tua yang hidup dalam kemiskinan yang menyebabkan keluarga tidak mampu melakukan perawatan kesehatan (Maitland, 2011).

2.1.2.4. Risiko Gaya Hidup

Risiko gaya hidup adalah kebiasaan atau gaya hidup yang berdampak terhadap risiko terjadinya penyakit termasuk keyakinan terhadap kesehatan, kebiasaan hidup sehat, pengaturan pola makan, dan kegiatan atau aktivitas keluarga. Keluarga merupakan faktor utama pembentuk gaya hidup positif anggotanya (Stanhope dan Lancaster, 2010). Keluarga merupakan faktor penentu keberhasilan dalam penanaman perilaku hidup sehat bagi keluarganya. Keluarga yang tidak menerapkan dan memperkenalkan perilaku hidup sehat sejak dini akan berisiko mempunyai masalah kesehatan lebih besar jika dibandingkan keluarga yang mampu menerapkan perilaku hidup sehat sejak dini (Friedman, 2003).

Perilaku yang dapat meningkatkan risiko terjadinya diare pada balita adalah tidak memberikan ASI secara penuh 4-6 bulan pertama pada kehidupan. Pada balita yang tidak diberi ASI risiko menderita diare lebih besar daripada balita yang diberi ASI penuh, dan kemungkinan menderita dehidrasi berat lebih besar. Menggunakan botol susu. Penggunaan botol ini memudahkan pencemaran oleh

kuman karena botol susah dibersihkan. Penggunaan botol yang tidak bersih atau sudah dipakai selama berjam-jam dan dibiarkan di lingkungan yang panas, sering menyebabkan infeksi usus yang parah karena botol dapat tercemar oleh kuman-kuman atau bakteri penyebab diare (Departemen Kesehatan, 2007).

Pengolahan makan terkait menyimpan makanan masak pada suhu kamar, bila makanan disimpan beberapa jam pada suhu kamar, makanan akan tercermar dan kuman akan berkembang biak. Penggunaan air minum yang tercemar dan Tidak mencuci tangan sesudah buang air besar dan sesudah membuang tinja anak atau sebelum makan dan menyuapi anak. Kebiasaan balita BAB disembarang tempat meningkatkan risiko balita terkena diare (Buletin Diare, 2011). Pembuangan air limbah yang tidak dikelola dengan baik dan memenuhi syarat kesehatan dapat mengkontaminasi air permukaan maupun air tanah dan dapat digunakan perindukan vektor penyakit, sehingga dapat menjadi sumber penularan penyakit (Departemen Kesehatan, 2007).

2.1.2.5. Risiko Peristiwa dalam Kehidupan

Risiko life events adalah kejadian dalam kehidupan yang dapat beresiko terjadinya masalah kesehatan seperti kehilangan anggota keluarga (Stanhope dan Lancaster, 2010). Transisi peristiwa kehidupan dapat meningkatkan risiko terjadinya penyakit. Transisi peristiwa kehidupan yang dapat dilalui dengan baik oleh keluarga jika keluarga mampu mengidentifikasi sumber-sumber yang dibutuhkan, atau mengantisipasi dan mempersiapkan peristiwa yang terjadi beserta akibatnya (Stanhope dan Lancaster, 2010). Faktor risiko terjadinya masalah kesehatan bukan dari faktor risiko tunggal namun kombinasi beberapa faktor risiko lain yang lebih meningkatkan terjadinya penyakit. Jumlah anggota keluarga yang bertambah khususnya balita membuat bertambahnya risiko mengalami masalah kesehatan (Murage, 2012). Proporsi balita yang mengalami kejadian diare lebih banyak terjadi pada balita yang keluarganya mempunyai balita lebih dari 2 orang (Hamdani, 2001).

Berdasarkan penjelasan karakteristik balita sebagai populasi berisiko terkena masalah kesehatan khususnya diare diperlukan suatu pengelolaan manajemen pelayanan keperawatan dan asuhan keperawatan keluarga, komunitas dalam pencegahan dan penanggulangan penyakit diare.

2.2. Manajemen Pelayanan Keperawatan dan Asuhan Keperawatan

Dalam dokumen UNIVERSITAS INDONESIA (Halaman 30-36)