• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perencanaan Keperawatan Komunitas

Dalam dokumen UNIVERSITAS INDONESIA (Halaman 42-47)

TINJAUAN PUSTAKA

2.2. Manajemen Pelayanan Keperawatan dan Asuhan Keperawatan Komunitas dalam Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit DiareKomunitas dalam Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Diare

2.3.3. Perencanaan Keperawatan Komunitas

Perencanaan program kesehatan komunitas pada aggregate balita dengan diare berdasarkan Community as Partner Model difokuskan pada tiga tingkat pencegahan yaitu primer, sekunder, dan tersier (Anderson dan McFarlane, 2004). Perencanaan diawali dengan merumuskan tujuan yang ingin dicapai serta rencana tindakan untuk mengatasi masalah yang ada. Tujuan dirumuskan untuk mengatasi atau meminimalkan stresor dan intervensi dirancang berdasarkan tiga tingkat pencegahan. Pencegahan primer untuk memperkuat garis pertahanan fleksibel, pencegahan sekunder untuk memperkuat garis pertahanan normal, dan pencegahan tersier untuk memperkuat garis pertahanan resisten (Anderson dan Mc Farlane, 2000). Aktivitas dari program kesehatan komunitas yang direncanakan difokuskan untuk memperkuat tiga garis pertahanan pada komunitas yaitu garis pertahanan normal, fleksibel, dan resisten melalui tiga tingkat pencegahan. Aktivitas dalam perencanaan tersebut dapat dijalankan melalui strategi intervensi program yaitu pendidikan kesehatan, proses kelompok,

empowering, dan partnership.

Strategi intervensi keperawatan komunitas adalah (1) kemitraan (partnership), (2) pemberdayaan (empowerment), (3) pendidikan kesehatan, dan (4) proses kelompok (Hitchcock, Schubert dan Thomas 1999, Helvie, 1998).

Kemitraan memiliki definisi hubungan atau kerja sama antara dua pihak atau lebih, berdasarkan kesetaraan, keterbukaan dan saling menguntungkan atau memberikan manfaat ((Departemen Kesehatan, 2005). Perawat komunitas perlu membangun dukungan, kolaborasi, dan koalisi sebagai suatu mekanisme peningkatan peran serta aktif masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi implementasi. Mekanisme kolaborasi perawat komunitas dengan masyarakat adalah hubungan kemitraan yang dibangun memiliki dua manfaat sekaligus yaitu meningkatnya partisipasi aktif masyarakat dan keberhasilan program kesehatan masyarakat (Lezin dan Young, 2000). Mengikutsertakan masyarakat dan partisipasi aktif mereka dalam pembangunan kesehatan dapat meningkatkan dukungan dan penerimaan terhadap kolaborasi profesi kesehatan dengan masyarakat (Sienkiewicz, 2004). Dukungan dan penerimaan tersebut dapat diwujudkan dengan meningkatnya sumber daya masyarakat yang dapat dimanfaatkan, meningkatnya kredibilitas program kesehatan, serta keberlanjutan kemitraan perawat komunitas dengan masyarakat (Bracht, 1990).

Pemberdayaan dapat dimaknai secara sederhana sebagai proses pemberian kekuatan atau dorongan sehingga membentuk interaksi transformatif kepada masyarakat, adanya dukungan, pemberdayaan, kekuatan ide baru, dan kekuatan mandiri untuk membentuk pengetahuan baru (Hitchcock, Scubert dan Thomas, 1999). Pemberdayaan dan kemitraan memiliki hubungan yang kuat dan mendasar. Perawat ketika menjalin suatu kemitraan dengan masyarakat maka dirinya juga harus memberikan dorongan kepada masyarakat. Membangun kesehatan masyarakat tidak terlepas dari upaya-upaya untuk meningkatkan kapasitas, kepemimpinan dan partisipasi masyarakat (Nies dan Mc Ewan, 2001).

Pemberdayaan adalah suatu bentuk kemitraan dan kerjasama dalam membantu keluarga mengambil keputusan yang tepat dalam kehidupan. Pemberdayaan keluarga memberikan kesempatan pada keluarga untuk memilih dan mengambil keputusan secara bebas dan bertanggungjawab. Pemberdayaan keluarga bertujuan

untuk meningkatkan pengetahuan, kapasitas dan ketrampilan sehingga keluarga mampu mengambil keputusan yang tepat terkait masalah kesehatan (Friedman, 2003). Peberdayaan keluarga akan menghasilkan kekuatan dan hubungan saling ketergantungan yang sehat serta meningkatkan rasa saling menghargai otonomi dan menhormati antar anggota keluarga (Friedman, 2003).

Pendidikan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan dan mengurangi disabilitas serta mengaktualisasikan potensi kesehatan yang dimiliki oleh individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat (Swanson dan Nies, 1997). Pendidikan kesehatan dapat dikatakan efektif apabila dapat menghasilkan perubahan pengetahuan, menyempurnakan sikap, meningkatkan ketrampilan, dan bahkan mempengaruhi perubahan di dalam perilaku atau gaya hidup individu, keluarga, dan kelompok (Pender, Murdaugh dan Parsons, 2002). Pendidikan kesehatan dapat dilakukan secara individu, kelompok, maupun komunitas. Upaya pendidikan kesehatan di tingkat komunitas penting dilakukan dengan beberapa alasan yaitu individu akan mudah mengadopsi perilaku sehat apabila mendapatkan dukungan sosial dari lingkungannya terutama dukungan keluarga, intervensi di tingkat komunitas dapat mengubah struktur sosial yang kondusif terhadap program promosi kesehatan, unsur-unsur di dalam komunitas dapat membentuk sinergi dalam upaya promosi kesehatan (Meillier, 1996).

Proses kelompok merupakan salah satu strategi intervensi keperawatan yang dilakukan bersama-sama dengan masyarakat melalui pembentukan sebuah kelompok atau kelompok swabantu. Intervensi keperawatan di dalam tatanan komunitas menjadi lebih efektif dan mempunyai kekuatan untuk melaksanakan perubahan pada individu, keluarga dan komunitas apabila perawat komunitas bekerja bersama dengan masyarakat. Kelompok di masyarakat dapat dikembangkan sesuai dengan inisiatif dan kebutuhan masyarakat. Kegiatan pada kelompok ini disesuaikan dengan kebutuhan dan tujuan yang ingin dicapai (Depkes RI, 1992).

Berdasarkan strategi intervensi keperawatan komunitas yang sudah dijabarkan, penulis akan membahas lebih fokus pada kelompok pendukung. Pembentukan kelompok merupakan suatu bentuk intervensi keperawatan komunitas yang melibatkan keluarga, masyarakat serta kelompok berisiko atau bekerja sama dengan kelompok yang telah ada untuk meningkatkan kualitas kerja (Stanhope dan Lancaster, 2010). Sistem dukungan sosial diketahui berfungsi signifikan dalam memberi perawatan profesional melalui promosi kesehatan, pencegahan penyakit dan perawatan penyakit (Pender, 2006). Sistem dukungan sosial yang relevan terhadap kesehatan meliputi sistem kelompok pendukung alamiah, sistem kelompok pendukung organisasi keagamaan, sistem kelompok pendukung organisasi pemberi pelayanan atau asisten tenaga kesehatan, dan organisasi kelompok pendukung tidak langsung melalui tenaga kesehatan professional.

Sistem dukungan terorganisir yang tidak diarahkan dari tenaga kesehatan meliputi kelompok pelayanan sukarela dan kelompok bantuan saling menguntungkan antara lain berasal dari masyarakat yang peduli terhadap kesehatan balita seperti kader kesehatan. Kelompok pendukung adalah sekelompok orang secara sukarela berbagi pengalaman, situasi, atau masalah dan setiap orang memberikan dukungan emosional dan dukungan lainnya seperti pengetahuan, keterampilan, dan pengambilan keputusan. Kegiatan kelompok meliputi diskusi, berbagi informasi dan pengalaman, dan kegiatan lain yang meningkatkan motivasi dan pemberdayaan (Heisler, 2006). Kelompok pendukung merupakan sekumpulan orang-orang yang berencana, mengatur dan berespon secara langsung terhadap isu-isu dan tekanan yang khusus maupun keadaan yang merugikan. Tujuan awal didirikan kelompok ini adalah memberikan dukungan dan memfasilitasi masalah isolasi sosial terhadap anggotanya (Hunt, 2004).

Fasilitator kelompok pendukung merupakan petugas yang terlatih dalam pekerjaan sosial, psikologi, keperawatan dan lainnya yang dapat memberikan arti dan aturan kepemimpinan yang benar dalam kelompok. Kelompok pendukung merupakan karakteristik intervensi dan implementasi dalam keperawatan komunitas yang berfokus pada pengembangan suatu kreativitas dan visi melalui suatu pendekatan yang baru (Ervin, 2002). Berikut ini akan diuraikan mengenai tahapan pembentukan kelompok melalui lima fase yaitu (Hitchcock, 1999):

2.3.3.1. Fase Orientasi.

Pada tahap ini, perawat diharapkan mampu melihat hal-hal yang dinginkan oleh masyarakat, mengidentifikasi faktor pendukung maupun faktor penghambat terbentuknya suatu kelompok. Fungsi dari fase ini adalah untuk mengkaji arah, tujuan, bentuk kelompok pendukung yang diinginkan dari kelompok.

2.3.3.2. Fase Konflik

Fase ini menggambarkan sebagai masa perjuangan antar anggota. Pada tahap ini terjadi banyak perbedaan antar kelompok dan adanya keinginan yang berbeda sering menjadi penyebab konflik pada kelompok baru yang dibentuk. Tahap ini sangat memerlukan seorang pemimpin yang untuk menyelesaikan konflik.

2.3.3.3. Fase Kohesif

Tahapan ini mulai terjadi proses adaptasi terhadap peran, aturan kelompok yang diekspresikan melalui adanya hubungan yang harmonis antar anggota kelompok. Pemimpin kelompok hanya sebagai pemberi petunjuk dan membantu mencapai tujuan dengan mengarahkan anggotanya.

2.2.2.4. Fase Kerja.

Fase ini adalah tahapan utama kelompok, dimana proses terapi dimulai. Setiap anggota kelompok mulai menjalankan peranannya masing-masing untuk memberikan dukungan terhadap keluarga yang balitanya terkena diare. Perawat

perlu memfasilitasi anggota kelompok untuk menjaring dan membina sejumlah keluarga untuk mengoptimalkan kerja kelompok pendukung.

2.2.2.5. Fase Terminasi.

Tahap terminasi merupakan tahap terakhir dan dapat dilakukan secara individual atau kelompok. Beberapa hal yang dilakukan dalam tahap terminasi adalah mengeksplorasi perasaan anggota kelompok, mengevaluasi pencapaian harapan, eksplorasi perasaan kehilangan kelompok dan umpan balik.

3.2.3. Peran Perawat dalam Keperawatan Komunitas Pada Aggregate

Dalam dokumen UNIVERSITAS INDONESIA (Halaman 42-47)