• Tidak ada hasil yang ditemukan

3) Stabilitas emulsi ( AOAC 1995)

4.2 Penelitian Utama

4.2.1 Karakteristik fisik sosis ikan

Sosis ikan yang dihasilkan dengan perlakuan penambahan IPK (Isolat Protein Kedelai) dengan konsentrasi yang berbeda, diuji secara fisik yang meliputi uji lipat, uji gigit, kekuatan gel, stabilitas emulsi, dan Water Holding Capacity.

a) Uji lipat

Uji lipat ini dilakukan untuk mengetahui tingkat elastisitas sosis yang dihasilkan (Purwandari 1999). Uji lipat ini dilakukan untuk mengetahui tingkat elastisitas sosis yang dihasilkan. Nilai rata-rata uji lipat sosis ikan lele dumbo

(Clarias gariepinus) dengan perlakuan perbedaan penambahan konsentrasi IPK (Isolat Protein Kedelai) dapat dilihat pada Gambar 14.

Keterangan : Angka-angka pada histogram yang diikuti dengan huruf superscsript yang berbeda menunjukkan berbeda nyata (p<0,05)

Kode: SA3 : Penambahan IPK konsentrasi 10% VB5 : Penambahan IPK konsentrasi 13% XC3 : Penambahan IPK konsentrasi 16% FD4 : Penambahan IPK konsentrasi 19%

Gambar 14 Histogram rata-rata uji lipat sosis ikan lele dumbo (Clarias gariepinus)

Nilai rata-rata uji lipat pada sosis ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) adalah 4,00-4,57. Penilaian terhadap uji lipat sosis ikan lele dumbo yaitu sosis tidak retak setelah dilipat menjadi setengah lingkaran. Hasil analisis

Kruskal-Wallis dapat dilihat pada Lampiran 20. Perlakuan perbedaan penambahan konsentrasi IPK (Isolat Protein Kedelai) memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap nilai rata-rata uji lipat sosis ikan lele dumbo (Clarias gariepinus). Isolat protein kedelai memiliki sifat higroskopis. Semakin tinggi kadar IPK yang ditambahkan, maka akan semakin banyak air dalam adonan yang akan terserap. Hal ini yang menyebabkan tekstur sosis menjadi lebih kompak (Widodo 2008).

Hasil uji lanjut Multiple comparison disajikan pada Lampiran 21. Perlakuan IPK konsentrasi 10% menghasilkan nilai rata-rata uji lipat yang berbeda nyata dengan perlakuan IPK konsentrasi 16% dan 19%, sedangkan dengan perlakuan IPK konsentrasi 13% tidak berbeda nyata. Semakin banyak jumlah IPK yang ditambahkan maka tekstur yang dihasilkan pun akan semakin keras dan kompak. Penambahan IPK diduga akan meningkatkan jumlah ikatan silang antar protein (Widodo 2008). Tekstur dan kekuatan gel dari sosis itu sendiri berpengaruh

terhadap uji lipat yang dilakukan, semakin kompak tekstur dari sosis maka uji lipat yang dihasilkan pun akan semakin lebih baik. Uji lipat memiliki korelasi positif dengan kekuatan gel, dimana peningkatan pada kekuatan gel diikuti dengan meningkatnya uji lipat (Agustini et al. 2008).

b)Uji gigit

Uji gigit dilakukan untuk mengukur tingkat elastisitas dari sosis ikan lele dumbo yang dihasilkan secara sensori. Nilai rata-rata uji gigit sosis ikan lele dumbo (Clarias gariepinus)  dengan perbedaan penambahan konsentrasi IPK (Isolat Protein Kedelai) dapat dilihat pada Gambar 15.

 

Keterangan : Angka-angka pada histogram yang diikuti dengan huruf superscsript yang berbeda menunjukkan berbeda nyata (p<0,05)

Kode: SA3 : Penambahan IPK konsentrasi 10% VB5 : Penambahan IPK konsentrasi 13% XC3 : Penambahan IPK konsentrasi 16% FD4 : Penambahan IPK konsentrasi 19%

Gambar 15 Histogram rata-rata uji gigit sosis ikan lele dumbo (Clarias gariepinus)

Nilai rata-rata uji gigit pada sosis ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) adalah 6,20-7,02. Penilaian terhadap uji gigit sosis ikan lele dumbo berkisar antara dapat diterima hingga cukup kuat. Hasil analisis Kruskal-Wallis dapat dilihat pada Lampiran 22. Perlakuan perbedaan penambahan konsentrasi IPK (Isolat Protein Kedelai) memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap nilai rata-rata uji gigit sosis ikan lele dumbo. Uji gigit digunakan untuk mengukur tingkat elastisitas sosis secara sensori, elastisitas ini berhubungan dengan kekuatan gel dari sosis tersebut. Penambahan IPK (Isolat Protein Kedelai) dengan konsentrasi yang berbeda berpengaruh terhadap elastisitas sosis, maka berpengaruh pula

terhadap uji gigit yang dihasilkan. Hal ini disebabkan IPK (Isolat Protein Kedelai) memiliki sifat fungsional dalam membentuk elastisitas karena terjadinya ikatan disulfida (Koswara 1992). Selain itu IPK merupakan bahan pengikat yang memiliki kemampuan dalam mengikat air dan lemak dan kemampuannya membentuk gel selama pemanasan (Wulandhari 2007).

Hasil uji lanjut Multiple comparison disajikan pada Lampiran 23. Perlakuan IPK konsentrasi 10% dan 13% menghasilkan nilai rata-rata uji gigit yang berbeda nyata dengan perlakuan IPK konsentrasi16% dan 19%. Kadar IPK memiliki korelasi positif terhadap elatisitas atau kekenyalan sosis. Semakin tinggi konsentrasi IPK yang ditambahkan maka akan semakin meningkat kekenyalannya dan meningkatkan nilai uji gigit. Hal ini dikarenakan semakin tinggi kandungan protein dari IPK maka akan semakin banyak ikatan silang dan gel yang terbentuk, akibatnya tekstur akan semakin kenyal dan kompak (Yulianti 2003).

c) Kekuatan gel

Kekuatan gel merupakan salah satu uji fisik yang umumnya dilakukan pada bahan pangan untuk mengetahui tingkat gelasi produk tersebut. Nilai rata-rata kekuatan gel sosis ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) dengan perbedaan penambahan konsentrasi isolat protein kedelai dapat dilihat pada Gambar 16.

 

Keterangan : Angka-angka pada histogram yang diikuti dengan huruf superscsript yang berbeda menunjukkan berbeda nyata (p<0,05)

Kode: SA3 : Penambahan IPK konsentrasi 10% VB5 : Penambahan IPK konsentrasi 13% XC3 : Penambahan IPK konsentrasi 16% FD4 : Penambahan IPK konsentrasi 19%

Gambar 16 Histogram kekuatan gel sosis ikan lele dumbo (Clarias gariepinus)

Nilai kekuatan gel sosis ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) adalah 192,45-292,45 gf. Hasil analisis ragam dapat dilihat pada Lampiran 25. Perlakuan

perbedaan penambahan konsentrasi IPK memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap nilai kekuatan gel sosis ikan lele dumbo. Nilai rata-rata kekuatan gel pada sosis ikan ini cenderung meningkat dengan bertambahnya konsentrasi IPK yang ditambahkan. Sifat fungsional lain dari protein adalah kemampuannya dalam membentuk gel. Pembentukan gel protein ini dapat juga digunakan untuk peningkatan penyerapan air, pengikatan partikel dan stabilitas emulsi (Koswara 1992).

Hasil uji lanjut Multiple comparison disajikan pada Lampiran 25. Perlakuan IPK konsentrasi 10% menghasilkan nilai rata-rata uji gigit yang berbeda nyata dengan perlakuan IPK konsentrasi 19%, sedangkan dengan perlakuan IPK konsentrasi 13% dan 16% menghasilkan nilai rata-rata uji gigit yang tidak berbeda nyata. Pembentukan gel atau gelasi dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain konsentrasi, pH, adanya komponen lain, serta perlakuan panas ketika pemasakan (Yulianti 2003). Nilai kekuatan gel yang tinggi berhubungan dengan tingginya komponen protein yang ditambahkan dengan rendahnya komponen lemak, serta konsentrasi penambahan air (Huda et al. 2010). Faktor-faktor ini diduga mempengaruhi nilai kekuatan gel sehingga nilainya pun berbeda-beda. Penambahan konsentrasi protein yang semakin tinggi maka kekuatan gel pun akan semakin tinggi (Hua et al. 2003).

d) Water Holding Capacity (WHC)

Water Holding Capacity (WHC) merupakan suatu nilai yang menunjukan kemampuan protein daging untuk mengikat air atau cairan baik yang berasal dari dirinya maupun yang berasal dari luar yang ditambahkan. Nilai daya ikat air pada sosis ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) dengan perbedaan penambahan konsentrasi IPK (Isolat Protein Kedelai) dapat dilihat pada Gambar 17.

Nilai WHC (Water Holding Capacity) sosis ikan lele dumbo yaitu 78,42-84,79%. Hasil analisis ragam dapat dilihat pada Lampiran 27. Perlakuan

perbedaan penambahan konsentrasi IPK (Isolat Protein Kedelai) tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap nilai WHC sosis ikan lele dumbo (Clarias gariepinus). Terjadi peningkatan nilai WHC yang signifikan dari konsentrasi 10%, 13%, 16% dan 19%.

Keterangan : Angka-angka pada histogram yang diikuti dengan huruf superscript yang berbeda menunjukkan berbeda nyata (p<0,05)

Kode: SA3 : Penambahan IPK konsentrasi 10% VB5 : Penambahan IPK konsentrasi 13% XC3 : Penambahan IPK konsentrasi 16% FD4 : Penambahan IPK konsentrasi 19%

Gambar 17 Histogram WHC sosis ikan lele dumbo (Clarias gariepinus)

Hal ini membuktikan bahwa semakin tinggi konsentrasi isolat protein yang ditambahkan maka akan meningkatkan nilai daya ikat air. Penambahan bahan pengikat dalam pembuatan sosis bertujuan untuk meningkatkan daya ikat air karena IPK (Isolat Protein Kedelai) memiliki sifat higroskopis (Koswara 1992). Semakin meningkatnya WHC atau daya mengikat air sosis dengan semakin tingginya kadar protein diduga terjadi karena adanya gugus-gugus polar dan non polar pada protein. Protein terdiri dari gugus polar dan nonpolar (Kumar et al. 2002). Gugus-gugus polar tersebut akan berinteraksi dengan ion hidrogen dari air yang bersifat polar pula. Interaksi antara protein-protein dan protein-air akan membentuk jaringan tiga dimensi yang kaku dan mampu memperangkap sejumlah air. Semakin tinggi kandungan protein maka akan semakin banyak air yang terikat dan mengakibatkan nilai WHC pun akan meningkat. WHC atau daya ikat air pun sangat dipengaruhi oleh kandungan air, protein, dan penggunaan garam (Kramlich 1971).

d) Stabilitas emulsi

Stabilitas emulsi dari suatu produk khususnya sosis dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain pH, konsentrasi garam, jumlah penambahan air dan

(Clarias gariepinus) dengan perbedaan penambahan konsentrasi IPK dapat dilihat pada Gambar 18.

Keterangan : Angka-angka pada histogram yang diikuti dengan huruf superscript yang berbeda menunjukkan berbeda nyata (p<0,05)

Kode: SA3 : Penambahan IPK konsentrasi 10% VB5 : Penambahan IPK konsentrasi 13% XC3 : Penambahan IPK konsentrasi 16% FD4 : Penambahan IPK konsentrasi 19%

Gambar 18 Histogram stabilitas emulsi sosis ikan lele dumbo (Clarias gariepinus)

Nilai stabilitas emulsi sosis ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) adalah 56,09-61,23%. Hasil analisis ragam dapat dilihat pada Lampiran 29. Perlakuan perbedaan penambahan konsentrasi isolat protein kedelai tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap nilai stabilitas emulsi sosis ikan lele dumbo. Nilai stabilitas emulsi pada sosis ikan ini mengalami fluktuasi dengan semakin tinggi konsentrasi IPK yang ditambahkan. Menurut Yulianti (2003), pembentukan gel protein dapat digunakan untuk peningkatan penyerapan air, pengikatan partikel dan stabilitas emulsi.

Bahan pengikat IPK berfungsi sebagai emulsifier. Isolat protein yang ditambahkan sebagai emulsifier ke dalam sistem yang terdiri dari air dan lemak, maka yang terbentuk adalah emulsi fase dua cairan dan satu padatan. Partikel-partikel padatan akan menstabilkan emulsi bila berada di lapisan yang terletak diantara kedua cairan. Adsorpsi oleh protein terjadi karena interaksi hidrofobik antara protein dengan permukaan lemak. Pada suatu sistem emulsi yang berperan tidak hanya bahan pengikat saja, melainkan lemak dan air. Lemak selain berperan sebagai pemberi rasa lezat pada sosis, berperan pula untuk pembentukan emulsi.

Jika lemak yag ditambahkan tidak tepat maka akan dihasilkan emulsi yang tidak kuat (Kramlich 1971). Lemak yang ditambahkan pada pembuatan sosis ikan ini dalam konsentrasi yang rendah yaitu sebesar 3 % untuk setiap perlakuan. Hal ini yang menyebabkan stabilitas emulsi pada konsentrasi 16% dan 19% nilainya menurun.

Stabilitas emulsi sosis dipengaruhi oleh konsentrasi garam yang ditambahkan, jumlah penambahan air serta suhu penggilingan. Stabilitas emulsi akan rusak jika daging digiling pada suhu di atas 16 °C, hal ini disebabkan oleh pada suhu tersebut protein akan mulai terdenaturasi sehingga molekul lemak tidak dapat diikat lagi oleh molekul protein dalam suatu matriks ikatan. Dampak positif dari stabilitas emulsi yaitu menghasilkan sosis dengan sifat irisan halus, tekstur kenyal, kompak dan tidak berongga (Chamidah 2008). Emulsifikasi juga dipengaruhi oleh konsentrasi isolat protein kedelai dan pH (Torrezan 2006).

4.2.2 Karakteristik sensori gel ikan

Analisis sensori yang dilakukan adalah uji kesukaan (hedonik) terhadap gel ikan lele dumbo. Panelis diminta untuk memberikan tanggapan tentang tingkat kesukaan atau ketidaksukaan. Tingkatan-tingkatannnya disebut skala hedonik, dalam analisisnya ditransformasikan menjadi skala numerik dengan angka menaik menurut tingkat kesukaannya (Rahayu 1998). Analisis sensori yang dilakukan meliputi parameter penampakan, warna, aroma, rasa dan tekstur yang dinilai dengan menggunakan kepekaan indera.

a) Penampakan

Penampakan produk memegang peranan penting dalam hal penerimaan konsumen, karena penilaian awal dari suatu produk adalah penampakannya sebelum faktor lain dipertimbangkan secara visual. Penampakan merupakan parameter yang menentukan penerimaan dari panelis karena banyak sifat mutu komoditas dinilai dengan penglihatan misalnya bentuk, ukuran, warna dan sifat permukaan (halus, kasar, buram, cerah, homogen, heterogen, datar dan bergelombang). Nilai rata-rata penampakan sosis ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) dengan perbedaan penambahan konsentrasi IPK (Isolat

Keterangan : Angka-angka pada histogram yang diikuti dengan huruf superscsript yang berbeda menunjukkan berbeda nyata (p<0,05)

Kode: SA3 : Penambahan IPK konsentrasi 10% VB5 : Penambahan IPK konsentrasi 13% XC3 : Penambahan IPK konsentrasi 16% FD4 : Penambahan IPK konsentrasi 19%

Gambar 19 Histogram rata-rata penampakan sosis ikan lele dumbo (Clarias gariepinus)

Nilai rata-rata penampakan sosis ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) adalah 6,57-7,10. Penilaian panelis terhadap penampakan sosis ikan lele dumbo yaitu agak suka hingga suka. Hasil analisis Kruskal-Wallis dapat dilihat pada Lampiran 30. Perlakuan perbedaan penambahan konsentrasi IPK (Isolat Protein Kedelai) tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap nilai rata-rata penampakan sosis ikan lele dumbo (Clarias gariepinus). Penampakan merupakan parameter yang diamati secara keseluruhan dari bentuk, warna dan sifat permukaan. Penampakan dari sosis ikan yang dihasilkan relatif sama, hanya sedikit perbedaan dari warna pada tiap perlakuan, yaitu semakin banyak konsentrasi IPK yang ditambahkan warna sosis pun menjadi agak gelap. Isolat protein kedelai secara fisik berupa bubuk halus berwarna krem atau kecoklatan (Kumar et al. 2002). Hal ini yang menyebabkan penilaian panelis semakin menurun dari konsentrasi IPK terkecil hingga konsentrasi IPK terbesar. Penambahan IPK dapat berfungsi sebagai zat aditif untuk memperbaiki tekstur dan aroma produk sehingga mempengaruhi penampakan produk (Mervina 2009).

b) Warna

Warna menjadi faktor yang menarik dalam penerimaan suatu produk oleh panelis. Nilai rata-rata warna pada sosis ikan lele dumbo (Clarias gariepinus)

dengan perbedaan penambahan konsentrasi IPK (Isolat Protein Kedelai) dapat dilihat pada Gambar 20.

Keterangan : Angka-angka pada histogram yang diikuti dengan huruf superscsript yang berbeda menunjukkan berbeda nyata (p<0,05)

Kode: SA3 : Penambahan IPK konsentrasi 10% VB5 : Penambahan IPK konsentrasi 13% XC3 : Penambahan IPK konsentrasi 16% FD4 : Penambahan IPK konsentrasi 19%

Gambar 20 Histogram rata-rata warna sosis ikan lele dumbo (Clarias gariepinus)

Nilai rata-rata warna pada sosis ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) adalah 6,00-6,53. Penilaian panelis terhadap tekstur sosis ikan lele dumbo yaitu agak suka. Hasil analisis Kruskal-Wallis dapat dilihat pada Lampiran 31. Perlakuan perbedaan penambahan konsentrasi IPK (Isolat Protein Kedelai) tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap nilai rata-rata warna sosis ikan lele dumbo (Clarias gariepinus). Warna sosis dipengaruhi oleh bahan pengisi dan bahan pengikat yang ditambahkan.

Tepung tapioka yang digunakan sebagai bahan pengisi sedikitnya dapat mempengaruhi warna sosis yang dihasilkan. Faktor lainnya adalah bahan pengikat, yaitu isolat protein kedelai secara fisik berupa bubuk halus berwarna krem atau kecoklatan (Kumar et al. 2002). Jika ditambahkan dalam konsentrasi kecil tidak akan mempengaruhi warna sosis. Pada penelitian ini, IPK yang ditambahkan dengan konsentrasi yang cukup besar yaitu 10%, 13%, 16% dan 19%. Hal ini yang menyebabkan penilaian panelis semakin menurun dengan bertambahnya konsentrasi IPK. Kurang disukainya warna sosis tersebut kemungkinan besar karena sosis berwarna agak coklat muda dan tidak cerah. Penambahan dalam jumlah besar dapat menyebabkan warna produk menjadi

coklat sehingga menurunkan mutu sensori (warna dan rasa) produk akhir (Wulandhari 2007).

c) Aroma

Aroma merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi tingkat kesukaan panelis terhadap suatu produk. Bau yang dapat diterima oleh indera penciuman, umumnya lebih banyak campuran empat bau yaitu harum, asam, tengik dan hangus (Winarno 2007). Nilai rata-rata aroma sosis ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) dengan perbedaan penambahan konsentrasi IPK (Isolat Protein Kedelai) dapat dilihat pada Gambar 21.

Keterangan : Angka-angka pada histogram yang diikuti dengan huruf superscsript yang berbeda menunjukkan berbeda nyata (p<0,05)

Kode: SA3 : Penambahan IPK konsentrasi 10% VB5 : Penambahan IPK konsentrasi 13% XC3 : Penambahan IPK konsentrasi 16% FD4 : Penambahan IPK konsentrasi 19%

Gambar 21 Histogram rata-rata aroma sosis ikan lele dumbo (Clarias gariepinus)

Nilai rata-rata aroma pada sosis ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) adalah 5,30-5,93. Penilaian panelis terhadap aroma sosis ikan lele dumbo yaitu agak suka. Hasil analisis Kruskal-Wallis dapat dilihat pada Lampiran 32. Perlakuan perbedaan penambahan konsentrasi IPK tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap nilai rata-rata aroma sosis ikan lele dumbo. Aroma dipengaruhi oleh bumbu dan kaldu yang ditambahkan ke dalam adonan, namun dikarenakan jenis dan konsentrasi yang ditambahkan sama maka aroma yang dihasilkan dari tiap sosis pun sama. Bumbu-bumbu, kaldu dan ekstrak lemak ayam memiliki sifat volatil akibat proses pemasakan.

Pada perlakuan IPK 19% penilaian rata-rata aroma menurun. Hal ini diduga karena semakin banyak konsentrasi IPK yang ditambahkan akan mempengaruhi aroma dari sosis yang dihasilkan, dengan kata lain aroma IPK mendominasi aroma sosis ikan tersebut. Penambahan dalam jumlah besar dapat memberikan bau dan cita rasa langu sehingga menurunkan mutu sensori produk akhir (Wulandhari 2007). Penambahan isolat protein kedelai dengan konsentrasi tinggi pada produk olahan seperti baso dan burger mempengaruhi penilaian sensori dan menurunkan aroma produk tersebut (Katarzyna dan Krystyna 2008).

d)Rasa

Rasa merupakan faktor yang mempengaruhi penilaian terhadap suatu produk dapat diterima atau tidak oleh konsumen. Rasa dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah senyawa kimia, suhu, konsentrasi dan interaksi dengan komponen rasa lain (Winarno 2008).Nilai rata-rata rasa sosis ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) dengan perbedaan penambahan konsentrasi IPK (Isolat Protein Kedelai) dapat dilihat pada Gambar 22.

Keterangan : Angka-angka pada histogram yang diikuti dengan huruf superscsript yang berbeda menunjukkan berbeda nyata (p<0,05)

Kode: SA3 : Penambahan IPK konsentrasi 10% VB5 : Penambahan IPK konsentrasi 13% XC3 : Penambahan IPK konsentrasi 16% FD4 : Penambahan IPK konsentrasi 19%

Gambar 22 Histogram rata-rata rasa sosis ikan lele dumbo (Clarias gariepinus)

Nilai rata-rata rasa pada sosis ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) adalah 5,33-6,53. Penilaian panelis terhadap rasa sosis ikan lele dumbo berada antara biasa hingga agak suka. Hasil analisis Kruskal-Wallis yang dapat dilihat pada Lampiran 33. Perlakuan perbedaan penambahan konsentrasi IPK (Isolat Protein

Kedelai) memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap nilai rata-rata rasa sosis ikan lele dumbo (Clarias gariepinus). Rasa sosis dipengaruhi dari beberapa faktor, yaitu jenis bumbu, konsentrasi bumbu, bahan pengisi serta bahan pengikat yang ditambahkan. Jenis bumbu serta konsentrasi yang digunakan untuk tiap perlakuan sama. Penggunaan bahan pengisi seperti tepung tapioka dapat berpengaruh nyata terhadap tekstur dan rasa pada sosis ikan (Nurhayati 1996).

Hasil uji lanjut Multiple comparison disajikan pada Lampiran 34. Perlakuan IPK konsentrasi 10% menghasilkan nilai rata-rata rasa yang berbeda nyata dengan perlakuan IPK konsentrasi 13%, 16% dan 19%. Hal ini terlihat dari histogram rata-rata rasa, penurunannya terlihat signifikan dari konsentrasi terendah hingga konsentrasi tertinggi. Rasa pada sosis ikan lele dumbo tersebut dipengaruhi dari banyaknya IPK yang ditambahkan. IPK (Isolat Protein Kedelai) dengan konsentrasi 1% yang ditambahkan ke dalam adonan, tidak mempengaruhi rasa sosis (Widodo 2008). Akan tetapi, konsentrasi IPK yang ditambahkan pada sosis ikan pada penelitian ini cukup tinggi yaitu 10%, 13%, 16% dan 19%. Semakin tinggi kadar IPK yang ditambahkan, akan mempengaruhi rasa sosis yang dihasilkan, karena dapat menghasilkan rasa agak pahit. Rasa pahit ini disebabkan oleh adanya senyawa-senyawa glikosida dalam biji kedelai. Diantara glikosida-glikosida tersebut soyasaponin dan sapogenol merupakan penyebab rasa pahit yang utama dalam kedelai dan produk non fermentasi. Penambahan dalam jumlah besar dapat menyebabkan warna produk menjadi coklat dan memberikan bau dan cita rasa langu sehingga menurunkan mutu sensori (warna dan rasa) produk akhir (Wulandhari 2007).

e) Tekstur

Tekstur dapat diartikan sebagai halus tidaknya suatu irisan pada saat produk disentuh dengan jari panelis (Rompis 1998). Tekstur berhubungan dengan tingkat kekerasan atau keempukan suatu produk. Penilaian terhadap tekstur berasal dari sentuhan oleh permukaan kulit, biasanya menggunakan ujung jari tangan sehingga dapat dirasakan tekstur suatu bahan. Nilai rata-rata tekstur sosis ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) dengan perbedaan penambahan konsentrasi IPK dapat dilihat pada Gambar 23.

Keterangan : Angka-angka pada histogram yang diikuti dengan huruf superscsript yang berbeda menunjukkan berbeda nyata (p<0,05)

Kode: SA3 : Penambahan IPK konsentrasi 10% VB5 : Penambahan IPK konsentrasi 13% XC3 : Penambahan IPK konsentrasi 16% FD4 : Penambahan IPK konsentrasi 19%

Gambar 23 Histogram rata-rata tekstur sosis ikan lele dumbo (Clarias gariepinus)

Nilai rata-rata tekstur pada sosis ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) adalah 6,47-7,23. Penilaian panelis terhadap tekstur sosis ikan lele dumbo berada antara agak suka hingga suka. Hasil analisis Kruskal-Wallis dapat dilihat  pada Lampiran 35. Perlakuan perbedaan penambahan konsentrasi IPK memberikan berbeda memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap nilai rata-rata tekstur sosis ikan lele dumbo (Clarias gariepinus). Tekstur sosis dapat dipengaruhi berdasarkan jenis bahan pengikat yang ditambahkan. Isolat protein kedelai merupakan jenis bahan pengikat yang mengandung protein yang tinggi. Kandungan protein ini akan meningkatkan jumlah ikatan silang antar protein yang menyebabkan tekstur akan menjadi lebih kompak.

Hasil uji lanjut Multiple comparison disajikan pada Lampiran 36. Perlakuan IPK konsentrasi 10% menghasilkan nilai rata-rata tekstur yang berbeda nyata dengan perlakuan IPK konsentrasi 19%, sedangkan dengan perlakuan IPK konsentrasi 13% dan 16% menghasilkan nilai rata-rata tekstur yang tidak berbeda nyata. Hal ini membuktikan bahwa antara IPK konsentrasi terendah dengan konsentrasi tinggi dapat menghasilkan tekstur sosis yang berbeda. Sosis yang ditambahkan IPK akan menyebabkan tekstur menjadi lebih kompak, karena penambahan IPK akan meningkatkan jumlah ikatan silang antar protein

(Widodo 2008). Tekstur memiliki korelasi yang positif pula dengan kekuatan gel. Semakin tinggi penilaian tekstur yang dihasilkan, tinggi pula nilai kekuatan gel sosis tersebut. Selain itu, diduga proses pemasakan dapat mempengaruhi tingkat keempukan sosis, karena bertujuan untuk mengkoagulasikan protein sehingga menghasilkan sosis dengan tekstur yang kompak, karena protein kedelai termasuk protein globular dan juga larut pada larutan garam, sehingga akan terekstrak dan menyebar rata pada adonan, saat perebusan terbentuklah matrik protein yang rigid (Yulianti 2003).