• Tidak ada hasil yang ditemukan

3) Stabilitas emulsi ( AOAC 1995)

4.1 Penelitian Pendahuluan

4.1.2 Karakteristik sensori gel ikan

Analisis sensori merupakan analisis yang dilakukan menggunakan kepekaan indera manusia (panelis). Analisis sensori yang dilakukan adalah uji kesukaan (hedonik), panelis diminta untuk memberikan tanggapan tentang tingkat kesukaan atau ketidaksukaan. Tingkatan-tingkatannya disebut skala hedonik, dalam analisisnya ditransformasikan menjadi skala numerik dengan angka yang semakin naik menurut tingkat kesukaannya (Rahayu 1998).

a) Penampakan

Penampakan merupakan salah satu parameter yang menentukan tingkat penerimaan dari panelis yang dinilai dengan penglihatan antara lain bentuk, ukuran, warna dan sifat-sifat permukaan (halus, kasar, suram, mengkilap, homogen, heterogen dan datar bergelombang). Nilai rata-rata penampakan gel ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) dilihat pada Gambar 9.

Keterangan : Angka-angka pada histogram yang diikuti dengan huruf superscsript yang berbeda menunjukkan berbeda nyata (p<0,05)

Kode: B1L : Frekuensi pencucian 1 kali A2Y : Frekuensi pencucian 2 kali T3M : Frekuensi pencucian 3 kali

Gambar 9 Histogram rata-rata penampakan gel ikan lele dumbo (Clarias gariepinus)

Nilai rata-rata penampakan gel ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) adalah 6,53-6,77. Penilaian terhadap penampakan gel ikan lele dumbo dengan perlakuan perbedaan frekuensi pencucian yaitu agak suka. Hasil analisis Kruskal-Wallis

dapat dilihat pada Lampiran 14. Perlakuan frekuensi pencucian daging lumat tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap penampakan gel ikan lele dumbo (Clarias gariepinus). Hal ini menunjukkan bahwa panelis memiliki tingkat kesukaan yang sama untuk semua penampakan gel ikan lele dumbo. Penampakan secara keseluruhan, dari ketiga hasil gel ikan dengan perbedaan frekuensi pencucian yang dihasilkan tidak terlalu berbeda dari bentuk dan tampilan.

Semakin banyak frekuensi pencucian menyebabkan penampakan akan semakin baik, karena hilangnya pigmen, lemak, darah, serta protein sarkoplasma yang menyebabkan gel ikan pada pencucian sebanyak 3 kali terlihat lebih rapi, putih dan kompak jika dibandingkan dengan gel ikan lele dumbo pada pencucian 1 kali. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya kemampuan daging untuk membentuk gel dengan meningkatkan konsentrasi aktomiosin serta berkurangnya protein sarkoplasma (Astawan et al. 1996).

b) Warna

Warna memegang peranan penting dalam penerimaan makanan bersama-sama dengan bau, rasa, tekstur dan penampakan. Nilai rata-rata warna gel ikan lele dumbo dengan perlakuan frekuensi pencucian daging lumat dapat dilihat pada Gambar 10.

 

Keterangan : Angka-angka pada histogram yang diikuti dengan huruf superscsript yang berbeda menunjukkan berbeda nyata (p<0,05)

Kode: B1L : Frekuensi pencucian 1 kali A2Y : Frekuensi pencucian 2 kali T3M : Frekuensi pencucian 3 kali

Nilai rata-rata warna gel ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) adalah 6,40-6,90. Penilaian terhadap penampakan gel ikan lele dumbo dengan perlakuan perbedaan frekuensi pencucian yaitu agak suka. Hasil analisis Kruskal-Wallis

dapat dilihat pada Lampiran 15. Perbedaan frekuensi pencucian daging lumat tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap nilai rata-rata warna gel ikan lele dumbo (Clarias gariepinus). Hal ini menunjukkan bahwa panelis memiliki tingkat kesukaan yang sama untuk semua warna gel ikan lele dumbo yang dihasilkan dan memperlihatkan bahwa panelis masih menyukainya pada semua perlakuan berdasarkan hasil uji sensori. Semakin banyak frekuensi pencucian yang dilakukan, terlihat bahwa nilai rata-rata warna gel ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) semakin meningkat. Hal ini didukung oleh literatur yang didapat, bahwa tujuan dari pencucian surimi adalah untuk meningkatkan kemampuan pengikat gel dan meningkatkan kualitas warna dan aroma (Muhibuddin 2010). Artinya semakin banyak frekuensi pencucian akan menghasilkan warna yang lebih baik terhadap surimi ikan lele dumbo.

c) Aroma

Aroma merupakan salah satu faktor penting dalam menentukan kualitas bahan makanan. Aroma makanan lebih banyak dipengaruhi oleh panca indera penciuman. Nilai rata-rata aroma gel ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) dengan perlakuan frekuensi pencucian daging lumat dapat dilihat pada Gambar 11.

Keterangan : Angka-angka pada histogram yang diikuti dengan huruf superscsript yang berbeda menunjukkan berbeda nyata (p<0,05)

Kode: B1L : Frekuensi pencucian 1 kali A2Y : Frekuensi pencucian 2 kali T3M : Frekuensi pencucian 3 kali

Nilai rata-rata aroma gel ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) yang dihasilkan yaitu 6,10-6,13. Penilaian terhadap aroma gel ikan lele dumbo dengan perlakuan perbedaan frekuensi pencucian yaitu agak suka. Hasil analisis

Kruskal-Wallis dapat dilihat pada Lampiran 16, menunjukkan bahwa perlakuan frekuensi pencucian daging lumat tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap nilai rata-rata aroma gel ikan lele dumbo. Artinya panelis memiliki tingkat kesukaan yang sama untuk semua aroma gel ikan lele dumbo. Hal ini disebabkan pada proses pembuatan gel ikan ini tidak ada penambahan bumbu lain kecuali garam ke tiap-tiap perlakuan. Garam yang ditambahkan hampir tidak berbau, sehingga ketika diaplikasikan ke dalam produk tidak menimbulkan aroma yang spesifik.

d) Rasa

Rasa merupakan faktor yang sangat menentukan suatu produk dapat diterima atau tidak oleh konsumen. Rasa dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah senyawa kimia, suhu, konsentrasi dan interaksi dengan komponen rasa lain (Winarno 2008). Hasil nilai rata-rata rasa gel ikan lele dumbo (Clarias gariepinus), dengan perlakuan berbagai frekuensi pencucian dapat dilihat pada Gambar 12.

Keterangan : Angka-angka pada histogram yang diikuti dengan huruf superscsript yang berbeda menunjukkan berbeda nyata (p<0,05)

Kode: B1L : Frekuensi pencucian 1 kali A2Y : Frekuensi pencucian 2 kali T3M : Frekuensi pencucian 3 kali

Gambar 12 Histogram rata-rata rasa gel ikan lele dumbo (Clarias gariepinus)

Nilai rata-rata rasa gel ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) adalah 6,00-6,13. Penilaian terhadap rasa gel ikan lele dumbo dengan perlakuan

perbedaan frekuensi pencucian yaitu agak suka. Hasil analisis Kruskal-Wallis

dapat dilihat pada Lampiran 17. Perlakuan frekuensi pencucian daging lumat tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap nilai rata-rata rasa gel ikan lele dumbo (Clarias gariepinus). Nilai rata-rata rasa gel ikan lele dumbo yang dihasilkan untuk setiap perlakuan relatif sama. Rasa yang dihasilkan dari gel ikan ini diduga lebih dipengaruhi oleh bumbu yang ditambahkan kedalam adonan. Namun karena penggunaan garam dengan konsentrasi yang sama untuk setiap perlakuan, maka panelis cenderung memberikan penilaian yang sama. Garam yang ditambahkan sebesar 2,5% (b/b) pada saat pencampuran berfungsi bukan sebagai bumbu, melainkan untuk meningkatkan kekuatan ionik daging dan mengekstrak aktomiosin sehingga terbentuk sol (Astawan et al. 1996).

e) Tekstur

Tekstur berhubungan dengan tingkat kekerasan atau keempukan suatu produk. Menurut Rompis (1998), tekstur juga dapat diartikan sebagai halus tidaknya suatu irisan pada saat produk disentuh dengan jari panelis. Penilaian terhadap tekstur berasal dari sentuhan oleh permukaan kulit, biasanya menggunakan ujung jari tangan sehingga dapat dirasakan tekstur suatu bahan. Nilai rata-rata tekstur gel ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) dengan perlakuan frekuensi pencucian daging lumat dapat dilihat pada Gambar 13.

 

Keterangan : Angka-angka pada histogram yang diikuti dengan huruf superscsript yang berbeda menunjukkan berbeda nyata (p<0,05)

Kode: B1L : Frekuensi pencucian 1 kali A2Y : Frekuensi pencucian 2 kali T3M : Frekuensi pencucian 3 kali 

Nilai rata-rata tekstur gel ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) adalah 6,23-6,83. Penilaian terhadap tekstur gel ikan lele dumbo dengan perlakuan perbedaan frekuensi pencucian yaitu agak suka. Hasil analisis Kruskal-Wallis

dapat dilihat pada Lampiran 18. Perlakuan frekuensi pencucian daging lumat tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap nilai rata-rata tekstur gel ikan lele dumbo (Clarias gariepinus). Nilai rata-rata tekstur tertinggi pada frekuensi pencucian 3 kali. Hal ini diduga karena proses pencucian dapat memperbaiki tekstur gel ikan yang dihasilkan menjadi lebih kompak dengan menghilangkan senyawa-senyawa pengotor. Proses pencucian dilakukan untuk menghilangkan bau amis, pigmen, lemak dan terutama untuk menghilangkan protein sarkoplasma yang dapat menghambat pembentukan gel (Toyoda et al. 1992).