• Tidak ada hasil yang ditemukan

KARYA AMELI E NOTHOMB

Dalam dokumen Staff Site Universitas Negeri Yogyakarta (Halaman 112-118)

Evi Rosyani Dew i, M.Hum.

Universitas Padjadjaran evi_rd55@yahoo.com

Abstrak

Pada abad XXI ini, absurditas merupakan sebuah subyek yang sering dibicarakan. Salah satu pengarang abad XXI yang gemar mengusung pemikiran absurd adalah Amelie Nothomb. Di karyanya ini, Nothomb memberikan sebuah gambaran baru tentang kehidupan masyarakat modern di abad XXI yang berhubungan dengan absurditas. Dengan kata lain, abad XXI dan absurditas memiliki hubungan yang cukup erat.

PENDAHULUAN

Pada umumnya, teks-teks yang berbau absurditas ditemukan setelah perang dunia pertama dan kedua. Namun seringkali timbul pertanyaan tentang arti sebenarnya dari absurditas itu sendiri. Pada hakikatnya kata absurd digunakan untuk menyatakan sesuatu yang bersifat aneh atau asing. Namun pada kamus Le Robert dietmukan dua makna yang berhubungan dengan absurd :

1. Contraire à la raison, au bon sens, à la logique. (personne) qui agit, parle sans bon sens. Perlawanan terhadap kebenaran atau logika. Seseorang yang bertindak atau

berbicara tanpa makna.

2. Ce qui est absurde, ce qui est faux pour des raisons logiques. Raisonement par l’absurde18. Hal yang bermakna absurd dan kurang tepat merupakan sebuah

alasan yang logis. Pembenaran melalui sisi absurd.

Definisi kedua mengenai absurditas ini bermuara kepada pembenaran melalui sisi absurd yang merupakan cara yang tepat untuk menemukan kebenaran dan kesalahan dengan menonjolkan sesuatu yang kurang tepat dengan penjelasan yang logis. Namun definisi ini tidak terlalu digunakan bagi absurditas dalam sastra. Menurut definisi pertama, absurditas berbicara mengenai perlawanan terhadap kebenaran. Seringkali terlihat bahwa absurditas itu tidak logis. Namun kelogisan dari absurd itu dapat diungkapkan dengan mengungkapkan sebuah alasan yang cukup dalam. Hal ini biasanya dapat ditinjau melalui karya-karya sastra yang beraroma absurd.

Pertama-tama penulis akan berbicara tentang absurditas menurut Albert Camus yang mengeluarkan sebuah karya Le Mythe de Sisyphe. Di dalam karyanya ini, Camus memberikan pandangannya mengenai absurditas yang dihubungkan kepada kepekaan yang bersifat absurd. Dengan kata lain, absurditas muncul pada saat semua tindakan kehidupan yang mengalir secara mekanis tiba-tiba terhenti, dan ketika kesadaran seorang

18

manusia mulai bangun dan bergerak, hal ini menunjukkan arti non-kehidupan telah membuka, dan pola pikir manusia mulai dirusak. Dalam karyanya yang berjudul Le Mythe

de Sisyphe, Camus mencantumkan pemahamannya tentang absurd sebagai momen

“kediaman yang tak masuk akal” yang menengahi antara manusia dengan dunianya. Selanjutnya, pemikiran tentang absurd menurut Kafka adalah fragmentasi masyarakat dan kehidupan telah membangkitkan rasa penderitaan batin dan kecemasan pada diri manusia. Hal ini memuncak pada tema kehilangan, kesepian, dan berartinya hidup. Tema-tema ini menimbulkan berbagai tema tentang eksistensialisme yang mempertanyakan makna dan keberadaan manusia dalam dunia yang teratur dan impersonal. Rasa putus asa ini digambarkan dalam semua tingkat hubungan, masyarakat, keluarga, dan dunia. Pada masa moderen, pemikiran Kafka merupakan alineasi dan disorientasi, serta protagonis, oleh karena itu, tokoh-tokohnya selalu digambarkan sebagai manusia yang merasa terasing dari dunianya. Gaya penceritaan yang aneh dan misterius dapat dipahami sebagai ciri konsep eksistensialis dari paham absurditas milik Kafka. Kita akan melihat “celah” antara manusia dan dunianya. Sifat ini dipahami dari kesenjangan tersebut yang dinotasikan sebagai gejala absurditas, sebuah konsep yang sering tercermin dalam narasi Kafka. Titik dalam cerita Kafka merupakan perwujudan alegoris dan masuk akal dari visi pesimis dari hidupnya. Sedangkan tema escapisme biasanya hanya untuk menunjukkan bahwa “kematian” akan mengiring manusia pada kenyataan lain. Dengan demikian, membaca karya-karya Franz Kafka adalah membaca tema absurd dalam segala kompleksitasnya. Kita akan melihat perpaduan kontradiksi dimana rasional dan irasional, eksistensi dan non-eksistensi, realitas dan ilusi saling bertemu.

Selanjutnya, hal-hal yang bersifat absurd di dalam sebuah karya sastra, khususnya di dalam Le Fait du Prince karya Amélie Nothomb, dapat dijaring melalui struktur naratif, yaitu sudut pandang naratif terbatas (Schmitt dan Viala, 1982 : 30). Adapun kegunaan dari sudut pandang ini adalah untuk melihat kedudukan narator terhadap apa yang diceritakan. Semua objek yang diceritakan dapat berupa benda-benda, tokoh, keadaan dan peristiwa. Dari penggambaran hal-hal di atas, dapat dilihat bagaimana watak dan pribadi si pencerita yang menentukan wujud cerita. Sudut pandang suatu cerita sangat penting, sebab hal ini akan menyangkut masalah seleksi terhadap kejadian-kejadian cerita yang disajikan, menyangkut masalah ke mana pembaca akan dibawa dan menyangkut kesadaran siapa yang memaparkan serta kedudukan atau tempat berpijak si pencerita terhadap ceritanya.

Le Fait du Prince karya Nothomb ini mengisahkan seorang laki-laki bernama

Baptiste Bordave yang melihat kematian Olaf Sildur saat menerima telepon. Berkat kematian Olaf ini, Baptiste memiliki identitas baru di dalam hidupnya dengan meminjam seluruh identitas Olaf yang ternyata seorang yang kaya raya, hidup di sebuah rumah mewah dan sudah memiliki istri. Untuk itu, Baptiste menjalani hidupnya dengan identitas barunya yang membawa dirinya untuk tinggal di rumah Olaf dengan wanita yang tak dikenalnya, Sigrid. Namun, identitas baru Baptiste ini mulai tercium oleh salah satu teman Olaf. Untuk itu, Baptiste pergi membawa Sigrid agar identitas barunya tidak terkuak dan menjalani hidup baru sebagai Olaf. Dengan demikian, Baptiste menemukan kenyamanan bathin.

PEMBAHASAN

Pada bagian ini, hal pertama yang akan dibahas adalah ketidakwajaran yang seringkali diperdebatkan oleh khalayak umum. Dalam hal ini Nothomb memiliki ide untuk menangkis pemikiran negatif yang berhubungan dengan ketidakwajaran. Menurutnya, ketidakwajaran itu merupakan hal yang normal terjadi dan tidak perlu diperdebatkan. Di dalam karyanya, Nothomb menciptakan sebuah pemikiran tentang fakta-fakta yang bersifat umum dan berkembang menjadi fakta-fakta yang menolak ke’’umum’’an.

+ Ne poussez-vous pas la paranoïa un peu loin ?

- Depuis Kafka, c’est prouvé : si vous n’êtes pas paranoïaque, vous êtes le coupable

+ À ce compte-là, mieux vaut ne jamais recevoir.(page 9) + Jangan memaksakan diri menjadi paranoid yang agak berlebihan ?

- Sejak ada Kafka, terbukti : jika kamu tidak paranoid, maka kamu adalah tersangka

+ Pada hal itu, lebih baik mengacuhkannya.(hal 9)

Kemudian pemikiran lain yang berkaitan dengan petanda absurditas dalam cerita ini merujuk pada banyaknya situasi “kebetulan”. Dalam hal ini, unsur kebetulan yang mendominasi ditengarai memiliki peranan kuat sebagai “perekat” jalinan hubungan di antara tokoh-tokohnya. Seperti yang dijabarkan dalam sitasi berikut ini.

I l avait choisi ce moment singulier de sa vie pour apparaître dans la mienne. I l n’était pas de temps de philosopher. Je m’emparai du téléphone pour appeler les secours : le souvenir de la conversation de la veille arrêta mon geste.

< < Quelle coïncidence! > > pensai-je.

Allais-je suivre le conseil de mon interlocuteur de la veille ?(page 15)

Dia telah memilih momen kematian ini dalam hidupnya untuk muncul di tempatku. I ni bukan waktunya berfilsafat. Aku meraih telepon untuk memanggil bantuan : kenangan pembicaraan sehari sebelumnya menghentikan gerak-gerikku.

< < Kebetulan yang mencengangkan ! > > pikirku

Haruskah aku mengikuti saran lawan bicaraku sehari sebelumnya?(hal 15)

Kedua pernyataan besar di atas ini merupakan sebuah pemikiran yang datang dari Nothomb yang menganggap bahwa ketidakwajaran dan kebetulan merupakan unsur yang absurd. Maksud dari pemikiran Nothomb ini adalah mengangkat ketidakwajaran dan kebetulan itu sebagai hal yang bersifat absurd dan dijadikan landasan yang bersifat logis.

Melalui kedua hal tersebut, Nothomb membuat sebuah perubahan yang sangat signifikan. Hal ini ditunjukkan melalui Baptiste yang mengalami perubahan secara fisik dan psikis. Selanjutnya, perubahan ini memicu lahirnya sebuah persepsi lain mengenai proses perubahan yang tidak biasa mengingat bahwa pada umumnya tahap evolusi perkembangan seorang manusia akan membutuhkan waktu panjang berkaitan dengan adanya berbagai tahap kehidupan yang harus dilalui manusia untuk mencapai titik perubahan tersebut. Proses tersebut ditengarai sebagai salah satu bentuk manifestasi konsep absurditas dalam roman ini karena melalui media yang tidak lazim yaitu “reinkarnasi”. Jalinan unsur kebetulan yang mendominasi pada berbagai runutan peristiwa

yang mendera Baptiste ternyata merujuk pada suatu maksud tertentu, yaitu sebagai faktor pendorong terciptanya proses kelahiran hidup baru tersebut.

Depuis que je m’appelais Olaf, je me sentais poreux. À l’exemple de la semoule de couscous, j’absorbais la liquide environnant. Si cela continuait ainsi, mon corps aller occuper le volume entier de la baignoire. Vu la quantité de gelmousse scandinave que j’avais versée dans la marinade, mes tissus auraient un goût de savon.(page 79)

Semenjak aku menyebut diriku Olaf, aku merasa berpori-pori. Aku diibaratkan seperti tepung gandum pada couscous (nama makanan), maka aku menyerap cairan di sekitarnya. Jika hal ini terus berlanjut, tubuhku akan memenuhi seluruh isi bak mandi. Mengingat banyaknya jumlah busa Skandinavia yang kutuang dalam tempat berendam, mungkin bajuku juga akan berbau harum.(hal 79)

Kemudian, di dalam karyanya ini Nothomb berusaha menonjolkan sisi absurd melalui usaha seorang manusia yang berusaha memanfaatkan kesempatan dengan mempertaruhkan nasibnya demi mewujudkan eksistensinya sebagai pribadi yang baru. Pada karyanya ini, ia mengisahkan satu cerita dengan menggunakan media pemilihan tokoh yang berasal dari kaum marjinal, tak tersentuh, tapi di balik itu menyimpan semangat yang sangat besar untuk membuat hidupnya lebih berarti, bagi dirinya maupun orang – orang di sekitarnya.

+ (...) Celui de ma carte d’identité n’a jamais servi. Ma mère était amnésiaque et me donnait chaque fois un prénom différent. Mon père et mon frère ne m’appelaient pas. À l’école, on m’appelait pas mon nom de famille, dont j’ai changé, heureusement.

- Pourquoi heureusement

+ Parce que mon patronyme était Baptiste, un prénom d’homme. C’est bizarre d’être appelée Baptiste à tout bout de champ.(page 69)

+ (...) Hal itu yang tidak pernah dijelaskan di kartu identitasku. I buku amnesia dan seringkali memberiku nama panggilan yang berbeda-beda. Ayah dan saudara laki-lakiku tidak pernah menyebutkannya. Di sekolah, orang tidak memanggilku dengan nama keluarga, jadi aku menggantinya, dengan senang hati.

- Kenapa dengan senang hati ?

+ Karena nama keluargaku adalah Baptiste, nama panggilan seorang lelaki. Aneh jika dipanggil Baptiste secara tiba-tiba.(hal 69)

Si j’avais été Baptiste Bordave j’aurais été en train de travailler au bureau avec mes collegues. Comment avais-je pu perdre tant d’années de ma vie à une occupation dont je gardais si peu de souvenirs? (page79)

Jika aku adalah Bapiste Bordave mungkin aku sedang bekerja di kantor dengan kolega-kolegaku. Bagaimana aku bisa kehilangan banyak waktu hidupku demi sebuah urusan yang membuatku menyimpan kenangan- kenangan yang begitu sedikit ? (hal 79)

Hal lain yang dapat dibicarakan pada tulisan ini adalah rangkaian fenomena ganjil tersebut sebagai bagian dari misi pengarang yang merujuk pada suatu maksud tertentu, yaitu hasil pemikiran Amélie Nothomb mengenai persoalan kehidupan terutama hasil pemikirannya yang berkaitan dengan masalah absurditas kehidupan yang bermanifestasi

pada permasalahan eksistensi para tokoh dalam roman ini dalam pencarian esensi kehidupannya.

Selain itu, Nothomb juga diketahui turut melibatkan ideologi lainnya sehubungan dengan kompleksitas cerita yang merujuk pada kekacauan hidup manusia sebagai efek krusial kekuatan absurditas kehidupan yang tak terelakkan. Pandangan lain mengenai persoalan absurditas juga tercurah dalam kisah ini yang tercermin melalui perjuangan para tokoh ketika melalui masa-masa krisis kehidupannya. Masa keterpurukan tersebut ditandai sebagai dasar evolusi manusia menuju suatu bentuk eksistensi yang lebih hakiki.

Berkaitan dengan persoalan tersebut, pengarang juga ditengarai turut membawa- bawa ideologi dasar mengenai paham eksistensialisme untuk memperkuat sisi absurd dalam roman ini. Secara garis besar, Nothomb telah menarik benang merah dari rangkaian pemikiran tersebut melalui sebuah ide paradoksal yang berkaitan dengan pertentangan akan nilai-nilai konsep kehidupan dalam masyarakat. Dengan demikian, kita dapat melihat bahwa secara menyeluruh buku ini mengandung berbagai landasan pemikiran absurd yang saling bertautan yang dapat mempermudah kita memahami lebih dalam struktur dasar pembentukan “absurditas” dalam kehidupan beserta gejala kemunculannya.

Di karyanya ini, Nothomb memperlihatkan sebuah pesan penting bahwa selain kebutuhan akan hidup, manusia perlu menghayati eksistensinya dalam rangka pencapaian esensi yang diharapkan seluruh manusia, yakni makna akan berartinya hidup yang lahir atas dorongan kebebasan mutlak seorang manusia. Kejadian dalam roman Le fait du

prince ini sedikit banyak telah memberikan gambaran akibat ketidakpedulian manusia

terhadap kehidupan yang dijalaninya.

SI MPULAN

Setelah melakukan uraian di atas ini ada beberapa hal yang dapat disimpulkan. Pertama-tama, Amélie Nothomb sebagai pengarang Le Fait du Prince memiliki konsep absurditas tersendiri yang lahir melalui sebuah benang merah absurditas milik Camus dan Kafka. Di sini, Nothomb memiliki kekuatan dalam mengungkapkan absurditas di dalam karyanya yang lahir di abad XXI . Jika sedikit menengok ke belakang bahwa absurditas menjadi bahan pembicaraan yang cukup hangat di abad XX, Nothomb ingin membuktikan bahwa absurditas tidak hanya milik abad XX, namun abad XXI pun memilikinya.

Melalui karyanya ini, Nothomb melahirkan sebuah pemikiran baru tentang absurditas. Sedikit berbeda dari Camus dan Kafka, Nothomb berpendapat bahwa absurditas dapat dilihat melalui ketidakwajaran dan kebetulan di dalam kehidupan seorang manusia. Dalam hal ini, Nothomb ingin menambahkan khasanah dunia absurditas

bahwa perubahan hidup yang dialami seorang manusia yang berlandaskan

ketidakwajaran dan kebetulan adalah merupakan hal yang ‘’wajar’’, walau dengan cara membuang identitas diri yang lama untuk identitas diri yang baru.

DAFTAR PUSTAKA

Camus, Albert. 1942. Le Mythe de Sisyphe. Paris : Gallimard. Camus, Albert. 2006. Sampar. Jakarta : Yayasan Obor I ndonesia. Gilman, S.L. Franz Kafka. U.K : Reaktion Books.

Nothomb, Amélie. 2008. Le fait du prince. Paris : Albin Michel. Robert, Paul, 1989. Dictionnaire Le Petit Robert 1. Paris : Le Robert. Schmitt, M.P. & A. Viala. 1982. Savoir-lire. Paris : Didier.

Dalam dokumen Staff Site Universitas Negeri Yogyakarta (Halaman 112-118)